195
saudara-saudara RG membuat anggota keluarga enggan untuk merawat RG bila RG berada di rumah.
3. Kesiapan keluarga SH
Keluarga SH tidak mengetahui saat pertama kali SH sakit. Namun keluarga mengetahui bila orang sakit maka rumah sakit alternatif pengobatan. Keluarga
membawa SH untuk berobat ke rumah sakit dan SH di rujuk untuk menjalani rawat inap di Rumah sakit Jiwa. Keluarga akan membbawa pulang bila kondisi
SH telah membaik. Setelah mengetahui bahwa SH mengalami gangguan jiwa keluarga
mengalami kebingungan bagaimana cara memperlakukan SH saat SH berada di rumah. Memilki anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa merupakan
pengalaman yang baru bagi keluarga SH. Di keluarga SH sebelumnya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
Namun motivasi keluarga untuk menyembuhkan SH mendorong keluarga untuk mencari bantuan agar SH dapat kembali norma dan nilail. Keluarga
memberikan pengobatan terbaik bagi SH. Setiap kali kambuh keluarga membawa SH ke Rumah Sakit Jiwa untuk menjalani rawat inap dan keluarga mematuhi
segala yang diinstruksikan oleh dokter. Keluarga terus mengingatkan SH untuk minum obat dan mengantar kontrol ke rumah sakit setiap kali obat SH habis.
Motivasi untuk menyembuhkan SH membuat keluarga optimis akan masa depan SH, meski SH telah berkali-kali menjalani rawat inap. Melihat kondisi SH
yang membaik bila berada di rumah sakit menjadikan keluarga optimis SH akan sembuh.
196
Bagi keluarga SH, lingkungan menjadi peranan penting bagi kesembuhan SH. Keluarga SH menganggap lingkungan Rumah Sakit Jiwa merupakan
lingkungan yang paling kondusif untuk menyembuhkan pasien. Hal ini dibuktikan dengan kondisi SH selalu membaik meski keluarga SH mengetahui SH masih
tetap kambuh meski berada di Rumah Sakit Jiwa. Penilaian keluarga SH terbentuk berdasarkan pengalaman yang telah
diperoleh keluarga selama keluarga memberikan pengobatan pada SH. Pengalaman keluarga SH selama memberikan pengobatan pada SH mendorong
keluarga Untuk bertindak dengan tindakan yang tepat sesuai dengan pengalaman yang diperoleh keluarga SH sebelumnya. Pengalaman keluarga, SH selalu
membaik ketika berada di rumah sakit mendorong keluarga selalu membawa SH ke rumah sakit apa bila SH kambuh.
Pengalaman baru diperoleh SH, keluarga dan istri SH ketika SH menikah. Istri SH melanjutkan perawatan yang diberikan oleh keluarga SH sebelumnya
yakni perawatan medis. Kondisi SH mengalami perubahan setelah bercerai dengan istrinya. Saat SH bercerai dengan istrinya kondisi saudara SH telah
berubah. Saudara SH telah memilki keluarga sendiri dan orang tua SH tidak lagi mampu merawat Sholeh.
Kondisi yang telah berbeda dari sebelumnya membuat perlakuan keluarga SH menjadi berubah. Pada perawatan sebelumnya keluarga SH begitu
memperhatikan pola minum obat, pada saat sekarang keluarga tidak dapat lagi mengontrol perilaku minum obat SH. Kondisi ini mempengaruhi gangguan jiwa
yang diderita SH. Keluarga mulai tidak mengikuti perkembangan SH. Kondisi ini
197
menimbulkan kekacauan dalam perawatan yang dijalani oleh SH dan sebagai dampaknya SH menjadi semakin sering kambuh. Keluarga mulai merasa tidak
bisa mengontrol perilaku SH dan keluarga tidak bisa membagi waktu antara keluarga sendiri dan memperhatikan Sholeh.
Ketidakpahaman keluarga SH sebagai bagian dari treatmen membuat keluarga merasa membutuhkan orang lain untuk mengawasi SH, seperti pembantu
khusus bagi penderita gangguan jiwa. Sikap keluarga yang over protectif ini justru menurut dokter dapat memicu kekambuhan SH. Pengalaman frekuensi
kekambuhan SH ini membuat gangguan jiwa yang dialami SH menjadi semakin parah dan SH menjadi semakin rentan untuk kambuh bila ada pencetus yang
memicunya kekambuhan . Sikap over protectif keluarga ditunjukkan dengan perilaku keluarga yang
tidak memberikan kesempatan pada SH untuk melakukan aktifitas yang sebelumnya SH lakukan seperti mengikuti pengajian, olah raga bersama dengan
warga sekitar dan berkumpul dengan tetangga sekitar. Sikap over protectif yang lain yang ditunjukkan oleh keluarga adalah keluarga merasa khawatir SH akan
melukai tetangga sekitar pada saat SH kambuh. Kekhawatiran keluarga ini disebabkan pengalaman yang diperoleh sebelumnnya oleh keluarga. pada periode
kambuh sebelumnya SH pernah memukul paman SH. Setelah insiden SH memukul pamannya sendiri, keluarga menjadi selalu
khawatir SH akan melukai orang lain terutama tetangga terdekat rumah bila SH kambuh di rumah. Faktor SH berbahaya bagi lingkungan sekitar menimbulkan
ketidaksiapan keluarga untuk membawa pulang SH ke rumah.
198
Faktor pengalaman kekambuhan dan sikap over protectif keluarga terhadap SH membuat keluarga SH cenderung tidak siap menghadapi kepulangan SH ke
rumah. Namun keluarga siap untuk memberikan fasilitas perawatan di rumah sakit.
4. Kesiapan keluarga UJ