Bagaimana tanggapan warga RW 20 tentang sanggar tari ?

161 13. Bagaimana tanggapanrespon anak-anak mengenai program kegiatan tersebut ? 14. Bagaimana dengan tanggapan RW 20 mengenai program kegiatan tersebut ? 15. Apa saja faktor penghambat dan faktor pendukung yang dialami pekerja sosial dalam melaksanakan program kegiatan Kampung Ramah Anak ? B. SANGGAR TARI 1. Bagaimana latar belakang ber dirinya sanggar tari “Angsa Putih” di RW 20 ? 2. Apa visi dan misi sanggar tari “Angsa Putih” di RW 20 ? 3. Bagaimana struktur organisasi sanggar tari tersebut ? 4. Apa saja sarana dan prasarana di sanggar tari ? 5. Berapa jumlah pendidik dan peserta didik di sanggar tari ? 6. Program apa saja yang ada di sanggar tari “Angsa Putih” ? 7. Program apa yang saat ini sedang terlaksana dan belum terlaksana di sanggar tari ? 8. Bagaimana sistem pendanaan sanggar tari tersebut ? Apakah ada pihak dari luar yang mendukung sanggar tari supaya tetap berdiri di RW 20 ? 9. Bagaimana sistem pelaksanaan program kegiatan di sanggar tari Angsa Putih ? 10. Bagaimana sistem evaluasi seluruh program kegiatan di sanggar tari “Angsa Putih” ? 11. Bagaimana tanggapan warga RW 20 tentang sanggar tari ? 12. Bagaimana tanggapanrespon dari pekerja sosial RW 20 khususnya pihak kampung ramah anak ? 13. Bagaimana tanggapan dari anak-anak tentang sanggar tari tersebut ? 14. Apa saja faktor penghambat dan faktor pendukung yang dialami oleh pekerja sosial dalam mengelola sanggar tari ini ? upaya yang dilakukan dan hasilnya 162 Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi PEDOMAN DOKUMENTASI 1. Profil Kampung Ramah Anak RW 20 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta terdiri dari : Visi dan misi, struktur organisasi, dan program kegiatan 2. Usaha dan upaya pekerja sosial masyarakat Kampung Ramah Anak RW 20 untuk melestarikan kesenian budaya 3. Pelaksanaan kegiatan pelestarian kesenian di Kampung Ramah Anak RW 20 4. Hasil usaha pekerja sosial masyarakat Kampung Ramah Anak RW 20 dalam melestarikan kesenian budaya 163 Lampiran 4. Catatan Lapangan CATATAN LAPANGAN I Lokasi : Kampung Ramah Anak RW 20 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta HariTanggal : Senin 4 Mei 2015 Kegiatan : Kunjungan pertama ke Kampung Ramah Anak RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta Pada hari senin petang pukul 18.30 WIB peneliti datang ke Kampung Ramah Anak RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta yang terletak di belakang kampus APMD Yogyakarta untuk mengadakan observasi awal. Ketika sampai di lokasi, peneliti bertemu dengan Ketua RW 20 yaitu Bapak KP di kediaman beliau. Kemudian peneliti menyampaikan keinginan dan maksud kedatangannya ke RW 20 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Peneliti dan Bapak KP melakukan perbincangan mengenai kampung ramah anak di RW 20, Baciro, Gondokusuman dan juga menyampaikan kepada beliau bahwa akan melakukan penelitian di RW 20. Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Setelah peneliti mendapatkan persetujuan dan sambutan yang baik dari Bapak KP untuk melanjutkan penelitian di lokasi disini, Bapak KP menjelaskan tentang bagaimana prosedur yang harus dilakukan sebelum melaksanakan penelitian. Bapak KP menjelaskan “ Prosedur yang harus dilakukan sebelum anda melakukan penelitian di lokasi ini adalah anda harus memiliki surat ijin penelitian dari kampus dan proposal penelitian setelah itu kami akan dapat menerima anda ”. Kemudian peneliti membuat janji untuk segera melakukan proses ijin penelitian dan akan segera menghubungi Bapak KP untuk memberikan surat ijin penelitian. 164 CATATAN LAPANGAN II Lokasi : Kampung Ramah Anak RW 20 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta HariTanggal : Senin 1 Juni 2015 Kegiatan : Menyerahkan surat ijin Pada hari senin pukul 19.00 WIB peneliti datang kembali ke kediaman Bapak KP di Kampung Ramah Anak RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta untuk menyerahkan surat ijin penelitian. Pada saat itu peneliti bertemu dengan Bapak KP dan menyerahkan surat ijin penelitian beserta proposal penelitian. Saat menyerahkan surat ijin penelitian, peneliti belum bisa mendapatkan data dikarenakan Bapak KP pada petang itu ada agenda rapat rutin Kampung Ramah Anak di Balai RW 20. Peneliti bisa melakukan pengambilan data 3 hari setelah surat ijin penelitian itu masuk sebab peneliti harus menyesuaikan waktu kegiatan dengan Bapak KP yang merangkap bekerja sebagai karyawan di salah satu universitas di Yogyakarta. 165 CATATAN LAPANGAN III Lokasi : Kampung Ramah Anak RW 20 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta HariTanggal : Rabu 3 Juni 2015 Kegiatan : Observasi Hari Rabu pukul 16.00 WIB peneliti datang kembali ke Kampung Ramah Anak RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta untuk melakukan observasi lebih mendalam terlebih dahulu, sebelum melakukan pengambilan data. Peneliti datang ke RW 20 tepatnya di lokasi sanggar t ari Angsa Putih yaitu di Manunggal Karso RT 85 yang berada tepat bersebelahan dengan Sungai Gajah Wong. Peneliti bertemu dengan Bapak SA dan Ibu RW selaku pekerja sosial masyarakat bidang seni lukis dan seni tari. Beliau merupakan sepasang suami istri yang bersama-sama mendirikan Sanggar Tari Angsa Putih di Manunggal Karso RT 85, RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Kemudian Ibu RW mengajak saya duduk bersama di kediaman rumah beliau sambil membicarakan tentang maksud dan tujuan kedatangan peneliti. Setelah menyampaikan maksud dan tujuan peneliti di Manunggal Karso, Ibu RW dengan senang hati menyambut saya untuk melakukan penelitian di Manunggal Karso, RT 85, RW 20 sebagai tempat lokasi berdirinya Sanggar Tari Angsa Putih. Kemudian peneliti membuka perbincangan dengan mengajukan pertanyaan kepada Ibu RW Peneliti b ertanya, “Apakah di Sanggar Angsa Putih masih berjalan latihan tari bu semenjak saya dan teman-teman KKN dulu sudah tidak lagi disini ? ” Ibu RW menjelaskan, “Bulan Januari kemarin, saya sempat mengajak anak-anak berlatih menari mbak, dulu muridnya ada 5 orang, latihannya memakai tari klasik Bondan, tetapi lama kelamaan anak-anaknya pada mrotoli satu-satu. Padahal latihannya seminggu sekali mbak, cuma hari Minggu jam 3 sore. Jadi anak-anak minggu ini datang, minggu 166 berikutnya nggak datang, gitu terus mbak Ely. Terus saya tanya ke mereka, kok nggak pada serius latihannya, mereka bilang bosan dengan tarian klasik, lagunya terlalu pelan. Padahal kalau menurut saya, justru anak-anak memang diajarkan dasarnya adalah tari klasik karena kita kan hidup di dalam tatanan jawa gaya Yogyakarta dan merupakan warga asli kota Jogja. Sanggar tari disini juga ada murid ibu-ibu juga mbak, beberapa bulan ini ibu-ibu warga sini mau belajar nari tradisional, muridnya ada 6 orang, malah ibu-ibu yang pada semangat latihan daripada anak-anak. Dan kemarin ada pengumuman dari RW kalau ada pentas seni perayaan hari Kartini, saya coba ajak mereka lagi untuk nari buat ngisi acara kartinian dengan memakai Tari Bondan itu, tetapi karena mereka belum terlalu hafal dan ada 2 anak yang tidak mau tampil karena kesibukan di sekolah, jadi saya buat tarian garapan baru untuk 3 anak yaitu Tari Gugur Gunung untuk ditampilkan ke pentas seni Hari Kartini ”. Peneliti bertanya, “Lalu sampai sekarang ini murid-murid ibu masih latihan rutin bu, setelah pentas seni di RW kemarin ? ” Ibu RW menjawab, “Enggak mbak, karena pada mau puasa ini, jadi nunggu setelah puasa saja mbak baru nanti saya ajak mereka