16 potongan buku yang mengalami etiolasi didapatkan 13-15 plantleteksplan buku
dan diperkirakan dalam setahun dihasilkan 8 x 10
4
plantlet dari satu tanaman. Perbanyakan nenas Bogor pada media MS + 1 mgl BAP menghasilkan 9 tunas
pada umur 2 bulan dan bila konsentrasi BAP ditingkatkan menjadi 2 mgl jumlah tunas menjadi 2 Imelda dan Erlyandari, 2000. Prahardini et al. 1995 dengan
menambahkan IAA, BA dan GA
3
pada media MS mendapatkan 9 tunas in vitro nenas Queen klon Blitar pada umur 5 bulan.
2.5. Zat Pengatur Tumbuh
Manipulasi sel, jaringan dan organ tanaman dalam kultur in vitro untuk tujuan perbanyakan dan modifikasi tanaman sangat bergantung pada penggunaan
zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh sitokinin sering digunakan dalam perbanyakan in vitro untuk mendapatkan multiplikasi yang tinggi. Aktifitas
berbagai hormon tanaman bergantung pada interaksinya dengan hormon tanaman lainnya. Sitokinin bersinergis dengan auksin dalam menstimulasi pembelahan sel
secara kontinue dalam kultur jaringan pith tembakau, tetapi bersifat antagonis dengan auksin dalam mengontrol inisiasi tunas dan akar dalam kultur jaringan dan
dalam proses dominansi apikal Binns, 1994. Berdasarkan struktur kimia ada 2 kelompok sitokinin yaitu turunan adenin
BAP, kinetin, zeatin dan turunan fenilurea TDZ. TDZ dan BAP mempunyai respon fisiologi yang sama yaitu berperan dalam regulasi pembelahan sel,
diferensiasi dan pertumbuhan jaringan dan organ serta biosintesis klorofil Murthy et al. 1996. Efektifitas antara BAP dan TDZ dalam menginduksi multiplikasi
tunas berbeda-beda bergantung pada jenis tanamannya. Pada tanaman anggrek Phalaenopsis konsentrasi optimal untuk menginduksi tunas adventif adalah
5-10 µ
M TDZ dan bila menggunakan BAP 40 µ
M Chen dan Piluek, 1995. Pada tanaman ubi kayu perlakuan 10 mgl BAP menghasilkan jumlah tunas per
eksplan lebih banyak dibandingkan perlakuan 10 mgl TDZ tetapi persentase eksplan membentuk tunas pada perlakuan TDZ lebih tinggi dibandingkan
perlakuan BAP Konan et al. 1997 Pengaruh penggunaan TDZ dalam perbanyakan in vitro diantaranya adalah
meningkatkan biosintesis atau akumulasi sitokinin dan auksin endogen,
17 menginduksi embrio somatik tanpa dikombinasi dengan zat pengatur tumbuh
lainnya Murthy et al. 1995, merangsang proliferasi tunas dan regenerasi organ adventif tanaman berkayu Huetteman dan Preece, 1993, meningkatkan
kecepatan proliferasi protocorm-like body PLB, menginduksi pembentukan PLB Ernst, 1994. Selain itu TDZ dapat menginduksi absisi daun kapas melalui
peningkatan etilen endogen Suttle, 1985. Penggunaan sitokinin dengan konsentrasi tinggi akan berpengaruh negatif yaitu menghambat perpanjangan
tunas dan inisiasi akar Cymbidium sinense Willd Chang dan Chang, 2000, menghasilkan tunas hiperhid rik pada tanaman ubi kayu Konan et al. 1997,
menyebabkan vitrifikasi yaitu suatu kondisi fisiologi in vitro yang menyebabkan disorganisasi seluler Ziv, 1991. Pengaruh negatif lainnya adalah menyebabkan
munculnya kalus pada bagian dasar eksplan Lakshmanan et al. 1997, pembengkakan akar dan pertumbuhan akar terhenti Fratini dan Ruiz, 2002,
produksi etilen meningkat Kevers dan Gasper, 1985.
2.6. Kestabilan Genetik dalam Perbanyakan In Vitro