Kondisi Kesiapan Psikologis Keluarga SH

85 MDK dimulai dengan wawancara dengan kakak MDK Abdullah Abid, yang berperan untuk mengurus segala keperluan MDK Kemudian, penelitian dilanjutkan dengan mewawancarai tetangga dan kerabat MDK Penggalian data dari subjek terakhir dilakukan di Kudus, yakni dengan mendatangi keluarga SH. Awal penggalian data dari keluarga SH dilakukan peneliti melalui keponakan SH, yakni orang yang mengurus SH secara langsung. Setelah itu, wawancara dilanjutkan dengan beberapa saudara SH yang terlibat langsung dalam merawat SH. Wawancara mengenai SH di Kudus diakhiri dengan mewawancarai tetangga SH, yang ternyata masih memiliki hubungan kerabat dengan SH.

5.2 Temuan penelitian

5.2.1 Gambaran Subjek Penelitian

5.2.1.1 kesiapan keluarga pasien Subjek penelitian pada penelitian mengenai kesiapan keluarga menghadapi kepulangan pasien rawat inap gangguan jiwa, adalah keluarga pasien beserta pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Semarang. Keluarga yang menjadi subjek penelitian merupakan keluarga dari pasien yang telah lama berada di Rumah Sakit Jiwa, selain karena pasien yang menjadi subjek penelitian memiliki jenis gangguan jiwa yang sama, yakni skizofrenia. 1 Subjek Pertama SH dan Keluarga

a. Kondisi Kesiapan Psikologis Keluarga SH

86 Ketika pertama kali SH sakit dan dimasukkan kerumah sakit, keluarga rajin menjenguk SH, serta membawa SH pulang tepat sesuai dengan masa perawatan yang telah ditentukan rumah sakit. Hal ini juga berlanjut ketika beberapa kali SH harus keluar masuk rumah sakit. Keluarga tetap menjenguk dan memperhatikan SH. Jika masa penjemputan pulang, maka SH akan dibawa pulang ke rumah. Di rumah, keluarga memperlakukan SH seperti sebelum SH sakit, keluarga tidak mengucilkan SH. Keluarga membantu SH dalam merawat diri, misalnya keluarga mmengingatkan SH ketika jadwal SH minum obat tiba, keluarga mengantar SH melakukan pemeriksaaan rutin sesuai dengan jadwal yang ada. Kekambuhan SH yang berulangkali membuat keluarga merasa beban terutama istri dan anggota keluarga yang satu rumah dengan SH. Meskipun mulai merasa beban dengan sakit SH yang mulai sering kambuh, saat SH berada di Rumah Sakit Jiwa keluarga tetap menjenguk. Namun waktu pulang keluarga mulai menunda kepulangan meskipun SH tetap dibawa pulang ke rumah. Setelah menderita gangguan jiwa cukup lama, SH harus rajin minum obat yang diberikan dokter. SH harus tepat meminum obat sesuai dengan petunjuk dokter. Namun SH merasa jenuh setiap hari harus meminum obat. Menurut keluarga SH merasa bosan setiap hari harus minum obat. SH tidak mau minum obat bila telah tiba waktu minum obat. SH membuang obat yang harus diminum ke kolong tempat tidur atau tempat- tempat tersembunyi. Keluarga tidak tahu waktu untuk membuang obat oleh 87 SH, kecuali menemukan obat-obat tersebut di sudut ruangan. Menurut keluarga SH selalu berusaha membuang obatnya kerena SH merasa bosan. Kondisi SH yang sulit untuk meminum obat yang telah diberikan dokter membuat kesiapan keluarga untuk merawat SH menjadi berkurang. Setiap SH tidak mau minum obat SH akan marah-marah atau SH akan membuang obat tanpa sepengetahun keluarga. Perilaku SH yang tidak mau minum obat berakibat pada kekambuhan SH dan SH kembali menjalani rawat inap di rumah sakit. Setiap berada di rumah sakit kondisi SH selalu membaik. SH secara teratur mau minum obat yang diberikan dokter dan tidak pernah membuang obat yang diberikan oleh dokter. Hal ini membuat keluarga merasa tidak siap untuk membawa pulang SH, karena bila SH berada di rumah SH akan kembali tidak mau minum obat yang diberikan dokter. Keluarga merasa SH lebih baik berada di rumah sakit. Awal SH sakit keluarga SH menerima dengan sabar dan siap merawat SH. Hal ini dibuktikan dengan keluarga SH menjemput SH dengan tepat waktu dan rajin mengantar SH kontrol ke Rumah Sakit Jiwa Semarang. Setelah SH menikah dan kondisi SH semakin sering kambuh kondisi kesiapan keluarga berubah. Hal ini di tunjukkan dengan perkataan keluarga dalam wawancara yang menyatakan : “baru kambuh yang sekarang ini kok mba dulu-dulu juga sering dibawa pulang kok mba kalau pakdhe kambuh”W.20 : 04 Kondisi kesiapan keluarga mulai berubah seiring dengan mulai sering kambuhnya gangguan jiwa yang diderita SH saat bercerai dengan istrinya. 88 Saudara-saudara SH telah memiliki keluarga sendiri dengan adanya SH maka beban tanggung jawab keluarga yang terkena tanggung jawab SH bertambah menjadi dua kali yakni tanggung jawab atas keluarga sendiri dan tanggung jawab untuk merawat SH. Hal ini merepotkan saudara yang diberi tanggung jawab untuk merawat SH. Keluarga menerima kondisi SH yang mengalami gangguan jiwa. Namun keluarga tidak siap untuk menerima kembali SH pulang ke rumah. Keluarga menerima kondisi SH ditunjukkan dengan keluarga tidak merasa gangguan jiwa yang diderita SH merupakan suatu beban. Keluarga lebih merasa bagian dari takdir yang harus dijalani dan disyukuri. Paman SH sebagai kerabat terdekat SH ikut membantu keluarga SH. Paman SH meski pernah diserang oleh SH saat SH kambuh akan tetapi tetap membantu untuk kesembuhan SH. Paman SH membantu mempermudah SH untuk masuk kembali ke rumah sakit. Kerabat SH tidak merasa malu memiliki memilki kerabat yang memiliki gangguan jiwa. Kerabat SH merasa kagum dengan keluarga SH meski telah bertahun-tahun merawat SH dan SH tidak menunjukkan kondisi yang baik tetapi keluarga masih memilki motivasi yang tinggi. Menurut kerabat dekat SH meski dalam membiayai perawatan SH keluarga SH merasa berat namun keluarga SH tidak pernah mengeluh kepada kerabat atau keluarga dekat yang lainnya. Menurut paman SH, sikap keluarga SH yang tetap memiliki motivasi yang tinggi untuk menyembuhkan SH membuat kerabat merasa tergugah 89 untuk membantu keluarga SH. Kerabat SH tetap memberikan perhatian pada SH selama SH berada di rumah sakit. perhatian kerabat SH ditunjukkan dengan menjenguk SH bila ada kesempatan atau waktu libur. Kerabat juga mengikuti acara keluarga SH untuk lebaran bersama di rumah sakit bila hari raya datang. Menurut kerabat SH, tetangga sekitar tidak keberatan dengan kembalinya SH ke lingkungan, hal ini dikarenakan SH merupakan pribadi yang ramah dan baik sebelum SH sakit. Kerabat SH tidak merasa SH membahayakan orang lain, hal ini disebabkan selama SH kambuh SH tidak pernah melukai tetangga sekitar. Selama SH di rumah, bila SH kambuh SH salalu mengurung diri di rumah.

b. Kondisi Kesiapan Masyarakat Sekitar Rumah