HASIL KARAKTERISTIK BIOPLASTIK DARI PATI KULIT SINGKONG

59

4.6 HASIL KARAKTERISTIK BIOPLASTIK DARI PATI KULIT SINGKONG

4.6.1 Pengaruh Penambahan Mikrokristalin Selulosa dan Pemlastis Sorbitol Terhadap Densitas Bioplastik Berikut ini gambar 4.5 yang menunjukkan pengaruh penambahan mikrokristalin selulosa dan pemlastis sorbitol terhadap densitas bioplastik pati kulit singkong. Gambar 4.5 Pengaruh Penambahan Mikrokristalin Selulosa dan Pemlastis Sorbitol Terhadap Densitas Bioplastik Pada gambar 4.5 dapat dilihat pengaruh penambahan mikrokristalin selulosa dan pemlastis sorbitol terhadap densitas bioplastik pati kulit singkong. Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa penambahan massa mikrokristalin selulosa menghasilkan nilai densitas yang fluktuatif, begitu juga dengan penambahan pemlastis sorbitol. Nilai densitas bioplastik tertinggi diperoleh pada penambahan massa mikrokristalin selulosa 6 dan sorbitol 20 dengan nilai densitas 1,05 gramcm 3 . Sedangkan nilai densitas terendah diperoleh pada bioplastik tanpa pengisi dengan penambahan sorbitol 30 sebesar 0,18 gramcm 3 . Densitas berbanding lurus dengan massa suatu bahan, sehingga semakin besar massa suatu bahan maka nilai densitas semakin besar [101]. Penambahan 0.49 0.89 0.90 1.05 0.32 0.78 0.69 1.00 0.18 0.68 0.74 0.77 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 2 4 6 De n sitas gr am cm 3 Mikrokristalin Selulosa W Sorbitol 20 Sorbitol 25 Sorbitol 30 Universitas Sumatera Utara 60 selulosa mampu meningkatkan rapat massa plastik, namun pada titik tertentu mengakibatkan molekul antar komponen penyusun bioplastik tidak rapat [116]. Dari gambar 4.5 terdapat penyimpangan dimana pada bioplastik konsentrasi sorbitol 25 mengalami penurunan dengan nilai densitas 0,69 gramcm 3 pada penggunaan massa mikrokristalin selulosa 4. Kemudian kembali meningkat pada bioplastik dengan penggunaan massa mikrokristalin selulosa 6 dengan nilai densitas 0,74 gramcm 3 . Hasil yang sama juga dilaporkan pada penelitian Darni, dkk., 2009 dimana pada bioplastik formulasi selulosa 7:3 terjadi penurunan densitas dan kembali meningkat pada bioplastik formulasi selulosa 6:4 [116]. Hal ini diakibatkan adanya penurunan derajat kristalinitas dari mikrokristalin selulosa setelah proses ultrasonikasi. Selama proses ultrasonikasi, mikrokristalin selulosa cenderung mengalami penurunan derajat kristalinitas dikarenakan energi yang dihasilkan dari proses ultrasonikasi menyebabkan kerusakan struktur mikrofibril mikrokristalin selulosa yang mana menghasilkan erosi pada permukaan mikrokristalin selulosa akibat dari tubrukan antar partikel atau gelembung kavitasi [60]. Hal ini sesuai dengan penelitian Zhang et al. 2013 dimana terdapat penurunan derajat kristalintas sebesar ± 12 [121]. Penurunan derajat kristalinitas berarti terjadi peningkatan jumlah fraksi amorf. Peningkatan jumlah fraksi amorf menyebabkan bobot polimer pada suatu volume yang sama semakin rendah akibat struktur molekul yang tidak teratur dan tidak rapat sehingga densitas bahan juga semakin berkurang [10]. Penurunan densitas bioplastik juga dapat diakibatkan peningkatan konsentrasi pemlastis karena molekul pemlastis dapat meningkatkan mobilitas molekul polimer. Selain itu penambahan pemlastis dapat menghasilkan struktur molekul polimer menjadi lebih amorf. Struktur molekul amorf memiliki kerapatan yang lebih rendah daripada molekul