Hasil Upaya Pekerja Sosial RW 20 dalam Memberdayakan Kesenian melalui Kampung Ramah Anak

108

4. Hasil Upaya Pekerja Sosial RW 20 dalam Memberdayakan Kesenian melalui Kampung Ramah Anak

Berbagai usaha telah di lakukan pekerja sosial RW 20 untuk mengatasi masalah anak-anak dan remaja supaya tertarik belajar seni tradisional yang memang telah ada dan menjadi ciri khas kampung ramah anak RW 20. RW 20 memilih budaya dan kesehatan lingkungan untuk menjadi dasar mereka dalam membangun dan mengembangkan berbagai program-program kegiatan yang mengarah dan sesuai dengan ciri tersebut. Menyikapi hal itu diperlukan usaha yang serius dan nyata antara pekerja sosial dengan masyarakat RW 20. Berikut disampaikan beberapa hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan pekerja sosial RW 20 dalam mewujudkan kampung ramah anak RW 20 yang berbasis budaya lokal melalui petikan wawancara oleh responden. Ibu RW sebagai pelatih tari dan juga sebagai salah satu pekerja sosial bidang seni Kampung Ramah Anak RW 20, mengungkapkan bahwa: “Hasil dari usaha yang kami lakukan selama ini yaitu setelah kami buat stan pendaftaran di acara Merti Kali Gajah Wong, beberapa hari setelah acara tersebut ada sekitar 6 orang dari luar wilayah RW 20 yang mau bersedia mendaftarkan dirinya sebagai murid tari di sanggar Angsa Putih, anak-anak RW 20 yang kecuali RT 85 juga ada beberapa orang yang mau ikut menari dan belajar melukis di sini, karena setelah melihat tari garapan ibu yang ditampilkan anak-anak saat malam tirakatan HUT RI kemarin, kata mereka, tarian lucu dan sangat mudah, tapi tidak meninggalkan budaya tradisionalnya. Anak-anak RW 20 yang dulu sampai sekarang ikut berlatih menari juga tetap melakukan latihan nari tapi di sela-sela jam sebelum TPA, sekitar jam 14.30 WIB. Meskipun baru sedikit orang yang mendaftar setelah ibu sama Bapak SA melakukan upaya tersebut, tetapi kami sangat yakin dan cukup senang, dengan mereka mau melihat tarian kamipun saat latihan nari, kami sudah sangat senang, itu berarti ada kemungkinan 50 ada ketertarikan untuk ikut berlatih nari.”hal 197 109 Senada dengan pernyataan tersebut, Bapak SA sebagai pelatih lukis dan juga sebagai pekerja sosial bidang seni di Kampung Ramah Anak RW 20, mengungkapkan bahwa: “Hasilnya selama ini, ya baru sedikit-sedikit mbak, belum terlihat menonjol sekali. Kalau untuk yang latihan menari, Alhamdullilah ada beberapa anak remaja usia SMA dari luar RW 20 yang mau menari disini, ada juga latihan nari sekarang masih dilakukan sesuai jadwal hari, tapi jamnya yang di ganti, ganti maju sebelum anak-anak TPA, biar mereka bisa ikut menari. Kalau pas TPA libur, ya jadwalnya jadi tetap sesuai jadwal. Kalau untuk perkembangan seni lukis, masih ada 4 orang, belum ada yang menambah lagi, tapi saya sudah sangat senang sekali dengan perkembangan latihan menari ini, ketika ada anak perempuan yang sudah tertarik untuk bersedia berlatih nari disini. Namun, tidak menutup kemungkinan akan ada orang yang mau berlatih melukis dan drama disini.”hal 201 Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Ibu NU sebagai pelatih dan anggota dari pekerja seni Manunggal Karso, mengungkapkan bahwa: “Sekarang sudah ada beberapa orang yang mendaftar mau ikut latihan nari di Angsa Putih mbak, karena kita pasang stand pendaftaran itu, ya walaupun kami pasangnya masih sederhana, tapi saya dan Ibu RW sudah sangat senang. Anak-anak RW 20 lainnya juga ada yang mau daftar karna pas malam tirakatan kemarin di RW 20 kita menampilkan tarian garapan sendiri punya Ibu RW. Semoga dengan cara-cara sederhana seperti ini, dan dengan keseriusan mereka mau berlatih disini, dapat membawa sanggar Angsa Putih sampai ke luar wilayah kota Yogyakarta.”hal 206 Berbeda dengan pernyataan ketiga responden diatas, Bapak KP sebagai Ketua RW dan sebagai Ketua Kampung Ramah Anak RW 20 mengungkapkan tentang hasil usaha yang telah dilakukan oleh pekerja sosial RW 20 dalam mengatasi masalah