lagi, maunya saya tetap seminggu sekali latihannya pas hari Minggu itu, tetapi kalau anak-anak pada nggak mau ya sama saja mbak. Jujur, dalam hati saya menginginkan kalau ada latihan rutin setiap Minggu atau paling nggak seminggu 2 kali latihan, supaya ada pengetahuan dan pengalamannya dalam kesenian tari. Padahal Sanggar Tari yang saya bangun ini sudah menjadi milik aset Kampung Ramah Anak RW 20 mbak dan kalau ada anak yang mau belajar nari disini, saya tidak pungut biaya sepeser pun mbak. Saya niatnya mau memberikan ilmu saya ke generasi penerus sekarang, tapi saya sampai sekarang juga masih bingung, anak-anak jaman sekarang pada sukanya tarian Korea mbak, pada tidak mau anak-anak asli RW 20 ikut belajar nari. Kemarin 3 anak yang nari pentas seni kartinian, juga saya ambil 1 anak 167 dari kampung sebelah perbatasan Sleman dan Jogja saking ndak maunya anak-anak RW 20 belajar menari jawa ” Peneliti mengajukan pertanyaan kembali, “Apa ibu sudah membicarakan hal tersebut dengan pengurus Kampung Ramah Anak RW 20 untuk mengatasi hal tersebut? ” Ibu RW menjawab, “Sudah mbak, saya dan suami saya sebagai penanggung jawab bidang seni sudah mengajukan hal ini kepada Ketua RW 20, mereka janji mau mengajak anak- anak mereka dan anak-anak RW 20 untuk belajar menari di Angsa Putih, setelah info tersebut, ada anak dan orangtua datang ke saya kalau anaknya mau belajar nari, tetapi saya tunggu pas waktu latihan menari, alhasil anak itu nggak ada yang datang mbak, orangtuanya bilang kalau sibuk kegiatan di sekolah. Tetapi kalau menurut saya anak-anak tidak sempat belajar nari disini karena kepadatan jadwal TPA di masjid tiap sore dari hari Selasa-Sabtu jam 3 sore sehingga hari Minggu dan Senin mungkin dipakai anak-anak untuk bermain ”. Setelah merasa sudah cukup, peneliti mengakhiri perbincangan dengan Ibu RW dan Bapak SA. 168 CATATAN LAPANGAN IV Lokasi : Kampung Ramah Anak RW 20 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta HariTanggal : Kamis 4 Juni 2015 Kegiatan : Wawancara dengan pekerja sosial bidang seni Ibu RW Pada hari kamis pukul 17.20 WIB peneliti mendatangi Kampung Ramah Anak RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta tepatnya di Paguyuban Manunggal Karso RT 85, RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta untuk bertemu dengan Ibu RW selaku pelatih dan pendiri Sanggar Tari Angsa Putih. Tujuan kedatangan peneliti adalah untuk mengetahui sejarah sanggar, visi dan misi, struktur organisasi dan hal-hal yang berkaitan dengan sanggar Angsa Putih. Saat itu, waktu peneliti datang, Ibu RW masih sibuk dengan kegiatannya membantu merapikan lemari yang baru saja di beli oleh Ibu RW di rumahnya. Tak lama kemudian, Ibu RW menghampiri saya di beranda rumahnya dan mempersilakan saya duduk diatas tikar yang sudah dipersiapkan oleh Bapak SA suami dari Ibu RW. Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti meminta ijin kepada ibu RW untuk merekam perbincangan peneliti dengan Ibu RW. Setelah Ibu RW setuju, kami segera melakukan pengambilan data. Peneliti mengajukan pertanyaan, “Bagaimana latar belakang berdirinya sanggar tari Angsa Putih di RW 20? ” Kemudian Ibu RW menjelaskan, “Karena dari dulu ibu suka menari, dan sekarang ibu menjadi penari Ramayana di Purawisata, ibu mempunyai keinginan untuk memberikan ilmu-ilmu tarian ibu kepada generasi muda, supaya generasi penerus ini mempunyai jiwa yang cinta terhadap kebudayaan tradisional, sebab mempelajari sebuah seni dapat memberikan nilai positif bagi si anak yang belajar seni dan dapat menjadi orang yang mempunyai karakter dan moral yang baik daripada orang-orang yang tidak pernah 169 mempelajari seni. Akhirnya tahun 2012 ibu mencoba untuk mengajak anak-anak warga Manunggal Karso untuk belajar menari, dulunya saya memberikan materi tari Angsa dari Bagong Kusudiarjo, dan anak-anak tertarik, kemudian saya berpikir, kenapa tidak dinamakan sanggar angsa putih, karena anak-anak suka dengan tarian angsa dan berhubung kami tinggal di pinggiran sungai Gajah Wong. Tetapi sebenarnya di Manunggal Karso ini, tidak hanya tarian saja, ada kegiatan seni lukis dan teater atau drama tetapi berhubung ibu yang mengurus dalam bidang tari, akhirnya ibu dan bapak mendirikan sanggar ini sampai sekarang. Sanggar ini masih berjalan, hanya kegiatan dan sistem evaluasi dan sebagainya belum seperti sanggar-sanggar yang lain, dapat dikatakan masih tradisional dan kamipun juga belum ada plang yang menunjukkan kalau disini ada sanggar tari, karena maunya kami dulu, saya mengajarkan anak-anak tari untuk warga RW 20 saja. Kami memberikan pelatihan-pelatihan seni kepada anak-anak secara gratis, tidak dipungut biaya di karenakan, tujuan utama kami adalah supaya anak-anak khususnya Manunggal Karso dan RW 20 mencintai budaya tradisional”. Peneliti bertanya, “Apa visi dan misi sanggar angsa putih?”. Ibu RW menjelaskan, “Visi yang pertama sanggar ini adalah supaya anak-anak khususnya RW 20 dapat menghargai budaya tradisional, meskipun sekarang ini telah banyak kebudayaan dari negara-negara lain yang telah digandrungi anak-anak misalnya dari negeri Korea, Thailand, India. Yang kedua adalah anak-anak RW 20 tidak malu lagi memperkenalkan budaya lokal RW 20 ke kancah nasional atau diluar wilayah RW 20 dengan menampilkan tarian-tarian unik. Sedangkan misinya adalah menjadikan anak- anak RW 20 bangga dengan budaya lokal Indonesia. Peneliti bertanya kembali, “Kapan tanggal pasti sanggar ini berdiri, dan prestasi apa saja yang telah diraih oleh Angsa Putih dari mulai awal berdiri sampai sekarang? ”. 170 Ibu RW menjelaskan, “Sanggar ini berdiri pada tanggal 28 Oktober 2012 bertepatan dengan penyuluhan kegiatan penghijauan sungai dari Tim Forsidas Yogyakarta, waktu itu ibu menari Tari Gambyong sebagai tarian untuk pembukaan, kalau prestasi yang sudah di raih oleh sanggar ini sebenarnya belum, kami hanya pernah mengisi kegiatan-kegiatan yang digelar oleh Pemerintah Kota Yogya, misalnya penampilan Tari Angsa dan Gambyong pada acara Pembukaan Kampung Jamu oleh Martha Tilaar di Papringan, Sleman, Tari Yapong di HUT RI dan Hari Kartini di RW 20, Tari Jejogedan yang merupakan tarian garapan ibu sendiri yang menggabungkan tarian khas dari Banyuwangi, di tampilkan di HUT Kota Yogyakarta, Festival Air di Gambiran dan Launching Sekolah Balap Perempuan oleh GKR Hemas di Madukismo, Bantul yang penarinya adalah campuran dari ibu-ibu dan anak-anak Manunggal Karso, Tari Gugur Gunung dan Tari Bondan Tani di Peringatan Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional ”. Peneliti kembali bertanya, “Bagaimana dengan struktur organisasi sanggar tari Angsa Putih? ”. Ibu R W menjelaskan, “Susunan struktur organisasi di sanggar ini masih belum resmi dan belum sempat kami tempelkan di Balai Manunggal Karso, tetapi kami sudah membentuk resmi struktur organisasi kami yaitu ada Bapak Sugianto Aziz sebagai Ketua Sanggar Tari Angsa Putih, saya sendiri Ibu Retno Widiati sebagai pelatih tari, dan anggota kami Nur Usadaningsih, Suwarni, Samini, Wagiyem, Mugiyem, dan Rusmiyati, mereka sebagai anggota tetapi terkadang membantu saya mengurus dalam segi kostum dan makeup, karena kostum penari masih dari ibu pribadi ”. Peneliti bertanya, “Apa saja sarana dan prasarana di sanggar tari? Apakah sudah memadai atau belum? ”. 