20 berdampak negatif bagi generasi muda Indonesia, adanya perubahan budaya
atau globalisasi budaya dapat menambah keuntungan dan manfaat yang banyak bagi Indonesia, hanya tergantung pada generasi muda yang menyikapi adanya
perubahan kebudayaan tersebut.
3. Pelestarian Budaya Lokal
Budaya atau kebudayaan di pahami sebagai tri potensi manusia dalam berpikir, berkemauan, dan berperasaan yang terjelma dalam kumpulan ilmu
pengetahuan, kaidah-kaidah sosial dari kesenian. Dalam pengertian ini, Nurul Atiqah 2011: 65 menjelaskan kebudayaan tergambar tri potensi manusia
karena adanya proses yang menjadikan manusia-individu dan masyarakat sebagai wadah pembentukan potensi yang dijelmakan dalam bentuk logika,
etika, dan estetika. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008, asal kata melestarikan berasal dari kata “lestari” yang bermakna tetap seperti keadaan
semula. Dalam kebudayaan, kata “melestarikan” diartikan sebagai upaya mempertahankan, menjaga, serta mengembangkan suatu budaya.
Nia Kurmasih Pontoh 1992: 36, mengemukakan pengertian pelestarian adalah konservasi, yaitu upaya melestarikan dan melindungi sekaligus
memanfaatkan sumber daya suatu tempat dengan adaptasi terhadap fungsi baru, tanpa menghilangkan makna kehidupan budaya. Selain itu, Sumargo 1990
istilah kegiatan pelestarian, yaitu segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat
meliputi segala kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dapat pula mencakup preservasi, restorasi, rekontruksi, adaptasi dan
revitalisasi. Berbeda dengan kedua pendapat diatas, F.X Rahyono 2009: 18
21 menyatakan pelestarian budaya adalah upaya menjaga kehadiran produk-
produk karya budaya masa lalu tetap seperti wujud semula. Dari ketiga pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelestarian budaya merupakan
usaha yang dilakukan secara sadar oleh sekelompok manusia demi menjaga dan mempertahankan suatu kebudayaan asli daerahnya baik budaya dalam bentuk
fisik maupun non fisik seperti tarian, adat istiadat, dan lagu daerah, guna mempertahankan ciri khas bangsa Indonesia dalam skala global sebagai negara
kesatuan yang mempunyai aneka ragam keunikan budaya. Kebudayaan di setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi
dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan
perkembangan baru yang saat ini sedang trend supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya dan menghindari kehancuran dirinya atau
kehilangan eksistensi. Hal ini diperkuat oleh pendapat Mochtar Lubis dalam Arief Karseno 2004: 131 yang menyatakan bahwa sejak tahun 1977,
Indonesia sudah mengalami krisis budaya pada bangsanya sendiri. Krisis tersebut terjadi pada sifat kejujuran yang mulai tidak dihargai, ketekunan yang
mulai diabaikan, arogansi kekuasaan mulai dijalankan, moral mulai tersingkirkan, dan target kemakmuran semu mulai dicanangkan oleh setiap
lapisan masyarakat. Arief Karseno 2004: 132 mengemukakan sebuah bangsa yang mulai
luntur dengan budayanya, lama-lama bangsa tersebut akan menjadi bangsa yang rapuh yang tidak memiliki harga diri dan sulit mencari jati dirinya. Berbeda
dengan pendapat Arief Karseno, F.X Rahyono 2009: 18 mengemukakan akibat dari krisis kebudayaan disebabkan karena munculnya pengagungan
22 kebudayaan masa lalu yang menimbulkan sebuah pernyataan tentang
“pelestarian budaya”. Perubahan atau garapan-garapan baru terhadap sebuah karya atau benda-benda budaya, yang telah diyakini sebagai budaya yang
adiluhung agung sering dinilai merusak sebuah pakem atau kaidah pada hasil kebudayaan tersebut. Misalnya pada garapan seni tari klasik, dimana gerakan
dan musik tari klasik sudah pakem dan dilestarikan secara turun-temurun. Namun, garapan tari dari Bagong Kusudiardjo yang mengatakan bahwa ia
ingin melepaskan norma-norma dan tradisi tari gaya Yogya, masyarakat menyebutnya sebagai perusak kesenian Indonesia, khususnya tari Jawa.
