Profil Kemiskinan Sektoral Profil Kemiskinan di Indonesia 1. Profil Kemiskinan Secara Nasional

diperkirakan rumah tangga petani gurem sudah mencapai 75 persen dari total rumah tangga petani di Jawa, padahal tahun 1993 lalu masih 70 persen Arifin, 2005 7 . Namun dilihat dari tingkat kemiskinan, maka pada umumnya Provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di luar Jawa yaitu Papua 38.60 persen, Maluku 32.12 persen, Gorontalo 29.01 persen, NAD 28.47 persen, NTT 27.86 persen, dan NTB 25.38 persen, jauh di atas rata-rata Indonesia yang pada tahun 2004 sebesar 16.66 persen. Jumlah penduduk miskin di 5 Provinsi tersebut hanya 4.97 juta orang atau 13.75 persen dari total penduduk miskin di Indonesia. Sementara pulau Jawa yang memiliki luas hanya kurang 10 persen wilayah Indonesia harus menampung 20.48 juta orang penduduk miskin atau 56.67 persen dari total penduduk miskin di Indonesia. Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan terus berlangsung dan harus segera dicarikan pemecahannya di masa-masa mendatang.

5.2.3. Profil Kemiskinan Sektoral

Dilihat dari persebaran penduduk miskin menurut Desa dan Kota, data Badan Pusat Statistik 2004, menunjukkan sebanyak 24.8 juta orang atau 68.51 persen dari total penduduk miskin terdapat di daerah-daerah perdesaan, dan sisanya di perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan di Indonesia seperti halnya di negara-negara berkembang lainnya merupakan fenomena perdesaan, seperti dikemukakan antara lain oleh Killick 1981, dan Todaro dan Smith 2003. Implikasi penting dari fakta ini adalah untuk memecahkan persoalan kemiskinan tidak ada cara lain kecuali mem- 7 Sementara berdasarkan hasil Supas tahun 1995, diperkirakan sebanak 63.8 persen rumah tangga perdesaan di Jawa dan Bali tidak memiliki lahan, atau hanya memiliki lahan dengan luas kurang dari 0.25 hektar. bangun daerah perdesaan yang merupakan tempat tinggal dan sektor pertanian yang menjadi lapangan kerja utama dari kaum miskin tersebut. Data Badan Pusat Statistik tahun 2004 menunjukkan bahwa sebanyak 62.4 persen kepala rumah tangga miskin di Indonesia bekerja di sektor pertanian, 22.8 persen di sektor non pertanian, dan sisanya sebanyak 14.82 persen adalah pengangguran alias tidak bekerja. Ikhsan 2001 yang melakukan dekomposisi kemiskinan di Indonesia menurut wilayah desa-kota dan sektor ekonomi pertanian dan non pertanian, bahkan sampai pada subsektor, mengungkapkan bahwa sektor pertanian selain merupakan sektor penyumbang atau kontributor terbesar terhadap poverty incidence,yaitu sebesar 67 persen pada tahun 1999, dan pada tahun 2002 meningkat menjadi sebesar 68.2 persen terhadap total poor secara agregat desa + kota dan 76.5 persen terhadap total poor di daerah rural Suryahadi, et al, 2005, juga memiliki tingkat kemiskinan yang paling tinggi dilihat dari semua ukuran kemiskinan yang ada. Poverty gap yang menggam- barkan perbedaan antara pendapatan rata-rata kelompok miskin dengan garis kemis- kinan, dan squared poverty gap yang menggambarkan intensitas atau keparahan kemiskinan, di sektor pertanian juga tergolong tinggi, dimana kedua ukuran kemis- kinan tersebut dua lebih tinggi dibandingkan dengan poverty gap dan squared poverty gap sektor non pertanian. Gambaran ini mempunyai implikasi kebijakan yang sangat luas, yaitu 1 sektor pertanian masih memerlukan perhatian dan prioritas utama, 2 alokasi anggaran untuk mengatasi kemiskinan tetap harus mendapatkan prioritas mengingat besarnya kedalaman kemiskinan di daerah perdesaan dan pertanian, dan 3 tingginya intensitas kemiskinan akan membuat program anti kemiskinan di sektor pertanian mesti didesain lebih hati-hati mengingat heterogenitas dalam faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan tersebut. Apabila status pekerjaan dipilah ke dalam sektor formal dan informal, maka dapat diketahui bahwa sebanyak 67.74 persen kepala rumahtangga miskin adalah terdapat di sektor informal, 17.44 persen di sektor formal, dan sisanya sebanyak 14.82 persen adalah pengangguran. Fakta ini menunjukkan bahwa usaha mikro, kecil dan menengah UMKM yang sebagian besar merupakan usaha informal memiliki peranan yang amat penting dalam pemecahan masalah kemiskinan di Indonesia. Dilihat dari tingkat pendidikan, sebanyak 47.97 persen penduduk miskin di Indonesia hanya berpendidikan tamat SD ke bawah. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya kualitas sumberdaya manusia merupakan aspek lain dari kemiskinan yang perlu mendapatkan perhatian. Oleh karena itu, dalam menelaah profil kemiskinan seharusnya juga menelaah tentang kualitas hidup penduduk miskin yang berkaitan dengan status kesehatan dan tingkat pendidikan serta seberapa jauh mereka mem- peroleh akses pada pelayanan kesehatan dasar, pendidikan dasar, air bersih dan sanitasi Imawan, 2004.

VI. KERAGAAN MODEL DAN PEMBAHASAN

Dalam bagian VI ini akan dikemukakan hasil estimasi parameter dari model transfer fiskal dan kemiskinan Indonesia yang telah dikemukakan dalam bagian IV sebelumnya beserta pembahasannya. Hasil estimasi model transfer fiskal dan kemiskinan Indonesia ini menun- jukkan sebanyak 10 persamaan memiliki koefisien determinasi adj. R 2 di atas 0.50, dan 10 persamaan lainnya memiliki nilai adjusted R 2 lebih kecil dari 0.50. Sebagian besar peubah penjelas explanatory variables yang digunakan memiliki pengaruh yang nyata terhadap peubah endogen, dan pada umumnya juga memiliki tanda yang sesuai dengan teori atau hipotesis yang dikemukakan. Ada beberapa peubah penjela s yang tandanya tidak sesuai dengan teori atau hipotesis, namun pengaruhnya tidak nyata secara statistik. Signifikan atau tidaknya pengaruh peubah penjelas secara individual terhadap peubah endogennya, diuji dengan menggunakan uji t pada taraf nyata รก tertentu. Dalam studi ini taraf nyata yang digunakan adalah 15 persen, 10 persen, 5 persen, dan 1 persen. Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh secara bersama- sama dari peubah penjelas terhadap peubah endogen, dilakukan pengujian dengan menggunakan uji F pada taraf nyata 10 persen. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa nilai uji F pada umumnya tinggi dan yang paling kecil adalah 2.208, yang menunjukkan bahwa peubah penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata secara statistik terhadap peubah endogennya pada taraf nyata 10 persen lihat Lampiran 4.