171 Ibu RW menjelaskan, “Sarana di sanggar ini ada Balai Manunggal Karso yang kami jadikan sebagai tempat latihan kami, kostum dari saya pribadi, tape dan beberapa kaset tari. Tetapi sebenarnya dari saya sendiri menginginkan kalau saat latihan tari ada beberapa orang yang mengiringi langsung saat menari, namun kami masih kesulitan dalam mencari orang tersebut dan keterbatasan dalam dana untuk membeli kebutuhan iringan musik seperti gamelan, karena proses perekrutan murid di sini memang tidak dipungut biaya dan belum ada pihak yang membantu dalam pengembangan sanggar ini ”. Peneliti kemudian bertanya, “Lalu bagaimana dengan proposal Kampung Ramah Anak yang diajukan kepada Pemerintah Kota Yogyakarta? Apakah tidak ada jatah dana untuk pengembangan seni tari? ”. Ibu RW menjelaskan, “Untuk saat ini, biaya untuk memenuhi pelaksanaan kegiatan Kampung Ramah Anak masih memakai dana dari RW 20, adapun ada dana dari Pemerintah Kota Jogja yang turun tetapi yang turun tidak semua dana, hanya sebagian saja. Dana tersebut akhirnya dipakai dahulu oleh program-program yang lainnya saja, karena menurut Ibu alat musik itu hanyalah kebutuhan sekunder saja, kami masih bisa menggunakan kaset tape recorder dan kami sampai sekarangpun masih kesulitan dalam mencari murid anak-anak yang mau diajak menari ”. Peneliti bertanya, “Berapa jumlah pendidik dan peserta didik di sanggar Angsa Putih?”. Ibu RW menjelaskan, “Kalau pendidik tari hanya saya saja, belum ada yang lain, kalau pendidik seni lukis dan gambar hanya ada satu orang yaitu suami saya Bapak SA, dan peserta didik tari sampai saat ini yang sering ikut latihan baru 5 orang saja dari usia 7 tahun sampai SMP, dan ada 6 orang ibu-ibu berusia sekitar 40 tahun keatas, sedangkan dari seni lukis dan teater baru 4 orang saja ”. Peneliti bertanya, “Bagaimana sistem pelaksanaan seni tari di sanggar tari di Angsa Putih ? ” 172 Ibu RW menjelaskan, “Latihan tari dilaksanakan setiap satu minggu sekali, pukul 15.00 atau pukul 16.00 di Balai Manunggal Karso, waktu latihan nari dua jam terdiri dari olahraga ringan atau pemanasan sebentar, kemudian di lanjutkan dengan latihan menari. Cara menghafal gerakan tari supaya seirama dengan musik tari, pertama, saya mengajak anak-anak menari bersama dengan iringan musik, kemudian di lanjutkan dengan anak- anak sendiri. Penambahan gerakan baru tarian di lakukan setelah anak-anak hafal secara keseluruhan gerakan awal hingga materi yang telah sudah di ajarkan. Kemudian, di akhir latihan, saya sampaikan hasil dari latihan pada hari itu, dan saya evaluasi masing-masing anak. Supaya anak-anak dapat mengetahui kekurangan pada dirinya dan segera memperbaiki kekurangan tersebut. Meskipun murid kami baru sedikit yang memang benar-benar minat dengan menari, tetapi untungnya setiap di adakan agenda pentas seni baik di RW 20 maupun di luar wilayah RW 20, selalu ada beberapa anak dan remaja yang mau ikut berpartisipasi dalam memeriahkan acara tersebut, baik dari wilayah RW sebelah atau luar kota Jogja juga ada yang ikut, jumlahnya sekitar 10 orang anak. ” Peneliti bertanya, “Selama ibu melatih anak-anak menari disini, menurut ibu, adakah faktor pendukung dan penghambat yang ibu temui dalam pelaksanaan latihan tari di Kampung Ramah Anak ? ” Ibu RW menjelaskan, “Faktor penghambat yang saya temui yaitu para orangtua belum sepenuhnya mendorong dan mengajak anak-anaknya untuk mengikuti latihan nari di Manunggal Karso, itu dikarenakan sebagian besar dari anak-anak di RW 20 mengikuti kelas TPA di Masjid, TPA itu diwajibkan bagi seluruh anak-anak muslim di RW 20, TPA juga di selenggarakan setiap hari ja 3 sore kecuali hari Senin. Itulah sebabnya anak-anak jarang mau diajak berlatih nari, dan ada juga beberapa dari para orangtua yang memberikan bimbingan yang salah yaitu mencekoki anak-anak dengan gadget yang canggih serta membebaskan anak-anak menonton drama korea atau boyband yang sedang 173 terkenal di Indonesia, sering saya temui anak-anak di RT 85 ketika mengobrol dengan teman sebayanya membicarakan tentang artis dan film korea. Dulu juga ketika saya melatih anak-anak nari untuk pentas agustusan bersama dengan teman-teman KKN PLS UN, anak-anak sering meminta kepada kakak-kakak mahasiswa KKN untuk mengajarkan tarian korea daripada tari jawa dan mencoba untuk merayu kakak-kakak KKN ketika pentas agustusan ditampilkan tari korea modern. Sedangkan faktor pendukungnya yaitu masih ada beberapa anak-anak yang tulus dari hati berminat belajar nari tradisional di sini. ” Peneliti berta nya, “Usaha apa yang ibu lakukan supaya sanggar tari ini tetap bertahan meskipun masih berkurangnya peserta didik ? ” Ibu RW menjelaskan, “Tetap berusaha memberikan informasi kepada warga RW 20 bahwa kami ada sanggar seni dan kami terbuka menerima kapanpun, siapapun anak-anak yang mau berminat belajar seni, kami juga menyampaikan kepada pekerja sosial RW 20 lainnya supaya membantu kami dalam mencari anak-anak baru dan selalu terus berusaha menampilkan tarian-tarian dari sanggar kami dengan menonjolkan ciri khas kami, supaya warga RW 20 terutama anak-anak mau ikut belajar seni tari di tempat kami, dan mengugah hati para orangtua untuk memberikan motivasi kepada anak-anaknya untuk ikut kegiatan seni. ” Setelah peneliti merasa cukup wawancara dengan Ibu RW, peneliti minta ijin untuk pamit pulang dan membuat janji dengan Ibu NU sebagai salah satu anggota dari sanggar tari Angsa Putih yang bertanggung jawab dalam bidang kostum untuk ijin melakukan wawancara di hari berikutnya. 174 CATATAN LAPANGAN V Lokasi : Kampung Ramah Anak RW 20 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta HariTanggal : Jumat 5 Juni 2015 Kegiatan : Wawancara dengan pekerja sosial bidang seni Ibu NU Pada pukul 10.05 WIB, peneliti kembali berkunjung di Manunggal Karso yang terletak di RT 85, RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta tepatnya di kediaman Ibu NU. Peneliti bertemu dengan suami Ibu NU yang kebetulan sedang merawat tanaman di halaman rumah mereka, kemudian peneliti dipersilakan masuk kedalam rumahnya dan disuruh untuk menunggu sebentar, karena Ibu NU sedang menjahit baju para pelanggannya di ruangan sebelah. Setelah menunggu sejenak, peneliti disambut baik oleh Ibu NU. Sebelum pengambilan data peneliti menjelaskan maksud kedatangan peneliti disini. Ibu NU menyetujui maksud pengambilan data yang peneliti lakukan. Kemudian peneliti segera melakukan pengambilan data kepada Ibu NU yang beliau menjabat sebagai pekerja sosial di bidang tari dan kesenian. Peneliti mengajukan pertanyaan, “Ibu sudah lama bekerja menggeluti bidang seni dan membantu Ibu RW untuk mengembangkan sanggar tari Angsa Putih di Manunggal Karso, menurut ibu, program apa saja yang ada di sanggar tari Angsa Putih? ”. Ibu NU menjawab, “Program yang sedang terlaksana saat ini adalah tari dan menggambar dan drama musikal melalui pembacaan puisi oleh anak-anak putra, kalau yang belum terlaksana dan maunya dari kami bertiga Bapak BS dan Ibu RW membuat drama tari seperti tarian kolosal, tetapi tarian ini di tarikan oleh anak-anak dahulu misalnya tarian kolosal yang menceritakan tentang dolanan anak, baru nantinya kami ibu- ibu ikut disertakan ke dalam tari kolosal tersebut ”. Peneliti mengajukan pertanyaan kembali, “Bagaimana dengan sistem pendanaan sanggar tari tersebut? Apakah ada pihak dari luar yang mendukung sanggar tari ini supaya tetap berdiri di RW 20? ”. Ibu NU menjelaskan, “Pendanaan untuk mengembangkan sanggar ini dari biaya swadaya yaitu sukarela dari pelatih sendiri seperti saya, karena pada saat latihan saya hanya menyediakan air minum saja, tetapi kalau misal ada pementasan nanti mendapatkan bantuan dana dari kas kampung ramah anak bagian