Bantuan Pembangunan Profil Transfer Fiskal di Indonesia

nya kepada Daerah menyertai penyerahan urusan dan pengalihan pegawai Pusat ke Daerah tersebut.

5.1.3. Bantuan Pembangunan

Sebagai usaha penyebarluasan dan pemerataan pembangunan di daerah- daerah dan memperkecil tingkat kesenjangan antardaerah, pemerintah telah mencipta- kan program bantuan kepada pemerintah daerah dalam bentuk program Inpres. Program Inpres untuk daerah tingkat II meliputi Inpres Dati II, Inpres Sekolah Dasar SD, Inpres Kesehatan, Inpres Peningkatan Jalan Kabupaten IPJK, Inpres Desa, dan Inpres Desa Teringgal IDT. Inpres Dati II, Inpres Desa dan Inpres IDT merupa- kan bantuan pembangunan kepada daerah tingkat II yang bersifat umum block grant , sedangkan Inpres SD, Inpres Kesehatan, dan Inpres Peningkatan Jalan Kabupaten IPJK merupakan bantuan pembangunan yang lebih bersifat khusus specific grant. Inpres Dati II merupakan salah satu jenis program Inpres terpenting dari berbagai jenis program Inpres untuk daerah tingkat II. Inpres Dati II diarahkan terutama untuk proyek-proyek yang dapat menciptakan dan memperluas lapangan kerja, sekaligus meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Inpres Dati II ini dimulai pada tahun anggaran 19701971. Program Inpres SD dimaksudkan untuk memperluas kesempatan belajar bagi kelompok anak usia 7 - 12 tahun agar dapat tertampung di sekolah-sekolah dasar. Bantuan ini digunakan untuk pembangunan gedung SD baru termasuk perbaikannya; penambahan ruang kelas; pengadaan peralatan sekolah; pembangunan rumah dinas kepala sekolah, guru, dan penjaga sekolah; serta pengadaan perpustakaan dan per- alatan olah raga. Dalam Inpres SD ini juga termasuk dana untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan bangunan SD serta penyelenggaraan pendidikan. Program Inpres SD dimulai pada tahun anggaran 19731974. Program Inpres Kesehatan ditujukan untuk memberikan pelayanan kesehatan, terutama di perdesaan dan daerah perkotaan yang penduduknya berpenghasilan rendah. Selain itu, bantuan ini juga ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan rakyat secara umum, yaitu melalui upaya peningkatan penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan bagi masyarakat perdesaan. Sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk pelayanan kesehatan, maka bantuan pembangunan dalam Inpres kesehatan ini juga digunakan untuk penyediaan obat-obatan, pembangunan Puskesmas, pembangunan Puskesmas Pembantu, meningkatkan dan memperluas Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, penyediaan sepeda untuk petugas paramedis di Puskesmas, penyediaan air bersih di perdesaan, dan pembangunan sarana pembuangan kotoran. Program Inpres Kesehatan dimulai pada tahun anggaran 19741975. Program Inpres peningkatan jalan Kabupaten IPJK dimaksudkan untuk menunjang kelancaran arus lalu lintas angkutan orang dan barang, khususnya dari sentra-sentra produksi ke tempat-tempat pemasaran, sehingga dapat menumbuhkan kehidupan perekonomian di daerah-daerah, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Program IPJK ini dimulai sejak tahun anggaran 19791980. Program Inpres Desa yang pelaksanaannya dimulai pada tahun anggaran 19691970, dimaksudkan untuk mendorong dan menggerakkan usaha swadaya gotong royong masyarakat dalam membangun desanya, serta untuk membantu pem- bangunan proyek-proyek yang diprioritaskan oleh masyarakat desa dan menunjang kegiatan pembinaan kesejahteraan keluarga PKK. Inpres Desa diberikan secara merata kepada setiap desa, masing-masing desa memperoleh dana dalam jumlah yang sama besarnya dan penggunaannya sepenuhnya diserahkan kepada desa. Pada awal pelaksanaannya, besarnya bantuan hanya Rp 100 ribu untuk setiap desa. Program Inpres Desa Tertinggal IDT yang dimulai pada tahun anggaran 19941995, merupakan program yang bersifat khusus dan ditujukan dalam rangka pengentasan kemiskinan. Dalam pelaksanaannya, prodram IDT ini dipadukan dengan program-program pembangunan yang telah ada, baik program-program sektoral maupun regional lainnya, dan diharapkan akan berdampak besar terhadap penang- gulangan kemiskinan secara berkelanjutan di desa-desa miskin. Program IDT ini dilaksanakan dengan pemberian dana bergulir sebesar Rp 20 juta untuk desa