Kusudiardjo 1984: 23 dalam F.X Rahyono 2009: 19. Hal tersebut mengakibatkan, masyarakat Yogyakarta tidak mau belajar tarian dari karya
Bagong Kusudiardjo, karena dianggap telah merusak dan menghilangkan budaya tari klasik gaya Yogya yang sudah pakem. Disini, dapat diambil
kesimpulan bahwa krisis kebudayaan di Indonesia terjadi, akibat manusia yang sudah terlebih dahulu menolak perkembangan kebudayaan lama, masyarakat
sudah terlalu nyaman dengan kebudayaan lama sehingga pengembangan dari kebudayaan lama atau budaya baru ditolak oleh sebagian masyarakat.
Kebudayaan merupakan sesuatu yang sangat perlu dipertahankan dan dikembangkan keberadaannya karena jika tidak, nilai yang terkandung di
dalamnya akan berubah, dan nilai itu akan hilang seiring dengan perubahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Dan jika tidak dikembangkan
serta disesuaikan dengan perkembangan waktu, suatu budaya akan dapat menghambat kemajuan kehidupan masyarakat. Nurul Atiqah 2011: 62
menyatakan bahwa adapun ciri-ciri berkembangnya globalisasi pada bidang kebudayaan yaitu: berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional,
23 penyebaran prinsip multiculturalism, dan kemudahan individu dalam
mengakses kebudayaan lain di luar kebudayaan Indonesia, semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain, dan berkembangnya mode berskala
global seperti pakaian, dan film. Menurut, F.X Rahyono 2009: 15 menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan alat pemersatu kelompok dalam
komunikasi dan interaksi antar anggota masyarakat pendukung kebudayaan. Kebudayaan harusnya dianut dan dihayati bersama supaya dapat dijadikan
sebagai sebuah pranata hidup yang harus dipatuhi dan dijaga bersama. Dalam hal ini, pentingnya pelestarian budaya lokal lebih ditujukan untuk menjadi suatu
alat dalam mengolah transformasi dan revitalisasi di lingkungan setempat, yang dapat bertujuan untuk memberikan kualitas kehidupan kepada masyarakat
sekitar ke arah yang lebih baik berdasarkan pada kekuatan aset lama, serta pembentukkan program-program yang menarik dan kreatif. Pendapat ini
diperkuat lagi oleh Nurul Atiqah 2011: 66 yang menyatakan bahwa tujuan pelestarian budaya lokal adalah untuk mengembangkan aset lama yang dimiliki
Indonesia, dan memberi pemaknaan baru terhadap budaya yang sudah ada sehingga dapat dimanfaatkan sebagai upaya alternatif untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat. Kegiatan upaya pelestarian budaya ini dapat berbentuk preservasi, pembangunan dan pengembangan restorasi, replikasi,
rekonstruksi, revitalisasi atau penggunaan fungsi baru terhadap aset budaya masa lalu. Sumargo, 1990.
Rumusan UUD 1945 juga memperkuat pendapat dari Nurul Atiqah dan Sumargo. Pada UUD 1945 Pasal 32 ayat 1 menyatakan bah
wa “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-
24 nilai budayanya”. Hal ini berarti bahwa negara telah memberikan kebebasan
pada masyarakat untuk melestarikan budayanya masing-masing dan mengembangkan budayanya itu dengan ide kreatif dari tiap masyarakat.
Menurut peraturan TAP MPR No. II Tahun 1998 menyatakan bahwa “Indonesia memiliki kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila
adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk
mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional
dalam
segenap bidang
kehidupan bangsa.
Dengan demikian
Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya ”.
Selain itu, menurut Jamal Asmani 2012: 18-19 menyatakan,
Departemen Pendidikan Nasional memutuskan akan membuat kebijakan tentang desentralisasi kurikulum pada lembaga pendidikan formal. Supaya
dengan adanya
kebijakan tersebut,
daerah dapat
dengan mudah
mengembangkan potensi wilayahnya sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Salah satu kebijakan yang dapat dikembangkan adalah membuat
kurikulum sekolah yang berbasis keunggulan lokal dan global. Dengan adanya kurikulum tentang pendidikan berbasis budaya yang dicanangkan pemerintah.
