Faktor-Faktor Penentu Kemiskinan Kemiskinan

ini sering juga dinamakan sebagai indeks keparahan kemiskinan poverty severity index . Suatu ukuran kemiskinan yang baik menurut Kakwani 2000, harus memper- hitungkan atau memasukkan tiga indikator kemiskinan sebagai berikut, yaitu : 1 persentase penduduk miskin, 2 jurang kemiskinan agregat, dan 3 distribusi pen- dapatan diantara penduduk miskin.

2.1.2. Faktor-Faktor Penentu Kemiskinan

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional, yang berarti tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi saja seperti ketiadaan pendapatan dan asset lack of income and assets, akan tetapi terkait dengan aspek-aspek lainnya, seperti aspek sosial budaya, politik, kelemba- gaan, dan sebagainya. Hal ini berarti pula bahwa tingkat kemiskinan di dalam suatu negara, tidak hanya ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi saja, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non ekonomi. Dalam tataran konsep, ada dua kelompok pandangan cluster of views yang mengidentifikasi sebab musabab dari kemiskinan, terutama kemiskinan di daerah per- desaan rural poverty. Kedua pandangan tersebut adalah : Pertama adalah kelompok pandangan ekonomi politik political economy cluster of views . Kelompok pandangan ekonomi politik ini melihat kemiskinan terutama sebagai suatu fenomena sosial social phenomenon. Munculnya kemiskinan perdesaan menurut pandangan ekonomi politik merupakan akibat atau hasil dari proses yang mengkonsentrasikan kekayaan dan kekuasaan, dimana pada umumnya proses tersebut beroperasi melalui tiga tingkatan. Pada tingkat global atau inter- nasional, munculnya kemiskinan merupakan akibat dari adanya hubungan pertukaran yang bersifat eksploitatif dan tidak seimbang exploitation and unequal exchange antara negara-negara kaya di satu pihak dan negara-negara miskin di lain pihak. Dengan hubungan pertukaran yang eksploitatif dan tidak seimbang itu, negara-negara kaya telah membuat negara-negara miskin menjadi tetap miskin dan pada saat yang sama mereka memperoleh manfaat dari investasi modal dan ekspatriasi keuntungan. Pada tingkat nasional atau internal, kemiskinan perdesaan itu muncul sebagai akibat dari ulah berbagai kelompok kepentingan interest group terutama kelompok kepen- tingan di daerah urban urban interest groups seperti urban middle class yang selalu berusaha untuk memperoleh keuntungan dengan mengorbankan kepentingan daerah perdesaan melalui pergeseran di dalam rural-urban terms of trade pangan murah untuk kota, dear goods untuk desa, dan melalui investasi pada industri-industri dan jasa-jasa di perkotaan. Sedangkan pada tingkat lokal perdesaan , kemiskinan perde- saan muncul sebagai akibat dari ulah para elit lokal - yang terdiri dari tuan tanah landowners, para pedagang merchants, para pelepas uang money lenders, dan birokrat – yang terus mengkonsolidasikan kekuasaan dan kekayaan mereka. Singkatnya, adanya proses pertukaran yang eksploitatif dan tidak seimbang yang terjadi pada tingkat global, dan diikuti dengan berbagai kelompok kepentingan di dalam negeri baik pada tingkat nasional maupun lokal yang selalu mencari keuntungan dengan mengorbankan kepentingan daerah perdesaan dengan cara meng- konsolidasikan kekuasaan dan kekayaan telah menyebabkan kaum miskin di perde- saan rural poor, menjadi tetap dan bahkan bertambah miskin. Dengan kata lain, kelompok kaya dan berkuasa menjadi semakin kaya dan kuat get richer and more powerful , sementara kelompok miskin secara relatif maupun absolut menjadi semakin miskin dan lemah become poorer and weaker. Kedua adalah kelompok pandangan ekologi fisik physical ecology cluster of views . Kelompok pandangan ekologi fisik melihat kemiskinan lebih