Pandangan Rumah Sakit Mengenai Masyarakat

155 untuk menerima pasien kembali ke rumah dan lebih merasa pasien lebih baik berada di rumah sakit. Menurut perawat pasien yang telah menderita gangguan jiwa kondisinya tidak akan kembali seperti sediakala kecuali seseorang yang mengalami gangguan jiwa tersebut meninggal. Pasien dikatakan telah sembuh bila pasien telah membaik kondisinya, tidak mengamu, pasien telah tenang, kooperatif dengan petugas, mau minum obat. Bila pasien telah tenang pasien keluarga bisa membawa pasien pulang ke rumah.

5.2.4 Pandangan Rumah Sakit Mengenai Masyarakat

Menurut dokter Hestu dukungan masyarkat sangat diperlukan oleh keluarga dalam proses penyembuhan pasien terutama saat pasien berada di rumah. Masyarakat mempengaruhi kesiapan keluarga untuk menerima kembali pasien kembali ke rumah. Bila masyarakat tidak mau menerima pasien setelah pasien pulang dari rumah sakit maka keluarga merasa beban untuk menerima kembali anggota keluarganya. Keluarga akan merasa bagaimana anggota keluarganya akan bersosialisasi jika masyarakat tidak mau menerima kembali anggota keluarganya. Keluarga akan merasa malu dan merasa keberadaannya tidak akan diakui oleh lingkungan sekitar bila anggota keluarga mereka tidak diakui karena menderita gangguan jiwa. Lingkungan tempat tinggal pasien berpengaruh pada kesiapan keluarga dan pasien. Bila lingkungan tidak mau menerima pasien maka pasein akan kembali kemana setelah pasien itu membaik kondisinya. Sedangkan pada keluarga sendiri bila lingkungan tidak mau menerima maka keluarga akan susah untuk menerima 156 pasien kembali ke rumah. Sikap lingkungan yang menolak keberadaan pasien membuat keluarga lebih memilih menitipkan pasien di rumah sakit daripada membawa pasien pulang. Dukungan masyarakat menurut dokter Hestu tidak hanya penting bagi keluarga akan tetapi juga penting bagi pasien. Setelah pulang dari rumah sakit pasien perlu bersosialisasi dengan masyaarakat agar pasien dapat kembali ke tengah masyarakat dan dapat bekerja kembali. Oleh karena itu, menurut dokter Hestu dukungan masyarakat sangat diperlukan terutama kesadaran masyarakat mengenai gangguan jiwa. kesadaran masyarakat untuk menerima pasien yang kembali ke masyarakat sangat membantu keluarga dan pasien dalam proses penyembuhan. Penolakan masyarakat disebabkan oleh adanya stigma negatif yang beredar di tengah masyarakat. Meski pengetahuan telah cepat berkembang namun stigma masyarakat mengnai gangguan jiwa masih negatif. Masyarakat masih memandang rendah penderita gangguan jiwa. masyarakat masih memandang penderita gangguan jiwa sama seperti orang yang bodoh, meskipun pada kenyataannya berbeda. Kondisi ini merugikan pasien dan keluarga penderita gangguan jiwa. Masyarakat masih memandang negatif mengenai gangguan jiwa. masyarakat masih memandang gangguan jiwa merupakan penyakit yang paling jelek, penderitanya diam, suka bengong, depresi, halusinasi, dan bicara sendiri. Gejala- gejala gangguan jiwa menurut masyarakat memalukan sehingga penderita gangguan jiwa cenderung tidak dihargai oleh masyarakat sekitar. Hal ini merugikan keluarga dan penderita gangguan jiwa. bagi keluarga berdampak pada 157 penerimaan keluarga terhadap pasien. Sedangkan pada pasien berdampak mudahnya pasien kambuh dan kembali ke rumah sakit. Menurut dr. Hestu sitgma yang ada di masyarakat membuat penderita dan keluarga merasa malu. Hal ini dikarenakan masyarakat menganggap gangguan jiwa merupakan penyakit yang memalukan. Padahal tidak semua gangguan jiwa memiliki tanda-tanda yang sama. Umumnya masyarakat menganggap semua gangguann jiwa sama dengan jenis gangguan jiwa skizofrenia dan psikotik. Jenis gangguan ini memiliki tanda yang cukup menyimpang dari perilaku normal masyarakat. Seperti, pasien bicara sendiri, tertawa sendiri, marah-marah