HASIL EKSTRAKSI PATI DARI KULIT SINGKONG KARAKTERISTIK HASIL ANALISA FT-IR BIOPLASTIK PATI

48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL EKSTRAKSI PATI DARI KULIT SINGKONG

Pada penelitian ini bahan baku pembuatan bioplastik yaitu pati yang diekstrak dari kulit singkong. Kulit singkong diperoleh dari pedagang sayuran yang terletak di Pasar Pagi Padang Bulan Pasar 1, Medan. Pati yang dihasilkan berupa serbuk keabu-abuan dengan ukuran partikel ± 100 mesh. Dari hasil ekstraksi pati kulit singkong diperoleh rendemen pati sebesar 20, dimana dari 100 g kulit singkong diperoleh pati kering sebanyak 20 g dan kemudian selanjutnya dilakukan analisa pada pati yang diperoleh. Kulit singkong yang diperoleh dari Pasar Pagi Medan ditunjukkan pada gambar 4.1 a serta hasil ektraksi pati dari kulit singkong pada gambar 4.1 b. a b Gambar 4.1 a Kulit singkong b Pati Kulit singkong

4.2 HASIL KARAKTERISTIK PATI KULIT SINGKONG

Karakteristik kadar pati kulit singkong ini dilakukan untuk mengetahui jumlah beberapa komponen yang terkandung di dalam pati kulit singkong yang dihasilkan dari penelitian ini, antara lain kadar pati amilum, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar amilosa dan kadar amilopektin. Universitas Sumatera Utara 49

4.2.1 Kadar Pati

Kadar pati merupakan banyaknya pati yang terkandung dalam bahan kering yang dinyatakan dalam persen [102]. Tujuan analisa kadar pati adalah untuk menentukan persentase kadar pati yang terdapat pada kulit singkong Manihot esculenta. Dari hasil analisa pati kulit singkong yang dilakukan di Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada, diperoleh kadar pati dalam kulit singkong sebesar 75,9061. Berdasarkan standar mutu pati menurut Standar Industri Indonesia, kadar pati yang diizinkan adalah minimal 75 [95]. Jika dibandingkan dengan kadar pati menurut Standar Industri Indonesia, kadar pati kulit singkong telah memenuhi standar yang berlaku. Menurut Richana dan Sunarti 2004, kadar pati dalam bentuk ekstrak pati umbi-umbian berkisar 45-63 [78]. Perbedaan kadar pati yang diperoleh dapat disebabkan oleh adanya perbedaan dalam proses pengolahan pati. Pada penelitian ini digunakan metode pengekstraksian pati kulit singkong dengan cara penghancuran menggunakan blender.

4.2.2 Kadar

Amilosa dan Amilopektin Kadar amilosa dan amilopektin adalah banyaknya kandungan amilosa dan amilopektin yang terdapat pada pati yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan karakteristik pati. Tujuan dari analisis kadar amilosa dan amilopektin adalah untuk menetapkan perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin di dalam pati kulit singkong. Uji kadar amilosa dan amilopektin dilakukan di Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Dalam pati kulit singkong terdapat kandungan amilopektin sebesar 49,9139 dan amilosa sebesar 25,1921. Pada penelitian Ulloa dan PuninBurneo 2012 dimana dilakukan proses pengekstrakkan pati dari kulit singkong Manihot esculenta diperoleh kadar amilosa dengan rentang 17-20. Kadar amilosa yang diperoleh pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian Ulloa dan PuninBurneo [6]. Hasil yang berbeda dapat dipengaruhi oleh proses produksi pati yang berbeda. Kadar amilosa yang rendah dan amilopektin yang tinggi dapat mempermudah proses gelatinisasi pati karena dapat menurunkan kelarutan pati di Universitas Sumatera Utara 50 dalam air, sehingga pati hanya dapat mengembang dalam air panas yang dibutuhkan dalam proses gelatinisasi pati. Dengan kadar amilopektin yang tinggi, banyak ruang kosong yang ada sehingga ruang kosong ini akan diisi oleh biopolimer pencampur [95]. Kandungan amilosa yang terdapat pada pati memicu pembentukan bioplastik yang lebih kuat, sedangkan struktur amilopektin dalam pati menyebabkan karakteristik mekanik yang rendah, serta ketahanan terhadap tekanan dan elongasi yang rendah [103].

