Keragaan Blok Kemiskinan KERAGAAN MODEL DAN PEMBAHASAN

tanda parameter dugaan peubah dummy desentralisasi fiskal DDF yang negatif pada persamaan indeks Gini perdesaan dan positif pada persamaan indeks Gini perkotaan.

6.6. Keragaan Blok Kemiskinan

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dalam blok kemiskinan ter- dapat enam persamaan struktural yaitu persamaan untuk tingkat kemiskinan per- desaan RHCI, persamaan untuk indeks kedalaman kemiskinan perdesaan RPGI, persamaan untuk indeks keparahan kemiskinan perdesaan RPSI, persamaan untuk tingkat kemiskinan perkotaan UHCI, persamaan untuk indeks kedalaman kemis- kinan perkotaan UPGI, dan persamaan untuk indeks keparahan kemiskinan per- kotaan UPSI. Hasil estimasi terhadap keenam persamaan blok kemiskinan disaji- kan berturut-turut pada Tabel 15 dan 16. Dalam Tabel 15 ditunjukkan bahwa kemiskinan di daerah perdesaan dengan berbagai ukurannya RHCI, RPGI dan RPSI dipengaruhi secara nyata oleh penge- luaran rata-rata per kapita perdesaan RPCE, indeks Gini daerah perdesaan RGINI, dan garis kemiskinan perdesaan RPL. Tingkat kemiskinan perdesaan RHCI juga responsif elastis terhadap perubahan dalam peubah pengeluaran rata-rata per kapita perdesaan dan indeks Gini perdesaan, dengan koefisien elastisitas masing-masing sebesar -1.6249 dan 3.2110. Tabel 15. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Kemiskinan Perdesaan Persamaan Tingkat Kemiskinan Perdesaan RHCI Peubah Par. Dugaan Prob |T| Elastisitas Nama Peubah Adj.R 2 Intercept -40.417661 0.0281 - Intercept RPCE -216.951396 0.0001 -1.6249 Rural Per Capita Expd. RGINI 310.403438 0.0001 3.2110 Indeks Gini Perdesaan RPL 0.729623 0.0001 0.9650 Rural Poverty Line DDF 8.717601 0.0154 - Dummy Desent. Fiskal 0.3967 Persamaan Indeks Kedalaman Kemiskinan Perdesaan RPGI Peubah Par. Dugaan Prob |T| Elastisitas Nama Peubah Adj.R 2 Intercept -20.861998 0.0002 - Intercept RPCE -68.957637 0.0001 -2.5069 Rural Per Capita Expd. RGINI 112.812218 0.0001 5.6642 Indeks Gini Perdesaan RPL 0.291401 0.0001 1.8706 Rural Poverty Line DDF 3.136890 0.0038 - Dummy Desent. Fiskal 0.4528 Persamaan Indeks Keparahan Kemiskinan Perdesaan RPSI Peubah Par. Dugaan Prob |T| Elastisitas Nama Peubah Adj.R 2 Intercept -10.632097 0.0001 - Intercept RPCE -29.533894 0.0001 -3.3908 Rural Per Capita Expd. RGINI 51.713047 0.0001 8.2000 Indeks Gini Perkotaan RPL 0.133890 0.0001 2.7144 Rural Poverty Line DDF 1.475586 0.0016 - Dummy Desent. Fiskal 0.4600 Hal yang hampir sama juga terjadi untuk indeks kedalaman kemiskinan per- desaan RPGI dan indeks keparahan kemiskinan daerah perdesaan RPSI. Koefisien elastisitas indeks kedalaman kemiskinan perdesaan dengan pengeluaran rata-rata per kapita RPCE, indeks Gini RGINI dan garis kemiskinan perdesaan RPL, berturut- turut adalah -2.5069, 5.6642, dan 1.8706. Sedangkan koefisien elastisitas indeks keparahan kemiskinan perdesaan terhadap ketiga peubah penjelas tersebut, masing- masing adalah -3.3908, 8.2000, dan 2.7144. Temuan ini menunjukkan bahwa ketiga ukuran kemiskinan perdesaan tersebut RHCI, RPGI, dan RPSI sangat responsif atau elastis terhadap