kristalin. Penurunan kerapatan molekul menyebabkan densitas dari molekul tersebut menjadi lebih rendah [122]. Film plastik dengan densitas yang rendah cenderung memiliki struktur yang terbuka yang mana memudahkan penetrasi fluida seperti H 2 O, O 2 atau CO 2 [123]. Universitas Sumatera Utara 61 4.6.2 Pengaruh Penambahan Mikrokristalin Selulosa dan Pemlastis Sorbitol Terhadap Sifat Kekuatan Tarik Bioplastik Berikut ini gambar 4.6 yang menunjukkan pengaruh penambahan mikrokristalin selulosa dan pemlastis sorbitol terhadap sifat kekuatan tarik bioplastik pati kulit singkong. Gambar 4.6 Pengaruh Penambahan Mikrokristalin Selulosa dan Pemlastis Sorbitol Terhadap Sifat Kekuatan Tarik Bioplastik Pada gambar 4.6 dapat dilihat pengaruh penambahan mikrokristalin selulosa dan pemlastis sorbitol terhadap kekuatan tarik bioplastik pati kulit singkong. Pada gambar 4.6 terlihat bahwa penambahan massa mikrokristalin selulosa terhadap kekuatan tarik mengalami fluktuasi, begitu juga penambahan pemlastis sorbitol. Nilai kekuatan tarik bioplastik tertinggi diperoleh pada penambahan massa mikrokristalin selulosa 6 dan sorbitol 20 dengan nilai 9,12 MPa. Sedangkan nilai kekuatan tarik terendah diperoleh pada bioplastik tanpa pengisi dengan penambahan sorbitol 30 sebesar 0,78 MPa. Dari gambar 4.6 diatas juga dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya massa mikrokristalin selulosa maka nilai kekuatan tarik juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan adhesi yang baik antara pati dan selulosa dimana keberadaan gugus hidroksil pada pati dan selulosa membentuk ikatan hidrogen pada permukaannya. Ikatan hidrogen yang kuat antar permukaan selulosa dan pati menghasilkan jaringan yang kuat sehingga memberikan hasil yang efektif pada 1.47 4.90 6.67 9.12 1.18 6.28 4.51 7.45 0.78 4.12 5.20 6.77 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 2 4 6 K u at T ar ik M P a Mikrokristalin Selulosa W Sorbitol 20 Sorbitol 25 Sorbitol 30 Universitas Sumatera Utara 62 matriks [124]. Menurut Wittaya 2009, peningkatan sifat bioplastik berpengisi mikrokristalin selulosa erat kaitannya dengan pembentukan jaringan hidrogen yang kuat yang diatur oleh mekanisme perkolasi percolation mechanism [11]. Pada tahap akhir pembuatan bioplastik dilakukan pengeringan suspensi campuran bioplastik berpengisi mikrokristalin selulosa dimana terjadi penguapan air. Penguapan air ini menyebabkan gaya kapiler antar jaringan selulosa yang menarik komponen selulosa saling berikatan hingga membentuk ikatan hidrogen yang kuat [125]. Pada bioplastik dengan nilai kekuatan tarik tertinggi yaitu dengan massa mikrokristalin selulosa 6 dan sorbitol 30 terdapat pengurangan ukuran partikel mikrokristalin selulosa akibat ultrasonikasi pada bioplastik yang mempengaruhi sifat kekuatan tarik bioplastik dimana semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luas permukaan kontaknya dengan matriks pati sehingga menghasilkan sifat kekuatan tarik yang lebih baik [126]. Dari hasil dapat dilihat bahwa terdapat penyimpangan dimana terjadi penurunan nilai kekuatan tarik pada bioplastik dengan mikrokristalin selulosa 4 dan sorbitol 25 dengan nilai 4,51 MPa dan kembali meningkat pada penambahan mikrokristalin selulosa 6 menjadi 7,45 MPa. Adanya penyimpangan dikarenakan massa pengisi mikrokristalin selulosa yang tinggi berkontribusi terhadap perlambatan interaksi antar molekul bioplastik pati. Hal ini menyebabkan perkembangan struktur bioplastik menjadi heterogen dan hasil yang diskontinuitas. Selain itu, penyimpangan juga dapat disebabkan ketidakhomogenan mikrokristalin selulosa yang memicu pembentukan agregat [11]. Adanya penggumpalan pada bioplastik dapat dilihat dari hasil analisa morfologi pada bioplastik. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Teixeira et al. 2009 dimana terjadi penurunan kekuatan tarik pada penggunaan filler selulosa nanofiber 10 dan kembali meningkat pada penambahan pengisi 20 [127]. Pembentukan agregat mencegah distribusi yang efisien dari beban mekanik dengan mengurangi interaksi antara polimer. Hanya saja, agregat sulit untuk dipecahkan tanpa menyebabkan fragmentasi dan mengurangi rasio aspek. Dalam keadaan seperti ini, aspek rasio tinggi menyebabkan kontak fisik antara partikel dalam cairan membentuk jaringan untuk meningkatkan thermal dan Universitas Sumatera Utara 63 konduktivitas listrik komposit. Interaksi partikel-cair yang dikombinasikan dengan interaksi partikel-partikel menghasilkan flokulasi dan agregasi yang terbentuk dan pecah selama proses. Dengan demikian, fraksi volume yang efektif bisa berubah sebagai laju geser fungsi. Keberadaan agregat meningkatkan distorsi garis aliran dan memiliki efek mendalam pada sifat reologi seperti viskositas dan tekanan normal [128]. Dengan penambahan sorbitol sebagai pemlastis, molekul-molekul pemlastis di dalam bioplastik terletak diantara rantai ikatan biopolimer dan dapat berinteraksi dengan membentuk ikatan hidrogen dalam rantai ikatan antar polimer sehingga menyebabkan interaksi antara molekul biopolimer menjadi semakin berkurang. Hal ini menyebabkan berkurangnya kekuatan tarik bioplastik dengan adanya penambahan pemlastis [129]. Lebih lanjut Nur Alim Bahmid, dkk., 2014 menyatakan bahwa penambahan pemlastis dapat menyebabkan penurunan kekakuan material bioplastik. Hal ini dikarenakan peningkatan kecepatan respon viskoelastis dan mobilitas molekuler rantai polimer [130]. Terdapat penyimpangan pada hasil bioplastik dimana terjadi peningkatan kekuatan tarik pada bioplastik berpengisi mikrokristalin selulosa 2 dengan sorbitol 25. Adanya penyimpangan disebabkan oleh efek antiplastisizer. Menurut Zhang dan Rempel 2012, penambahan pemlastis pada rentang rendah hingga sedang dengan level konsentrasi 1 sampai 25 dapat menyebabkan pembentukan kristal pada film yang mengakibatkan efek antiplastisizer [131]. Efek antiplastisizer berhubungan erat dengan volume bebas polimer dan interaksi antar gugus polar dari polimer dan pemlastis. Semakin sedikit interaksi antar gugus polar menyebabkan pembentukan bahan polimer yang lebih kuat. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Myllarinen, dkk., 2002 dimana bioplastik dengan konsentrasi sorbitol dibawah 27 mengalami antiplastisizer dikarenakan terdapat interaksi antara pati dan sorbitol yang kuat sehingga menurunkan mobilitas, dan sebaliknya, bioplastik dengan sorbitol diatas 27 terdapat interaksi yang kuat antara sorbitol dengan air menunjukkan sifat pemlastis sorbitol [132]. Pada penelitian ini juga dilakukan pembuatan bioplastik dengan menggunakan pelarut NaOH dan tanpa adanya perlakuan ultrasonikasi pada mikrokristalin selulosa. Diperoleh bioplastik terbaik pada penambahan sorbitol Universitas Sumatera Utara 64 25 dan mikrokristalin selulosa 0,4 dengan nilai