sebagai gejala atau fenomena fisik physical phenomenon. Dengan kata lain, kelompok ini melihat kemiskinan perdesaan itu sebagai akibat dari pertumbuhan dan tekanan penduduk yang tidak terkendali atas sumberdaya dan lingkungan. Dengan adanya tekanan pen- duduk population pressure telah menyebabkan lahan menjadi semakin langka. Pemilikan lahan untuk usaha tani menjadi semakin sempit. Penawaran tenaga kerja melampaui permintaan tenaga kerja dan upah riil semakin tertekan turun. Sebagian tenaga kerja terpaksa harus bermigrasi ke daerah perkotaan dan sebagian lainnya pergi ke lingkungan-lingkungan marginal hanya sekedar untuk dapat mempertahan- kan hidup livelihoods. Selain itu, para ahli ekologi fisik juga melihat karakteristik fisik dari kaum miskin sebagai penjelasan dari kondisi mereka. Parasit, penyakit, kurang gizi, kondisi lingkungan yang tidak sehat, perumahan yang kurang layak, lingkungan yang kurang nyaman, dan kondisi iklim yang tidak menentu – semuanya menjadi penyebab dari timbulnya kemiskinan di daerah perdesaan Chambers, 1996. Dalam upaya untuk mengetahui faktor-faktor penentu atau faktor yang mem- pengaruhi kemiskinan, telah banyak studi empirik yang dilakukan para ahli di ber- bagai negara maupun di Indonesia sendiri. Studi-studi empirik yang pernah dilakukan para ahli di berbagai negara selama ini diantaranya adalah : Pertama , adalah studi dari Dollar dan Kraay 2001 yang meneliti 92 negara sedang berkembang antara periode 1950s - 1990s. Dalam studi ini ditemukan bahwa 1 elastisitas dari pendapatan rata-rata dan pendapatan rata-rata dari kuintil termiskin mendekati 1, yang berarti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak memiliki dampak yang sistematis terhadap ketimpangan pendapatan; 2 tidak terdapat hubungan yang sistematis diantara indikator kebijakan dan indikator kualitas institusi dengan pen- dapatan dari kaum miskin. Kedua adalah studi yang dilakukan oleh Ravallion 2001 di 50 negara sedang berkembang dalam tahun 1990s, dan ditemukan bahwa 1 terdapat hubungan yang negatif diantara pertumbuhan kemiskinan dengan pertumbuhan pendapatan rata- rata dengan koefisien elastisitas sebesar -2.5; 2 tidak terdapat hubungan yang sistematis diantara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan; 3 per- tumbuhan ekonomi akan me miliki dampak mengurangi kemiskinan yang kuat jika tingkat ketimpangan awal pendapatan rendah; dan 4 terdapat tanda konvergen di dalam ketimpangan pendapatan antar negara di dunia. Ketiga , adalah studi yang dilakukan Adams 2002, 2004 yang mencoba mengestimasi hubungan antara pertumbuhan di dalam pendapatan rata-rata mean income dan ketiga ukuran kemiskinan yaitu poverty incidence, poverty gap, dan squared poverty gap . Sampel dalam studi ini terdiri dari 50 negara-negara sedang berkembang di seluruh dunia dan mencakup negara-negara Asia Tengah dan Eropa Timur bekas negara Sosialis. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa koefisien parameter dugaan dari regresi kemiskinan terhadap pertumbuhan pendapatan rata- rata memiliki tanda yang negatif sesuai dengan yang diharapkan dan secara statistik signifikan. Koefisien elastisitas dengan menggunakan pendapatan rata-rata dan 1 dollar per hari sebagai ukuran tingkat kemiskinan, adalah sebesar -5.75 kalau negara- negara Asia Tengah dan Eropa Timur dimasukkan dalam sampel, dan sebesar -2.59 tanpa negara-negara Asia Tengah dan Eropa Timur. Sedangkan koefisien elastisitas untuk poverty gap dan squared poverty gap terhadap mean income, masing-masing adalah sebesar 3.04 dan 3.39, jauh lebih besar dibandingkan dengan 2.59, yang menunjukkan bahwa ukuran poverty gap dan squared poverty gap lebih sensitif atau elastis terhadap pertumbuhan ekonomi pertumbuhan