Elemen yang mengandung N terlibat pada pembentukan alkaloid Elemen tanpa N Radikal Bebas

senyawa bahan alam yaitu alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin Lenny, 2006.

2.2.1 Alkaloida

Alkaloida adalah kelompok beragam dari berat molekul yang rendah, nitrogen yang mengandung komponen-komponen yang sebagian besar berasal dari asam-asam amino. Alkaloida merupakan turunan yang paling umum dari asam amino. Alkaloida pada umumnya mencakup senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida pada umumnya juga mempunyai keaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloida sering dimanfaatkan sebagai pengobatan. Secara kimia, alkaloida merupakan suatu golongan heterogen. Secara fisik, alkaloida dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau pikrat Harborne, 1987. Struktur dari alkaloid beranekaragam, dari mulai alkaloid berstrukur sederhana sampai yang rumit. Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa sebaiknya ditinjau dari segi biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi, misalnya solanin, alkaloid-alkaloid kentang dan Solanum tuberosum. Banyak sekali alkaloid yang khas pada suatu tumbuhan atau beberapa tumbuhan sekerabat, sehingga nama alkaloid sering diturunkan dari sumber tumbuhan penghasilnya. Misalnya alkaloid atropa atau alkaloid tropana, dan sebagainya Rustaman, 2006. Akaloid tanaman diturunkan saat ini digunakan secara klinis termasuk analgesik, agen anti-neoplastik, relaksan otot, antivirus, sitotoksik, antinosiseptik, antikolinergik, antiinflamasi dan aktivitas pengikatan DNA dan beberapa dari alkaloid juga telah digunakan dalam pengobatan penyakit, miastenia gravis dan miopati Seifu, D et al, 2002. Alkaloid dikelompokkan atas 3 bagian sebagai berikut :

a. Elemen yang mengandung N terlibat pada pembentukan alkaloid

Lebih dari dua puluh asama amino yang sering ditemukan sebagai elemen N dari alkaloid, antara lain: prolina, histidina, fenilalanina, tirosin = hidroksi fenilalanina dan triptofan. Asam amino alifatik termasuk lisin, juga termasuk pada pembentukan alkaloid.

b. Elemen tanpa N

Pada umumnya terdapat kemiripan elemen tanpa N dari alkaloid senyawa kimia tanaman tanpa N seperti inti C1 gugus metil, inti C2 elemen asetat, inti C5 isoprena, kebanyakan sebagai dimer “monoterpenoida” dan senyawa aromatik tipe fenilpropana tipe asam sinamat benzoat C6-C1. Dua pengamatan memerlukan uraian khusus, yaitu pertama, suatu jenis hubungan antara elemen tanpa N dan elemen dengan N dari alkaloid, kemudian variasi khusus komponen monoterpenoida pada keluarga alkaloid tertentu.

c. Reaksi yang mungkin memegang peranan penting pada biosintesis

alkaloid Sangat sedikit yang sudah diketahui tentang mekanisme yang tepat untuk mengikatkan elemen-elemen menjadi alkaloida menggunakan enzim. Pengamatan pembanding suatu alkaloida dalam pembentukannya, demikian pula analogi reaksi-reaksinya yang penting dalam metabolisme primer tanaman, memberikan dugaan yang masuk akal, tentang jenis reaksi yang dapat mengaitkan elemen sederhana menjadi alkaloid yang rumit Sirait, 2006.

2.2.2 Flavonoida

Flavonoida adalah kelompok polifenol yang secara luas didistribusikan ke seluruh bagian kerajaan tumbuhan. Flavonoid memiliki banyak toksisitas rendah pada mamalia. Flavonoid menunjukkan beberapa efek biologis seperti anti- inflamasi, anti-hepatotoksik dan anti-ulkus. Flavonoid juga menghambat enzim seperrti reduktase aldosa dan oksidasi xantin. Banyak memiliki aktivitas antivirus dan beberapa dari flavonoid memiliki perlindungan terhadap mortalitas kardiovaskular. Flavonoid telah terbukti menghambat pertumbuhan berbagai jalur sel kanker in vitro dan mengurangi perkembangan tumor pada hewan percobaan Seifu, D, et all, 2002. Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C 15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Cincin A memiliki karateristik bentuk hidroksilasi phloroglusinol atau resorsinol, dan cincin B biasanya 4-,3,4-, atau 3,4,5-terhidroksilasi Sastrohamidjojo, 1996. Senyawa ini dapat diekstraksi dengan etanol 70 dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoida berupa senyawa fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak Harborne, 1987. Flavonoida pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga Robinson, 1995. Adapun fungsi flavonoida dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulat pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi bekerja sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak Sirait, 2007. Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan. Beberapa flavonoid menghambat fosfodiesterase. Flavonoid lain menghambat aldoreduktase, monoamina oksidase, protein kinase, balik transkriptase, DNA polimerase dan lipooksigenase. Penghambatan lipooksigenase dapat menimbulkan pengaruh lebih luas karena lipooksigenase merupakan langkah pertama pada jalur yang menuju ke hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan. Memang, karena flavonoid sering merupakan senyawa pereduksi yang baik, mereka menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun nonenzim. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dan dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak Robinson. 1995.