kesenian, apapun yang kami butuhkan untuk kesuksesan pementasan anak, pengurus kampung ramah anak akan siap membantu, misalnya saat pementasan kemarin seperti tari angsa, tari yapong, tari bondan 175 klasik, tari gugur gunung, tari jejogedan dan tari bondan tani yang ditarikan oleh ibu- ibu ”. Peneliti bertanya, “Bagaimana sistem pelaksanaan seni tari di sanggar tari di Angsa Putih ? ” Ibu NU menjelaskan, “Latihan tari dilaksanakan satu minggu sekali yaitu setiap hari Sabtu atau Minggu pukul 15.00 atau 16.00 di Balai Manunggal Karso. Saya dan Ibu RW bersama saling membantu mengkoordinir anak-anak ketika latihan apabila ada anak yang kesulitan ketika mengikuti gerakan yang Ibu RW ajarkan, saya membantu dan terkadang membantu membenarkan gerakan atau posisi tari anak-anak. Alhamdullilah, anak-anak yang masih tergolong sedikit ini sangat aktif ketika di ajarkan menari oleh Ibu RW, mereka antusias dan patuh dengan aba-aba yang Ibu RW sampaikan, sehingga dalam 2 bulan dapat mempelajari 1 tarian dengan cepat dan mereka hafal. ” Peneliti melanjutkan pertanyaan berikutnya, “Bagaimana sistem evaluasi seluruh program kegiatan di sanggar tari Angsa Putih ? ”. Kemudian Ibu NU menjelaskan, “Untuk saat ini kami belum ada sistem evaluasi program kegiatan seperti di sanggar tari lainnya mbak, ada rapot, ujian dan lainnya, karena istilahnya kami masih rintisan dan masih dalam proses belajar, untuk itu dalam mewujudkan sanggar tari seperti yang diharapkan oleh kami dan seperti sanggar lainnya, kami di bantu dan dibimbing oleh pekerja sosial kampung ramah anak, dan kesulitan mencari murid masih menjadi masalah utama kami, jadi saat ini kami baru fokus mencari murid dulu baru nanti setelah sekiranya ada beberapa murid, kami baru membuatkan sistem evaluasi program tersebut, tetapi evaluasi program untuk saat ini masih sederhana, yaitu kami melihat dari pementasan anak-anak atau ibu-ibu dari selama latihan hingga pementasan, apakah bisa atau gugup atau masih kaku, lupa gerakan dan sebagainya. Kalau misal terjadi seperti itu, pada latihan berikutnya kami ulangi lagi tarian itu dengan tujuan untuk mereview dan supaya tubuh lebih gemulai ”. Disela-sela menuju pertanyaan selanjutnya, ibu NU membuatkan peneliti minum terdahulu supaya lebih nyaman dalam mengambil data. Setelah Ibu NU selesai membuatkan minum, peneliti menyampaikan pertanyaan berikutnya. Peneliti bertanya, “Selama beberapa tahun sanggar ini berjalan, bagaimana tanggapan warga khususnya RW 20 tentang sanggar tari disini? ”. Kemudi an Ibu NU menjelaskan, “Tanggapan warga tentang sanggar tari terlihat kurang mendukung dan antusias, dikarenakan adanya pola pikir orangtua yang menganggap 176 menari tradisional itu membutuhkan biaya banyak seperti sewa pakaian, makeup dan sebagainya. Dan para orangtua di RW 20 juga tidak menanamkan kepada anak-anaknya untuk menghargai budaya tradisional. Alhasil anak-anak di RW 20 kebanyakan pada demam korea dan film luar Indonesia seperti telenovela dan sebagainya ”. Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan be rikutnya, “Bagaimana dengan tanggapan pekerja sosial RW 20 khususnya kampung ramah anak? ”. Ibu NU menjelaskan, “Kalau pekerja sosial kampung ramah anak disini sangatlah mendukung adanya sanggar tari ini untuk tetap lestari dan semakin berkembang, bentuk dukungan mereka yaitu dengan membantu mendanai kebutuhan pementasan tari ”. Kemudian peneliti memberikan pertanyaan berikutnya, “Dan bagaimana dengan tanggapan dari anak-anak tentang sanggar tari? ”. Ibu NU menjelaskan, “Sejauh ini anak-anak yang berlatih menari disini, tanggapan mereka sangatlah antusias, apalagi anak-anak seusia SD, mereka ketagihan sekali ingin diajarkan tarian baru, tetapi yang membuat ibu prihatin karena anak-anak di RW 20 kurang suka dengan tarian klasik yang musiknya sangat lembut, sebab kata mereka, membuat mereka tidak bersemangat dan mengantuk, akhirnya Ibu RW selaku pelatih tari, untuk saat ini membebaskan anak-anak untuk memilih tarian mana yang akan mereka mau pelajari ”. Peneliti mengajukan pertanyaan kembali, “Lalu bagaimana dengan tanggapan anak-anak yang belum mengikuti sanggar disini ?”. Ibu NU menjelaskan kembali, “Tanggapan mereka ya biasa saja, pada saat murid-murid disini pentas menari, anak-anak yang lain pada suka dan mau diikutkan menari di Angsa Putih, tetapi sampai hari inipun anak-anak itu belum ada yang kesini untuk sekedar melihat proses latihannya saja, kata orangtua mereka pas ibu menanyakan esok harinya, anak-anak pada sibuk bimbingan belajar dan sekolah ”. Menuju ke pertanyaan terakhir, peneliti mengajukan pertanyaan , “Menurut ibu, apa saja faktor penghambat dan pendukung yang dialami oleh pekerja sosial dalam mengelola sanggar tari di sini ? ”. Kemudian Ibu NU menjelaskan, “Faktor penghambat dari sanggar seni disini adalah pola pikir orangtua yang belum menanamkan pentingnya kebudayaan tradisional, sehingga membuat anak-anak semakin lupa dan tidak tertarik dengan budaya lokal di wilayah sini, mereka jadi tidak mengetahui potensi apa yang ada di RW 20 ini, apa lagi sekarang para 177 orangtua mencekoki anak-anak dengan gadget dan fasilitas elektronik terkini, hal itu yang semakin membuat anak-anak acuh dengan budaya lokal yang ada di RW 20 ”. Peneliti bertanya , “Usaha apa yang ibu lakukan supaya sanggar tari ini tetap bertahan meskipun masih berkurangnya peserta didik ? ” Kemud ian Ibu NU menjelaskan, “Melatih anak-anak supaya dapat menampilkan tarian yang terbaik dan menunjukkan prestasi yang bagus melalui karya-karya dari Angsa Putih dan setiap hari ketika saya berpapasan bertemu dengan ibu-ibu atau anak-anak saya selalu mengajak mereka untuk menari di sanggar kami. ” Setelah dirasa peneliti cukup dalam memperoleh data, peneliti mohon pamit kepada Ibu NU dan suaminya dan mengucapkan terimakasih karena telah diijinkan mengambil data. 178 CATATAN LAPANGAN VI Lokasi : Kampung Ramah Anak RW 20 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta HariTanggal : Sabtu 6 Juni 2015 Kegiatan : Wawancara dengan pekerja sosial bidang seni Bapak SA Siang hari pukul 11.30 WIB, peneliti kembali mengunjungi Manunggal Karso yang terletak di RT 85, RW 20, Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Tujuan peneliti datang untuk mengambil informasi lebih mendalam tentang budaya tradisional di RW 20. Peneliti bertemu dengan Bapak SA sebagai ketua pendiri sanggar tari Angsa Putih dan juga suami dari pelatih tari Ibu RW. Peneliti disambut baik oleh Bapak SA dan dipersilakan duduk di sebuah tikar beranda rumahnya. Sebelum peneliti melakukan pengambilan data, peneliti menyampaikan tujuan kedatangan peneliti. Setelah Bapak SA memahami, peneliti menyiapkan keperluan untuk pengambilan data. Peneliti mengajukan pertanyaan pertama yaitu, “Bagaimana latar belakang berdirinya sanggar tari Angsa Putih di Kampung Ramah Anak RW 20 ? ” . Kemudian Bapak SA menjelaskan, “Saya bercerita dahulu sekilas saja mengenai berdirinya Manunggal Karso. Paguyuban ini berdiri di pinggiran sungai Gajah Wong, adalah hasil dari inisiatif warga pinggiran sungai disekitar RW 20. Lahirnya paguyuban Manunggal Karso juga berdiri karena kesatuan dan kepentingan bersama warga disini. Kami merasa, bahwa kami juga memerlukan manusia untuk bersosial dan gotong royong. Oleh karena itu, kami mendirikan paguyuban Manunggal Karso. Setelah beberapa tahun berdirinya Manunggal Karso, saya dan Ibu RW istri saya inisiatif ingin mengajak anak- anak sekitar paguyuban untuk menari, supaya ada kegiatan