pendapatan rata-rata. Adams mengatakan bahwa ketika ia menggunakan GDP per kapita, hasilnya tidak jelas dan juga tidak berpengaruh nyata secara statistik. Selain itu, diungkapkan bahwa negara- negara dengan tingkat ketimpangan pendapatan mula-mula yang rendah lower initial income inequality mengalami penurunan yang jauh lebih besar di dalam tingkat kemiskinan daripada negara-negara yang memiliki tingkat ketimpangan awal yang tinggi. Keempat , adalah studi Dagderivan et al 2002 di 50 negara sedang berkem- bang selama kurun waktu 1980s - 1990s, dan menyimpulkan bahwa 1 pertumbuhan ekonomi saja tidak selalu merupakan cara terbaik untuk mengurangi kemiskinan; 2 suatu kombinasi pertumbuhan ekonomi dan redistribusi pendapatan merupakan cara yang paling efektif the most effective way untuk mengurangi kemiskinan di banyak negara; dan 3 dikatakan bahwa tidak semua kebijakan redistribusi efektifnya sama untuk setiap negara berkembang. Kelima, adalah studi yang dilakukan oleh Tsangarides, et al 2004 yang meneliti determinan dari tingkat kemiskinan untuk negara-negara Afrika dan negara- negara angota OECD dengan menggunakan data untuk periode 1960-1999. Studi dari Tsangarides et al 2004 mengungkapkan bahwa 1 tingkat inflasi yang rendah, per- tumbuhan penduduk yang rendah, konsumsi pemerintah yang rendah, dan perkem- bangan sektor keuangan yang semakin mendalam memiliki dampak yang kuat ter- hadap penurunan kemiskinan; 2 faktor sumberdaya alam, capaian pendidikan, guncangan terms of trade, dan fiscal stance ditemukan memiliki dampak langsung yang relatif lemah terhadap kemiskinan; 3 keterbukaan perdagangan, tingkat investasi, tingkat demokrasi, harapan hidup, dn luasnya perang sipil civil wars – ditemukan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi menyeluruh overall economic growth , dan tidak memiliki pengaruh yang langsung terhadap pendapatan dari kaum miskin; dan 4 kebijakan yang mampu menurunkan tingkat inflasi, mengurangi government size, mengurangi defisit anggaran, meningkatkan kedalaman sektor keuangan deepen the financial sector, dan meningkatkan capaian pendidikan educational attainment merupakan jenis kebijakan yang sangat memihak kaum miskin super-pro poor policies. Keenam , adalah studi yang dilakukan Iradian 2005 yang mengungkapkan bahwa 1 pertumbuhan ekonomi yang pesat dan berkelanjutan merupakan wahana yang penting primary vehicle dalam upaya pengurangan kemiskinan sebab pertum- buhan ekonomi memiliki pengaruh nyata terhadap kemiskinan; 2 kemampuan per- tumbuhan ekonomi dalam mengurangi kemiskinan dipengaruhi oleh kondisi ketim- pangan pendapatan yang terjadi, artinya pertumbuhan akan mampu mengurangi kemiskinan apabila pertumbuhan diikuti dengan penurunan di dalam ketimpangan pendapatan, dan sebaliknya penurunan kemiskinan akan terhambat apabila pertum- buhan diikuti dengan peningkatan di dalam ketimpangan pendapatan; 3 besarnya penurunan di dalam kemiskinan tidak hanya ditentukan oleh perubahan di dalam ketimpangan pendapatan, akan tetapi juga oleh tingkat ketimpangan mula-mula di dalam distribusi pendapatan tersebut initial inequality level; dan 4 perubahan di dalam pengeluran pemerintah yang dinyatakan sebagai persentase dari GDP juga memiliki pengaruh yang nyata terhadap penurunan kemiskinan. Di Indonesia sendiri, penelitian yang mencoba mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan telah banyak dilakukan para ahli, diantaranya adalah : Pertama , adalah studi yang dilakukan oleh Bidani dan Ravallion 1993. Hasil estimasi baik dengan menggunakan metode ‘ordinary least squares’ OLS maupun metode instrumental variables IV membuktikan bahwa : 1 pengeluaran konsumsi rata-rata sebagai persentase terhadap garis kemiskinan poverty