sisa dana tahap kedua dari APBA sejumlah 40 belum juga dapat dicairkan oleh Pemerintah, hal ini menyebabkan tersendatnya pembangunan yang belum dapat
diselesaikan oleh masyarakat. Lebih detail masyarakat menyebutkan bahwa sisa dana yang belum cair sampai saat ini bervariasi, ada yang menyebutkan Rp.
7.200.000,- hingga Rp.7.500.000,-. Secara riil peneliti tidak mengetahui berapa
jumlah pasti yang akan dicairkan, karena belum ada informasi resmi dari pelaksana kebijaka atau BPBD yang peneliti dapatkan.
V.1.2 Kinerja BPBD dalam Pelaksanaan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi
a. Koordinasi BPBD
Wawancara yang peneliti lakukan bersama Kepala BPBD Kabupaten Aceh Tengah menyebutkan bahwa dalam proses kegiatan penanggulangan bencana
BPBD melakukan koordinasi dari mulai tanggap darurat hingga kini. BPBD tetap berkoordinasi dengan Dinas PU, dan dinas terkait lainnya pada proses
pembangunan perumahan masyarakat. Dalam pengadaan tanah untuk relokasi permukiman di 2 Kecamatan, BPBD berkoordinasi dengan menyertakan Dinas
Kehutanan, Beppeda, Dinas Lingkungan Hidup, dan dinas lainnya. Melihat hasil wawancara di atas, peneliti menambahkan bahwa
penanggulangan bencana pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi di sektor perumahan dan permukiman dilaksanakan dengan berkoordinasi antar sesama
instansi yang bertanggungjawab, jadi BPBD Kabupaten Aceh Tengah tidak sendiri dalam pelaksanaan penanggulangan bencana gempa bumi, mulai dari
Universitas Sumatera Utara
tahap tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi, melainkan bekerjasama dan berkoordinasi bersama instansi-instansi yang ada di wilayah
Kabupaten Aceh Tengah seperti Dinas PU dan Cipta Karya, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, Bappeda dan lain-lain.
Terlebih koordinasi soal bagaimana penyediaan lahan untuk merelokasi perumahan penduduk di 2 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Ketol dan
Kecamatan Kute Panang. Peneliti melihat bahwa koordinasi yang dilakukan BPBD bersama instansi terkait sudah dilakukan dengan baik, walaupun pada
hakikatnya peneliti hanya membahas kulit luarnya saja tentang proses koordinasi. Hal tersebut terlihat bagaimana BPBD tetap melakukan koordinasi dari
dimulainya penanggaulangan bencana tanggap darurat hingga tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, pencapaian BPBD juga sangat baik, yaitu telah menyelesaikan
relokasi rumah penduduk di dua kecamatan tersebut ke tempat yang lebih layak dan aman dari ancaman gempa.
b. Prinsip Build Back Better
Pada fase pasca bencana, aktivitas utama ditargetkan untuk memulihkan kondisi tata kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi lebih baik build
back better meskipun dengan segala keterbatasan. Anggaran yang disediakan dari Pemerintah untuk keperluan aset pribadirumah hanya berupa stimulan atau
santunan. Selama ini masyarakat membangun rumahnya sendiri tanpa ada perhitungan-perhitungan teknis bangunan untuk menghadapi gempa.
108
108
Syamsul Ma’arif, 2012. Pikiran dan Gagasan Penanggulangan Bencana di Indonesia. Jakarta: BNPB
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses berjalannya program ini, Kepala BPBD menyatakan bahwa BPBD memberikan bantuan pelayanan teknis yaitu fasilitator teknis untuk
meningkatkan strategi ekonomi kehidupan masyarakat di wilayah yang terkena bencana serta membangun lebih baik rumah yang ramah gempa, bagaimana
takaran material, dan sistem pembesian. Sehingga ke depan diharapkan bisa tercapainya pembangunan yang lebih baik di masyarakat build back better.
Masyarakat menyebutkan bahwa Pemerintah memberikan realisasi langsung, sebagai pernyataan dari hasil wawancara sebagai berikut: Fasilitator
memberikan pelajaran sekaligus melakukan konsolidasi dan sharing pada masyarakat dalam dalam proses pengerjaan untuk membangun rumah yang ramah
gempa, seperti pentingnya melakukan pengorekan pondasi yang lebih dalam, pengecoran pondasi sebagai contoh pondasi tidak boleh langsung dicor, namun
harus diberikan pasir terlebih dahulu dengan ketinggian maksimal 15cm, setelah itu diberi batu mangga, kemudian boleh dilakukan pengecoran. Kemudian pada
tahap membuat dinding bangunan, contohnya: blok harus diikat dengan besi atau tambahan berupa baut bagi rumah yang semi permanen, tata cara penyambungan
kayu yang lebih kuat. Fasilitator memberikan arahan secara lisan maupun memberikan buku panduannya. Pada jenis rumah yang memakai konstruksi
permanen beton, tombak layar harus menggunakan kayu, tidak boleh menggunakan batu dikarenakan beban yang terlalu berat. Adukan dan takaran
semen harus sesuai dengan kaidah teknis pembangunan rumah yang baik, contohnya perbandingan semen harus 3 grek pasir berbanding 1 sak semen.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai mekanisme yang dimulai dari tahap 0 tentang tata cara pembangunan yang lebih baik seperti di atas, melalui wawancara yang dilakukan
peneliti menyebutkan bahwa masyarakat sangat antusias untuk mengikuti seluruh prosedur yang diarahkan fasilitator, hal ini dikarenan masyarakat sudah trauma
membangun rumah dengan tidak memperhatikan kaidah dan unsur teknis yang baik dalam rumah yang ramah gempa. Masyarakat juga menyebutkan bahwa
mayoritas pembangunan perumahan saat ini telah beralih pada konstruksi semi permanen, hal tersebut diakui bahwa untuk bangunan semi permanen memiliki
kekuatan yang lebih baik dalam meredam gempa.
c. Proyeksi dan Target Pelaksanaan Program