adanya anggota kampung ramah anak yang pasif yaitu: “Alhamdullilah, setelah saya mencoba membuat undangan dan disebarkan satu minggu sebelum agenda rapat dan minta tolong kepeda karang taruna untuk mengingatkan kembali melalui toa masjid, ada beberapa anggota pekerja sosial yang dapat hadir saat rapat. Meskipun masih ada beberapa yang menurut saya anggota tersebut memiliki peran yang cukup penting pada organisasi ini, dan saya juga telah memberikan 110 sedikit saran kepada beliau. Ketika beliau tiidak hadir, anggota tersebut menelepon saya, untuk menanyakan hasil rapat kemarin.”hal 211 Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Ibu SH sebagai Ketua Kampung Ramah Anak RW 20 yang mengungkapkan bahwa: “Untuk saat ini, anak-anak masih sedikit agak sulit ya, kalau diajak datang tepat waktu pas saat ada agenda kegiatan yang melibatkan anak- anak, misalnya saja pelatihan menggosok gigi. Namun, perlahan-lahan bila kami selalu memberikan dorongan dan memberikan contoh kepada anak-anak tersebut, tidak lama kemudian, anak-anak akan meniru sikap yang kita berikan. Kalau untuk ada anggota yang tidak hadir itu, saya melihat sudah ada yang hadir pas ada agenda rapat. Beberapa orang yang dulunya tidak pernah datang, sekarang jadi datang. Dan sekarang anggota-anggota pekerja sosial banyak yang datang tepat waktu, sehingga rapat berjalan pun juga akan selesai tepat waktu.”hal 214 Berdasarkan dari pernyataan responden diatas, maka disimpulkan bahwa hasil dari upaya yang mereka lakukan selama ini dalam melestarikan dan mempertahankan budaya tradisional di RW 20 adalah sebagai berikut : a. Adanya beberapa orang yang tertarik untuk ikut berlatih menari di sanggar Angsa Putih, meskipun orang tersebut baru ada 6 orang, tetapi pekerja sosial RW 20 dan pelatih sangat terbuka menerima mereka, kegiatan latihan menari akan tetap dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, dan bila ketika akan mendekati dengan pementasan, latihan tari dilakukan setiap hari, anak-anak tetap mau berlatih menari dengan jadwal berubah yaitu pada sore hari sebelum waktu kegiatan TPA yang dilaksanakan pukul 16.00 WIB. b. Ada beberapa orangtua dan anak yang tertarik ingin berlatih menari di sanggar Angsa Putih karena penampilan murid-murid dari Angsa Putih yang menarikan tari garapan dari Ibu RW sang pelatih pada malam tirakatan HUT RI. Anggota dari kalangan orangtua usia 40 sampai 50 111 tahun yang mendaftar ikut menari ada 6 orang, sedangkan anak-anak usia SD hingga SMA ada 9 orang. c. Adanya beberapa pekerja sosial yang dapat datang tepat waktu, mau hadir pada agenda rapat koordinasi yang diadakan oleh ketua RW sekaligus ketua Kampung Ramah Anak. Bila ada beberapa anggota yang tidak dapat hadir pada rapat karena kesibukan pekerjaan ataupun kepentingan di luar kampung ramah anak, pekerja sosial tersebut akan menanyakan kepada ketua, hasil rapat pada hari itu, hal itu terjadi karena ketua kampung ramah anak telah memberikan beberapa sedikit kritik dan saran kepada beberapa pekerja sosial yang memang terlihat sering tidak hadir.

C. Pembahasan 1. Sejarah dan Perkembangan Sanggar Tari Angsa Putih RW 20, Gendeng,

Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta Kampung ramah anak merupakan sebuah kelanjutan program pemerintah yaitu kota layak anak yang dibentuk oleh Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak bekerjasama dengan Badan Perempuan dan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Yogyakarta BPPM DIY yang ditujukan untuk menyejahterakan hak-hak anak di seluruh kota Yogyakarta. Munculnya program kampung ramah anak di Indonesia, dilatar belakangi oleh berbagai sebab dan peristiwa, seperti salah satunya pada perkembangan globalisasi. Pengaruh globalisasi yang terjadi di seluruh dunia dan melanda ke Indonesia tidak hanya mewabah pada orang dewasa dan lansia, anak-anak dan remaja pasti akan merasakan kemajuan teknologi tersebut. Seperti gadget yang setiap