99
VI. PEMBAHASAN UMUM
6.1. Peran Sitokinin dalam Perbanyakan In Vitro
Perbanyakan tanaman nenas dengan teknik in vitro lebih efisien dengan menghasilkan bibit lebih banyak, cepat dan seragam dibandingkan perbanyakan
tradisonal dan modifikasinya. Perbanyakan in vitro nenas kultivar Queen klon Bogor melalui organogenesis langsung dalam media MS + 2,22-8,88 µM BAP +
1,61 µM NAA menghasilkan rata-rata 26 tunaseksplan3 bulan atau 17 576 tunaseksplan per tahun. Nenas kultivar Smooth Cayenne klon Subang dengan
menggunakan teknik etiolasi secara in vitro menghasilkan 1 296 tunaseksplan per tahun. Sementara itu dengan perbanyakan secara alami, nenas klon Bogor
menghasilkan 8-12 anakantanaman per tahun Sari, 2002; Apriyani, 2005 sedangkan nenas kultivar Smooth Cayenne menghasilkan 2-3 anakantanaman
per tahun Purseglove, 1972; Coppens d’Eeckenb rugge et al. 2001. Modifikasi teknik perbanyakan tradisional menghasilkan 15-256 bibitsucker per tahun
Selamat, 1996. Tanaman regeneran klon Bogor hasil perlakuan dengan 2,22-4,44 µM
BAP menunjukkan pertumbuhan vegetatif yang cepat dan seragam. Kualitas buah yang dihasilkan lebih baik dibandingkan buah dari tanaman di tempat
asalnya. Penggunaan TDZ dan BAP menginduksi munculnya variasi somaklonal dengan kisaran yang dapat ditoleransi yaitu berturut-turut sebesar 1,9-2,52 dan
1,82-3,17. Menurut Cote et al. 1993; Smith dan Drew 1990 variasi yang dapat ditoleransi sebesar 3-5. Variasi yang muncul adalah tanaman berdaun
variegata, tanaman roset dan tanaman kerdil. Tanaman roset dan tanaman kerdil dapat berubah menjadi tanaman normal seiring dengan bertambahnya umur
tanaman dan tanaman mampu menghasilkan buah. Tanaman variegata mampu menghasilkan buah dan rasanya tidak berubah. Tanaman regeneran dengan
morfologi normal menunjukkan kestabilan genetik berdasarkan analisis RAPD dengan primer OPG 2 dan OPE 7 dan analisis sistem enzim PER, ADH, MDH
dan EST. Tanaman variegata yang berbeda secara morfologi dengan tanaman normal menghasilkan pita monomorfik berdasarkan analisis RAPD dengan primer
OPG 2 tetapi dengan primer OPE 7 menghasilkan 33 pita polimorfik.
100 Kultivar Queen dan Smooth Cayenne menunjukkan respon yang berbeda
pada tahap induksi tunas MS0 dan media multiplikasi dengan menggunakan BAP dan TDZ. Media MS0 sesuai untuk induksi tunas nenas kultivar Queen
klon Bogor dan tidak cocok untuk kultivar Smooth Cayenne klon Subang. Perbedaan ini diduga berhubungan dengan perbedaan kandungan sitokinin dan
auksin endogen pada mata tunas aksilar mahkota bua h yaitu ZPT endogen nenas kultivar Queen lebih tinggi dibandingkan nenas kultivar Smooth Cayenne. Dalam
media induksi nenas kultivar Smooth Cayenne perlu ditambahkan sitokinin agar dapat dihasilkan tunas lebih cepat dan jumlah tunas lebih banyak
ZPT sitokinin ditambahkan dalam media agar terjadi multiplikasi tunas. Hasil penelitian menunjukkan, penambahan BAP dan TDZ meningkatkan
multiplikasi tunas dibandingkan dalam media tanpa ZPT. Hal ini disebabkan tunas yang tumbuh dalam media tanpa sitokinin diinduksi oleh sitokinin endogen
yang konsentrasinya rendah karena hanya sitokinin tipe adenin yang berikatan dengan reseptor Nielsen et al. 1995. Jenis dan konsentrasi sitokinin sangat
menentukan keberhasilan multiplikasi tunas. Pembentukan tunas secara spontan menggunakan BAP dengan konsentrasi 2,22 µM sedangkan bila menggunakan
TDZ dengan konsentrasi 4,54 x 10
-3
µM. Hasil yang sama terjadi pada induksi embriogenesis somatik kacang tanah, yaitu konsentrasi optimal TDZ 10 µM
sedangkan BAP 50 µM Victor et al. 1999, konsentrasi optimal TDZ 100 nM dalam multiplikasi tunas teh sedangkan BAP 10 µM Mondal et al. 1998.
