I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Warna pada makanan dapat memberi pengaruh pada kualitas produk pangan. Warna dapat membuat produk menjadi lebih menarik serta meningkatkan
kualitas produk pangan tersebut serta mempengaruhi penerimaan konsumen. Penggunaan pewarna antara lain terdapat pada berbagai jenis makanan dan
minuman seperti produk jam, jelly dan jus Winarno, 1997. Dengan berkembangnya industri pengolahan pangan dan terbatasnya
jumlah dan mutu zat pewarna alami, menyebabkan penggunaan zat warna sintetis meningkat. Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik penggunaan pigmen sebagai
zat warna alami semakin menurun, meskipun keberadaannya tidak menghilang sama sekali Winarno, 1992. Hal ini dikarenakan zat pewarna sintetik memiliki
beberapa kelebihan diantaranya; mudah diproduksi, murah, kekuatan warna dan variasi warna yang lebih baik dibandingkan zat pewarna alami Nielsen et al.,
2002. Akan tetapi, penggunaan pewarna buatan seringkali tidak mengikuti peraturan yang berlaku yaitu penggunaan yang seringkali berlebihan dari
semestinya. Banyaknya masalah yang dapat diakibatkan karena ketidakahuan masyarakat mengenai aturan kadar dan jenis pewarna buatan yang diizinkan
membuat tren yang saat ini beredar dalam masyarakat adalah back to nature. Sejak zaman dulu telah banyak digunakan pewarna alami atau pigmen
sebagai pewarna bahan makanan Winarno, 1992. Pigmen merupakan substansi alami yang terdapat dalam sel atau jaringan tumbuhan dan hewan yang
memberikan efek warna Elbe dan Schwartz, 1996. Tidak pernah ditemui adanya masalah terhadap kesehatan manusia terhadap penggunaan pewarna alami yang
telah turun temurun tersebut. Contoh dari pewarna alami yang biasa digunakan adalah klorofil, antosianin, dan karotenoid Winarno, 1992.
Zat pewarna alami yang potensial dikembangkan adalah antosianin. Ant osianin m erupakan sej enis bahan pew arna m akanan bukan
sint et ik yang banyak t erdapat alam i pada buah, kelopak bunga dan daun t um buh- t um buhan. Secara fisik ant osianin m em punyai
berbagai m acam w arna sepert i m erah, m erah j am bu, m erun, ungu m uda dan biru sesuai j enis t um buh- t um buhan dan bagian
yang m engandung ant osianin. Berbagai jenis tanaman dapat dijadikan sebagai sumber antosianin seperti kol merah, strawberry, cherry, plum, radish,
anggur dan sebagainya Jackman dan Smith, 1996 Salah satu bahan pangan yang memiliki potensi untuk dijadikan pewarna
alami yaitu buah duwet Syzygium cumini. Duwet atau jamblang adalah buah kecil-kecil berwarna ungu yang banyak dijual di pasar-pasar tradisional dengan
harga murah dan disukai anak-anak. Kenampakan kulit buah duwet masak berwarna ungu kehitaman
menunjukkan adanya kandungan antosianin. Lebih lanjut disebutkan dalam Leimena 2008, jenis antosianidin yang terdapat dalam buah duwet diduga adalah
petunidin sedangkan jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet ini diduga ada dua yaitu petunidin-3-rhamnosa dan sianidin-3-soporosa. Jenis antosianin
yang lebih banyak adalah petunidin-3-rhamnosa. Aplikasi berbagai zat warna, khususnya antosianin di dalam produk
pangan membutuhkan stabilitas yang baik Hanum, 2000. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengekstrak dan mencari tingkat kestabilan antosianin dari
berbagai sumber seperti anggur Calvi dan Francis, 1978; strawberry Poei- langston dan Wrolstad, 1981 dan sebagainya. Ekstraksi antosianin pada kulit
buah duwet harus dilakukan dengan metode ekstraksi yang sesuai sehingga dapat dihasilkan rendemen yang tinggi.
Pada penelitian ini dipilih metode ekstraksi dengan menggunakan metode pengepresan, pelarut etanol dan kombinasi antara pengepresan dan pelarut etanol.
Pelarut etanol dipilih karena bersifat netral dan tidak toksik dengan tujuan: a tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan bila nantinya diaplikasikan pada
produk pangan, b memudahkan dalam produksi dan aplikasi bahan pewarna alami, serta c mencegah terjadinya hidrolisis parsial atau total pada antosianin
yang terasilasi. Dipilihnya etanol sebagai pelarut dalam mengekstrak didukung oleh banyak literatur Gross 1987, Lee and Wicker 1991, Budiarto 1991, Fabre et
al . 1993, Gao and Mazza 1996, Shi et al. 1992, Viguera et al. 1997, Hanum 2000,
Sari et al., 2005 yang menyebutkan bahwa antosianin adalah pigmen yang sifatnya polar dan akan larut dengan baik dalam pelarut-pelarut polar.
Untuk penggunaan ekstrak antosianin kulit buah duwet pada pangan, maka perlu diketahui stabilitasnya selama pengolahan dan penyimpanan. Stabilitas
antosianin terutama dipengaruhi oleh pH, suhu, cahaya, oksigen, stuktur dan konsentrasi antosianin, dan kehadiran komponen lain seperti flavonoid lain,
protein dan mineral. Stabilitas warna antosianin dapat diperbaiki dengan kopigmentasi, dimana molekul antosianin direaksikan dengan komponen alami
lain yang terkandung dalam tumbuhan secara langsung atau dengan interaksi yang lemah yang memperkuat dan membantu menstabikan warna Darias-Martin et al.,
2002; Talcot et al., 2003. Kopigmentasi antosianin memberikan kecerahan, kekuatan dan warna yang lebih stabil. Kopigmentasi juga diketahui bertanggung
jawab dalam stabilitas warna bluish flowers, berri dan warna dari wine Brouillard, 1983; Liao et al., 1992; Brouillard and Dangles, 1994; Yabuya et al.,
1997; Bloor and Falshaw, 2000; Maarit, 2005. Kopigmen yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan asam ferulik
dan asam galat didukung oleh banyak literatur antara lain penggunaan asam ferulik dalam proses kopigmentasi malvin-3,5-diglukosida Dimitric et al., 2000
dan penggunaan asam ferulik dan asam galat dalam proses kopigmentasi antosianin buah berry Maarit and Marina, 2002; Maarit, 2005
1.2 Tujuan