Peubah Par. Dugaan
Prob |T| Elastisitas Nama Peubah
Adj.R
2
Intercept 15191
0.2273 -
Intercept PADK
0.306028 0.1744
0.1126 Peneriman Asli Daerah
BHPJK 0.623783
0.0397 0.1757
Bagi Hasil Pajak BHBPJK 0.693151
0.0001 0.1908
Bagi Hasil Bukan Pajak DAUK
0.155524 0.0001
0.3696 Dana Alokasi Umum
AREA 0.188256
0.0926 0.0595
Pegawai Negeri Sipil DDF
9889.211279 0.4104
- Dummy Desent. Fiskal
0.9358
Sementara untuk pengeluaran pembangunan sektor non pertanian PEPBNA, hasil estimasi yang dilakukan menunjukkan bahwa hampir semua peubah penjelas,
kecuali peubah dummy desentralisasi fiskal DDF, memiliki pengaruh yang nyata terhadap pengeluaran pembangunan sektor non pertanian tersebut. Namun demikian,
pengeluaran pembangunan sektor non pertanian tersebut ternyata juga tidak memiliki hubungan yang elastis dengan peubah-peubah penjelasnya.
Peubah penjelas dalam persamaan pengeluaran pembangunan sektor non per- tanian ini secara bersama-sama mampu menjelaskan 93.78 persen variasi yang terjadi
dalam pengeluaran pembangunan sektor non pertanian tersebut. Seperti halnya dengan penerimaan daerah, berbagai jenis pengeluaran daerah
seperti pengeluaran rutin PERTK, pengeluaran pembangunan sektor pertanian PEPBA, dan pengeluaran pembangunan sektor non pertanian PEPBNA, ternyata
cenderung meningkat setelah pelaksanaan desentralisasi fiskal. Hal ini tercermin dari tanda koefisien parameter dugaan peubah dummy desentralisasi fiskal DDF yang
positif.
6.2. Keragaan Blok Output
Hasil estimasi model yang dilakukan menunjukkan bahwa hanya peubah penyerapan tenaga kerja sektor pertanian TKA yang memiliki pengaruh nyata ter-
hadap produk domestik regional bruto sektor pertanian PDRBA. Namun demikian,
PDRBA tidak memiliki hubungan yang elastis dengan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, hal mana tercermin dari nilai koefisien elastisitas yang lebih kecil daripada
satu, yaitu 0.8590. Sedangkan pengeluaran pembangunan untuk sektor pertanian PEPBA tidak berpengaruh nyata terhadap PDRB sektor pertanian, namun tandanya
positif lihat Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Estimasi Parameter Persamaan PDRB
Persamaan PDRB Sektor Pertanian PDRBA Peubah
Par. Dugaan Prob |T|
Elastisitas Nama Peubah Adj.R
2
Intercept 164721
0.4040 -
Intercept TKA
1.499616 0.0001
0.8590 Penyerapan TK Sekt. Pert
PEPBA 13.253858
0.2500 0.0579
Pengel. Pemb. Sekt. Pert. DDF
125366 0.6297
- Dummy Desent. Fiskal
0.8454
Persamaan PDRB Sektor Non Pertani an PDRBNA Peubah
Par. Dugaan Prob |T|
Elastisitas Nama Peubah Adj.R
2
Intercept 357020
0.4929 -
Intercept TKNA
4.023543 0.0001
0.7479 Penyerapan TK Sektor
Non Pertanian PEPBNA
7.966116 0.0001
0.2035 Pengel. Pemb. Sektor Non
Pertanian DDF
184338 0.8033
- Dummy Desent. Fiskal
0.9321
Ada berbagai kemungkinan penyebab mengapa peubah pengeluaran pem- bangunan sektor pertanian tidak berpengaruh nyata terhadap PDRB sektor pertanian.