Maka, setiap daerah hendaknya perlu menggali, meningkatkan dan mempromosikan potensinya di sekolah. Supaya tidak ada lagi anak-anak daerah
yang asing dengan budaya daerahnya sendiri. Sehingga, anak-anak bisa mengembangkan dan memberdayakan potensi daerahnya sesuai dengan
kemampuan mereka masing-masing. Rantau Indramawan 2014 upaya pelestarian budaya lokal dapat dilakukan dengan dua bentuk yaitu, culture
experience dan culture knowledge. “Culture experience adalah pelestarian budaya yang dilakukan dengan
cara terjun langsung kedalam sebuah pengalaman kultural. Contohnya,
25 membentuk sanggar kesenian seperti tari, teater, dan drama. Sedangkan
culture knowledge adalah pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat
difungsionalisasikan kedalam bentuk, supaya generasi muda dapat mengetahui tentang kebudayaannya sendiri. Misalnya pembangunan
museum atau cagar budaya”. Pendapat lain mengatakan Hasnindar 2013 menyatakan usaha
mempertahankan budaya Indonesia ditengah arus globalisasi dapat dilakukan di empat tingkat yakni; pada tingkat keluarga, dengan cara mengenalkan
budayanya melalui keluarga, yaitu mengajak anak melihat seni pertunjukkan yang sedang berlangsung yang ada di sekitar masyarakat. Dengan begitu, anak
akan merasa ingin tahu tentang sejarah kesenian tersebut. Pada tingkat sekolah, Departemen Pendidikan Nasional telah sepakat memberikan kurikulum mata
pelajaran kesenian pada tingkat pendidikan formal dan non formal tentang budaya misalnya untuk mata pelajaran seni budaya pada jenjang pendidikan
formal dan mengikutsertakan anak dan pemuda untuk ikut berpartisipasi pada sanggar tari atau musik dan teater pada jalur pendidikan non formal, sehingga
para peserta didik dan warga belajar di jalur pendidikan formal dan non formal dapat mengetahui beberapa contoh warisan kebudayaan Indonesia.
Pada tingkat masyarakat, generasi muda dapat mengadakan semacam pentas seni kebudayaan daerah secara rutin sesuai kebudayaan daerahnya
masing - masing sehingga budaya seakan menjadi satu dengan darah yang mengalir dalam tubuh rakyat Indonesia. Dan pada tingkat pemerintahan, dapat
membantu dalam memberikan bantuan dana terhadap pelestarian budaya seperti pembangunan fasilitas museum dan pemanfaatan cagar budaya serta
membentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelestarian warisan budaya Indonesia.
26 Dikutip dari Radar Jogja 2015, usaha mempertahankan budaya lokal di
Indonesia dapat dilakukan dengan cara mengajak warga negara asing untuk ikut berpartisipasi ke dalam kegiatan kebudayaan seperti yang di lakukan oleh
mahasiswa FIB dari UGM Yogyakarta. Sejumlah mahasiswa dari Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta mengadakan kegiatan pementasan kebudayaan
Indonesia dalam kegiatan yang bertajuk AIESEC Faculty 2 Fun Art, Culture and Charity di Taman Budaya Yogyakarta pada tanggal 26 Februari 2015.
Mereka mengadakan kegiatan budaya tersebut dengan mengajak beberapa mahasiswa asing seperti Thailand, Tiongkok dan Taiwan untuk ikut menjadi
salah satu pemain dalam pementasan ketoprak dan seni lainnya. Menurutnya dengan melibatkan mahasiswa asing kedalam kegiatan ini, diharapkan mereka
dapat mengetahui dan memahami kebudayaan asli Indonesia dan disebarkan ke negara-negara lain sehingga turut membantu Indonesia dalam menjaga warisan
budaya Indonesia. Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa kebudayaan lokal
Indonesia adalah kebudayaan yang hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia dan setiap kebudayaan mempunyai ciri khas masing-masing. Dan sebagai
masyarakat Indonesia kita wajib menjaga budaya tersebut, dengan cara semua lapisan masyarakat bersama-sama mempertahankan dan mengembangkan
budayanya. Dan dari hasil kebudayaan daerahnya masing-masing dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Sanggar Tari