perubahan dalam pengeluaran rata-rata per kapita RPCE, indeks Gini RGINI dan garis kemiskinan RPL. Kenaikan sebesar 1 persen pada penge- luaran rata-rata per kapita perdesaan RPCE, dapat menyebabkan penurunan pada ketiga ukuran kemiskinan perdesaan tersebut dengan persentase yang lebih besar daripada 1 persen, yaitu -1.6249 persen RHCI, -2.5069 persen RPGI, dan -3.3908 persen RPSI. Demikian pula halnya, kalau indeks Gini daerah perdesaan RGINI meng- alami kenaikan sebesar 1 persen, maka ketiga ukuran kemiskinan perdesaan itu akan meningkat atau naik dengan persentase yang juga lebih besar daripada 1 persen, yaitu 3.2110 persen RHCI, 5.6642 persen RPGI, dan 8.2000 persen RPSI. Tabel 16. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Kemiskinan Perkotaan Persamaan Tingkat Kemiskinan Perkotaan UHCI Peubah Par. Dugaan Prob |T| Elastisitas Nama Peubah Adj.R 2 Intercept 4.594944 0.6671 - Intercept UPCE -23.762032 0.4235 -0.3774 Urban Per Capita Expd. UGINI 35.324051 0.3019 1.1495 Indeks Gini Perkotaan UPL 0.013647 0.9106 0.0583 Urban Poverty Line DDF -6.188718 0.0001 Dummy Desent. Fiskal 0.1585 Persamaan Indeks Kedalaman Kemiskinan Perkotaan UPGI Peubah Par. Dugaan Prob |T| Elastisitas Nama Peubah Adj.R 2 Intercept 0.513513 0.8186 - Intercept UPCE -9.363980 0.1340 -0.8695 Urban Per Capita Expd. UGINI 7.532856 0.2937 1.3833 Indeks Gini Perkotaan UPL 0.019007 0.4562 0.4744 Urban Poverty Line DDF -1.142196 0.0001 - Dummy Desent. Fiskal 0.1275 Persamaan Indeks Keparahan Kemiskinan Perkotaan UPSI Peubah Par. Dugaan Prob |T| Elastisitas Nama Peubah Adj.R 2 Intercept 0.199080 0.7767 - Intercept UPCE -4.928586 0.0128 -1.3978 Urban Per Capita Expd. UGINI 2.498742 0.2667 1.4520 Indeks Gini Perkotaan UPL 0.008943 0.2644 0.6818 Urban Poverty Line DDF -0.136616 0.1183 - Dummy Desent. Fiskal 0.0465 Adapun untuk persamaan kemiskinan perkotaan, hasil estimasi ini menun- jukkan sesuatu yang berbeda dibandingkan dengan hasil estimasi persamaan untuk kemiskinan daerah perdesaan. Pengeluaran rata-rata per kapita daerah perkotaan UPCE hanya berpengaruh nyata terhadap indeks kedalaman UPGI dan indeks keparahan UPSI kemiskinan perkotaan. Namun demikian, hanya indeks keparahan kemiskinan UPSI yang responsif terhadap perubahan dalam pengeluaran rata-rata per kapita, dengan koefisien elastisitas sebesar -1.3728. Sedangkan indeks Gini perkotaan, tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap ketiga ukuran kemiskinan perkotaan UHCI, UPGI, dan UPSI tersebut. Walaupun demikian, ketiga ukuran kemiskinan perkotaan itu, ternyata responsif atau elastis terhadap perubahan dalam indeks Gini perkotaan tersebut, dengan koefisien elastisitas masing-masing sebesar 1.5630 UHCI, 1.7901 UPGI, dan 1.0039 UPSI lihat Tabel 16. Sementara peubah garis kemiskinan perkotaan UPL, ternyata tidak ber- pengaruh terhadap berbagai ukuran kemiskinan perkotaan. Hal ini sangat berbeda dengan kemiskinan perdesaan dimana ketiga ukuran kemiskinan RHCI, RPGI dan RPSI dipengaruhi secara nyata oleh peubah garis kemiskinan RPL. Temuan dalam studi ini menunjukkan bahwa kemiskinan di daerah perdesaan dengan berbagai