4.3.3 Stabilitas Warna Antosianin Ekstrak Kulit Buah Duwet terhadap Suhu dan Lama Pemanasan
Stabilitas antosianin dipengaruhi oleh temperatur. Peningkatan waktu dan suhu pemanasan dapat menstimulasi akumulasi senyawa hasil degradasi
antosianin seperti kalkon dan turunannya yang tidak berwarna. Hal tersebut menyebabkan adanya penurunan nilai retensi warna selama perlakuan pemanasan.
Suhu dan lama pemanasan berpengaruh nyata terhadap peningkatan degradasi antosianin. Gambar 19 merupakan visualisasi antosianin ekstrak kulit buah duwet
yang telah dipanaskan selama 2 jam pada suhu 40 sampai 100
o
C.
kontrol 40
o
C 50
o
C 60
o
C 70
o
C 80
o
C 90
o
C 100
o
C
Gambar 19 Warna ekstrak Buah Duwet pada buffer pH 3 setelah 2 jam pemanasan pada suhu 40 sampai 100
o
C.
Pengamatan visual stabilitas antosianin ekstrak buah duwet terhadap pemanasan yang dilakukan pada suhu 40 sampai 100
o
C selama 2 jam juga diperkuat oleh hasil pengukuran dengan spektrofotometer dan dengan
khromameter Gambar 20 dan 23. Hasil pengamatan menunjukkan semakin meningkatnya suhu dan waktu pemanasan degradasi pigmen antosianin semakin
tinggi, ini dapat dilihat dari persen retensi warna antosianin yang diperoleh Gambar 20
20 40
60 80
100
30 60
90 120
Menit ke- R
ete n
si w ar
n a
Gambar 20 Perubahan nilai retensi pada buffer 3 diberbagai suhu pemanasan.
Pada pemanasan suhu 40 sampai 70
o
C, penurunan nilai retensi warna tidak terlalu besar dibandingkan pada pemanasan suhu 80 sampai 100
o
C suhu tinggi. Nilai retensi warna pada pemanasan suhu 40 – 70
o
C masih di atas 80 , sedangkan pada perlakuan pemanasan suhu 90 dan 100
o
C mengalami penurunan nilai retensi warna yang paling tinggi setelah pemanasan 120 menit menjadi 57,61
dan 42,06 Gambar 20 dan Lampiran 31. Hal ini dapat dikarenakan terjadinya hidrolisasi cincin pirilium antosianin yang menghasilkan senyawa
kalkon, yang bertanggung jawab terhadap terjadinya perubahan warna seperti terbentuknya warna coklat pada makanan yang mengandung antosianin.
Kestabilan antosianin kulit buah duwet pada buffer pH 3 yang ditunjukkan dari hasil penelitian ini lebih stabil dari beberapa penelitian terdahulu pada
beberapa komoditas. Sari et al. 2005 yang melaporkan bahwa stabilitas antosianin buah duwet pada pH 1 yang dipanaskan pada suhu 100
o
C mengalami penurunan nilai retensi warna hingga dibawah 20 pada interval waktu 60 – 240
menit. Hal ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Hanum 2000 yang
menunjukkan bahwa pemanasan pada suhu 100
o
C selama 8 jam secara terus menerus dapat menurunkan stabilitas antosianin dari katul beras ketan hitam.
Bolivar et al. 2004 juga melaporkan bahwa nilai retensi warna pigmen antosianin purple corn yang dipanaskan pada suhu 98
o
C selama 120 menit
menjadi 49. Hal ini menunjukkan stabilitas yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya suhu pemanasan. Peningkatan suhu juga sangat
berpengaruh terhadap penurunan kestabilan warna antosianin dari berbagai sumber misalnya anggur Calvi dan Francis 1978; plum puree Ahmed et al.
2004; berries Laleh et al. 2006; dsb. Berdasarkan uji sidik ragam Lampiran 32, dapat diketahui bahwa
pengaruh suhu dan lama pemanasan pada antosianin kulit buah duwet tanpa penambahan kopigmen pada larutan pH 3, berpengaruh nyata terhadap penurunan
nilai retensi warnanya. Markakis 1982, menjelaskan bahwa menurunnya stabilitas warna karena
suhu yang tinggi diduga disebabkan terjadinya dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi kalkon tidak berwarna dan akhirnya membentuk alfa
diketon yang berwarna coklat. Selain itu Elbe dan Schwartz 1996 panas mengubah kesetimbangan terhadap kalkon yang tidak berwarna. Brouillard
1982 juga mengemukakan bahwa temperatur tinggi mengubah kation flavilium keformasi kalkon. Setelah cincin pirilium terbuka, degradasi berlanjut ke produk
berwarna coklat. Gambar 21 menunjukkan mekanisme degradasi antosianin monoglukosida akibat pemanasan.