line dan indeks Gini ternyata yang memiliki pengaruh yang nyata terhadap berbagai ukuran kemiskinan headcount ratio P , poverty gap ratio P 1 , dan squared poverty gap P 2 dengan arah pengaruh negatif dan positif; dan 2 pengeluaran konsumsi rata- rata juga memiliki pengaruh yang nyata secara statistik terhadap indeks Gini Provinsi di Indonesia dengan tanda positif, yang menunjukkan bahwa hubungan U terbalik inverted U relationship sebagaimana dihipotesiskan oleh Kusnetz tidak berlaku di Indonesia Kedua , adalah studi yang dilakukan Booth 2000, yang menemukan bahwa produktivitas pertanian per hektar dan luas pemilikan lahan merupakan determinan yang signifikan dari variasi di dalam kemiskinan di daerah perdesaan rural poverty di berbagai Provinsi di Indonesia. Dalam kaitan ini, dikatakan bahwa penekanan lebih lanjut pada pembangunan pertanian dan perdesaan merupakan hal yang penting apabila diinginkan terjadi pengurangan kemiskinan di Indonesia. Namun, program- program pembangunan perdesaan hendaknya tidak difokuskan pada tanaman crop- focused seperti yang terjadi di masa lalu, tetapi lebih difokuskan pada kebutuhan- kebutuhan spesifik dari penduduk miskin di daerah-daerah miskin poor regions. Program-program pembangunan perdesaan yang lebih efektif juga akan membantu dalam membatasi meluasnya kemiskinan perkotaan. Ketiga , adalah studi yang dilakukan oleh Asra 2000, yang melakukan dekomposisi atas perubahan insiden kemiskinan agregat di Indonesia menurut sektor desa-kota. Beberapa diantara temuan penting dari studi tersebut adalah bahwa: 1 penurunan kemiskinan di daerah perdesaan merupakan penyumbang terbesar ter- hadap penurunan kemiskinan secara agregat, dan pertumbuhan ekono mi merupakan komponen terpenting dari upaya pengurangan kemiskinan poverty reduction di Indonesia; 2 elastisitas kemiskinan terhadap ‘distributionally neutral growth’ untuk ketiga ukuran FGT headcount index, poverty gap index, dan distributionally sensitive index di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah per- kotaan, yang menunjukkan bahwa kemiskinan di daerah perdesaan lebih elastis atau sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi; dan 3 hasil dari simulasi dekomposisi menunjukkan bahwa pergeseran di dalam angkatan kerja dan perbaikan peluang kerja di sektor perkotaan urban memainkan peranan penting dalam mengurangi kemis- kinan agregat. Keempat , adalah studi dari Friedman 2002, yang menggunakan data panel 1984-1999, untuk menelaah atau mengkaji bagaimana perubahan kemiskinan pada tingkat Provinsi bervariasi bersama-sama dengan tingkat pertumbuhan dan perubahan ketimpangan pada tingkat Provinsi. Sejalan dengan hasil studi-studi terdahulu, hasil studi ini menunjukkan bahwa semua ukuran kemiskinan ternyata sangat responsif terhadap pertumbuhan pertumbuhan pendapatan rata-rata. Selain itu, diungkapkan bahwa faktor setempat local factors memainkan peranan yang penting dalam penen- tuan kemiskinan, dan yang sangat mungkin berinteraksi dengan pertumbuhan untuk mempengaruhi penurunan kemiskinan di seluruh Indonesia dalam berbagai cara yang berbeda-beda. Kelima , adalah studi yang dilakukan oleh Fane dan Warr 2002, yang meng- gunakan model CGE, menelaah bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi kemiskinan di Indonesia. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa semakin besar pertum- buhan meningkatkan returns terhadap faktor yang merupakan sumber pendapatan paling penting bagi kaum miskin the poor daripada yang bukan penduduk miskin the non-poor, maka semakin besar kemungkinan untuk menurunkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Perbedaan sumber pertumbuhan mempengaruhi kemis- kinan dan ketimpangan pendapatan secara berbeda sebab mereka mempengaruhi pendapatan faktor factor returns secara berbeda, dan karena ‘the poor’ dan ‘the non-poor ’ memiliki faktor di dalam proporsi yang berbeda. Keenam, adalah studi yang dilakukan Simatupang dan Dermoredjo 2003, dan menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1 dampak produk domestik bruto PDB terhadap insiden kemiskinan bervariasi menurut sektor; 2 PDB sektor per- tanian memiliki dampak lebih besar terhadap kemiskinan di perdesaan, sedangkan kemiskinan di perkotaan terutama dipengaruhi oleh PDB sektor industri; 3 PDB sektor lain non pertanian dan industri juga berpengaruh terhadap kemiskinan di perdesaan; 4 kemiskinan agregat dipengaruhi oleh PDB sektor pertanian dan PDB sektor non pertanian; 5 insiden kemiskinan juga dipengaruhi oleh harga beras; 6 strategi pembangunan yang efektif untuk pengentasan kemiskinan adalah strategi pembangunan yang lebih menitikberatkan pada pembangunan di sektor pertanian agricultural sector led-development, khususnya subsektor tanaman pangan. Ketujuh , adalah studi yang dilakukan oleh Balisacan, et al 2003. Beberapa diantara temuan penting dari studi ini adalah bahwa 1 kesejahteraan penduduk miskin the poor yang diukur dengan pendapatan dari kaum miskin dipengaruhi secara nyata signifikan oleh pertumbuhan ekonomi overall mean income growth; 2 faktor lain yang berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan penduduk miskin adalah modal manusia human capital yang diukur dengan rata-rata lama sekolah, ‘terms of trade’, infrastruktur roads dan akses terhadap teknologi. Selain itu dike- mukakan bahwa mengurangi kemiskinan tidak cukup hanya dengan mempercepat pertumbuhan ekonomi semata. Dalam hal ini, suatu strategi pengurangan kemiskinan yang lebih lengkap haruslah memperhitungkan berbagai “redistributing-mediating and institutional factors that matters ” jika tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan kemiskinan yang pesat dan berkelanjutan, dan hal itu sangat baik untuk menciptakan pertumbuhan dan penurunan kemiskinan. Kedelapan, adalah studi Yudhoyono 2004. Studi ini menunjukkan bahwa kemiskinan di daerah perdesaan dipengaruhi secara nyata oleh pengeluaran peme- rintah untuk sektor pertanian, pertumbuhan ekonomi, upah, dan dummy reformasi. Sedangkan di daerah perkotaan dipengaruhi oleh pengeluaran untuk infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dummy reformasi dan dummy desentralisasi. Selain itu, di- kemukakan bahwa kombinasi skenario peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian sebesar 15 persen dan peningkatan upah sebesar 20 persen, meru- pakan kombinasi kebijakan jangka pendek yang potensial terutama dalam mengu- rangi kemiskinan. Kesembilan , adalah studi yang dilakukan Suryahadi et al 2005 untuk kasus Indonesia menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan kemiskinan sangat dipengaruhi oleh lokasi dan komponen sektoral dari pertumbuhan, yang berarti bahwa tidak semua komponen sektoral dari pertumbuhan memberikan kontribusi yang sama terhadap penurunan kemiskinan. Pertumbuhan GDP sektor jasa ditemukan memberi kontribusi paling besar terhadap penurunan kemiskinan, baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Selain itu, ditemukan dimana pertumbuhan GDP sektor industri memiliki kontribusi yang nyata terhadap penurunan kemiskinan di daerah perkotaan. Sementara, pertumbuhan GDP sektor pertanian justru ditemukan tidak memiliki kontribusi yang nyata significant terhadap penurunan kemiskinan. Sesuatu yang tentu sangat ironis, mengingat sektor pertanian merupakan sektor dimana sebagian besar penduduk miskin di Indonesia berada dan menggantungkan hidupnya.

2.2. Kaitan Antara Transfers Fiskal dan Pengurangan Kemiskinan