produktif di luar pendidikan formal mereka. Pada awalnya sanggar tari Angsa Putih berdiri, kami tidak menyiapkan gedung atau sarana seperti sanggar-sanggar yang lain. Kami hanya menyiapkan sebuah tape radio, kaset, dan sampur atau selendang yng dibuat sendiri oleh Ibu RW sebagai salah satu properti menari. Gedungpun kami meminjam Balai Manunggal Karso sebagai tempat latihan menari. Saat ini, sanggar Angsa Putih mempunyai beberapa program seni, seperti menari, drama, melukis. Pelatihnya pun hanya kami berdua, saya dan Ibu RW saja, karena sebenarnya ada satu lagi pelatih dari luar paguyuban, namun karena dia belum ada keyakinan untuk mengajar, jadi baru kami berdua saja yang mengajar seni anak-anak disini. Latar belakang Angsa Putih berdiri pun karena saya melihat di lingkungan RW 20 kurang adanya kegiatan dalam berkesenian. Lagipula saya juga melihat bahwa kita 179 tinggal di kota budaya dan yang paling ditonjolkan adalah kesenian tradisional terutama tarian klasik. Akhirnya Angsa Putih berdiri dengan menonjolkan tari tradisionalnya seperti tari klasik tetapi kami juga membuat sebuah tarian yang mengangkat dari cerita anak-anak dikehidupan sehari-harinya supaya tari tradisi ini menarik untuk anak-anak ”. Peneliti mengajukan pertanyaan ya ng kedua, “Apa visi dan misi sanggar tari Angsa Putih di RW 2 0 ?”. Kemudian Bapak SA menjelaskan, “Visi sanggar Angsa Putih adalah melihat bahwa tradisi tradisional itu sangat berharga dan perlu kita angkat karena di dalam kesenian tradisional terkandung ajaran-ajaran moral seperti hati dan naluri, unggah-ungguh, nilai kesopanan dan norma-norma di masyarakat kita. Sedangkan misi kita adalah supaya anak-anak sejak dini mengenal kesenian tradisional, dan memahami unggah-ungguh sebagai orang yang tinggal di jawa khususnya Yogyakarta ”. Peneliti mengajukan pertanyaannya kembali, “Apa saja sarana dan prasarana di sanggar tari Angsa Putih ? ” . Kemudian, Bapak SA menjelaskan, “Sarana yang ada di sanggar Angsa Putih bisa dikatakan masih terbatas, karena kami dalam melatih anak-anak tidak memungut biaya latihan. Selama anak-anak latihan pun, kami hanya memberikan air minum saja, kalaupun saya ada rejeki ya saya akan membelikan makanan ringan. Sarana disini hanya sebuah balai Manunggal Karso, balai ini di dirikan memang khusus untuk masyarakat paguyuban, jadi sayapun juga bisa memakai balai ini, warga disekitar sini pun juga setuju, saya dan Ibu RW memakai balai ini untuk tempat latihan. Sedangkan prasarana yang kami punya hanya, tape, kaset dan beberapa selendang saja untuk anak-anak menari, kalau lukis dan drama, propertinya menggunakan dari anak-anak sendiri ”. Peneliti mengajukan pertanyaan kembali, “Berapa jumlah pendidik dan peserta didik di sanggar Angsa Putih ? ”. Bapak SA menjelaskan, “Untuk pendidik, kami mempunyai 3 orang ; saya sebagai pelatih drama dan lukis, Ibu RW sebagai pelatih tari dan satu lagi Mas SN, tetapi karena Mas SN belum ada keberanian mengajar anak-anak, jadi pendidik sementara hanya berdua saja. Dan untuk Ibu RW tidak bekerja sendiri, melainkan juga di bantu oleh ibu-ibu organisasi Manunggal Karso apabila ada pementasan seni. Sedangkan untuk peserta didik, kami mempunyai 11 orang peserta, yakni 5 orang drama dan lukis, 6 orang menari ”. Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan kembali, “Program apa saja yang saat ini sedang terlaksana dan yang akan dilaksanakan? ”. 180 Bapak SA menjelaskan, “Program atau latihan yang saat ini terlaksana hanya latihan dasar tari dan drama saja, tetapi karena mau bulan Ramadhan, sementara kegiatan kesenian libur dulu, nanti akan dilanjutkan setelah hari raya lebaran dan anak-anak juga mau latihan kembali. Dan program yang akan terlaksana yaitu sebuah pementasan sendratari yang menceritakan legenda tanah jawa disitu juga terlibat anak-anak, orang dewasa dan lansia. Namun untuk program itu sementara kami tunda dahulu, mengingat kami juga masih membutuhkan anak-anak yang mau diajak untuk melestarikan budaya tradisional ”. Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan lagi, “Bagaimana dengan sistem pendanaan sanggar tari ini? Apakah ada dana dari luar yang membantu dalam proses penyelenggaraan sanggar tari ini? ”. Bapak SA menjelaskan, “Kami tidak memungut dana atau uang dari mereka belajar menari, karena menurut saya, belajar seni itu memang penting untuk melatih dan membentuk karakter anak, jadi selama anak-anak senang ikut latihan menari, melukis atau drama, ya silakan saja. Saya dan Ibu RW akan tambah senang bila mereka senang hati dan punya niat untuk berlatih. Kalau dana dari luar ada, yaitu dari kas program Kampung Ramah Anak RW 20, mereka akan siap membantu pada saat pementasan saja seperti untuk keperluan make-up, kostum dan properti tari atau kesenian. Namun, untuk melatih anak- anak dan diberikan dana, kami masih belum dikarenakan masih banyak program Kampung Ramah Anak lain yang akan mereka laksanakan ”. Peneliti mengajukan pertanyaan, “Bagaimana sistem pelaksanaan seni lukis di sanggar tari di Angsa Putih? “ Kemudian Bapak SA menjelaskan, “Seni lukis di laksanakan seminggu sekali setiap akhir minggu, terkadang hari SabtuMinggu tergantung anak-anak, pada sore hari di Balai Manunggal Karso. Anak-anak dan remaja di ajarkan dasar dahulu sebelum melukis, seperti melukis pola atau apapun yang mudah yang dapat di tangkap oleh pikiran kita. ” Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan, “Bagaimana sistem evaluasi seluruh program kegiatan di sanggar tari Angsa Putih? ”. Bapak SA menjelaskan, “Kami belum ada untuk evaluasi program semacam itu, atau istilahnya evaluasi program secara terstruktur, jadi bisa dikatakan sanggar tari kami, masih sederhana. Namun, kalau untuk evaluasi program kesenian seperti drama, tari dan lukis, kami melihat dari saat anak-anak latihan sampai pementasan, kami akan perhatikan anak-anak mana yang sekiranya masih kurang dalam hal ini dan sebagainya. Tetapi kalau 181 untuk jenis tari atau tema lukisan apa yang akan disampaikan pada anak-anak, saya dan Ibu RW saling berkonsultasi supaya materi yang akan kami sampaikan diresapi baik oleh anak-anak dan supaya dibenak mereka, mereka menganggap belajar seni itu mudah ”. Kemudian, pembicaraan terpaksa di potong sejenak, dikarenakan Bapak SA mau ke toilet. Dan Ibu RW mengajak peneliti untuk makan siang bersama di rumah sederhananya yang kebetulan saat itu sedang memasak siang untuk anak dan Bapak SA. Setelah selesai bersantap bersama dengan bapak dan ibu, peneliti melanjutkan pengambilan data kembali dengan Bapak SA di teras rumah. Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan kembali. Peneliti bertanya, “Bagaimana tanggapan warga RW 20 tentang sanggar tari ?”. Bapak SA menjelaskan, “Menurut warga RW 20, mereka sangat mendukung dengan keberadaan sanggar tari di sini, adanya sanggar Angsa Putih di sini, dapat mengangkat RW 20 menjadi salah satu Kampung Ramah Anak di Yogyakarta. Tetapi sayangnya, dukungan warga disini hanya sebatas di mulut saja, tidak ada tingkah atau perbuatan yang ditunjukkan untuk mendukung keberadaan sanggar ini, seperti dapat kita lihat, anak- anak tidak mau di ajak untuk latihan menari atau melukis, padahal kami dari pihak sanggar, tidak memungut biaya. Saya menangkapnya, karena pola pikir dari orangtua sendirilah yang tidak mau mendukung anaknya untuk belajar menari tradisional. Sehingga anak-anak disini pun, kalau kami ajak menari, seperti mau tidak mau. Orangtua dan anak- anak juga berpikir, budaya tradisional seperti menari, dianggap kurag dinamis, membutuhkan dana yang banyak, gerakannya terlalu lamban, dan dianggap jadul atai tidak dapat mengangkat gaya hidup mereka. Oleh karena itu, harapan saya, saya dan Ibu RW ingin membuat sebuah pementasan tari dengan mengemasnya seperti sendratari sederhana, yang ceritanya diangkat dari legenda Indonesia ”. Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan, “Bagaimana tanggapan dari pekerja sosial RW 20 khususnya pihak kampung ramah anak ? ”. Bapak SA menjelaskan, “Pekerja sosial kampung ramah anak di sini sangat mendukung, oleh karena itu, kami berupaya untuk mengemas tarian yang menarik untuk anak-anak ketika anak-anak ini pentas di pentas seni yang diadakan RW 20, supaya anak-anak yang lainnya, hatinya tergugah dan mau ikut menari di sanggar tari Angsa Putih. Dan salah satu dukungan dari pekerja sosial kampung ramah anak wilayah ini adalah memberi uang saku untuk biaya make-up dan kostum ketika anak-anak mau pentas menari ”. Kemudian peneliti mengajukan pertanyaan, “Bagaimana tanggapan dari anak-anak tentang sanggar tari tersebut ? ”. 182 Bapak SA menjelaskan, “Anak-anak itu sebenarnya sudah tertarik dengan tarian sanggar kami, hanya saja untuk mengajak mereka berlatih menari atau melukis masih sulit, karena masih dianggap kuno, gerakan lamban, sangat ribet. Kalau untuk murid-murid di sini, mereka sangat antusias untuk belajar tarian baru, hanya saja untuk belajar tari klasik yogyakarta, masih sulit, karena usia mereka yang masih sangat labil dan cenderung lebih suka tarian yang riang gembira ”. Kemud ian peneliti mengajukan pertanyaan terakhir, “Apa saja faktor penghambat dan pendukung yang dialami oleh pekerja sosial dalam mengelola sanggar tari ini ? ”. Bapak SA menjelaskan, “Kalau faktor penghambat yang dialami kami yaitu di harapkan pekerja sosial kampung ramah anak RW 20, bisa memberikan bantuan ketika saat kegiatan latihan menari, misalnya pengadaan dana untuk pembelian kaset tari atau memperbaharui kaset tape, tidak hanya uang untuk make-up dan kostum saja, karena dana kampung ramah anak sangatlah banyak tetapi apakah tidak bisa hanya sebagian saja untuk di berikan kepada program kesenian. Dan sampai sekarang, masih kesulitan untuk menggiring anak-anak RW 20 belajar menari tradisional, meskipun kami sudah berupaya untuk mengajak mereka, hingga sekarang ada salah satu murid kami dari luar wilayah RW 20 rela untuk belajar menari. Sedangkan faktor pendukungnya adalah sejauh ini masyarakat RW 20 dan paguyuban Manunggal Karso sangat antusias menyambut kami, bila ada anak-anak dari kami yang pentas diacara pentas seni desa ”. Peneliti bertanya, “Apa usaha yang Bapak lakukan untuk mengatasi faktor penghambat tersebut ? ” Bapak SA menjelaskan, “Saya sudah mencoba untuk membicarakan kepada pengelola dan pekerja sosial RW 20 mengenai bantuan di carikan anak-anak untuk mau menari dan melukis di tempat kami. Awalnya memang ada orangtua yang mendaftarkan anaknya untuk berlatih menari. Tetapi hal itu, hanya sebentar saja, tidak berlangsung lama. Tetapi saya akan mendukung Ibu RW untuk tetap memberikan latihan tari dan melukis pada anak-anak sampai mereka benar-benar minat ke dunia seni dan akan saya tunjukkan kepada warga RW 20 bahwa sanggar seni kami merupakan sanggar yang menampung anak-anak yang gemar berkesenian. ” Setelah peneliti merasa cukup untuk mengambil data dari Bapak SA, peneliti segera mengakhiri pembicaraan dengan Bapak SA, dan mohon pamit pulang. 183 CATATAN LAPANGAN VII Lokasi : Kampung Ramah Anak RW 20 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta HariTanggal : Minggu 14 Juni 2015 Kegiatan : Wawancara dengan pekerja sosial KRA Bapak KP Hari Minggu, pukul 10.00 WIB peneliti mengunjungi rumah kediaman Bapak KP dengan tujuan untuk mengambil data lebih mendalam tentang Kampung Ramah Anak di RW 20. Bapak KP di RW 20 menjabat sebagai Ketua RW sekaligus Ketua I Kampung Ramah Anak. Saat peneliti tiba di rumah kediaman Bapak KP. Peneliti bertemu dengan salah satu anak Bapak KP, dia menyuruh peneliti untuk menunggu sebentar karena Bapak KP sedang mandi. Lalu peneliti menunggu Bapak KP di ruang tamu sambil mempersiapkan kebutuhan yang diperlukan untuk pengambilan data. Tak lama kemudian, Bapak KP menyambut peneliti, dan mempersilakan peneliti untuk duduk kembali. Sebelum memulai pengambilan data, peneliti menyampaikan dahulu tujuan kedatangan peneliti sambil menanyakan waktu luang Bapak KP untuk pengambilan data. Kemudian Bapak KP langsung menyanggupi bahwa pengambilan data dapat dilakukan hari itu juga. Peneliti bertanya, “Bagaimana latar belakang RW 20 dipilih sebagai Kampung Ramah Anak ? ” Bapak KP menjelaskan, “Di Kelurahan Baciro, baru ada 2 kampung yang menyandang Kampung Ramah Anak, yaitu RW 06 dan RW 20. RW 20 dipilih oleh Pemerintah Kota sebagai Kampung Ramah Anak, karena letaknya yang sangat strategis, dekat dengan pusat pemerintahan kota, kampus, dan fasilitas pendidikan yang cukup terkenal. Dan di RW 20 juga memiliki banyak anak-anak, namun kendala dari RW 20 masih kurang taman bermain untuk fasilitas anak-anak karena wilayah RW 20 yang sempit, adapun taman bermain di sini di taruh di jalan sebelah Balai RW 20. Dan mendapat informasi dari kelurahan, bahwa kelurahan Baciro sayang terhadap RW 20 sehingga dipilihlah daerah kami jadi Kampung Ramah Anak, karena terdapat potensi dari RW 20 yang bisa dikembangkan, seperti Ibu PKK yang aktif, paud RW yang masih eksis di Kelurahan Baciro bahkan ketua paud RW 20 baru-baru ini dipilih sebagai ketua paud se-kelurahan Baciro”. Peneliti bertanya, “Apa visi dan misi dari Kampung Ramah Anak di RW 20 ?” Bapak KP menjelaskan, ”Visi dari RW 20 yaitu yang pertama, supaya anak-anak lebih maju setara dengan kampung-kampung lain yang sudah maju. Dan yang kedua, 184 melestarikan permainan tradisional anak-anak seperti benthik, egrang, dan banyak permainan yang direncanakan seperti bola voli, pimpong, bersepeda dan outbound yang kemarin baru dilaksanakan. Kalau misi RW 20 yaitu Kampung Ramah Anak RW 20 yang sehat, bersih, dan kampung yang ramah terhadap anak .” Peneliti bertanya, “Bagaimana struktur organisasi Kampung Ramah Anak RW 20 ?” Bapak KP menjelaskan, “Struktur organisasi RW 20 nanti saya pinjamkan proposal Kampung Ramah Anak ya mbak, karena saya juga tidak terlalu hafal. Tetapi yang pasti, saya sebagai ketua 1, Bu Hani sebagai ketua 2 .” Peneliti bertanya, “Program kegiatan apa saja yang ada di Kampung Ramah Anak RW 20 ? ” Bapak KP menjelas kan, “Sesuai program yang diajukan kemarin pada proposal yang telah disusun, RW 20 mengajukan program kegiatan seperti penyuluhan narkoba oleh BNN, kesenian seperti tari dan lukis, penyuluhan gosok gigi dari Dinas Kesehatan, dan ada beberapa program lainnya nanti bisa dilihat di dalam proposal ini .” Peneliti bertanya, “Bagaimana sistem perencanaan program di Kampung Ramah Anak RW 20 ? ” Bapak KP menjelaskan, “Kita mengadakan rapat dengan pengelola Kampung Ramah Anak seperti yang ada di struktur organisasi, kemudian merencanakan program kampung ramah anak secara bersama-sama .” Peneliti bertanya, “Bagaimana cara koordinasi supaya program di Kampung Ramah Anak RW 20 dapat berjalan lancar sesuai dengan agenda ? ” Bapak KP menjelaskan, “Setiap program yang akan dilaksanakan dibentuk dahulu seksi- seksi atau panitia, setiap seksi atau panitia memegang satu program kegiatan, sehingga semua seksi-seksi dapat merasakan bagaimana menjadi koordinator program kegiatan tersebut, kemudian