7.1. Dampak Kenaikan Bagi Hasil Pajak BHPJK Sebesar 10 Persen Terhadap Kemiskinan di Indonesia
Simulasi skenario kebijakan yang pertama S1 yang dilakukan melalui peningkatan bagi hasil pajak sebesar 10 persen menyebabkan berbagai jenis peneri-
maan asli daerah seperti pajak PJKK, retribusi RETRK, dan penerimaan asli daerah lainnya PADL mengalami kenaikan, yang pada gilirannya mendorong total
penerimaan asli daerah PADK juga meningkat sebesar 2.27 persen. Selanjutnya, peningkatan yang terjadi pada PADK tersebut menyebabkan berbagai jenis penge-
luaran pemerintah daerah juga mengalami peningkatan. Lebih jauh, meningkatnya pengeluaran pemerintah terutama untuk pembangunan sektor pertanian PEPBA dan
sektor non pertanian PEPBNA, menyebabkan output di kedua sektor tersebut PDRBA dan PDRBNA dan juga total output PDRB mengalami peningkatan.
Peningkatan PDRB selanjutnya mendorong peningkatan pada pendapatan per kapita YCAP sebesar 2.59 persen.
Pertanyaannya adalah bagaimana dampak akhir dari semua ini terhadap kemiskinan di Indonesia ?
Seperti yang telah dikemukakan pada bagian-bagian sebelumnya, transfer fiskal mempengaruhi kemiskinan melalui blok fiskal, dimana blok fiskal ini pada
gilirannya mempengaruhi blok output dan tenaga kerja, selanjutnya blok output mempengaruhi blok pengeluaran dan blok distribusi pendapatan. Akhinya, secara
bersama-sama blok pengeluaran dan blok distribusi pendapatan mempengaruhi blok kemiskinan.
Kenaikan pendapatan per kapita YCAP tersebut di atas, di satu sisi menyebabkan pengeluaran per kapita, baik di perdesaan RPCE maupun perkotaan
UPCE mengalami kenaikan masing-masing sebesar 0.23 persen dan 0.42 persen. Namun disisi yang lain, kenaikan pendapatan per kapita tersebut ternyata juga
menyebabkan indeks Gini baik di perdesaan RGINI maupun pekotaan UGINI mengalami kenaikan dengan persentase kenaikan yang jauh lebih besar daripada
kenaikan yang terjadi pada pengeluaran per kapita tersebut, yaitu berturut-turut sebesar 0.93 persen dan 1.53 persen lihat Lampiran 9.
Tabel 18. Dampak Kenaikan Bagi Hasil Pajak Sebesar 10 Persen Terhadap Kemiskinan di Indonesia
Nama Peubah Endogen Satuan
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
Kemiskinan Perdesaan Rural Poverty : Tingkat Kemiskinan Perdesaan RHCI
Persen 25.3263
26.1005 3.06
Indeks Kedalaman Kemiskinan Perdesaan RPGI Persen
5.5096
5.7750 4.82
Indeks Keparahan Kemiskinan Perdesaan RPSI Persen
1.8380
1.9558 6.41
Kemiskinan Perkotaan Urban Poverty : Tingkat Kemiskinan Perkotaan UHCI
Persen 9.2270
9.3765 1.62
Indeks Kedalaman Kemiskinan Perkotaan UPGI Persen
1.5788
1.6083 1.87
Indeks Keparahan Kemiskinan Perkotaan UPSI Persen
0.5105
0.5193 1.72
Oleh karena pengeluaran per kapita memiliki pengaruh terhadap kemiskinan dengan tanda negatif, maka itu berarti kenaikan dalam pengeluaran per kapita akan
mendorong kemiskinan mengalami penurunan. Sebaliknya, karena indeks Gini ber- pengaruh positif terhadap berbagai ukuran kemiskinan, maka kenaikan pada indeks
Gini itu akan menyebabkan berbagai ukuran kemiskinan tersebut semakin meningkat. Namun mengingat berbagai ukuran kemiskinan tersebut, baik di daerah perdesaan
maupun perkotaan memiliki hubungan yang lebih elastis dengan peubah indeks Gini dibandingkan dengan peubah pengeluaran per kapita, maka dampak akhir dari
kenaikan bagi hasil pajak tersebut adalah meningkatnya kemiskinan, baik di daerah perdesaan maupun perkotaan.
