Antioksidan dapat menghambat setiap proses oksidasi. Tahapan proses oksidasi tersebut adalah :
1. Inisiasi
RH R + H
2. Propagasi
R + O2 ROO
ROO + RH ROOH + R 3.
Terminasi ROO + ROO ROOR + O2
ROO + R ROOR
R + R RR
Cahyadi, 2009 Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
1. Antioksidan Primer
Antioksidan primer berfungsi untuk mencegah pembentukan senyawa radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang
dampak negatifnya, sebelumnya radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh enzim superoksida dismutase SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel
dalam tubuh karena radikal bebas Kumalaningsih, 2006. 2.
Antioksidan Sekunder Antioksidan sekunder adalah senyawa yang berfungsi menangkap serta mencegah
terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder : vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin dan albumin Kumalaningsih, 2006.
3. Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier adalah senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA
pada inti sel adalah metionin sulfoksidan reduktase. Enzim-enzim yang dapat membuat perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit misalnya kanker
Kosasih et al, 2004.
2.5.1 Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan
Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu :
1. Metode DPPH 2,2-diphenyl-1-pikril-hydrazyl
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak
bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH.
Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang
gelombang 517 nm akan hilang Erawati, 2002. Metode DPPH 2,2-difenil-1 pikrilhidrazil merupakan senyawa
radikalnitrogen. DPPH akan mengambil atom hidrogen yang terdapat dalam suatu senyawa, misalnya senyawaan fenol. Mekanisme terjadinya reaksi DPPH ini
berlangsungmelalui transfer elektron. DPPH menggunakanpelarut metanol sehingga kemungkinansenyawa hidrofilik yang terekstrak dalammetanol lebih
banyak dibandingkan dalampelarut etanol. Metode DPPH ini mudahdigunakan, cepat, cukup teliti dan baik digunakan dalam pelarut organik,khususnya alkohol.
Metodeini juga sensitif untuk menguji aktivitasantioksidan dalam ekstrak tanaman. Akan tetapi, metodeDPPH kurang sensitif untuk mengukur aktivitas
antioksidan selain dari senyawaanfenol Widyastuti, 2010. Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH
dengan ekstrak selama 30 menit sehingga menghasilkan larutan ungu yang lebih memudar kemudian dilakukan pengukuran panjang gelombang pada 517 nm
Mosquera, 2007.
Gambar 2.1 Mekanisme Penghambatan Radikal DPPH Hasil dari metode DPPH umumnya dibuat dalam bentuk IC
50
Inhibitor Concentration 50, yang didefinisikan sebagai konsentrasi larutan substrat atau
sampel yang akan menyebabkan tereduksi aktivitas DPPH sebesar 50. Semakin besar aktivitas antioksidan maka nilai IC
50
akan semakin kecil. Suatu senyawa antioksidan dinyatakan baik jika nilai IC
50
-nya semakin kecil Molyneux, 2004.
2. Metode FRAP Ferric Reducing Antioxidant Power
Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode FRAP Ferric Reducing Antioxidant Power didasarkan atas kemampuan senyawa antioksidan dalam
mereduksi senyawa besiIII-tripridil-triazin menjadi besiII-tripiridil triazin pada pH 3,6. Pengukuran FRAPmemberikan urutan respon yang samadengan metode
CUPRAC. Namun hasilnyamenunjukkan aktivitas yang lebih kecildibandingkan dengan data pengujianCUPRAC ataupun DPPH. Hal ini didugakarena larutan
FRAP bersifat kurang stabilsehingga harus dibuat secara in time dan harussegera dipergunakan Widyastuti, 2010. Reaksinya sebagai berikut :
FeTPTZ
2 3+
+ AgOH FeTPTZ
2 2+
+ H
+
+ Ag=O Menurut Ou et al. 2002, pengukuranantioksidan dengan metode FRAP
dapatberjalan akurat apabila dilakukan padasenyawaan antioksidan yang bisa mereduksiFeIIITPTZ pada kodisi reaksi secaratermodinamika dan memiliki laju
reaksi yangcukup cepat. Selain itu, antioksidan yangteroksidasi dan semua produk reaksisekundernya harus tidak memiliki serapanmaksimum pada absorbansi 598
nm atauserapan FeIITPTZ Widyastuti, 2010.
3. Metode CUPRAC Cupric Ion Reducing Antioxidant Capacity
Prinsip dari uji CUPRAC Cupric Ion Reducing Antioxidant Capasity adalah pembentukan kelat oleh bis neukropin besiII menggunakan pereaksi redoks
kromogenik pada pH 7. Absorbansi dari pembentukan kelat CuI merupakan hasil reaksi redoks dengan mereduksi polifenol yang diukur pada panjang
gelombang 450 nm. Untuk spektrum CuI Ne diperoleh dengan mereaksikan asam askorbat berbagai konsentrasi reagen, pH dan waktu oksidasi pada suhu
kamar dan peningkatan suhu pada percobaan dapat berasal dari sumber lain. Reaksinya sebagai berikut :
nCuNc
2 2+
+ AROHn nCuNc
2+
+ AR=On + nH
+
Kelebihan dari metode CUPRAC adalah pereaksi yang digunakan cukup cepat bekerja, selektif, lebih stabil, mudah didapatkan dan mudah untuk diaplikasikan
Erawati, 2002.
2.6 Bakteri