miskin, yang digunakan untuk usaha masyarakat yang dapat membantu mendorong dan meningkatkan aktivitas ekonomi dan produksi di berbagai bidang usaha yang dikembangkan sesuai potensi yang ada di masing-masing desa yang dikategorikan miskin tersebut. Oleh karena terlalu bervariasinya transfer Pusat ke Daerah di masa lalu, dan sebagian besar merupakan bantuan khusus specific purpose grants, maka melalui konsep desentralisasi fiskal dalam UU No. 251999, pendekatan tersebut diubah. Desentralisasi fiskal dalam konsep UU No. 251999, lebih menekankan peranan bantuan yang bersifat umum general purpose grant, yang dikenal sebagai Dana Alokasi Umum DAU Mahi dan Ardiansyah, 2002. Dalam bahasan selanjutnya, akan diuraikan mengenai transfer fiskal versi UU No. 251999, yang kemudian telah diubah dengan UU No. 332004 tentang Perim- bangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 251999 ataupun Undang-Undang Nomor 332004, sistem transfer fiskal dari Pusat ke Daerah mencakup tiga komponen utama, yaitu Dana Bagi Hasil Revenue Sharing , Dana Alokasi Umum DAU, dan Dana Alokasi Khusus DAK, ketiga unsur transfer tersebut dalam UU No. 251999 ataupun UU No. 332004 dikenal dengan istilah Dana Perimbangan equalization funds. Sistem transfer fiskal tersebut memiliki beberapa tujuan utama, yaitu : 1 mengurangi ketimpangan fiskal vertikal vertical fiscal imbalances diantara berbagai tingkat pemerintahan yang ada Bagi Hasil dan DAU; 2 menyeimbangkan kapasitas fiskal pemerintah daerah dalam hal ’service delivery ’ DAU; 3 mendorong pengeluaran daerah pada prioritas pemba- ngunan nasional DAK; 4 mendorong pencapaian standar infrastruktur minimum DAK; 5 mengkompensasi benefitcost spillovers pada kawasan-kawasan prioritas DAK; 6 merangsang komitmen daerah DAK; dan 7 mendorong mobilisasi penerimaan Bagi Hasil, DAU, DAK Sidik, 2004. Dana bagi hasil revenue sharing sebagaimana telah dikemukakan sebelum- nya, dalam era desentralisasi fiskal yang dimulai Januari 2001, peranannya dalam keseluruhan penerimaan daerah tingkat II KabupatenKota semakin penting. Apabila dalam era sebelum desentralisasi fiskal, misalnya selama kurun waktu 1993 - 2000, pangsa bagi hasil dalam penerimaan daerah tingkat II, rata-rata kurang dari 15 persen, maka mulai tahun 2001 dan seterusnya, peranan menjadi 18 persen lebih di dalam total penerimaan KabupatenKota lihat Tabel 2. Hal ini terjadi karena sejak tahun 2001, bagian bagi hasil yang dikembalikan Pusat kepada Daerah memang cukup besar bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya 5 . Dana alokasi umum DAU adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Secara konseptual, DAU merupakan penggabungan dari SDO dan berbagai bantuan Inpres, dan merupakan bantuan Pusat kepada Daerah yang bersifat umum block grants , dimana penggunaan atau pengalokasian dari dana tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan Daerah. Besarnya dana alokasi umum DAU dalam UU No. 251999 sebelumnya ditetapkan sekurang-kurangnya 25 persen, yang kemudian dalam UU No. 33 tahun 2004 diubah menjadi sekurang-kurangnya 26 persen dari Penerimaan Dalam Negeri yang ditetapkan dalam APBN. Dengan demikian, semakin besar penerimaan dalam negeri dalam APBN, maka akan semakin besar pula jumlah DAU untuk Daerah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 90 persen dialokasikan kepada KabupatenKota, dan sisanya sebanyak 10 persen dialokasikan untuk Provinsi. Total dana alokasi umum ini hampir 75 persen dari Dana Perimbangan. Adapun jumlah DAU kabupatenkota selama kurun waktu 1999-2002 disaji- kan dalam Tabel 6. Tabel 6. Jumlah dan Share DAU dalam Penerimaan APBD KabupatenKota Di Indonesia, Tahun 1999 - 2002 Share Terhadap Pen. APBD II Provinsi 1999 Rp juta 2000 Rp juta 2001 Rp juta 2002 Rp juta 1999 2000 2001 2002 1. NAD 282698 438738 232954 691541 79.97 83.86 44.95 58.11 5 Sebagai contoh, untuk bagi hasil PBB, Dati II memperoleh sebesar 74.8 persen; untuk IHPH dan penerimaan negara Iuran Tetap Land-rent, KabupatenKota penghasil mendapatkan bagian sebesar 64 persen. Pengaturan bagi hasil pajak dan bukan pajak selengkapnya dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 2. Sumut 492533 467876 984066 1134489 76.08 39.87 72.98 77.13 3. Sumbar 289113 219782 503384 586888 