105
Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang
sah. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak
daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari bagian daerah dari pajak bumi dan
bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, serta dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana
perimbangan tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, mengingat tujuan masing-masing jenis sumber tersebut saling mengisi dan melengkapi.
2.4. Penelitian Terdahulu tentang Penerapan Model
Shift Share
Budiharsono 1996
menggunakan analisis Shift Share sebagai salah satu alat analisisnya mengenai Pertumbuhan Ekonomi antar Daerah di Indonesia
Tahun 1969-1987. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa selama kurun waktu tersebut terdapat kecenderungan pertumbuhan ekonomi propinsi-propinsi di
kawasan barat Indonesia lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan di kawasan timur Indonesia. Rendahnya pertumbuhan propinsi-propinsi di KTI
disebabkan oleh rendahnya kualitas dan kuantitas sumberdaya manusianya. Selain itu juga disebabkan oleh rendahnya permintaan domestik terhadap barang dan
jasa. Hal ini karena tingkat pendapatan perkapita masyarakat yang rendah.
106
Dalam penelitian yang berjudul Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ogan Komering Ulu Sebelum dan pada Masa Otonomi Daerah dengan menggunakan
Analisis Shift Share, Zulparina 2004 menyatakan bahwa sebelum otonomi daerah, pertumbuhan aktual Kabupaten Ogan Komering Ulu OKU cenderung menurun
yaitu sebesar Rp. 33.950 juta -2,69 persen. Begitu juga dengan pertumbuhan regional yang mengalami penurunan sebesar Rp. 176.010,02 juta -13,93 persen.
Sedangkan pada masa otonomi daerah, pertumbuhan aktual Kabupaten OKU dan regional bernilai positif, yaitu sebesar Rp. 173.511 juta 13,45 persen dan Rp.
144.133,92 juta 11,17 persen. Sehingga selisih antara kedua nilai tersebut yang merupakan pertumbuhan bersih Kabupaten OKU memberikan nilai positif baik
sebelum maupun pada masa otonomi daerah yaitu sebesar Rp. 142.060,02 juta 11,24 persen dan sebesar Rp. 29.377,07 juta 2,27 persen. Ini berarti pertumbuhan
Kabupaten OKU termasuk kedalam wilayah yang pertumbuhannya cepat. Setiawan 2004 melakukan penelitian mengenai Analisis Pertumbuhan
Antar Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara Periode 1993-2002 dengan menggunakan analisis Shift Share terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara. Hasil
analisis komponen pertumbuhan menunjukkan pada kurun waktu 1993-1997, Kota Medan merupakan daerah yang mempunyai pertumbuhan regional yang
paling besar dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara sedangkan yang paling kecil adalah Kota Sibolga. Berdasarkan laju pertumbuhan, yang paling
cepat adalah Kota Pematang Siantar dan yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat. Daerah yang mempunyai daya saing yang paling baik adalah kota
Sibolga dan yang paling rendah adalah Kabupaten Langkat. Dilihat dari
107
pertumbuhan wilayah, maka yang paling maju adalah Kota Sibolga dan yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat.
Pada kurun waktu 1998-2002, komponen pertumbuhan menunjukkan pada kurun waktu 1993-1997, Kota Medan masih merupakan daerah yang mempunyai
pertumbuhan regional yang paling besar dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara sedangkan yang paling kecil adalah Kota Sibolga. Berdasarkan laju
pertumbuhan, yang paling cepat adalah Kota Medan dan yang paling lambat adalah Kabupaten Asahan. Daerah yang mempunyai daya saing yang paling baik adalah
Kabupaten Asahan dan yang tidak berdaya saing baik adalah Kabupaten Langkat. Dilihat dari pertumbuhan wilayah, maka yang paling maju adalah Kabupaten
Asahan dan yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat. Hasil penelitian Rini 2006 terhadap pertumbuhan sektor-sektor
perekonomian 30 propinsi di Indonesia dengan menggunakan analisis shift share menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1998-2003, terdapat 16 propinsi yang
mengalami pertumbuhan ekonomi lebih besar dari pertumbuhan ekonomi nasional dengan kontribusi pertumbuhan terbesar adalah sektor listrik, gas dan air bersih serta
kontribusi pertumbuhan terkecil adalah sektor bangunan. Nilai PN menunjukkan bahwa Propinsi DKI Jakarta adalah propinsi yang mampu mempengaruhi kebijakan
pembangunan sedangkan Propinsi Maluku Utara merupakan propinsi yang kurang mampu mempengaruhi kebijakan pertumbuhan sektoral. Nilai PP menunjukkan
bahwa Propinsi Banten merupakan propinsi yang mempunyai pertumbuhan sektoral tercepat dan Propinsi Papua yang terlamban. Nilai PPW menunjukkan bahwa
108
Propinsi Jawa Barat merupakan propinsi yang berdaya saing dengan baik sedangkan Propinsi Jawa Timur tidak mampu berdaya saing dengan baik.
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa analisis Shift Share cukup efektif digunakan dalam menganalisis pertumbuhan perekonomian suatu
wilayah dalam kaitannya dengan daerah atasnya yaitu dengan melakukan perbandingan laju pertumbuhan. Penelitian sebelumnya dilakukan untuk
membandingkan pertumbuhan ekonomi sebelum dan pada masa otonomi daerah menggunakan data PDRB atas harga konstan tahun 1993. Pada penelitian ini
dilakukan penelitian pada masa otonomi daerah dan telah menggunakan data PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000.
2.5. Kerangka Pemikiran