Karakterisasi Ekstrak Pigmen Antosianin Kulit Buah Duwet pada Beberapa Variasi pH

Pada cara ekstraksi kombinasi, pigmen antosianin ikut terekstrak pada air yang keluar saat pengepresan kulit buah duwet dan antosianin yang masih ada dalam ampas kulit duwet sisa pengepresan terekstrak kembali oleh etanol, sehingga sebagian besar antosianin dalam kulit buah duwet terekstrak. Etanol diduga memiliki polaritas yang sama dengan antosianin dalam kulit buah duwet. Oleh karena itu untuk analisis selanjutnya hanya digunakan kulit buah saja dengan cara ekstraksi kombinasi pengepresan-maserasi dengan etanol karena akan menghasilkan pigmen lebih tinggi. Rendemen antosianin kulit buah duwet sebesar 0,39 ini berarti jumlah antosianin dalam 100 gram kulit buah duwet adalah 389 miligram 3,89 mgg. Konsentrasi antosianin kulit buah duwet pada hasil penelitian ini memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan beberapa sumber-sumber lain yang mengandung antosianin seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Konsentrasi antosianin dari beberapa komoditi buah. Buah Konsentrasi antosianin mgg bahan Blueberries Capulin Strawberry Plum Apel Elderberries Kulit anggur Kubis ungu 1,10-1,90 0,32 0,07-0,75 0,05 0,01-0,1 2-10 0,51 0,82 Bridle dan Timberlake 1997; Prior et al. 1998; Galindo et al. 1999; Leimena 2008 Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan antosianin pada buah duwet khususnya bagian kulitnya sangat berpotensi besar untuk dijadikan sebagai sumber pigmen alami, sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat dari buah duwet.