78.71 69.87 76.31 81.36 4. Riau 198673 225128 852087 722257 57.98 59.85 35.45 34.04 5. Jambi 148611 142682 310380 362619 78.74 75.38 75.39 75.84 6. Sumsel 271881 313128 555208 527306 70.06 68.34 61.70 61.48 7. Bengkulu 100224 91105 195901 208221 84.74 48.96 84.85 88.20 8. Lampung 240468 223805 472534 525833 86.36 84.54 79.83 78.00 9. Jabar 1046100 922734 2191788 2298777 67.77 65.82 67.52 66.86 10. Jateng 1033127 866826 2306404 2246664 77.33 74.48 80.46 79.08 11. DIY 146567 127703 314424 358043 74.91 65.83 71.80 75.72 12. Jatim 1098131 1004878 2548751 2405503 72.73 71.48 79.63 76.08 13. Bali 235974 232954 555151 503631 40.80 44.95 54.78 57.73 14. NTB 225401 438738 387919 409625 86.27 83.86 80.26 82.63 15. NTT 299354 467876 815431 799688 85.24 39.87 90.67 91.00 16. Kalbar 243281 219782 528193 560223 83.06 69.87 85.22 83.04 17. Kalteng 163202 225128 369535 371153 71.24 59.85 77.60 76.85 18. Kalsel 196388 142682 389436 443588 56.09 75.38 70.19 74.54 19. Kaltim 201610 313128 655032 616466 45.82 68.34 31.17 26.34 20. Sulut 153236 91105 369408 396849 81.89 48.96 87.93 87.39 21. Sulteng 121310 223805 254199 279153 86.27 84.54 90.30 89.22 22. Sulsel 429068 922734 867638 1021031 77.41 65.82 83.86 86.27 23. Sultra 115592 866826 204613 200969 86.35 74.48 85.12 91.31 24. Maluku 184290 127703 469724 514764 79.11 65.83 84.34 87.15 25. Papua 283295 1004878 875582 1202928 71.30 71.48 82.68 76.54 Sumber : 1. Nota Keuangan dan RAPBN, 19901991 - 2000. Departemen Keuangan Republik Indonesia. 2. Statistik Keuangan Pemerintah KabupatenKota berbagai edisi. Badan Pusat Statistik. Dari Tabel 6 tampak bahwa Provinsi yang kaya sumberdaya alam seperti Aceh, Riau, dan Kalimantan Timur share DAU terhadap total penerimaan ADPB kabupatenkota cenderung semakin kecil. Sebaliknya, Provinsi di luar ketiga Provinsi tersebut mengalami kenaikan jumlah DAU yang diterima baik secara absolut maupun relatif. Hal ini wajar karena Provinsi yang memiliki sumberdaya alam sebagai penghasil telah mendapatkan bagian yang lebih besar dari bagi hasil bukan pajak SDA dibandingkan dengan Provinsi lain yang bukan penghasil lihat Tabel 4. Provinsi-provinsi yang terdapat di kawasan Timur Indonesia KTI juga memiliki share DAU terhadap total penerimaan APBD yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Provinsi di kawasan Barat Indonesia KBI. Hal ini juga wajar, sebab dilihat dari sisi kapasitas fiskal kabupatenkota di Provinsi KTI pada umumnya memiliki kapasitas fiskal yang lebih kecil dibandingkan dengan kabupatenkota di Provinsi- provinsi di kawasan Barat Indonesia. Dana alokasi khusus DAK adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana alokasi khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada Daerah tertentu untuk mem- bantu membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan khusus dalam hal ini adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus dana alokasi umum, danatau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Secara konseptual, DAK termasuk jenis bantuan Pusat kepada Daerah yang bersifat khusus specific grants, dimana peruntukan dari dana telah ditentukan oleh Pusat, dan Daerah tidak memiliki keleluasaan dalam pengalokasian atau penggunaan dari dana tersebut. Secara keseluruhan, total dana perimbangan DP yang mencakup bagi hasil, dana alokasi umum DAU, dan dana alokasi khusus DAK, selama tiga tahun terakhir 2001-2003 jumlahnya berturut-turut adalah Rp 81.1 trilyun 5.6 persen dari PDB, Rp 94.8 trilyun 6.1 persen dari PDB, dan Rp 107.5 trilyun 5.5 persen dari PDB. Pangsa share dana perimbangan DP dalam keseluruhan penerimaan APBD KabupatenKota dalam tiga tahun terakhir 2001-2003 berkisar antara 85-90 persen. Hal ini menunjukkan bahwa KabupatenKota di Indonesia masih sangat tergantung pada transfer dana dari Pusat 6 . 6 Dari total DAU untuk KabupatenKota yang dalam tahun 2002 berjumlah berjumlah Rp 49 183,083 milyar atau 61.52 persen dari total penerimaan kabupaten kota, apabila diasumsikan 85 persen digunakan untuk belanja rutin, maka itu berarti yang tersisa untuk belanja pembangunan hanya sebesar Rp 7 377.46 milyar. Jumlah DAU sebesar Rp 7 377.46 milyar tersebut ditambah dengan PAD 5.2. Profil Kemiskinan di Indonesia 5.2.1. Profil Kemiskinan Secara Nasional