Simulasi Model Prosedur Estimasi Model

∑ − − = − − 2 2 1 a t p t a p M Y Y N Y Y U ∑ − − = 2 2 1 a t p t a p S Y Y N U σ σ ∑ − − = 2 1 1 2 a t p t a p C Y Y N U σ σ ρ dimana U M adalah proporsi bias yang menjelaskan seberapa jauh rata-rata nilai prediksi menyimpang dari rata-rata nilai aktual dan nilai U M yang diharapkan adalah yang mendekati nol; U S adalah proporsi varians yang menjelaskan seberapa jauh variasi nilai prediksi menyimpang dari nilai variasi nilai aktual, dan nilai U S yang diharapkan adalah yang mendekati nol. Sedangkan U C adalah proporsi kovarians yang mengukur kesalahan peramalan yang tidak sistematis unsystematic error. Distribusi ketimpangan U yang ideal atas ketiga sumber tersebut adalah UM = US = 0dan UC = 1 Pyndick dan Rubinfeld,1991. Apabila persamaan 32 dibagi dengan sisi kirinya, maka akan diperoleh 1 = U M + U S + U C .

4.3.4. Simulasi Model

Simulasi pada dasarnya merupakan solusi matematis mathematical solution dari suatu kumpulan berbagai persamaan secara simultan. Simulasi model dengan demikian menunjuk kepada sekumpulan persamaan set of equations tersebut. Simulasi model dilakukan dengan berbagai alasan, misalnya untuk pengujian dan evaluasi model, analisis kebijakan historis dan untuk peramalan Pindyck dan Rubinfeld, 1991. Dalam studi, simulasi terutama ditujukan untuk keperluan analisis kebijakan historis historical policy analysis. Analisis simulasi kebijakan yang dimaksudkan untuk melihat dampak transfer fiskal terhadap kemiskinan di Indonesia. Berbagai skenario kebijakan transfer fiskal dilakukan baik secara parsial maupun kombinasi, dan terdiri atas 7 skenario sebagai berikut : 1. Menaikkan bagian bagi hasil pajak BHPJK sebesar 10 persen 2. Menaikkan bagian bagi hasil bukan pajak BHBPJK sebesar 10 persen 3. Menaikkan dana alokasi umum DAUK sebesar 1.25 persen 4. Menaikkan bagian bagi hasil pajak BHPJK dan bagian bagi hasil bukan pajak BHBPJK secara serentak dengan besaran masing-masing sebesar 10 persen. 5. Menaikkan bagian bagi hasil pajak BHPJK dan DAUK secara serentak dengan besaran masing-masing 10 persen dan 1.25 persen. 6. Menaikkan bagian bagi hasil bukan pajak BHBPJK dan DAUK secara serentak dengan besaran masing-masing 10 persen dan 1.25 persen. 7. Menaikkan bagian bagi hasil pajak BHPJK, bagian bagi hasil bukan pajak BHBPJK dan DAUK secara serentak dengan besaran masing-masing 10 persen, 10 persen dan 1.25 persen. Adapun yang menjadi pertimbangan mengapa menggunakan kenaikan sebesar 10 persen untuk bagi hasil pajak BHPJK dan bukan pajak BHBPJK, bertitik tolak dari pengalaman dimana dalam 4 tahun terakhir ini kedua peubah tersebut mengalami kenaikan rata-rata sebesar 10 persen per tahun. Sedangkan penggunaan angka 1.25 persen untuk dana alokasi umum DAUK lebih didasarkan atas perimbangannya dengan jumlah dari bagi hasil pajak dan bukan pajak, dimana rata-rata dana alokasi umum DAUK adalah sekitar 8 kali rata-rata bagi hasil pajak BHPJK atau rata-rata bagi hasil bukan pajak BHBPJK.

4.4. Data dan Sumber