4.2.3 Kadar

Air Tujuan analisa kadar air adalah untuk mengetahui kandungan air dalam pati yang dapat mempengaruhi karakteristik bioplastik. Pengeringan pada pati bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan pada pati dapat dihambat [78]. Dari hasil analisa diperoleh juga kadar air sebesar 9,45 dimana standar mutu pati menurut Standar Industri Indonesia untuk nilai kadar air maksimum 14, sehingga kadar air pati secara garis besar masih memenuhi syarat Standar Industri Indonesia [104]. Uji kadar air dilakukan di Laboratorium Jasa Uji Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran. Kadar air erat hubungannya dengan keawetan bahan selama penyimpanan. Semakin rendah kadar air bahan maka semakin aman bahan tersebut dari kerusakan akibat serangan mikroorganisme [32]. Kadar air yang tinggi memiliki kecenderungan untuk menyerap air yang dapat menghasilkan plastik dengan elastisitas rendah [105].

4.2.4 Kadar

Abu Kadar abu menunjukkan kandungan mineral dari suatu bahan. Tujuan analisa kadar abu adalah untuk melihat kualitas umum bahan dimana kadar abu juga berkaitan erat dengan zat pengotor asing. Semakin tinggi kadar abu suatu bahan maka semakin tinggi kandungan mineral yang dimiliki bahan tersebut [106]. Nilai kadar abu yang diperoleh dari pati kulit singkong sebesar 1,5 . Berdasarkan standar mutu pati menurut Standar Industri Indonesia, kadar abu yang diizinkan adalah maksimal 15 [104]. Uji kadar abu dilakukan di Universitas Sumatera Utara 51 Laboratorium Proses Industri Kimia Universitas Sumatera Utara. Jika dibandingkan dengan kadar abu pati menurut Standar Industri Indonesia, kadar abu pati kulit singkong telah memenuhi standar.

4.2.5 Kadar

Protein Kadar protein menunjukkan keberadaan asam-asam amino pada pati. Dalam bentuk pati, komponen protein dipersyaratkan dalam konsentrasi sangat rendah, karena akan menyebabkan viskositas pati menurun [77]. Tujuan analisa kadar protein adalah untuk melihat kandungan protein yang terdapat pada pati kulit singkong yang mempengaruhi karakteristik sifat bioplastik. Uji kadar protein dilakukan di Laboratorium Jasa Uji Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran. Dipeoleh hasil analisa berupa kadar protein sebesar 4,25. Pada penelitian Ulloa dan PunínBurneo 2012 diperoleh kadar protein kulit singkong sebesar 2,3 [6]. Nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Perbedaan kandungan protein antar varietas diduga disebabkan oleh faktor genetic [77]. Kandungan protein pada pati dapat mempengaruhi karakteristik film yang dihasilkan. Film dengan jumlah protein yang tinggi dapat menyerap lebih banyak air dari lingkungan. Selain itu, film dengan kandungan protein yang tinggi memiliki sifat yang lebih higroskopik dibandingkan film dengan kandungan protein rendah [107]. Komponen protein dalam pati juga mempengaruhi suhu gelatinisasi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa protein mempunyai kemampuan untuk mengabsorpsi air. Air dapat diikat oleh protein melalui ikatan hidrogen. Kemampuan absorpsi tersebut menyebabkan pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat, sehingga meningkatkan suhu dan waktu gelatinisasi [108].

4.2.6 Kadar

Lemak Tujuan kadar lemak adalah untuk melihat pengaruh kandungan lemak terhadap karakteristik pati. Kandungan lemak dalam pati dipersyaratkan rendah, karena dapat membentuk kompleks dengan amilosa sehingga menghambat proses gelatinisasi [77]. Uji kadar lemak dilakukan di Laboratorium Jasa Uji Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran. Adapun kadar lemak yang Universitas Sumatera Utara 52 terdapat pada pati kulit singkong sebesar 1,58. Hasil ini masih terlalu tinggi dibandingkan dengan kadar lemak pada penelitian Ulloa dan PunínBurneo 2012 sebesar 0,44 [6]. Kadar lemak yang tinggi menyebabkan ketidakteraturan struktur mikro dalam plastik. Selain itu, kadar lemak yang tinggi juga berpengaruh terhadap keburaman plastik [109].