Konsentrasi TDZ yang dibutuhkan lebih rendah karena: 1 TDZ resisten terhadap enzim sitokinin oksidase, lebih stabil dan lebih aktif Mok et al. 1987, 2 TDZ
dapat mendorong konversi ribonukleotida ke bentuk ribonukleosida yang secara biologi lebih aktif Capelle et al. 1983, 3 TDZ dapat menstimulasi sintesis
sitokinin tipe adenin endogen atau menghambat degradasi sitokinin karena TDZ resisten terhadap enzim sitokinin oksidase Thomas dan Katterman, 1986.
Walaupun TDZ lebih efektif dalam menginduksi tunas nenas klon Bogor secara spontan namun jumlah tunas yang dihasilkan lebih sedikit dan lebih lama
dibandingkan penggunaan BAP. Penambahan TDZ 4,54 x 10
-3
µM menghasilkan 5 tunaseksplan25 minggu sedangkan penambahan 4,44 µM BAP menghasilkan
26 tunaseksplan11 minggu. TDZ dengan konsentrasi 4,54 x 10
-1
µM
101 menghasilkan 36 tunaseksplan25 minggu, namun sebagian besar tunas tersebut
berasal dari regenerasi kalus nodular. Regenerasi tunas melalui kalus sering menginduksi variasi somaklonal karena kalus akan merangsang munculnya enzim
penginduksi stress dan produk sampingan khusus McClintock, 1984 dalam Skirvin et al. 1994. Jadi perbanyakan nenas klon Bogor lebih sesuai
menggunakan BAP daripada TDZ. Perbanyakan nenas kultivar Smooth Cayenne dengan menggunakan BAP
dan TDZ melalui organogenesis kurang efektif karena menginduksi pembentukan kalus nodular dan menghasilkan sedikit tunas yaitu 6-24 tunaseksplan8 bulan.
Adanya kalus nodular akan menghasilkan tunas adventif, dan menurut Karp 1989 dalam Skirvin et al. 1994 tunas adventif menunjukkan variasi yang lebih besar
dibanding tunas aksilar. Keseragaman genetik dapat dipertahankan dengan menggunakan bagian tunas aksilar sebagai eksplan dalam perbanyakan in vitro
Geoege dan Sherrington, 1984. Oleh karena itu dilakukan perbanyakan dengan teknik etiolasi. Metode teknik etiolasi dilakukan dengan 2 tahap, yaitu tahap
induksi tunas etiolasi dalam media MS0 + 5,37 µM NAA selama 10 minggu dalam ruangan gelap dan tahap multiplikasi dengan menggunakan MS0 + 17,76
µM BAP dan tahap pengakaran MS0 + 0,54 µM NAA. Dengan teknik ini dihasilkan tanaman regeneran yang diharapkan stabil karena tunas yang dihasilkan
berasal dari tunas aksilar yang ada pada buku tunas etiolasi. Rice et al. 1992, menyatakan variasi somaklonal pada meristem tunas atau mata tunas aksilar dapat
ditekan karena derajat stabilitasnya tinggi dan lebih plastis. Perbanyakan dengan teknik etiolasi menghasilkan 1 296 plantleteksplantahun. DeWald et al. 1988
memperoleh hasil plantlet yang berbeda untuk kultivar nenas berbeda yaitu kultivar PRI-67 menghasilkan 300-350 plantletmata tunas aksilar13 bulan dan
kultivar Smooth Cayenne menghasilkan 40-85 plantletmata tunas aksilar13 bulan.