Pertama, adalah karena sebagian besar dari dana pembangunan untuk sektor pertanian
dialokasikan langsung oleh pemerintah pusat melalui APBN, dimana pemerintah daerah dalam banyak hal tidak terlibat langsung. Hal ini dapat menyebabkan terjadi-
nya inefisiensi dalam alokasi dana pembangunan untuk pembangunan sektor perta- nian tersebut Tambunan dan Isdiyoso, 1999. Kedua, adalah karena dana yang dialo-
kasikan untuk pembangunan sektor pertanian memang jumlahnya kecil sehingga dampak yang ditimbulkannya terhadap output atau PDRB sektor pertanian juga
menjadi tidak terlalu berarti
8
. Ketiga, adalah kemungkinan besar faktor time-lag ikut berperan di dalamnya. Artinya, pengeluaran pembangunan di sektor pertanian terse-
but, baru memiliki dampak terhadap output setelah beberapa tahun kemudian. Dilihat dari proporsi anggaran pembangunan yang dialokasikan untuk sektor
pertanian dalam APBN, terutama sejak Pelita III hingga tahun anggaran 19992000, dimana terus menurun dari 20.83 persen akhir Pelita II menjadi hanya 5.25 persen
pada tahun anggaran 19992000, membuktikan bahwa dalam kebijakan pemba- ngunan ekonomi Indonesia telah terjadi apa yang oleh Lipton 1977 istilahkan
sebagai kebijakan yang bias kota urban bias policy. Ironis memang mengingat sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena menampung sebagian
besar dari angkatan kerja terutama yang tinggal di daerah perdesaan. Kenyataan ini sekaligus juga menunjukkan adanya inkonsistensi dalam implementasi kebijakan
pembangunan ekonomi nasional selama ini. Bukanlah sejak awal GBHN telah meng- gariskan bahwa sektor pertanian merupakan prioritas utama pembangunan di bidang
ekonomi ? Lalu mengapa sektor pertanian tersebut terabaikan ? Nampaknya, kebijakan pembangunan yang cenderung bias urban urban bias
policy , bukan hanya monopoli Indonesia, akan tetapi juga dialami oleh banyak
negara berkembang di dunia. Hal ini antara lain tersirat dalam pernyataan Todaro dan Smith 2003, yang menyatakan :
8
Sekedar sebagai gambaran, selama kurun waktu Pelita VI 19931994-19981999, share rata-rata pengeluaran pembangunan sektor pertanian terhadap total pengeluaran pembangunan dalam
APBN hanya sebesar 5.79 persen per tahun, dan selama kurun waktu 2000 - 2002 sebesar 4.47persen per tahun. Sedangkan dalam APBD I dan II, untuk kurun waktu penelitian ini 19992000 - 2002,
share pengeluaran pembangunan sektor pertanian terhadap total pengeluaran pembangunan rata-rata hanya sebesar 4.39 persen APBD I dan 4.80 persen APBD II. Adapun share pengeluaran pemba-
ngunan untuk sektor pertanian kabupatenkota terhadap total pengeluaran pembangunan pertanian secara nasional pada tahun 2002 adalah sebesar 12.75 persen, dan itu yang menjadi fokus perhatian
dalam penelitian. Sedangkan yang 87.25 persen lainnya tidak menjadi perhatian studi ini.
It is interesting to note in the light of the rural concentration of absolute poverty that the largest share of most LDC government expenditures over the
past quarter century has been directed toward the urban area and, within that area, toward the relatively affluent modern manufacturing and
commercial sectors. Whether in the realm of directly productive economic investments or in the fields of education, health, housing, and other social
services, this urban modern-sector bias in government expenditures is at the core of many of the development problems.
Selain itu, kedua penulis tersebut juga menegaskan bahwa : A major reason for the relatively poor performance of Third World
agriculture has been the neglect of this sector in the development priorities of their governments. This neglect of agriculture and the
accompanying bias toward investment in the urban industrial economy can in turn be traced largely to misplaced emphasis on rapid
industrialization via import substitution and exchange-rate over- valuation
. Lebih jauh, mereka mengatakan bahwa :
If development is to take and become self -sustaining, it will have to start in the rural areas in general and the agricultral sector in particular. The core
problems of widespread poverty, growing inequality, rapid population growth, and rising unemployment all find their origins in the stagnation and
often retrogression of economic life in rural areas
.
