Budaya Masyarakat Rendahnya Kualitas SDM BPBD Terbatasnya Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terlihat secara jelas bahwa sumber daya dana untuk pemulihan dan perbaikan perumahan masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah belum mencukupi, dikarenakan belum tercapainya perbaikan perumahan masyarakat yang mengalami kerusakan ringan sampai saat ini dan juga adanya pokmas tambahan yang sebelumnya sudah diterangkan oleh Kabid RR sejumlah 79 Pokmas yang berisi sekitar 900 KK. Keterbatasan dana tersebut mengakibatkan proses pencairan dana bantuan terhadap korban tidak berjalan lancar, baik yang bersumber dari APBN, APBA, maupun APBK.

2. Budaya Masyarakat

Selain keterbatasan dana yang menjadi hal pokok dari terkendalanya program rehabilitasi dan rekonstruksi, budaya masyarakat yang masih tradisionil dan latar belakang masyarakat yang majemuk juga menjadi kendala dari keberhasilan program ini. Kabid RR memberikan pernyataan bahwa ada sejumlah oknum masyarakat yang menyelewengkan dana pembangunan rumahnya untuk kebutuhan yang tidak penting. Misalnya membeli TV, Sepeda Motor, Perabot Rumah Tangga, atau digunakan untuk kegiatan-kegiatan lainnya. Perbuatan oknum masyarakat tersebut menyebabkan proses pembangunan rumah masyarakat yang berada dalam satu lingkup pokmasnya menjadi terhambat, hal inilah yang sebenarnya masih menjadi masalah serius, bagaimana fasilitator sosial maupun TPM bisa menjalankan fungsinya untuk mendidik mental dari masyarakat tersebut. Universitas Sumatera Utara

3. Rendahnya Kualitas SDM BPBD

Dalam menangani upaya pemulihan pasca bencana, sangat diperlukan SDM yang berkualitas. Hambatan lainnya yaitu sejumlah masyarakat membangun rumahnya tidak mematuhi persyaratan kaidah teknis pembangunan rumah ramah gempa. Selain itu hambatan juga dialami oleh para pengeksekusi kebijakan seperti: fasilitator, dan pegawai BPBD, dikarenakan belum pernah sebelumnya melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi ini, mulai dari tingkat Kabupaten sampai ke tingkat Kampung, jadi masih membutuhkan proses adaptasi untuk mempelajari mekanisme kegiatannya agar berjalan dengan lebih baik. Peneliti melihat bahwa walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor memiliki kualitas sumber daya yang rendah untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Kompetensi sumber daya manusia adalah faktor yang sangat penting untuk implementasi kebijakan agar terintegritasi dengan baik. Baik dari masyarakatnya maupun perangkat daerah yang menjadi implementaor kebijakan.

4. Terbatasnya Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia

Salah satu modal utama dalam pelaksanaan program yang baik adalah sumber daya alam yang mencukupi dan kualitas sumber daya manusia yang terlibat didalamnya. Dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas, maka mereka akan bersikap lebih reaktif dalam mengatasi setiap masalah yang ada dalam program. Sumber daya manusia dapat dilihat dari wawasan yang implementor. Universitas Sumatera Utara Ketersediaan bahan baku merupakan kendala yang sampai saat ini masih terjadi di lapangan, penyebabnya adalah kebutuhan bahan baku tersebut adalah kebutuhan yang serentak harus dipenuhi oleh setiap masyarakat yang sedang melakukan proses pembangunan rumahnya, efek negatif yang ditimbulkan oleh keadaan tersebut adalah timbulnya spekulan-spekulan baru yang kemudian semakin merusak harga bahan kebutuhan bangunan tersebut, sehingga kebutuhan- kebutuhan primer dalam membangun rumah yang harus dipenuhi masyarakat seperti semen, kayu, batu-bata harganya menjadi semakin tinggi. Belum lagi minimnya ketersediaan para ahli bangunan, sehingga sumber daya tukang saat ini banyak yang datang dari luar daerah. Keterbatasan SDM fasilitator juga merupakan kendala serius, seperti dijelaskan oleh Bapak Kabid RR bahwa jumlah fasilitator saat ini sedianya hanya cukup untuk memfasilitasi 2000KK saja, sementara jumlah kerusakan rumah mencapai lebih dari 7000KK, inilah yang menyebabkan fungsi pengawasan terbatas dan tidak maksimalnya kinerja fasilitator dalam memfasilitasi masyarakat. Dengan dalih tidak dapat memfasilitasi itulah maka faktanya di lapangan fasilitator tidak mampu menyelesaikan RAB dan sketch rumah masyarakat. Jadi masyarakat mencari pihak ketiga, sehingga menimbulkan banyaknya oknum yang memanfaatkan situasi seperti ini. Ditambah lagi tidak semua fasilititator yang bekerja secara professional sehingga mereka juga menjadi bagian dari oknum-oknum yang memanfaatkan kelemahan masyarakat dengan cara meminta imbalan kepada masyarakat dengan dalih bantuan teknis pembuatan RAB. Kondisi aparatur pemerintah seperti ini dapat dikatakan sangat tidak baik, karena mereka Universitas Sumatera Utara fasilitator sesungguhnya telah digaji oleh Negara untuk melayani masyarakat. Jadi sangat tidak etis jika mereka masih juga meminta imbalan kepada masyarakat. Menurut peneliti hal ini sangat bertentangan dengan Peraturan Kepala BNPB No. 11 Tahun 2008, karena pada dasarnya BPBD selaku Pemerintah selain memberikan bantuan dana, juga memberikan bantuan sumber daya pendampingan, maka tidak layak dan tidak pantas jika Fasilitator masih meminta imbalan kepada masyarakat, walaupun jumlah mereka dalam sangat minim berbanding dengan jumlah tanggungjawab yang mereka emban. Dalam teori implementasi oleh Edward III menyebutkan bahwa komitmen, kejujuran, dan sifat yang demokratis sangat mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan. Ini yang terlihat tidak tampak dari beberapa oknum fasilitator yang membawahi pokmas yang telah peneliti wawancarai, sehingga masyarakat dengan segala keterbatasan pengetahuan dan pengalamannya terpaksa mengikuti arahan dari fasilitator tersebut, walaupun hal itu secara tidak langsung sudah merugikan mereka.

5. Tumpang Tindih dan Buruknya Pendataan