4.2 Karakterisasi Ekstrak Pigmen Antosianin Kulit Buah Duwet pada Beberapa Variasi pH

Intensitas warna pigmen antosianin kulit buah duwet diukur menggunakan spektrofotometer. Pigmen antosianin yang ditambahkan ke dalam buffer adalah ekstrak pekat antosianin. Pemilihan 8 nilai pH yaitu pH 1 – 8 dimaksudkan untuk melihat perubahan warna pigmen antosianin kulit buah duwet pada pH asam, netral dan basa. Pengaruh pH terhadap intensitas warna antosianin terlihat dari peningkatan panjang gelombang dan penurunan nilai absorbansi pada panjang gelombang 520 nm dengan semakin meningkatnya nilai pH Gambar 10. Hal ini menandakan bahwa warna merah larutan antosianin kulit buah duwet semakin berkurang dengan meningkatnya pH Lampiran 8 dan 9. Panjang gelombang 520 nm adalah panjang gelombang maksimum antosianin kulit buah duwet Sari et al . 2005. Pengurangan nilai absorbansi yang nyata dan pergeseran panjang gelombang maksimum yang relatif besar ini diperkuat dengan penelitian Bolivar dan Luis 2004 terhadap intensitas warna red sweet potato pada pH 0,9 sampai 11,7, nilai absorbansinya menurun dengan meningkatnya nilai pH. 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 pH A bs or b ans i 520 n m 480 490 500 510 520 530 540 550 560 570 580 1 2 3 4 5 6 7 8 pH L a mb d a ma k s imu m a b Gambar 10 Antosianin ekstrak buah duwet pada berbagai tingkat keasaman a perubahan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 520nm dan b pergeseran panjang gelombang maksimum Pada pH 1 sampai 3 terlihat intensitas antosianin yang masih tinggi, tetapi pada pH 4 sampai 6 terjadi kehilangan warna. Pada pH 4 – 6 ini kation flavilium yang berwarna merah terhidrasi menjadi karbinol yang tidak berwarna Mazza dan Miniati, 1993. Pada pH 7 dan 8, absorbansi maksimum ditunjukkan pada panjang gelombang 570 dan 575, pergeseran panjang gelombang ini disebabkan karena ketidakstabilan stuktur quinonoidal biru. DeMan 1989 melaporkan bahwa pada pH rendah asam pigmen antosianin berwarna merah, dan pada pH tinggi basa berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru. Lebih lanjut, Bolivar dan Luis 2004 memaparkan bahwa berkurangnya intensitas warna merah ini disebabkan oleh terjadinya reaksi kesetimbangan antara dua bentuk antosianin, yaitu kation flavilium dan karbinol pseudobasa, seperti terlihat pada Gambar 11. Peningkatan pH akan menggeser kesetimbangan ke arah karbinol pseudobasa yang tidak berwarna, penurunan pH akan bergeser kearah kation flavilium yang berwarna merah. Gambar 11 Perubahan stuktur antosianin akibat perubahan pH Pada pH tinggi, cepatnya transformasi antosianin dari kation flavilium menjadi basa kuinoidal yang berwarna biru disebabkan oleh hilangnya proton dari gugus hidroksil pada posisi C4’, C5 atau C7. Mengikuti proses ini, serangan nukleofilik dari molekul air pada posisi C2 dan C4 dari struktur basa kuinoidal menghasilkan stuktur karbinol pseudobasa yang tidak berwarna yang akan membentuk kesetimbangan dengan kalkon yang tidak berwarna. Hasil dari pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer juga diperkuat dengan hasil pengamatan secara visual Gambar 12 dan pengukuran L, a, b, o hue Tabel 4 dengan menggunakan alat khromameter. 1 2 3 4 5 6 7 8 Gambar 12 Perubahan warna pigmen antosianin kulit buah duwet pada pH 1 – 8. Hasil visualisasi terhadap intensitas warna pigmen antosianin dalam buffer menunjukkan adanya pengurangan intensitas warna merah dan perubahan warna dengan meningkatnya nilai pH. Hal ini juga diperkuat dengan hasil pengukuran nilai L, a, b dan o h dengan menggunakan alat kromameter yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Perubahan nilai L, a, b dan o hue pada pH 1 sampai 8 pH L a b o Hue 1 40.07 39.63 33.59 40.2 M 2 45.12 31.60 13.78 23.6 M 3 54.57 24.49 -4.2 350.3 MU 4 67.19 11.58 -4.01 340.9 U 5 69.40 7.41 -4.22 330.3 U 6 58.88 15.31 -7.09 335.2 U 7 45.16 22.43 -13.03 329.9 U 8 49.63 19.61 -16.17 320.5 U Ket: M = Merah MU = Merah keunguan U = Ungu Tingkat kecerahan nilai L pigmen antosianin semakin meningkat pada pH 1 sampai pH 6, namun terjadi penurunan kembali pada pH 7 dan 8. Hal ini disebabkan karena penurunan konsentrasi atau jumlah kation flavilium dan meningkatnya pembentukan kalkon yang tidak berwarna dengan semakin meningkatnya pH. Bolivar dan Luis 2004 melaporkan bahwa dengan meningkatnya nilai pH menyebabkan peningkatan nilai L dari pigmen antosianin red sweet potato dan purple corn. Hal ini juga diperkuat oleh Kjell dan Oyvind 2005 yang melaporkan bahwa nilai L sianidin-3-glukosa pada buffer pH 1.1 sampai 10.5 meningkat dengan meningkatnya nilai pH. Penurunan nilai derajat kemerahan nilai a disebabkan karena terjadinya reaksi transformasi stuktural kation flavilium menjadi kalkon, dan semakin tinggi nilai pH akan menstimulasi hidrasi lanjutan membentuk senyawa pseudobasa dalam bentuk keto, anhidro basa hingga anhidrobasa terionisasi Markakis, 1982. Hal ini juga diperkuat oleh Bolivar dan Luis 2004 yang melaporkan bahwa dengan meningkatnya nilai pH menyebabkan peningkatan derajat kemerahan nilai a dari pigmen antosianin red sweet potato dan purple corn. Perubahan nilai L, a dan b ini juga menyebabkan perubahan nilai o hue dari larutan antosianin ekstrak kulit buah duwet pada pH 3. Pada pH 1 dan 2, larutan antosianin menunjukkan warna merah, pH 3 menunjukkan warna merah keunguan, dan pH 4 – 8 menunjukkan warna ungu. Hal ini diperkuat oleh Bolivar dan Luis 2004 melaporkan bahwa pergeseran nilai pH akan menggeser nilai o hue antosianin purple corn, antosianin purple corn pada pH 3, 5 dan 7 masing-masing memiliki nilai o hue sebesar 20, 1, dan 4. Pada analisis selanjutnya tentang stabilitas pigmen antosianin buah duwet dilakukan pada pH 3 yang merupakan pH antosianin pada kondisi asam yang lebih stabil dibandingkan pH 1, 2, 4 dan 5. Hal ini didukung oleh pendapat Kurniawan 2004 yang menyatakan bahwa pada pH 2 dan 3 intensitas antosianin ekstrak ubi jalar relatif stabil terhadap perlakuan penyimpanan. Bolivar dan Luis 2004 juga menyatakan bahwa pada pH 3 antosianin purple corn dan red sweet potato lebih stabil terhadap perlakuan pemanasan dan pencahayaan dibandingkan pada pH 1.

4.3 Stabilitas Pigmen Antosianin Kulit Buah Duwet