ukurannya cenderung lebih responsif, baik terhadap perubahan dalam pengeluaran rata-rata per kapita maupun perubahan dalam indeks Gini diban- dingkan dengan kemiskinan di daerah perkotaan. Hal tersebut tercermin dari angka koefisien elastisitas kemiskinan perdesaan yang pada umumnya lebih tinggi diban- dingkan dengan koefisien elastisitas kemiskinan daerah perkotaan. Apa yang ditemukan dalam studi ini adalah sejalan dengan temuan dari studi- studi terdahulu, seperti oleh Bidani dan Ravallion 1993, Asra 2000, dan Balisacan 2003 semuanya untuk kasus Indonesia; De Janvry dan Sadoulet 2000 untuk kasus negara-negara Amerika Latin; Bhatta 2001 untuk kasus kawasan Metropolitan di Amerika Serikat; Assadzadeh and Paul 2001 untuk kasus Iran; Datt dan Ravallion 2002 dan Ravallion dan Datt 2002 keduanya untuk kasus India; Bigsten et al 2003 untuk kasus Ethiopia; Adam dan Page 2003 untuk kasus negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara MENA; Lin 2003 untuk kasus Republik China, dan Bourguignon 2003 studi lintas negara, yang mengungkapkan bahwa kemiskinan dengan berbagai ukurannya P0, P1, dan P2 sangat sensitif terutama terhadap per- ubahan yang terjadi di dalam peubah ketimpangan pendapatan indeks Gini. Dalam Tabel 17 disajikan berbagai hasil penelitian tentang kemiskinan yang pernah dilakukan selama ini, termasuk penelitian yang dilakukan penulis. Tabel 17. Rangkuman Temuan Dari Berbagai Studi Tentang Kemiskinan Elastisitas P0 terhadap : Elastisitas P1 terhadap : Elastisitas P2 terhadap : Peneliti dan Tahun PCE Gini PL PCE Gini PL PCE Gini PL Muana Nanga 2005 : Kasus Indonesia. - Rural - Urban -1.62 -0.42 3.21 1.56 0.96 0.13 -2.51 -0.91 5.66 1.79 1.87 0.54 -3.39 -1.37 8.20 1.00 2.71 0.66 Laabas dan Imed Limam 2004 : Kasus Kuwait. - National -1.16 1.82 1.18 -1.48 3.44 1.56 -1.72 4.82 1.83 Adams dan Fage 2004 : Kasus MENA Countries. - National -0.84 2.36 - -0.66 1.93 - - - - Balisacan dan Fuwa 2004 : Kasus Philipine. - National -1.64 -0.0 1 - -2.30 -0.0 1 - -2.90 -0.0 1 - Bigsten, et. Al. 2003 : Kasus Ethiopia - Rural - Urban - National -1.2 -1.3 -1.2 1.1 1.2 1.1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Datt dan Ravallion 2002 : Kasus India. - National -1.33 - - -1.88 - - -2.26 - - Yao 2000 : Kasus China - National -4.57 5.77 - - - - - - - Kakwani 1993 : Kasus Cote D’Ivoire. - National -2.87 7.86 - -2.86 11.58 - - - - Bidani dan Ravallion 1993 : Kasus Indonesia - National -4.31 2 3.27 - -5.73 2 4.69 - -6.75 2 5.76 - 1. Elastisitas P0, P1, atau P2 terhadap land Gini 2. Elastisitas P0, P1, atau P2 terhadap zì bukan PCE, dimana z adalah garis kemiskinan dan ì adalah pengeluaran konsumsi rata-rata mean consumption expenditure. Dalam Tabel 17 tersebut, tampak jelas bahwa berbagai ukuran kemiskinan umumnya cenderung lebih responsif atau elastis terhadap perubahan dalam indeks Gini daripada perubahan dalam pengeluaran per kapita. Temuan dari berbagai penelitian tersebut memiliki implikasi kebijakan yaitu bahwa untuk mengurangi kemiskinan di dalam suatu wilayah atau negara, maka pemerataan dalam distribusi pendapatan merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius. Hal