Gambar 21 Mekanisme degradasi antosianin monoglukosida akibat pengaruh proses pemanasan.
Nilai absorbansi
warna pada proses pemanasan menurun seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pemanasan. Menurut Ahmed et al. 2004
hubungan linear antara ln AAo dengan lama pemanasan dapat mereprentasikan kinetika degradasi antosianin. Berdasarkan uji estimasi kurva regresi Lampiran
34 pada larutan buffer pH 3, terlihat bahwa terdapat hubungan antara ln AAo dengan lama pemanasan pada suhu 40 -100
o
C yang berlangsung secara linear.
Oleh karena itu, proses degradasi antosianin pada buffer pH 3 dapat diinterpretasikan berlangsung pada ordo ke-1.
Proses degradasi antosianin berlangsung pada ordo ke-1 juga diperkuat dari berbagai sumber misalnya pada pea puree Shin dan Bhowmik 1994, onion
puree Ahmed et al. 2001, plum puree Ahmed et al. 2004; daun erpa Ningrum
2005; dsb. Menurut Jackman dan Smith 1996, peningkatan suhu mampu
menstimulasi kinetika degradasi antosianin, yang menstimulasi perubahan inti kation flavilum menjadi senyawa yang tidak berwarna seperti kalkon dan
turunannya. Penurunan konsentrasi inti kation flavilum mampu menurunkan derajat kemerahan model pangan yang mengandung antosianin Viguera dan
Bridle 1999. Pengaruh suhu pemanasan terhadap konstanta laju degradasi antosianin k pada pemanasan ekstrak kulit buah duwet pada buffer pH 3
ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Pengaruh suhu pemanasan terhadap konstanta laju degradasi antosianin k pada pemanasan ekstrak kulit buah duwet dalam buffer pH 3
Hubungan suhu pemanasan dan kostanta laju degradasi k
Suhu
o
C k R
2
Tanpa pemanasan 0,00007
0,819 40 0,0003 0,833
50 0,001 0,975 60 0,0012 0,824
70 0,0016 0,881 80 0,025 0,907
90 0,0055 0,741
100 0,0083 0,743
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pendekatan menggunakan persamaan laju reaksi ordo satu terhadap hasil percobaan menghasilkan nilai R
2
koefisien determinasi antosianin ekstrak kulit buah duwet berkisar antara 0,741 – 0,975.
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmed et al. 2001 terhadap laju degradasi antosianin dari plum puree yang dipanaskan pada suhu 60 – 90
o
C menghasilkan pendekatan laju degradasi dengan nilai R
2
antara 0,979 – 0,999 dan konstanta laju degradasi antosianin k dengan nilai 0,387 – 0,528.
Semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin tinggi pula konstanta laju degradasi antosianin k ekstrak kulit buah duwet pada buffer pH 3 Tabel 7,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, degradasi antosianin yang terdapat dalam buffer tersebut akan semakin cepat
terjadi. Untuk
mengetahui ketergantungan
antara konstanta laju degradasi antosianin terhadap suhu pemanasan, maka dibuat kurva yang merupakan
hubungan antara nilai ln k dengan kebalikan suhu mutlak menurut persamaan Arrhenius. Dari kurva ini dapat diketahui besarnya energi aktivasi.
Hubungan antara ln k dengan nilai kebalikan suhu mutlak 1T merupakan fungsi linear dengan kemiringan sama dengan energi aktivasi dibagi
dengan konstanta gas. Plot ketergantungan konstanta laju degradasi antosianin ekstrak kulit buah duwet terhadap suhu disajikan pada Gambar 22.
