Konsep Otonomi Daerah TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

102 berpengaruh terhadap kehidupan; perekonomian masih didominasi sektor pertanian-pedesaan dan struktur sosial politik bersifat kaku. b Tahap transisi pra take-off, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi mulai berkembang; produktivitas semakin meningkat dan industri semakin berkembang; tenaga kerja mulai beralih dari sektor pertanian ke sektor industri; pertumbuhan tinggi; kaum pedagang bermunculan; dan struktur sosial politik semakin membaik. c Tahap lepas landas, yang dicirikan oleh keadaan dimana hambatan- hambatan sosial politik umumnya dapat diatasi; tingkat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju; investasi dan pertumbuhan tetap tinggi dan mulai terjadi ekspansi perdagangan luar negeri. d Tahap dewasa maturing stage, dimana masyarakat semakin dewasa dapat menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi sepenuhnya; terjadi perubahan komposisi angkatan kerja, dimana jumlah tenaga kerja yang skilled lebih banyak dari yang unskilled; serikat-serikat dagang dan gerakan- gerakan buruh semakin maju dan berperan; pendapatan perkapita tinggi. e Tahap konsumsi massa mass consumption, yang merupakan tahap terakhir, dimana masyarakat hidup serba kecukupan, kehidupan dirasakan aman tentram; laju pertumbuhan penduduk semakin rendah.

2.3. Konsep Otonomi Daerah

Dalam UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan urusan 103 pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah bawahnya yang menjadi urusan rumah tangganya. Otonomi daerah adalah hak dan wewenang serta kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pergeseran paradigma dari sentralistik menjadi desentralistik diwujudkan dengan dikeluarkannya Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang peraturan daerah dan Undang-undang No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pemberlakuan undang-undang tersebut diharapkan akan mengubah pandangan pemerintah daerah untuk lebih efisien dan profesional dalam menentukan arah dan kebijakan pembangunan. Undang-undang tersebut memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah kabupatenkota, sehingga pemerintah daerah kabupatenkota mempunyai peluang untuk secara leluasa mengatur dan melaksanakan pembangunan berdasarkan potensi dan prakarsa daerah Hanggana, 2000. Menurut pasal 1 h UU No. 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. Berdasarkan pasal tersebut, kewenangan daerah tidak hanya terbatas pada urusan yang akan diatur dan dikelola berdasarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakatnya. Oleh karena itu, ada tiga prinsip dalam pelaksanaan otonomi daerah. 1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. 104 2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah. 3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Undang-Undang No. 22 tahun 1999 ini menjelaskan bahwa hak otonomi daerah yang diberikan kepada kabupaten atau kota ini lebih besar daripada daerah propinsi, karena secara logis dan strategis, efektivitas dan pelayanan terhadap masyarakat ada di daerah kabupaten atau kota. Hal ini berarti, jumlah atau besaran kewajiban serta wewenang dan tanggung jawab dari urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah yang menjadi isi otonomi dari rumah tangga daerah, sebaiknya diutamakan daerah kabupaten atau kota. Penyerahan urusan atau isi otonomi daerah haruslah memperhatikan kemampuan dan kesiapan dari segala unsur pada daerah kabupaten dan daerah kota tersebut. Menurut UU No 25 tahun 1999, untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. 105 Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari bagian daerah dari pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, serta dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana perimbangan tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, mengingat tujuan masing-masing jenis sumber tersebut saling mengisi dan melengkapi.

2.4. Penelitian Terdahulu tentang Penerapan Model