ini meng- ingat karena ketimpangan dalam distribusi pendapatan sangat menentukan kemam- puan dari pertumbuhan ekonomi dalam menurunkan kemiskinan yang ada. Dengan kata lain, ketimpangan dalam distribusi pendapatan merupakan faktor penting yang menentukan efektif atau tidaknya pertumbuhan ekonomi PDRB dalam mengurangi kemiskinan. Secara keseluruhan, hasil estimasi model yang dilakukan dapat dirangkum dalam butir-butir sebagai berikut : 1. Penerimaan asli daerah PADK yang terdiri dari pajak, retrib usi, dan PAD lain- nya dipengaruhi secara nyata oleh peubahPDRB sektor non pertanian. Namun demikian, berbagai komponen PAD tersebut tidak responsif inelastis terhadap perubahan dalam PDRB non pertanian. 2. Berbagai komponen penerimaan kabupatenkota PADK, BHPJK, BHBPJK dan DAUK dan jumlah pegawai negeri sipil PNS berpengaruh positif dan nyata terhadap pengeluaran rutin kabupatenkota. 3. Peubah bagi hasil pajak BHPJK, bagi hasil bukan pajak BHBPJK, dan dana alokasi umum DAUK berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pembangunan sektor pertanian. Sedangkan peubah penerimaan asli daerah PADK dan luas wilayah AREA tidak berpengaruhi terhadap pengeluaran pembangunan sektor pertanian. 4. Peubah bagi hasil pajak BHPJK, bagi hasil bukan pajak BHBPJK, dana alokasi umum DAUK dan luas wilayah AREA berpengaruh positif dan nyata terhadap pengeluaran pembangunan sektor non pertanian. Sedangkan peubah penerimaan asli daerah PADK tidak berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pembangunan sektor non pertanian. 5. Peubah penyerapan tenaga kerja baik di sektor pertanian maupun sektor non pertanian berpengaruh positif dan nyata terhadap output di kedua sektor itu. Sedangkan untuk peubah pengeluaran pembangunan, yang berpengaruh nyata hanya pengeluaran pembangunan untuk sektor non pertanian. 6. Penyerapan tenaga kerja, baik di sektor pertanian maupun sektor non pertanian sangat dipengaruhi output atau PDRB sektor yang bersangkutan, dan bahkan penyerapan tenaga kerja di kedua sektor tersebut sangat responsif elastis ter- hadap perubahan yang terjadi pada output atau PDRB. Selain output atau PDRB, penyerapan tenaga kerja di daerah, baik di sektor pertanian maupun sektor non pertanian juga dipengaruhi oleh upah tenaga kerja, yaitu upah tenaga kerja sektor pertanian UPHA dan rata-rata upah tenaga kerja UPHR. 7. PDRB baik sektor pertanian maupun sektor non pertanian cenderung meningkat setelah kebijakan desentralisasi fiskal diterapkan; hal yang sebaliknya terjadi pada penyerapan tenaga kerja dimana penyerapan tenaga kerja di kedua sektor tersebut justru menurun setelah kebijakan desentralisasi fiskal, yang tercermin dari tanda parameter dugaan peubah dummy desentralisasi fiskal yang negatif. 