Perbanyakan In Vitro TINJAUAN PUSTAKA

14 Selamat, 1996 dan 3 perbanyakan in vitro Wakasa, 1979; Zepeda dan Sagawa, 1981; Kiss et al. 1995; Teng, 1997; Prahardini et al. 1995; Imelda dan Erlyandari, 2000.

2.4. Perbanyakan In Vitro

Teknik perbanyakan in vitro adalah cara perbanyakan dengan menggunakan media buatan di bawah kondisi aseptik Rice et al. 1992. Teknik perbanyakan in vitro disebut juga perbanyakan mikro atau kultur jaringan tanaman. Menurut Ahloowalia et al. 2004 kultur jaringan tanaman adalah menumbuhkan dan memperbanyak sel, jaringan dan organ dalam media padat atau cair di bawah kondisi aseptik dan terkendali. Teknik perbanyakan in vitro mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan perbanyakan konvensional yaitu: 1 membutuhkan bahan tanam atau eksplan sedikit, 2 menghasilkan tanaman bebas patogen dalam waktu cepat dan ruangan relatif sempit, 3 menghasilkan tanaman secara klonal tanpa dipengaruhi musim atau lingkungan dan 4 kecepatan produksi dapat diatur sesuai permintaan pasar Fiorino dan Loreti, 1987. Teknik perbanyakan in vitro umumnya dilakukan melalui lima tahapan Werbrouck dan Debergh, 1994: Tahap 0 : Persiapan dan perlakuan tanaman sumber eksplan Tahap 1 : Inisiasi eskplan Tahap 2 : Multiplikasi tunas Tahap 3 : Pemanjangan, induksi akar dan perkembangan akar Tahap 4 : Aklimatisasi dan penanaman di lapangan Tahap 0 dilakukan untuk mendapatkan bahan tanam eksplan yang sehat dan kondisi fisiologisnya bagus. Pada tahap ini, tanaman sebagai sumber eksplan perlu dirawat dengan baik dan kadang-kadang perlu perlakuan khusus seperti pemangkasan, penyemprotan zat pengatur tumbuh sehingga kond isi fisiologinya lebih baik. Pada tahap inisiasi, kegiatan yang dilakukan adalah memilih bagian tanaman yang akan dijadikan eksplan, mencari prosedur sterilisasi yang efektif namun tidak mematikan eksplan, dan memilih komposisi media yang tepat. Tahap multiplikasi merupakan tahap yang penting dalam perbanyakan in vitro. Multiplikasi dilakukan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh auksin dan 15 sitokinin dalam media dan atau mensubkultur plantlet pada media yang sama atau media yang berbeda. Pada beberapa kasus, penggunaan sitokinin cukup optimal untuk multiplikasi tunas Werbrouck dan Debergh, 1994. Tahap pengakaran kadang-kadang bisa dilewati karena pada akhir tahap multiplikasi beberapa plantlet dapat menghasilkan akar sehingga bisa segera diaklimatisasi. Apabila sitokinin yang digunakan pada tahap 2 relatif tinggi, kadang-kadang tunas yang dihasilkan pendek dan sulit berakar. Agar dihasilkan tunas yang panjang dan berakar, plantlet ditransfer ke media yang berbeda. Pada tahap aklimatisasi yang perlu diperhatikan adalah pemilihan media dan kondisi lingkungan rumah kaca. Pada dasarnya ada 3 macam teknik perbanyakan mikro yaitu: 1 perbanyakan meristem adventif organogenesis, 2 embriogenesis somatik dan 3 perbanyakan tunas aksilar tunas yang sudah ada di meristem Fiorino dan Loreti, 1987; Rice et al. 1992. Pada permulaan kultur, metode perbanyakan tunas aksilar kurang efisien dibanding organogenesis atau embriogenesis, namun setelah beberapa kali subkultur maka kecepatan multiplikasi dari tunas aksilar akan meningkat pesat Fiorino dan Loreti, 1987. Metode lain yang merupakan modifikasi dari perbanyakan meristem adventif adalah teknik kultur kalus nodular. Nodular adalah kumpulan sel yang menunjukkan pola diferensiasi jaringan dan sel internal yang konsisten Teng, 1997. Nodular umumnya mempunyai kapasitas yang tinggi untuk regenerasi menjadi tanaman atau organ melalui organogenesis. Nodular juga dapat berproliferasi membentuk kalus nodular yang lebih banyak, dapat dipertahankan dalam waktu yang lama dan proses regenerasi dapat disinkronisasi sesuai kebutuhan. Nodular dapat diinduksi dari kalus atau secara langsung dari eksplan. Nodular nenas mempunyai karakter yang sama dengan kalus yaitu dapat berproliferasi membentuk nodular baru dan regenerasi menjadi tunas. Nodular baru terbentuk dari bagian nodular yang tua dan 70 dari nodular yang baru dapat membentuk tunas. Kultur nodular mempunyai potensi untuk menghasilkan plantlet yang tinggi. Kalus nodular seberat 0,4 g dapat menghasilkan lebih dari 50 tanaman dalam waktu 1 bulan sehingga dalam setahun diperkirakan dapat dihasilkan 8-10 x 10 4 plantlet dari nodular yang diinduksi dari satu tanaman. Sementara itu Kiss et al. 1995 dengan teknik etiolasi yaitu menggunakan 16 potongan buku yang mengalami etiolasi didapatkan 13-15 plantleteksplan buku dan diperkirakan dalam setahun dihasilkan 8 x 10 4 plantlet dari satu tanaman. Perbanyakan nenas Bogor pada media MS + 1 mgl BAP menghasilkan 9 tunas pada umur 2 bulan dan bila konsentrasi BAP ditingkatkan menjadi 2 mgl jumlah tunas menjadi 2 Imelda dan Erlyandari, 2000. Prahardini et al. 1995 dengan menambahkan IAA, BA dan GA 3 pada media MS mendapatkan 9 tunas in vitro nenas Queen klon Blitar pada umur 5 bulan.

2.5. Zat Pengatur Tumbuh