4.3 KARAKTERISTIK HASIL ANALISA FT-IR BIOPLASTIK PATI

KULIT SINGKONG DAN MIKROKRISTALIN SELULOSA AVICEL PH101 DENGAN PEMLASTIS SORBITOL Analisis gugus fungsi FTIR diperlukan untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang terdapat pada pati. Analisis gugus fungsi FTIR dilakukan dengan menggunakan alat IR Prestige-21 Shimadzu. Karakteristik gugus fungsi dengan FT-IR dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.Dari analisa gugus fungsi menggunakan FT-IR diperoleh hasil spektrum dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada gambar 4.2 sebagai berikut. Gambar 4.2 Karakteristik Hasil Analisa FT-IR Pembacaan bilangan gelombang yang terdapat pada grafik FT-IR dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000 T ran sm itan si Panjang Gelombang cm -1 Pati Kulit Singkong Microcrystalline Cellulose Avicel PH101 Bioplastik Pati Kulit Singkong Bioplastik Pati-MCC-Sorbitol Bioplastik Pati-Sorbitol C=C C-H C-O C-O C-O C=O C-O OH Alkohol OH Alkohol OH Karboksilat Universitas Sumatera Utara 53 Tabel 4.2 Hasil Keterangan Gugus Fungsi Pati Kulit Singkong Menggunkan FTIR Jenis Ikatan Bilangan Gelombang cm -1 Keterangan Ikatan Tunggal Hidrogen C-H 3000-2850 Alkana jenuh O-H 3400-3000 Alkohol, air, fenol O-H bebas 3600 O-H 3400-2400 Asam karboksilat Rangkap Dua C=O 1840-1800 Anhidrida C=O 1750-1715 Ester C=O 1740-1680 Aldehid C=O 1725-1665 Asam karboksilat C=C 1680-1600 Alkena Ikatan Tunggal Bukan Hidrogen C-O C-N 1400-1000 1400-1000 Asam karboksilat Amina Rangkap Tiga C rangkap tiga 2260-2120 Alkuna CN rangkap tiga 2260-2220 Nitril Sumber: Pavia et al., 2001 [110] Dari pengamatan spektra IR pada gambar 4.2 terdapat beberapa puncak serapan yang menunjukkan adanya gugus C-H alkena, C-O ester, C=C Alkene dan gugus O-H pada pati kulit singkong. Hasil FTIR yang diperoleh telah sesuai jika dibandingkan dengan FTIR kulit singkong yang diperoleh Aline Natasia Kosasih, dkk., 2010 dimana gugus fungsi yang umumnya terdapat pada kulit singkong adalah ikatan grup OH hidoksil, gugus karboksil dan gugus karboksilat [111]. Pada pengamatan spektra IR mikrokristalin selulosa terdapat gugus C-O ester, ikatan C=C Alkene serta gugus CH alkena. Terdapat puncak serapan 898,83 cm -1 yang menunjukkan adanya peregangan C-O-C dari ikatan β-1,4-D-glikosida yang juga menunjukkan keberadaan fasa amorf dari mikrokristalin selulosa, semakin meningkatnya intensitas menyebabkan sampel dengan fraksi amorf yang lebih besar. Pada mikrokristalin selulosa terdapat gugus CH 2 simetris pada puncak serapan 1427,32 cm -1 . Puncak serapan ini dikenal juga sebagai puncak serapan kristalinitas yang mana penurunan pada nilai intesitasnya menunjukkan adanya penurunan derajat kristalinitas sampel [112]. Gugus O-H hidroksil pada bilangan gelombang 2831,5 cm -1 , 2893,22 cm -1 , 2939,52 cm -1 dan 3383,14 cm -1 mengindikasikan ikatan hidrogen pada mikrokristalin selulosa. Terdapat puncak serapan yang menunjukkan adanya gugus C-H alkena, C- O ester, C=O amida, O-H karboksilat dan gugus O-H Alkohol pada bioplastik pati Universitas Sumatera Utara 54 kulit singkong tanpa pemlastis sorbitol dan mikrokristalin selulosa. Gugus fungsi yang sama juga diperoleh pada bioplastik pati kulit singkong dengan pemlastis sorbitol tanpa pengisi mikrokristalin selulosa. Pada bioplastik