saya dan Bu Hani melakukan kontrol dan arahan supaya program kegiatan tersebut dapat dijalankan tepat waktu sesuai agenda .” Peneliti bertanya, “Bagaimana sistem pendanaan seluruh program kegiatan yang ada di Kampung Ramah Anak RW 20 ? ” Bapak KP menjelaskan, “Dana untuk kegiatan Kampung Ramah Anak dikucurkan dari Pemerintah Kota sebanyak 20 juta, dan dana tersebut sudah dibagi di berbagai program kegiatan sesuai kebutuhan dari program kegiatan tersebut .” Peneliti bertanya, “Program apa saja yang sedang terlaksana dan yang akan terlaksana di Kampung Ramah Anak RW 20 ? ” 185 Bapak KP menjelaskan, “Salah satu program kegiatan yang sudah terlaksana ada program Bank Sampah yang dihadiri oleh Kepala BLH dan program TBM RW 20 yaitu TBM Ngudi Kawruh yang di hadiri oleh Ibu Walikota dan program menari di Manunggal Karso sama program les atau bimbingan belajar gratis untuk anak-anak di Balai RW, ada les bahasa jepang, bahasa inggris, kalau untuk program yang akan dilaksanakan, saya lupa mbak, besok coba tanyakan dengan Bu Hani .” Peneliti bertanya, “Bagaimana sistem pelaksanaan program-program kegiatan tersebut ?” Bapak KP menjelaskan, ”Sistem pelaksanaan seluruh program kegiatan di Kampung Ramah Anak dilaksanakan oleh koordinator dari program tersebut, namun di kontrol dan di bimbing langsung oleh saya dan Bu Hani serta pengelola Kampung Ramah Anak lainnya, dan sebelum pelaksanaan kami sudah mematangkan konsep program yang dijalankan .” Peneliti bertanya, “Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mendukung seluruh program kegiatan di Kampung Ramah Anak ? ” Bapak KP menjelaskan, “Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan program kegiatan adalah tergantung dari program kegiatan apa yang akan dijalankan, contoh seperti program bimbingan belajar gratis, sarana yang dibutuhkan adalah tempat yaitu Balai RW, papan dan spidol serta buku penunjang les yang sudah ada di TBM Ngudi Kawruh .” Peneliti bertanya, “Bagaimana peran pekerja sosial RW 20 dalam mewujudkan Kampung Ramah Anak supaya sesuai dengan harapan warga RW 20 dan sesuai dengan pihak Kota Layak Anak Yogyakarta ? ” Bapak KP menjelaskan, “Tugas pengelola untuk mewujudkan Kampung Ramah Anak yaitu mengadakan rapat atau pertemuan rutin setiap mau menjalankan program kegiatan selanjutnya, saat pelaksanaan juga selalu berkoordinasi dengan koordinator program tersebut dan mengadakan evaluasi sederhana setiap akhir dari pelaksanaan program kegiatan .” Peneliti bertanya, “Bagaimana sistem evaluasi seluruh program di Kampung Ramah Anak RW 20 ? ” Bapak KP menjelaskan, “Evaluasi yang saya lakukan setiap akhir kegiatan, yaitu laporan dari masing-masing seksi dan koordiantor dari program kegiatan tersebut, bagaimana pelaksanaan, bagaimana dengan dana yang diberikan dan sebagainya. Apabila ada 186 kekurangan atau kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan akan kami rembug bagaimana solusinya dan kita buat pelajaran untuk pelaksanaan selanjutnya .” Peneliti bertanya, “Bagaimana tanggapanrespon anak-anak mengenai program kegiatan tersebut ? ’ Bapak KP menjelaskan, “Sangat mendukung dan berterimakasih karena akhirnya ada program kegiatan yang ditujukan anak-anak seperti les gratis yang sampai saat ini masih berjalan, les tari, penyuluhan gosok gigi gratis, mereka juga ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut .” Peneliti bertanya, “Bagaimana dengan tanggapan RW 20 mengenai program kegiatan tersebut ? ” Bapak KP menjelaskan, ”Sangat mendukung dan antusias, para orangtua mau mengajak anak-anaknya untuk ikut berpartisipasi dalam setiap program kegiatan, seperti mau menyumbang buku-buku bacaan mereka untuk TBM Ngudi Kawruh .” Peneliti bertanya, “Apa saja faktor penghambat dan faktor pendukung yang dialami pekerja sosial dalam melaksanakan program kegiatan Kampung Ramah Anak ? ” Bapak KP menjelaskan, “Faktor penghambat yang saya temui yaitu terkadang saat rapat koordinasi perencanaan program ataupun evaluasi program kegiatan masih ada beberapa pengelola yang belum bisa hadir jadi hanya orang itu-itu saja yang hadir. Padahal saya maunya, mereka datang supaya dapat berbagi pengalamannya atau tukar pengalaman. Saya setiap akan mengadakan rapat selalu membuat undangan untuk para pengelola Kampung Ramah Anak. Kalau faktor pendukungnya, pengelola kami sangat solid, mau bergotong royong, saling membantu bila ada yang menemui kesulitan dan karena pengelola Kampung Ramah Anak ini sebagian besar orang-orang pekerja, baik swasta maupun PNS, sehingga kami memperoleh banyak link untuk mendukung pelaksanaan program Kampung Ramah Anak .” Peneliti bertanya, “Apa usaha yang dilakukan untuk mengatasi faktor penghambat tersebut ? ” Bapak KP menjelaskan, “Saya dan pengurus inti kampung ramah anak sudah membuatkan undangan rapat untuk para pengelola dan sebarkan kepada seluruh pengelola kampung ramah anak seminggu sebelum rapat atau empat hari sebelumnya, dan mengumumkan melalui toa masjid. Saya juga sedikit memberikan saran supaya lebih aktif hadir dalam rapat. Tetapi setelah saya melakukan hal tersebut, orang-orang yang awalnya tidak 187 datang sekrang sudah banyak yang datang, sehingga kemungkinan terjadi miss communication bisa di atasi. ” Setelah dirasa peneliti, sudah cukup mendapatkan informasi tentang kampung ramah anak, peneliti mohon pamit kepada Bapak KP dan mengucapkan terima kasih karena telah meluangkan waktunya untuk menjawab semua pertanyaan peneliti. 188 CATATAN LAPANGAN VIII Lokasi : Kampung Ramah Anak RW 20 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta HariTanggal : Sabtu 20 Juni 2015 Kegiatan : Wawancara dengan pekerja sosial Ibu SH Sabtu sore pukul 16.00 WIB, peneliti mengunjungi kediaman Ibu SH yang terletak di pinggiran rel kereta api UIN Sunan Kalijaga. Saat itu peneliti bertemu dengan suami Ibu SH yaitu Bapak SA yang terlihat sedang menyiram tanaman di halaman rumah beliau. Peneliti menghampiri Bapak SA dan menanyakan apakah Ibu SH ada dirumah atau tidak. Ternyata memang benar Ibu SH hari itu sedang libur dan beliau sedang mandi, peneliti dipersilahkan masuk ke dalam rumah beliau dan menunggu sebentar. Beberapa menit kemudian, Ibu SH menghampiri peneliti dan memberikan salam. Saat itu juga peneliti menyampaikan tujuan kedatangan peneliti untuk melakukan pengambilan data dengan Ibu SH. Akhirnya Ibu SH menyetujui dan sanggup menjadi responden bagi peneliti. Kemudian segera peneliti melakukan persiapan wawancara dengan Ibu SH. Peneliti bertanya, “Bagaimana latar belakang RW 20 dipilih sebagai Kampung Ramah Anak ? ” Ibu SH menjelaskan, “Latar belakang RW 20 dipilih menjadi kampung ramah anak, awalnya di pilih oleh lurah Baciro karena RW 20 dipandang memiliki potensi yang besar sehingga dijadikan salah satu pilot project di Baciro. Potensinya yaitu kegiatan kegiatan rutin seperti posyandu Balita, Posyandu Lansia, Kompag komunitas pemuda pemudi, PKK, Paud, TPA, Sanggar Tari Angsa Putih, Senam Sehat Bugar, Bank Sampah. Adapun Kegiatan-kegiatan lain yang selalu diperingati oleh RW 20 yaitu Peringatan hari-hari besar seperti Malam Tasyakuran menjelang tanggal 17 Agustus, Peringatan Hari Kartini, Hari Pendidikan Nasional, Sumpah Pemuda dan Hari Ibu. Kegiatan kegiatan ini mengundang selain Warga RW,PWKG, LPMK, Lurah beserta ibu, Camat beserta ibu, Kapolsek, DanRamil, Wali Kota wakil Walikota beserta ibu. Dan pada tanggal 14 Juli 2014 yang lalu resmilah RW 20 dijadikan sebagai salah satu kampung ramah anak di kota Yogyakarta .” Peneliti