kekuatan tarik 1,96 MPa. Rendahnya nilai kekuatan tarik pada bioplastik dengan pelarut NaOH disebabkan oleh kemampuan larut mikrokristalin selulosa dalam NaOH. Dimana menurut Wang et al. 2008 tingginya berat molekul mikrokristalin selulosa menyebabkan terjadinya peningkatan viskositas yang besar yang kemudian membentuk gel yang menghalangi kelarutan mikrokristalin selulosa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa persentase kelarutan mikrokristalin selulosa pada NaOH berkisar antara 25-30 [133]. Oleh karena itu, proses pembuatan bioplastik dengan metode ultrasonik memberikan hasil yang lebih optimal dibandingkan dengan media pelarut. 4.6.3 Pengaruh Penambahan Mikrokristalin Selulosa dan Pemlastis Sorbitol Terhadap Pemanjangan Pada Saat Putus Bioplastik Berikut ini gambar 4.7 yang menunjukkan pengaruh penambahan mikrokristalin selulosa dan pemlastis sorbitol terhadap pemanjangan pada saat putus bioplastik pati kulit singkong. Gambar 4.7 Pengaruh Penambahan Mikrokristalin Selulosa dan Pemlastis Sorbitol Terhadap Pemanjangan Pada Saat Putus Bioplastik Pada gambar 4.7 dapat dilihat pengaruh penambahan mikrokristalin selulosa dan pemlastis sorbitol terhadap nilai pemanjangan pada saat putus bioplastik pati kulit singkong. Pada gambar 4.7 terlihat bahwa penambahan massa mikrokristalin selulosa terhadap nilai pemanjangan pada saat putus mengalami 10.79 1.76 1.50 0.29 17.65 1.64 1.90 1.16 22.08 6.77 5.11 1.36 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 2 4 6 P em an jangan p ad a saat pu tus Mikrokristalin Selulosa W Sorbitol 20 Sorbitol 25 Sorbitol 30 Universitas Sumatera Utara 65 penurunan, sedangkan penambahan sorbitol terhadap nilai pemanjangan pada saat putus mengalami kenaikan. Nilai pemanjangan pada saat putus tertinggi diperoleh pada bioplastik tanpa pengisi dengan penambahan sorbitol 30 sebesar 22,08. Sedangkan nilai pemanjangan pada saat putus bioplastik terendah diperoleh pada penambahan massa mikrokristalin selulosa 6 dan sorbitol 20 sebesar 0,29. Pemanjangan pada saat putus atau proses pemanjangan merupakan perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan hingga sampel film putus. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa penambahan pengisi mikrokristalin selulosa terbukti menurunkan persen pemanjangan pada saat putus bioplastik. Hal ini dikarenakan pada sintesis plastik biodegradabel tersebut terdapat ikatan hidrogen yang terjadi antara pati dan selulosa. Ikatan tersebut mengakibatkan kekuatan material menjadi semakin meningkat sehingga persen pemanjangan pada saat putus semakin menurun [115]. Adanya ikatan hidrogen pada bioplastik juga dapat dilihat dari hasil FTIR dimana terdapat penurunan nilai bilangan gelombang serta daerah serapan gugus OH yang semakin lebar. Terdapat penyimpangan dimana terjadi peningkatan nilai pemanjangan pada saat putus pada bioplastik berpengisi mikrokristalin selulosa 4 dengan sorbitol 25. Menurut Darni, dkk., 2014, gugus fungsional rantai selulosa adalah gugus hidroksil yang dapat berinteraksi membentuk ikatan hidrogen dimana semakin banyak ikatan hidrogen yang terbentuk menyebabkan rantai semakin panjang. Rantai ikatan hidrogen yang semakin panjang akan meningkatkan fleksibilitas dari bioplastik [134]. Oleh karena itu, terjadi peningkatan perpanjangan saat penambahan MCC 4. Tetapi, persen pemanjangan pada saat putus kembali menurun pada penambahan