dengan penambahan sorbitol, gugus C-O dan OH membentuk rantai karbon acak, sehingga menyebabkan sampel tersebut menjadi lebih elastis [113]. Terdapat perubahan bilangan gelombang untuk gugus C-O ester dan OH hidroksil setelah penambahan plastisizer sorbitol dan pengisi mikrokristalin selulosa sebagai berikut : Tabel 4.3 Perubahan Bilangan Gelombang Pada Bioplastik Pati Kulit Singkong, Bioplastik Pati-Sorbitol, dan Bioplastik Pati-Sorbitol-MCC Bioplastik Pati Kulit Singkong Bioplastik Pati- Sorbitol Bioplastik Pati- Sorbitol-MCC Gugus CH cm -1 725,23 779,24 729,09 775,38 725,23 779,24 Gugus C=O cm -1 1693,5 1693,5 1693,5 Gugus C-O cm -1 1111 1176,58 1107,14 1172,72 1118,71 1168,86 Gugus O-H cm -1 2877,79 2989,66 3649,32 2877,79 2989,66 2870,08 2989,66 3633,89 Pada ketiga bioplastik ditemukan pita serapan energi pada 1693,5 yang menunjukkan adanya gugus amida I protein yang mengandung ikatan C=O [109]. Penambahan mikrokristalin selulosa menyebabkan puncak gugus C-O menjadi lebih luas pada rentang 1118,71 cm -1 dan 1168,86 cm -1 serta perluasan gugus OH pada rentang 2870,08 cm -1 dan 3633,89 cm -1 . Puncak serapan yang melebar pada absorpsi bilangan gelombang OH hidroksil menunjukkan adanya ikatan hidrogen bioplastik dengan pemlastis sorbitol dan pengisi mikrokristalin selulosa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ikatan hidrogen yang kuat dapat diidentifikasi dari bilangan gelombang yang rendah [114]. Hal ini terlihat dari penurunan bilangan gelombang gugus OH serta rentang gugus OH yang semakin melebar dan intensitas yang semakin kuat. Universitas Sumatera Utara 55 Bioplastik terdapat gugus fungsi C=O karbonil dan COOH ester mengindikasi adanya kemampuan degradabilitas pada plastik yang disintesis. Hal ini dikarenakan gugus fungsi O-H, C=O karbonil dan C-O ester merupakan gugus yang bersifat hidrofilik sehingga molekul air dapat mengakibatkan mikroorganisme pada lingkungan memasuki matriks plastik tersebut [115]. Penambahan selulosa dan sorbitol bertujuan untuk memodifikasi pati. Namun jika dilihat dari panjang gelombang yang terbaca belum ada gugus fungsi baru yang terbentuk. Menurut Darni, dkk., 2009 hal tersebut berarti bioplastik yang dihasilkan merupakan proses blending secara fisika karena tidak ditemukannya gugus fungsi baru sehingga bioplastik memiliki sifat seperti komponen-komponen penyusunnya. Walaupun begitu pada spektra pati tidak ditemukan gugus OH alkohol di daerah serapan 3600-3700 cm -1 . Gugus OH alkohol pada sampel plastik berasal dari gugus fungsi OH sorbitol [116].

4.4 KARAKTERISTIK MORFOLOGI PATI KULIT SINGKONG

Dokumen yang terkait

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

8 26 116

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

2 3 21

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

1 1 2

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

0 2 6

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

2 8 18

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

2 10 10

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

0 0 17

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 23

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 2

HIDROLISIS ASAM KLORIDA TEPUNG PATI SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) DALAM PEMBUATAN GULA CAIR

1 10 9