2.2.3 Terpenoid

Bentuk terpen diubah ke molekul hidrokarbon, sedangkan terpenoid mengacu pada terpen yang telah dimodifikasi, misalnya dengan penambahan oksigen. Terpen atau isoprenoidnya adalah salah satu kelas yang paling beragam dari metabolit sekunder yang berperan fungsional pada berbagai tanaman seperti hormon giberelin, asam absisat, pigmen-pigmen fotosintesis pitol, karetonoid, pembawa elektron ubikuinon, plastokuinon, mediator perakitan polisakarida polifrenil fosfat, dan komponen struktural membran pitosterol Seifu, D, et al, 2002. Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis, terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan. Terpenoid ditemui tidak saja pada tumbuhan tingkat tinggi namun juga pada terumbu karang dan mikroba. Struktur terpenoid dibangun oleh molekul isoprena, CH 2 =CCH 3 -CH=CH 2 , kerangka terpenoid terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprena C5. Terpenoid yang disebut juga isoprenoid, diklasifikasikan atas jumlah unit isoprena yang membangunnya, dengan demikian ada yang terdiri atas dua C10, tiga C 15 , empat C20, enam C30, atau delapan C40 isoprena. Terpenoid dapat juga dikelompokkan menjadi monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen dan tetraterpen. Senyawa terpenoid berkisar dari senyawa volatil, yaitu komponen minyak atsiri, yang merupakan mono dan seskuiterpen C10 dan C15, senyawa yang kurang volatil, yakni diterpen C20, sampai senyawa nonvolatil seperti triterpenoid dan sterol C30 seperti karatenoid Sirait, 2007. Berbagai macam aktivitas fisiologi yang menarik ditunjukkan oleh beberapa triterpenoid, dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penyakit termasuk diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Beberapa senyawa mungkin mempunyai nilai ekologi bagi tumbuhan yang mengandungnya karena senyawa ini bekerja sebagai antifungus, insektisida atau antipemangsa. Akan tetapi senyawa lain menstimulasi serangga bertelur. Beberapa senyawa menunjukkan aktivitas antibakteri atau antivirus Robinson. 1995.

2.2.4 Saponin

Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun bahasa Latin sapo berarti sabun. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba juga. Pada beberapa tahun terakhir ini saponin tertentu menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik dan digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan. Penyebaran saponin dalam tumbuhan ditinjau dalam Robinson, 1995.

2.2.5 Tanin

Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat digunakan tumbuhan untuk melindungi dari seragam bakteri dan cendawan Salisbury, 1995. Tanin tersebar luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat Rustaman, 2006. Secara kimiawi tanin merupakan senyawa kompleks, biasanya merupakan campuran polifenol yang sulit dipisahkan karena tidak mengkristal. Apabila tanin direaksikan dengan air akan membentuk larutan koloid yang memberikan reaksi asam dan reaksi yang tajam Harborne, 1996. Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis Hagerman, 2002.

2.3 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati dan simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yangtersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan atau hewan dengan menggunakan penyari tertentu Depkes RI, 2000. Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstraksi dengan senyawa pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, begitu juga sebaliknya. Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selekstivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga Harborne, 1987. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

A. Cara Dingin

1. Maserasi Maserasi berasal dari kata macerace yang artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya Depkes, 2000. Keuntungan dari metode maserasi adalah prosedur dan peralatannya sederhana, sedangkan kerugiannya adalah pelarut yang digunakan lebih banyak Agoes, 2007. 2. Perkolasi Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan Harborne, 1987.

B. Cara Panas

1. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet, setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulang- ulang Depkes, 2000. 2. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu Depkes, 2000. 3. Infudasi Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 o C selama waktu tertentu 15-20 menit Depkes RI, 2000. 4. Dekoktasi Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama 30 menit dan temperatur sampai titik didih air Depkes RI, 2000.

2.4 Radikal Bebas

Menurut Soematmaji 1998, yang dimaksud radikal bebas free radical adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lemak, bahkan DNA sel dan menginisiasi timbulnya penyakit degeneratif Leong dan Shui, 2001. Keseimbangan antara kandungan antioksidan dan radikal bebas di dalam tubuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan tubuh. Apabila jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan antioksidan endogen jumlahnya tetap, maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan. Akibatnya radikal bebas akan bereaksi dengan komponen-komponen sel dan akan menimbulkan kerusakan sel Arnelia, 2002. Secara umum sumber radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu endogen dan eksogen. Radikal bebas endogen dapat terbentuk melalui autoksidasi, oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transfor elektron di mitokondria dan oksidasi ion-ion ologam transisi. Sedangkan radikal bebas eksogen berasal dari luar sistem tubuh, misalnya sinar UV. Di samping itu, radikal bebas eksogen dapat berasal dari aktifitas lingkungan Rohhmatusolihat, 2009.

2.5 Antioksidan

Dokumen yang terkait

Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus Parasiticus (L.) Merr.)

2 31 92

Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus Parasiticus (L.) Merr.)

0 0 13

Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus Parasiticus (L.) Merr.)

0 0 2

Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus Parasiticus (L.) Merr.)

0 2 5

Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus Parasiticus (L.) Merr.)

0 1 28

Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus Parasiticus (L.) Merr.) Chapter III V

0 0 32

Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus Parasiticus (L.) Merr.)

1 4 6

Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Benalu Kopi (Loranthus Parasiticus (L.) Merr.)

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Benalu Kakao (Dendropthoe pentandra (L.) Miq.) - Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat Dan N-Heksana Daun Benalu Kakao(Dendrophthoe Pentandra (L.) Miq.)

0 0 28

UJI SKRINING FITOKIMIA, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL, ETIL ASETAT DAN n-HEKSANA DAUN BENALU KAKAO (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) SKRIPSI CHRISYANTI ELISTA SIAHAAN

0 0 15