MCC 6 yang menunjukkan titik jenuh pembentukan ikatan hidrogen sehingga selulosa sulit untuk menyebar terdispersi. Penambahan pemlastis berfungsi sebagai pemberi sifat elastis pada bioplastik, sehingga semakin banyak pemlastis yang diberikan akan meningkatkan nilai perpanjangan plastik [116]. Pemlastis dapat mengurangi ikatan hidrogen internal molekul dan menyebabkan melemahnya gaya tarik intermolekul rantai polimer yang berdekatan sehingga mengurangi daya regang putus. Selain itu penambahan pemlastis mampu mengurangi kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas film polimer [99]. Terdapat penyimpangan pada bioplastik berpengisi Universitas Sumatera Utara 66 mikrokristalin selulosa 2 dimana terjadi penurunan pada penggunaan sorbitol 25. Hal ini dikarenakan besarnya berat molekul sorbitol diikuti dengan tingginya konten OH dibandingkan pemlastis lain menyebabkan mobilitas gugus yang terbatas sehingga menghasilkan material yang lebih kaku [130]. Selain itu, penyimpangan ini juga erat kaitannya dengan efek antiplastisizer. Interaksi antara amilosa dan amilopektin terbentuk akibat adanya ikatan hidrogen yang kuat dikarenakan konten pemlastis yang rendah yang tidak mampu memisahkan residu D-glukosil yang terdapat pada amilosa dan amilopektin. Ikatan hidrogen yang kuat ini menyebabkan rekristalisasi yang menghasilkan bahan polimer yang lebih kuat [131]. 4.6.4 Pengaruh Penambahan Mikrokristalin Selulosa dan Pemlastis Sorbitol Terhadap Sifat Penyerapan Air Bioplastik Berikut ini gambar 4.8 yang menunjukkan pengaruh penambahan mikrokristalin selulosa dan pemlastis sorbitol terhadap penyerapan air bioplastik pati kulit singkong. Gambar 4.8 Pengaruh Penambahan Mikrokristalin Selulosa dan Pemlastis Sorbitol Terhadap Penyerapan Air Bioplastik 57.49 49.26 42.88 40.18 64.87 55.73 50.81 43.75 70.12 56.96 58.26 48.19 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 2 4 6 P en ye rap an air Mikrokristalin Selulosa W Sorbitol 20 Sorbitol 25 Sorbitol 30 Universitas Sumatera Utara 67 Pada gambar 4.8 dapat dilihat pengaruh penambahan mikrokristalin selulosa dan pemlastis sorbitol terhadap penyerapan air. Pada gambar 4.8 terlihat bahwa penambahan massa mikrokristalin selulosa cenderung menurunkan nilai penyerapan air pada bioplastik pati kulit singkong. Sedangkan untuk penambahan pemlastis sorbitol cenderung meningkatkan nilai penyerapan air. Nilai penyerapan air tertinggi diperoleh pada bioplastik tanpa pengisi dengan penambahan sorbitol 30 sebesar 70,12. Sedangkan nilai penyerapan air bioplastik terendah diperoleh pada penambahan massa mikrokristalin selulosa 6 dan sorbitol 20 sebesar 40,18. Hasil ini sesuai dengan penelitian Alain Dufresne dan Michel R. Vignon 1998 mengenai Peningkatan Performa Film Pati dengan Penambahan Selulosa Serat Mikro, dimana nilai penyerapan air untuk plastik dengan pemlastis lebih tinggi dibandingkan dengan plastik tanpa pemlastis. Peningkatan konten selulosa akan mengakibatkan penurunan nilai penyerapan air. Lebih lanjut, pati lebih sensitif terhadap air serta memiliki sifat hidrofilik dibandingkan dengan selulosa [136]. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa penambahan pemlastis sorbitol meningkatkan nilai penyerapan air. Hal ini dikarenakan sifat hidrofilik sorbitol yang dapat mengikat air. Pemlastis hidrofilik dapat larut dalam medium cair ketika ditambahkan ke dalam dispersi polimer dan pada konsentrasi pemlastis yang semakin meningkat, pemlastis hidrofilik dapat menyebabkan peningkatan difusi air di dalam polimer. Oleh karena itu, pemlastis hidrofilik seperti sorbitol dapat meningkatkan penyerapan air pada film plastik [139]. Sedangkan hubungan antara mikrokristalin selulosa dan nilai penyerapan air terdapat penyimpangan, dimana pada penggunaan mikrokristalin selulosa 4 dengan konsentrasi sorbitol 30 terjadi peningkatan nilai penyerapan air sebesar 1,3. Penambahan selulosa bertujuan untuk mengurangi sifat hidrofilik pati, karena karakteristik selulosa yang tidak larut dalam air. Ditinjau dari struktur kimia, selulosa memiliki ikatan hidrogen yang kuat sehingga sulit untuk bergabung dengan air. Namun, pada penambahan selulosa yang berlebih mampu meningkatkan daya serap selulosa. Hal ini terjadi karena ikatan hidrogen dalam Universitas Sumatera Utara 68 molekul selulosa cenderung untuk membentuk ikatan hidrogen intramolekul, termasuk dengan molekul air [116]. Selain itu, terdapat penyimpangan antara hasil yang diperoleh pada nilai penyerapan air dan densitas bioplastik. Pada bioplastik dengan mikrokristalin selulosa 4 dan sorbitol 30, nilai penyerapan air yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan bioplastik mikrokristalin selulosa 4 dan sorbitol 25. Hasil ini berbanding terbalik dengan kerapatan bioplastik yang mana bioplastik mikrokristalin selulosa 4 dan sorbitol 25 memiliki densitas yang lebih rendah. Terjadinya penyimpangan pada niai penyerapan air dapat disebakan oleh adanya penggumpalan yang menyebabkan kenaikan niai penyerapan air. Agregat dapat dihasilkan melalui proses ultrasonikasi yang kurang sempurna dimana Penurunan diameter rata-rata dari partikel meningkatkan jumlah partikel individu. Hal ini menyebabkan pengurangan jarak partikel rata-rata dan meningkatkan luas permukaan partikel. Luas permukaan dan jarak partikel rata-rata dapat mempengaruhi reologi cairan. Jika ada perbedaan berat jenis antara partikel dan cairan, homogenitas campuran dapat mempengaruhi stabilitas dispersi. Stabilitas dispersi erat kaitannya dengan viskositasnya dimana semakin kecil ukuran agregat, maka viskositasnya juga semakin rendah [128]. Proses pendispersian mikrokristalin selulosa yang kurang homogen menyebabkan penggumpalan yang menghalangi ikatan hidrogen antar komponen bioplastik sehingga mengurangi kekompakkan bioplastik. Adanya agglomerasi didukung dengan hasil analisa morfologi bioplastik yang menunjukkan keberadaan rongga kosong yang mempermudah penetrasi molekul air ke dalam permukaan bioplastik sehingga meningkatkan penyerapan air bioplastik.

4.7 KARAKTERISTIK HASIL ANALISA MORFOLOGI PATAHAN

Dokumen yang terkait

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

8 26 116

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

2 3 21

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

1 1 2

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

0 2 6

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

2 8 18

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

2 10 10

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

0 0 17

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 23

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 2

HIDROLISIS ASAM KLORIDA TEPUNG PATI SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) DALAM PEMBUATAN GULA CAIR

1 10 9