Hasil simulasi skenario kebijakan S1 yang dilakukan dengan meningkatkan bagi hasil pajak BHPJK sebesar 10 persen, menyebabkan kemiskinan di daerah
perdesaan dengan berbagai ukurannya mengalami kenaikan berturut-turut sebesar 3.06 persen RHCI, 4.82 persen RPGI, dan 6.41 persen RPSI. Pada saat yang
sama berbagai ukuran kemiskinan perkotaan, meningkat masing-masing sebesar 1.62 persen UHCI, 1.87 persen UPGI, dan 1.72 persen UPSI lihat Tabel 18. Disini
tampak bahwa kemiskinan di daerah perdesaan lebih sensitif terhadap perubahan dalam kebijakan policy shock daripada kemiskinan di daerah perkotaan. Hal ini
terjadi karena di daerah perdesaan variasi kegiatan ekonomi masyarakat lebih ter- batas, dimana hanya didominasi oleh satu jenis kegiatan yaitu pertanian. Keadaan ini
menyebabkan kehidupan ekonomi perdesaan menjadi sangat rentan vulnerable ter- hadap berbagai guncangan shocks yang terjadi termasuk kalau terjadi perubahan
dalam kebijakan pemerintah policy shock. Sebaliknya, di perkotaan karena kegiatan ekonominya lebih bervariasi dimana pilihan bagi masyarakat lebih beragam, maka
apabila terjadi suatu guncangan misalnya perubahan dalam kebijakan policy shock tidak akan banyak menimbulkan guncangan shocks yang berarti terhadap kehidupan
ekonomi masyarakatnya seperti yang terjadi di daerah perdesaan.
7.2. Dampak Kenaikan Bagi Hasil Bukan Pajak BHBPJK Sebesar 10 Persen Terhadap Kemiskinan di Indonesia
Dari sisi fiskal daerah, skenario kebijakan yang kedua S2 yang dilakukan dengan menaikkan bagi hasil bukan pajak BHBPJK sebesar 10 persen, telah menye-
babkan PADK, dan pengeluaran pembangunan untuk sektor pertanian PEPBA dan pengeluaran pembangunan sektor non pertanian PEPBNA mengalami kenaikan
dengan persentase masing-masing sebesar 2.47 persen, 1.07 persen dan 2.25 persen. Selanjutnya, kenaikan dalam pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan non
pertanian itu, pada gilirannya mendorong PDRB di kedua sektor tersebut dan penda- patan per kapita YCAP mengalami kenaikan. Dalam hal ini, pendapatan per kapita
mengalami peningkatan sebesar 3.95 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan kenaikan pendapatan per kapita yang terjadi ketika skenario kebijakan yang pertama
S1 diterapkan, dimana pendapatan per kapita hanya meningkat dengan persentase kenaikan sebesar 2.59 persen.
Tabel 19. Dampak Kenaikan Bagi Hasil Bukan Pajak Sebesar 10 Persen Terhadap Kemiskinan di Indonesia
Nama Peubah Endogen Satuan
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
Kemiskinan Perdesaan Rural Poverty : Tingkat Kemiskinan Perdesaan RHCI
Persen 25.3263
25.5688
0.96
Indeks Kedalaman Kemiskinan Perdesaan RPGI Persen
5.5096 5.5952
1.55
Indeks Keparahan Kemiskinan Perdesaan RPSI Persen
1.8380 1.8765
2.09
Kemiskinan Perkotaan Urban Poverty : Tingkat Kemiskinan Perkotaan UHCI
Persen 9.2270
9.2676 0.44
Indeks Kedalaman Kemiskinan Perkotaan UPGI Persen
1.5788 1.5838
0.32 Indeks Keparahan Kemiskinan Perkotaan UPSI
Persen 0.5105
0.5107 0.04
Dampak lebih jauh dari kenaikan bagi hasil bukan pajak adalah meningkatnya pengeluaran per kapita di perdesaan RPCE dan pengeluaran per kapita di perkotaan
UPCE dengan persentase masing-masing sebesar 0.34 persen dan 0.62 persen. Pada saat yang sama, indeks Gini baik di perdesaan maupun perkotaan juga mengalami
kenaikan dengan persentase kenaikan masing-masing sebesar 0.41 persen dan 0.56 persen lihat Lampiran 9. Mengingat kemiskinan lebih sensitif terhadap indeks Gini,
maka skenario inipun telah mendorong kemiskinan baik di daerah perdesaan maupun
perkotaan mengalami kenaikan, namun kenaikannya tidak sebesar ketika skenario kebijakan yang pertama S1 dijalankan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
dari sisi kemiskinan skenario ini lebih baik daripada skenario kebijakan yang pertama S1 karena menyebabkan kenaikan terhadap berbagai ukuran kemiskinan dengan
persentase kenaikan yang jauh lebih kecil lihat Tabel 19. Disini terlihat bahwa kemiskinan di daerah perdesaan kembali menunjukkan persentase kena ikan yang
lebih besar dibandingkan dengan kemiskinan di daerah perkotaan.
7.3. Dampak Kenaikan Dana Alokasi Umum DAUK Sebesar 1.25 Persen Terhadap Kemiskinan di Indonesia