8. Pengeluaran per kapita rumahtangga di daerah perdesaan RPCE hanya di- pengaruhi oleh peubah angka melek huruf AMH, upah minimum Provinsi UMPR, dan peubah dummy desentralisasi fiskal DDF. Sedangkan peubah pendapatan per kapita YCAP dan tingkat inflasi INFL tidak berpengaruh nyata. Sementara untuk pengeluaran per kapita rumahtangga di daerah per- kotaan UPCE, semua peubah penjelas yang digunakan memiliki pengaruh yang nyata, termasuk pendapatan per kapita YCAP dan tingkat inflasi INFL. 9. Peubah indeks Gini, baik di daerah perdesaan maupun di perkotaan, hanya dipengaruhi secara nyata oleh peubah pangsa tenaga kerja pertanian TKASH dan angka melek huruf AMH. Sedangkan pendapatan per kapita rumahtangga YCAP, derajat urbanisasi URBP, dan tingkat pengangguran URBUN dan RURUN tidak memiliki pengaruh yang nyata. 10. Kemiskinan di daerah perdesaan dengan berbagai ukurannya RHCI, RPGI, dan RPSI, dipengaruhi secara nyata dan responsif elastis terhadap perubahan dalam peubah-peubah penjelasnya RPCE, RGINI dan RPL. Sementara kemis- kinan di daerah perkotaan, hanya peubah pengeluaran per kapita rumahtangga UPCE yang memiliki pengaruh nyata terutama terhadap indeks kedalaman UPGI dan indeks keparahan kemiskinan UPSI, sedangkan terhadap tingkat kemiskinan UHCI tidak berpengaruh nyata. Yang menarik, adalah meskipun indeks Gini perkotaan tidak berpengaruh nyata terhadap berbagai ukuran kemis- kinan daerah perkotaan, namun berbagai ukuran kemiskinan perkotaan tersebut ternyata responsif atau elastis terhadap perubahan dalam indeks Gini. 11. Ketimpangan pendapatan di daerah perdesaan ternyata cenderung berkurang setelah kebijakan desentralisasi fiskal diterapkan, sementara di daerah perkotaan cenderung meningkat. Hal yang sebaliknya terjadi pada masalah kemiskinan, dimana kemiskinan di daerah perdesaan cenderung meningkat setelah kebijakan desentralisasi fiskal diterapkan, sementara di daerah perkotaan cenderung ber- kurang atau menurun.

VII. DAMPAK TRANSFER FISKAL TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA

Secara teoritis, tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif atau skenario kebijakan dengan jalan mengubah nilai peubah atau instrument kebijakan policy instrument-nya. Untuk mengetahui apakah model yang dibangun cukup baik untuk digunakan dalam simulasi kebijakan, maka dilakukan validasi model. Menurut Pyndick dan Rubinfeld 1991, tujuan melakukan validasi adalah untuk mengetahui sejauhmana nilai estimasi itu sesuai dengan nilai aktual dari masing-masing peubah endogen. Ada beberapa kriteria statistik yang dapat digunakan untuk menilai sahih valid atau tidaknya model, diantaranya adalah “root mean square error” RMSE, “root mean square percent error” RMSPE, dan “Theil’s Inequality coefficient” TIC atau lebih popular dengan notasi U. Namun karena dalam studi ini yang dilakukan hanya terbatas pada simulasi kebijakan, dan tidak melakukan peramalan forecasting, maka tidak semua kriteria statistik yang dikemukakan itu relevan untuk digunakan. Dalam studi ini, kriteria statistik yang lebih tepat atau relevan untuk digunakan adalah nilai bias U M , dimana kalau nilai U M makin mendekati nol, maka itu berarti model yang bersangkutan cukup baik untuk digunakan dalam simulasi kebijakan. Berdasarkan hasil validasi model yang dilakukan, diketahui bahwa hampir semua nilai U M adalah mendekati nol, yang berarti model ini cukup baik untuk digunakan dalam melakukan simulasi kebijakan lihat Lampiran 5.