We need only point out here that in view of the disproportionate numbers of the very poor who reside
in rural areas, any policy designed to alleviate poverty must necessarily be directed to a large extent toward rural development in general and the
agricultural sector in particular.
Kebijakan pembangunan pertanian yang tepat merupakan strategi yang
penting untuk memberantas kemiskinan karena sebagian besar penduduk miskin tinggal di daerah perdesaan dan mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian
Todaro dan Smith, 2003. Singkatnya, peningkatan pengeluaran pembangunan untuk sektor pertanian
adalah merupakan hal yang sangat penting, sebab sektor pertanian merupakan sektor yang menampung sebagian besar angkatan kerja perdesaan di negara-negara sedang
berkembang, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan oleh Fan et al 1999 untuk kasus Perdesaan India, Fan, et al 2000 untuk kasus Perdesaan China, Fan dan Rao
2003 di 43 negara sedang berkembang di Afrika, Asia dan Amerika Latin, 1980- 1998, Fan, et al 2004a untuk kasus Thailand, Fan, et al 2004b untuk kasus
Uganda, dan Yudhoyono 2004 untuk kasus Indonesia, semuanya menunjukkan pen- tingnya pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian. Studi-studi di berbagai
negara, terutama di India, China, Uganda dan Thailand, menunjukkan bahwa penge- luaran pemerintah pada investasi yang meningkatkan produktifitas productivity-
enhancing investment seperti R D dan irigasi untuk sektor pertanian; infrastruktur
perdesaan seperti jalan dan listrik; pembangunan perdesaan, yang secara langsung diarahkan pada kaum miskin perdesaan, semuanya menyumbang pada penurunan
kemiskinan di perdesaan rural poverty, dan juga menyumbang pada peningkatan produktifitas pertanian. Namun, diantara berbagai pengeluaran pemerintah tersebut,
pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur jalan dan R D adalah yang paling berpengaruh terhadap penurunan kemiskinan dan pertumbuhan produktifitas di sektor
pertanian. Studi yang dilakukan oleh Fan dan Rao 2003 tersebut di atas mengung-
kapkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sektor pertanian mem- punyai pengaruh yang nyata terhadap PDB sektor pertanian tersebut, terutama untuk
negara-negara Afrika dan Asia. Adapun persamaan untuk produk domestik regional bruto sektor non perta-
nian PDRBNA, hasil estimasi menunjukkan bahwa peubah penyerapan tenaga kerja di sektor non pertanian TKNA dan pengeluaran pembangunan daerah untuk sektor
non pertanian PEPBK keduanya memiliki pengaruh yang nyata secara statistik. Namun, peubah PDRBNA ternyata tidak responsif atau elastis terhadap perubahan
yang terjadi pada kedua peubah penjelas tersebut. Koefisien elastisitas PDRB non pertanian dengan penyerapan tenaga sektor non pertanian dan dengan pengeluaran
pembanguna n sektor non pertanian, masing-masing hanya 0.7476 dan 0.2042, yang berarti lebih kecil daripada satu. Hal ini berarti bahwa apabila penyerapan tenaga
kerja sektor non pertanian dan pengeluaran pembangunan sektor non pertanian mengalami kenaikan masing-masing sebesar 10 persen, maka akan menyebabkan
PDRB sektor non pertanian mengalami kenaikan berturut-turut sebesar 7.48 persen dan 2,04 persen.
Peubah dummy desentralisasi fiskal DDF tidak berpengaruh nyata, baik terhadap pengeluaran pembangunan sektor pertanian maupun terhadap pengeluaran
pembangunan sektor non pertanian. Namun demikian, memiliki tanda yang positif, yang menunjukkan bahwa setelah kebijakan desentralisasi fiskal diterapkan, penge-
luaran pembangunan di kedua sektor tersebut cenderung menj adi lebih besar atau meningkat.
6.3. Keragaan Blok Tenaga Kerja