89
untuk membantu keluarga SH. Kerabat SH tetap memberikan perhatian pada SH selama SH berada di rumah sakit. perhatian kerabat SH ditunjukkan
dengan menjenguk SH bila ada kesempatan atau waktu libur. Kerabat juga mengikuti acara keluarga SH untuk lebaran bersama di rumah sakit bila hari
raya datang. Menurut kerabat SH, tetangga sekitar tidak keberatan dengan kembalinya
SH ke lingkungan, hal ini dikarenakan SH merupakan pribadi yang ramah dan baik sebelum SH sakit. Kerabat SH tidak merasa SH membahayakan
orang lain, hal ini disebabkan selama SH kambuh SH tidak pernah melukai tetangga sekitar. Selama SH di rumah, bila SH kambuh SH salalu mengurung
diri di rumah.
b. Kondisi Kesiapan Masyarakat Sekitar Rumah
Rumah SH berada di lingkungan perkotaan namun masyarakat yang tinggal di lingkungan tempat tinggal SH masih menunjukkan keramahan
seperti halnya masyarakat yang ada di lingkungan pedesaan. Tetangga SH sangat ramah dengan keluarga SH. Masyarakat di lingkungan tempat tinggal
SH sering mengajak berbincang SH meski SH telah menderita sering kambuh. Masyarakat tidak keberatan dengan adanya SH di lingkungan
mereka. Masyarakat tidak merasa malu karena memiliki warga yang menderita gangguan jiwa. masyarakat mengenal baik terhadap SH. Bagi
warga sekitar, SH merupakan tetangga yang baik terhadap tetangga dan suka menolong orang lain. Selama ini bila SH kambuh para tetangga juga tidak
90
mengucilkan SH. Masyarakat berusaha membantu SH dengan sering mengajak beraktifitas dan bercengkrama dengan SH.
Hubungan masyarakat dengan SH tetap baik, meskipun SH telah lama tidak pulang. Saat terakhir SH pulang ke rumah, masyarakat menyambut
ramah kehadiran SH. Masyarakat tidak mengucilkan SH, masyarakat juga tidak keberatan jika SH kembali ke lingkungan mereka. Masyarakat tidak
merasa takut ketika SH kambuh. Hal ini disebabkan setiap SH kambuh SH tidak pernah keluar dari rumah dan keluarga cepat tanggap dengan
kekambuahan SH. Masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan tempat tinggal SH sudah lama tidak melihat SH kambuh. Setiap kambuh keluarga
langsung membawa ke Rumah Sakit Jiwa Semarang. Masyarakat di tempat tinggal SH mendukung agar keluarga merawat SH
di rumah kecuali bila SH kambuh. pertimbangan tetangga SH sudah terlalu lama tinggal di RSJ dan SH merupakan orang yang baik. Masyarakat tidak
menganggap gangguan jiwa SH merupakan hal yang membahayakan bagi warga, masyarakat masih mau beraktivitas bersama seperti pengajian dan
olah raga bersama SH.
c. Masyarakat di lingkungan tempat tinggal SH memandang gangguan jiwa yang
diderita oleh SH merupakan suatu penyakit jiwa yang mirip dengan penyakit fisik. Menurut masyarakat di lingkungan tempat tinggal SH, penyakit jiwa
tidak selamanya kambuh terkadang penderita dalam kondisi membaik namun
terkadang kambuh kembali oleh karena itu masyarakat tidak mengucilkan SH.
91
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Keluarga SH 1
Faktor Lingkungan Faktor lingkungan menjadi faktor yang paling diperhatikan oleh keluarga
untuk menunda kepulangan SH. Lingkungan rumah yang sangat berdekatan dengan rumah lainnya membuat keluarga takut bila SH kambuh dan akan
menyerang tetangganya ketika tidak ada keluarga yang mengawasi di rumah, meskipun hal itu tidak pernah dilakukan oleh SH. Selama SH kambuh di
rumah, hanya sekali menyerang orang lain yakni paman SH sendiri. Menurut keluarga, SH menyerang pamannya karena SH merasa marah terhadap
pamannya. 2
Faktor Pengalaman pada Kekambuhan relaps Faktor kemungkinan kambuh kembali juga menjadi alasan keluarga tidak
siap untuk membawa SH pulang ke rumah. Bila di rumah, SH lebih mudah kambuh daripada di rumah sakit. Menurut keluarga setiap kali kambuh, SH
selalu menjadi semakin parah terutama perilaku mara-marah yang dmunculkan. Keluarga merasa khawatir bila marah-marah SH akan mengamuk dan lari
keluar melukai tetangga meskipun SH tidak pernah melukai tetangga sekitar. Menurut keluarga, bila SH dibawa pulang maka SH tidak akan mau
kembali ke rumah sakit jika suatu saat mengalami kekambuhan kembali. Keluarga merasa bila SH di rumah perlu pengawasan khusus. SH perlu
didampingi setiap saat bila berada di rumah terutama saat siang hari. Karena keluarga takut sewaktu-waktu SH akan kambuh.