y = -6756.675x + 13.394 R
2
= 0.959
-12 -10
-8 -6
-4 -2
0.0026 0.0028
0.0030 0.0032
0.0034 1T 1K
ln k
Gambar 22 Hubungan antara nilai ln konstanta laju degradasi antosianin ln k dengan kebalikan suhu mutlak 1T
Dari persamaan Arrhenius dapat diketahui bahwa nilai ln ko dan EaR merupakan suatu konstanta. Dari persamaan regresi pada Gambar 22 diperoleh
nilai ln k ln konstanta laju reaksi dan nilai EaR untuk antosianin ektrak kulit buah duwet pada buffer pH 3 sebesar 13,394 dan 6756,675. Dari nilai EaR bisa
dihitung energi aktivasinya dengan cara mengalikan nilainya dengan nilai konstanta gas 8,314 JmolK. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh
besarnya energi aktivasi Ea antosianin ektrak kulit buah duwet pada buffer pH 3
yang dipanaskan pada suhu 27 sampai 100
o
C adalah sebesar 56,18 kJmol. Hal ini berarti energi minimum yang dibutuhkan antosianin ekstrak kulit buah duwet
untuk bereaksi terhadap pemanasan adalah sebesar 56,18 kJmol. Ahmed
et al . 2001 melaporkan bahwa energi aktivasi dari degradasi
antosianin dari onion puree yang dipanaskan pada suhu 60 – 90
o
C selama 20 menit adalah sebesar 27,8 kJmol, sedangkan Shin dan Bhowsmik 1994
melaporkan bahwa energi aktivasi degradasi antosianin pada pea puree yang dipanaskan pada 110 – 125
o
C adalah sebesar 67,9 kJmol. Hasil pengukuran retensi warna pada antosianin ektrak kulit buah duwet
pada buffer pH 3 yang dipanaskan pada suhu 40 sampai 100
o
C selama 2 jam diperkuat oleh nilai L, a, b,
o
hue Tabel 8 dan ΔE Gambar 23 antosianin ekstrak
buah duwet yang diukur dengan alat kromameter. Tabel 8 Perubahan nilai L, a, b dan
o
hue warna antosianin kulit buah duwet terhadap pengaruh pemanasan selama 2 jam pada beberapa suhu pada
buffer pH 3 Suhu
o
C L a b
o
hue Tanpa pemanasan
62,46 22,04
-3,98 349,8 MU
40 65,06 21,20
-4,14 349,0
MU 50 66,34
20,70 -3,65
350,0 MU
60 66,92 20,36
-3,41 350,5
MU 70 67,30
19,26 -3,45
349,9 MU
80 67,46 17,85
-3,29 349,6
MU 90 68,60
15,45 -1,96
352,8 MU
100 72,42 11,12
-1,11 354,3
MU MU = Merah Keunguan
Secara umum, nilai L kecerahan rata-rata sampel semakin meningkat selama pemanasan Tabel 8. Peningkatan nilai L disebabkan terjadinya proses
degradasi antosianin menjadi kalkon tidak berwarna akibat pengaruh suhu dan lama pemanasan Poei-langston 1981.
Secara umum, nilai a rata-rata sampel menurun. Penurunan nilai a derajat kemerahan selama pemanasan disebabkan peningkatan kecepatan reaksi
transformasi stuktural kation flavilium berwarna merah menjadi kalkon tidak berwarna. Penurunan konsentrasi inti kation flavilum mampu menurunkan
derajat kemerahan model pangan yang mengandung antosianin Viguera dan Bridle 1999. Proses pemanasan juga mengakibatkan penurunan nilai –b derajat
kebiruan antosianin kulit buah duwet pada buffer pH 3 Tabel 8. Pada antosianin anggur yang dipakai pada model minuman dengan pH 3 juga
ditemukan indikasi pergeseran nilai –b derajat kebiruan ke derajat kekuningan b dengan semakin meningkatnya suhu dan lama pemanasan Malien et al. 2001.
Perubahan nilai a dan b akibat pengaruh proses pemanasan menyebabkan perubahan nilai
o
hue dari antosianin ekstrak kulit buah duwet. Nilai
o
h secara umum meningkat dengan meningkatnya suhu dan lama pemanasan Lampiran
46. Peningkatan nilai
o
hue dengan semakin meningkatnya waktu pemanasan juga dijumpai pada antosianin ekstrak anggur yang ditambahkan pada model
minuman pH 3 yang dipanaskan pada suhu 50
o
C Malien et al. 2001. Nilai
o
h larutan antosianin kulit buah duwet pada buffer pH 3 yang dipanaskan pada suhu
40 - 100
o
C, semuanya masih berada dalam kisaran warna merah keunguan.
2 4
6 8
10 12
14 16
18
30 60
90 120
Menit ke- D
elta E
Gambar 23 Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap nilai delta E warna antosianin ekstrak kulit buah duwet pada buffer pH 3.
Warna antosianin ekstrak kulit buah duwet pada buffer pH 3 mengalami penurunan intensitas warna yang semakin besar dengan semakin meningkatnya
suhu dan lama pemanasan. Antosianin ekstrak kulit buah duwet pada buffer pH 3 yang dipanaskan selama 2 jam pada suhu 40
o
C sampai 80
o
C memiliki kisaran nilai
ΔE sebesar 4,73 – 8,15; sedangkan pada pemanasan 90
o
C dan 100
o
C memiliki nilai
ΔE sebesar 10,68 dan 16,34 Gambar 22. Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa stabilitas warna antosianin ekstrak kulit buah duwet pada
buffer pH 3 tidak stabil terhadap proses pemanasan dan mengalami degradasi warna yang semakin besar dengan semakin tinggi suhu pemanasan. Hasil
penelitian Plamen et al. 2007 melaporkan bahwa antosianin strawberi setelah dipanaskan selama 2 jam menghasilkan nilai
ΔE sebesar 6,3.
4.3.4 Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kestabilan Pigmen Ekstrak Kulit Buah Duwet