dan terladang menyerang orang lain. Gejala ini sangat menyimpang dengan norma perilaku yang ada di masyarakat pada umumnya, sehingga penyakit ini merupakan penyakit yang mentimpang dari perilaku normal yang ada di masyarakat. Hal ini yang menyebabakan gangguan jiwa memiliki stigma yang negatif. Sitgma negatif yang ada di masyarakat merugikan pasien dan keluarga. bagi pasien, pasien merasa tidak dihargai, pasien merasa malu dengan apa yang dideritanya sehingga pasien menarik diri dari lingkungan, malu untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Menurut dr. Hestu stigma mempengaruhi keluarga. Keluarga yang berasal dari lingkungan ekonomi atas biasanya merasa malu bila anggota keluarganya menderita gangguan jiwa. Akibatnya keluarga lebih memilih pengobatan altrnatif seperti membawa ke paranormal atau dukun-dukun sehingga penyakit yang diderita oleh pasien akan semakin parah. 158 Kondisi ini memberikan tekanan pada pasien. Sedangkan bagi keluarga stigma yang ada di masyarakat membuat keluarga malu memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. keluarga merasa beban dengan adanya pasien berada di rumah. Pada akhirnya keluarga lebih memilih menitipkan pasien pada pihak rumah sakit. Menurut dokter Hestu ini sering kali terjadi. Pasien kembali ke rumah sakit dengan cepat akibat stresor yang datang dari rumah. Menurut psikolog gangguan jiwa bukan penyakit yang memalukan. Akan tetapi di masyarakat awam masih menganggap gangguan jiwa merupakan hal yang memalukan. Menurut psikolog masyarakat menganggap gangguan jiwa sebagai hal yang memalukan karena penyakit ini berkaitan dengan kontrol diri seseorang yang kurang. Perilaku gangguan jiwa langsung berkaitan dengan norma perilaku yang ada dimasyarakat. Pola perilaku gangguan jiwa yang menyimpang dari norma perilaku terutama norma kesopanan masyarakat membuat penderita dan keluarga merasa malu. Sehingga keluarga sering mengucilkan pasien demi menjaga harga diri keluarga. pasien juga sering merasa malu terhadap gangguan yang dialami oleh pasien sendiri. Kondisi pasien yang seperti ini memerlukan dukungan keluarga oleh karena itu keluarga perlu memiliki konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif ditandai dengan tidak malunya keluarga dan dengan cepat mencari solusi yang tepat bagi pasien. Namun bila keluarga memiliki konsep diri yang negatif keluarga akan merasa malu dengan pasien, keluarga akan mengucilkan pasien dan keluarga tidak membawa ke dokter untuk perawat. 159 Menurut dokter, prosentase kesembuhan pasien bergantung pada kesiapan keluarga pasien. Menurut dokter kesiapan keluarga ditandai dengan adanya perubahan perilaku keluarga ketika pasien kembali ke rumah. Keluarga seharusnya lebih memahami pasien dan pola perilaku pasien, bukan sebaliknya, yakni pasien yang memahami pola perilaku anggota keluarga yang ada di rumah. Menurut dokter Hestu pasien ketika berada di rumah sakit kondisinya membaik dan pasien cenderung kondisinya stabil namun bila kembali ke rumah pasien akan kembali kambuh lagi. Hal ini disebabkan oleh stressor yang datang dari rumah dan lingkungan masyarakat. Bila di rumah keluarga tidak mau memahami pola perilaku pasien setelah sakit termasuk gejala sisa yang ditimbulkan, keluarga tetap memperlakukan pasien sepserti halnya pada saat belum sakit. Hal ini sering memicu kekambuhan pasien. Menurut rumah sakit kebanyakan dari masyarakat yang tidak tahu menangani pasien gangguan jiwa bila pasien berada di rumah. Sehingga keluarga pasien sering memperlakukan pasien dengan tidak tepat. Perilaku keluarga yang tidak tepat misalnya mendiamkan pasien, terlalu over protective dengan pasien, tidak sabar dalam menangani pasien selama pasien di rumah dan mengucilkan pasien bila pasien berada di rumah. 160

5.2.5 Data medis subjek penelitian