92
3 Gagalnya Keluarga Menjadi Bagian dari Treatment
Keluarga tidak menyadari bahwa kondisi keluarga merupakan bagian dari treatment yang dijalani oleh SH melalui penyesuaian pola perilaku keluarga
terhadap SH. Gagalnya keluarga menjadi bagian dari treatment terlihat dari sikap over protective keluarga terhadap SH. Hal ini juga dibuktikan dengan
adanya anggapan keluarga bahwa SH harus selalu didampingi dan diawasi setiap saat. Keluarga tidak mengijinkan SH untuk melakukan aktivitas sehari-
hari, seperti mencuci baju sendiri, menyapu. Bahkan keluarga takut bila SH melakukan aktivitas di luar rumah, seperti berjalan-jalan dan berkumpul
dengan tetangga. Sikap over protective keluarga terhadap SH yang membatasi aktivitas SH, membuat SH lebih banyak diam selama berada di rumah.
Gagalnya keluarga menjadi bagian dari treatment juga terlihat dari kurang pahamnya keluarga mengenai pola gangguan jiwa yang dialami oleh SH.
Keluarga mengetahui bahwa gangguan yang dialami SH memiliki gejala halusinasi dan terkadang depresi, akan tetapi depresi yang dialami SH relatif
ringan. Keluarga cukup mengetahui hal-hal yang paling dapat memicu kekambuhan gangguan jiwa yang diderita oleh SH, yakni tidak meminum obat
secara teratur. Keluarga memahami bila SH harus kontrol jika obat yang diberikan oleh dokter akan habis. Namun keluarga kurang berhasil menjaga
pola minum obat SH. Keluarga cukup mengetahui adanya perubahan perilaku yang dialami SH.
Misalnya, sebelum sakit SH adalah orang yang ramah, suka berbagi dengan orang lain. Namun setelah sakit SH menjadi pendiam. Keluarga juga mengenali
93
tanda-tanda gangguan jiwa yang dialami SH, misalnya saat SH akan kambuh maka SH sering mondar-mandir, pembicaraannya mulai sukar dipahami oleh
orang lain dan isi pembicaraannya tidak masuk akal. 4
Pola Hubungan dengan Rumah Sakit Keluarga memandang secara positif terhadap pihak rumah Sakit Jiwa.
menurut keluarga rumah sakit adalah patner untuk merawat SH. Keluarga bisa bertanya mengenai seputar pengetahun mengenai gangguan jiwa. Menurut
keluarga sebagai patner rumah sakit untuk merawat SH keluarga harus lebih proaktif untuk bertanya kepada pihak rumah sakit mengenai setiap
perkembangan SH di rumah sakit. Sejauh ini keluarga merasa Rumah sakit merupakan patner yang baik dalam merawat SH. Menurut keluarga memng
pihak rumah sakit tidak memberikan informasi kepada keluarga bila keluarga sendiri tidak bertanya mengenai perkembangan anggota keluarganya selama
berada di rumah sakit. 5
Pesimisme Masa Depan Pasien Keluarga memandang secara positif mengenai harapansembuh dari sakit
yang dialami oleh SH. Keluarga tahu jika SH bisa sembuh akan tetapi sewaktu- waktu bisa kambuh kembali bila ada pencetusnya. Menurut keluarga, bila ada
pembantu yang secara khusus merawat SH, maka keluarga optimis SH tidak akan kambuh kembali. Akan tetapi, tidak ada orang yang mau bekerja khusus
untuk merawat SH. Hal ini menjadi pertimbangan paling berpengaruh dalam keluarga ketika hendak menitipkan SH di rumah sakit.
94
Menurut keluarga SH, rumah sakit merupakan tempat keluarga untuk menggali informasi dan mengetahui hal-hal mengenai gangguan jiwa. Keluarga
bisa bertanya bebas mengenai anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
2 Subjek ke Dua
a. Kondisi Kesiapan Keluarga RG