Sitokinin BAP dan TDZ menghambat pembentukan akar secara spontan pada konsentrasi yang berbeda, yaitu BAP dengan konsentrasi 17,76 µM
sedangkan TDZ dengan konsentrasi 4,54 x 10
-2
µM. Akar dapat diinduksi dengan mensubkulktur ke media pengakaran yaitu MS + 0,54 µM NAA untuk yang
berasal dari BAP, sedangkan yang berasal dari TDZ sebelumnya disubkultur ke
102 media MS0 2 kali atau lebih tergantung konsentrasi TDZ yang digunakan pada
tahap induksi baru selanjutnya disubkultur ke media akar. Sitokinin bersinergi dengan auksin dalam menstimulasi pembelahan sel
dan bersifat antagonis dengan auksin dalam mengontrol inisiasi akar dalam kultur jaringan dan proses dominansi apikal Binns, 1994. Sitokinin dan auksin
sebagai modulator pembelahan sel dan diperlukan untuk mendorong pertumbuhan sel. Sitokinin akan menginduksi kompleks enzim yang berperan sebagai pusat
pengatur siklus sel. Kompleks enzim terdiri atas sub unit katalitik yang disebut cyclin-dependent kinase CDK dan subunit regulator yang disebut cyclin Stals
et al. 2000. Aktifitas kompleks enzim CDKcyclin akan mengaktifkan proses siklus pada tahap transisi antara gap 2 dan mitosis G2M. Dua titik utama
dalam siklus sel adalah transisi antara G1S dan G2M Meszaros et al. 2000. Subkultur berulang pada media mengandung TDZ menyebabkan tidak
terbentuk tunas dan hanya menginduksi kalus nodular berlebihan, kalus tersebut bila tidak disubkultur ke media MS0 akan mengalami nekrosis. Hal tersebut
disebabkan akumulasi sitokinin, dan akumulasi dihilangkan dengan melakukan subkultur ke media tanpa ZPT agar terjadi regenerasi dan multiplikasi tunas
Mondal et al. 1998. Sedangkan nekrosis disebabkan oleh adanya etilen. Sintesis etilen dapat diinduksi oleh TDZ dan luka potongan eksplan Khadafalla
dan Hattori, 2000. Pada tanaman teh yang diinduksi dengan TDZ dapat disubkultur 6 kali dalam media MS0 dan tetap terjadi multiplikasi tunas Mondal
et al. 1998. Subkultur berulang pada media mengandung BAP akan meningkatkan pembentukan tunas Nielsen et al. 1995; Mondal et al. 1998
Nielsen et al. 1995 mengajukan hipotesis mengenai model aksi sitokinin TDZ dan BAP dengan menggunakan tanaman Miscanthus X ogiformis
‘Giganteus’. Reseptor sitokinin yang disebut cytokinin-binding protein CBP mempunyai 2 situs pengikatan yaitu satu untuk sitokinin tipe adenin dan satu
untuk sitokinin tipe fenilurea. Pengikatan sitokinin tipe adenin ke CBP menginduksi pembentukan tunas Tamas, 1987 dalam Nielsen et al. 1995,
menghambat pembentukan akar dan memperpendek batang George, 1993 dalam Nielsen et al. 1995. Penambahan sitokinin eksogen akan meningkatkan efek
sitokinin karena banyak sitokinin tipe adenin yang berikatan dengan CBP.
103 Subkultur berulang pada media mengandung TDZ menurunkan tunas yang
terbentuk karena pengikatan TDZ ke CBP menyebabkan perubahan konformasi tempat pengikatan sitokinin tipe adenin sehingga sitokinin tipe adenin tidak dapat
berikatan dengan CBP efek sitokinin tertekan. Sedangkan subkultur berulang pada media mengandung BAP akan meningkatkan pembentukan tunas disebabkan
oleh meningkatnya pengikatan sitokinin tipe adenin dengan CBP.
6.2. Variasi Somaklonal pada Perbanyakan In Vitro