bertanya, “Apa visi dan misi dari Kampung Ramah Anak RW 20 ?” Ibu SH menjelaskan, “Visi dari kampung ramah anak adalah RW 20 menjadi kampung ramah anak berbasis budaya dan lingkungan. Sedangkan misi RW 20 yaitu a anak-anak dibawah 18 tahun sehat gigi; b menjadi RW yang bersih, sehat dan pelestarian budaya; c 189 menjadi kampung hijau; d mengembangkan program-program kegiatan yang ramah; d mengembangkan sarana prasarana kegiatan kampung ramah anak. ” Peneliti bertanya, “Bagaimana struktur organisasi Kampung Ramah Anak RW 20 ?” Ibu SH menjelaskan, “Saya jelaskan pengurus intinya saja ya mbak, selengkapnya nanti saya berikan dalam bentuk dokumen. Kalau pengurus intinya yaitu ada Pak RW sebagai Ketua I, saya sebagai Ketua II, Mas Andika sebagai Sekretaris I, Mas Fajar sebagai sekretaris II, Bu Dewi dan Bu Atik sebagai bendahara I dan II. Kampung Ramah Anak di RW 20 dibimbing langsung oleh pembina kami yaitu Lurah Baciro RW 20 dan sesepuh dari RW 20 yang memang telah dianggap memiliki pengalaman banyak. ” Peneliti bertanya, “Program kegiatan apa saja yang ada di Kampung Ramah Anak RW 20 ? ” Ibu SH menjelaskan, “Karena program kegiatannya banyak dan ibu juga tidak hafal seluruhnya, setelah ini saya berikan dokumen program kegiatan Kampung Ramah Anak, supaya bisa dijadikan bahan dokumentasi. ” Peneliti bertanya, “Bagaimana dengan sistem perencanaan program di Kampung Ramah Anak RW 20 ? ” Ibu SH menjelaskan, “Perencanaan program Kampung Ramah anak : dilaksanakan rapat baik dari pengurus RW, Tokoh Masyarakat, RT, PKK, Pemuda Kompag. Dan rapat rutin ini dilaksanakan bila ada pembahasan mengenai program kegiatan yang akan dilaksanakan selanjutnya dan serta evaluasi program kegiatan. ” Peneliti bertanya, “Bagaimana cara koordinasi supaya program Kampung Ramah Anak RW 20 dapat berjalan lancar sesuai dengan agenda ? ” Ibu SH menjelaskan, “Cara berkoordinasi antar pengelola yaitu selain rapat secara keseluruhan, setiap kelompok kerja berkoordinasi dengan anggotanya secara rutin, tentunya pengurus inti selalu mengingatkan atau konfirmasi, dan pengurus inti juga serta merta selalu mengikuti perkembangan setiap waktunya sehingga mengurangi miss comunication antar anggota pengurus dan pengurus inti. ” Peneliti bertanya, “Bagaimana sistem pendanaan seluruh program kegiatan yang ada di Kampung Ramah Anak RW 20 ? ” 190 Ibu SH menjelaskan, “Pendanaan KRA dari Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan KPMP Kota Yogyakarta, Swadaya masyarakat sebesar 20 juta rupiah, biaya tersebut dibagikan sesuai dengan program kegiatan yang telah disusun oleh pengelola KRA RW 20 dan telah disetujui oleh pemerintah kota. ” Peneliti bertanya, “Program apa saja yang sedang terlaksana dan yang akan dilaksanakan di Kampung Ramah Anak RW 20 ? ” Ibu SH menjelaskan, “Program yang sudah terlaksana yaitu Pembentukan forum anak, pembentukan Taman Bacaan Masyarakat, penyuluhan kepedulian terhadap anak, Penyuluhan ibu-ibu muda berkaitan dengan pemberian gizi anak, pola makan anak, Pemeriksaan gigi anak, Pelatihan menggosok gigi yang baik bagi anak-anak pembelian sikat gigi dan pasta,outbond bagi anak anak,remaja dan mahasiswa yang berada dipemondokan RW 20, outbond anak anak PAUD, PAUD belajar lapangan di Taman pintar dan Adi Sucipto, Sosialisasi Bahaya Narkoba, Kegiatan olahraga : Bola Volley, pemainan tradisional egrang, tenis meja, Senam Otak, Senam kebugaran, Seni musik keybord,nasyid, paduan suara, vocal group remaja, seni drama, baca puisi indonesia maupun geguritan jawa, seni tari, gerakan penghijauan, Pendidikan : pendampingan bahasa Inggris, jepang, matematika, baca tulis bagi anak, Pembuatan papan nama. Program-program tersebut hampir semua terlaksana. Sedangkan program yang belum terlaksana : Pemantauan permukiman rumah sehat khususnya kepemilikan fasilitas sanitasi dasar, Pelatihan cara membuat perangkap nyamuk, bahasa jepang baru beberapa kali belum rutin, matematika, Papan Nama KRA yang belum. ” Peneliti bertanya, “Bagaimana sistem pelaksanaan program-program kegiatan tersebut ?” Ibu SH menjelaskan, “Seluruh program tersebut terlaksana karena kerjasama dari seluruh pihak pengurus Kampung Ramah Anak dan dukungan dari warga RW 20, mereka mau berpartisipasi ikut kegiatan yang kami bentuk begitu juga dengan anak-anak, meskipun terkadang kami sering mengalami miss communication atau ada beberapa program kegiatan yang tidak ada atau hanya beberapa orang saja pesertanya, namun perlahan- lahan kami akan menyempurnakan kegiatan tersebut supaya jauh lebih baik dari sebelumnya. Dan kami para pengurus sebelum ada pelaksanaan program selanjutnya, Pak RW selalu memberikan undangan untuk rapat mengenai program yang akan dilaksanakan, 191 sistem pembagian pemantuan kegiatan juga dibagi antara saya dengan Pak RW, sebagai ketua I dan II. ” Peneliti bertanya, “Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mendukung seluruh program kegiatan di Kampung Ramah Anak ? ” Ibu SH menjelaskan, “Sarana prasarana yang dibutuhkan : ruang terbuka hijau selama ini menggunakan lapangan yang berada di wilayah RW 85, namun pada tahun 2015 sudah di bangun rumah oleh pemiliknya, tempat olahraga : selama ini menggunakan lapangan olahraga di APMD dan SMA Santo Thomas. Kegiatan-kegiatan posyandu, PAUD, penyuluhan, di Balai RW 20 yang sekarang sudah cukup luas. Meskipun ada kegiatan- kegiatan yang dilakukan di halaman rumah warga yang cukup luas, karena wilayah kami merupakan wilayah yang cukup padat penduduk. Sarana dan prasarana lainnya yaitu menyesuaikan dengan program kegiatan yang dilaksanakan. ” Peneliti bertanya, “Bagaimana peran pekerja sosial dalam mewujudkan Kampung Ramah Anak supaya sesuai dengan harapan masyarakat RW 20 serta sesuai dengan aturan Kota Layak Anak, Yogyakarta ? ” Ibu SH menjelaskan, “Peran pekerja sosial yaitu pengurus RW, RT dan PKK, Dasawisma sangat aktif terutama ibu-ibu dan bapak. Untuk pemuda dan anak-anak masih harus di semangati terlebih dulu jika akan dilakukan kegiatan. ” Peneliti b ertanya, “Bagaimana sistem evaluasi seluruh program di Kampung Ramah Anak RW 20 ? ” Ibu SH menjelaskan, “Sistem Evaluasi pengurus Kampung Ramah Anak yaitu rapat per gugus tugas terlebih dulu, selanjutnya dilakukan rapat besar. Begitu juga dengan pengurus inti, selalu berkoordinasi terlebih dahulu, sehingga rapat besar bisa fokus, dan dari situlah kami akan menemukan kekurangan-kekurangan dari kegiatan yang sudah terlaksana supaya kami dapat menemukan solusi untuk permasalahan di lapangan. ” Peneliti bertanya, “Bagaimana tanggapan atau respon anak-anak mengenai program kegiatan tersebut ? ” Ibu SH menjelaskan, “Tanggapan anak-anak bagus, juga sudah dibentuk forum anak. Anak-anak dan remaja akan mengekspresikan kemampuannya pada acara-acara yang 192 dilakukan seperti pada soasialisasi narkoba, peringatan hari-hari besar, : menampilkan musik, vocal group, baca puisi, tari. ” Peneliti bertanya, “Bagaimana dengan tanggapan warga RW 20 mengenai program kegiatan tersebut ? ” Ibu SH menjelaskan, “RW 20 sangat mensupport baik dari segi moril maupun materi.” Peneliti bertanya, “Apa saja faktor penghambat dan pendukung yang dialami pekerja sosial dalam melaksanakan program kegiatan Kampung Ramah Anak ? ” Ibu SH menjelaskan, “Faktor yang menghambat dari kegiatan KRA yaitu kedisiplinan kehadiran bagi anak-anak pada setiap kegiatan, mereka harus didorong dahulu supaya mau ikut kegiatan tersebut contohnya seperti sanggar tari, bimbel gratis dan olahraga rutin. Sedangkan para orang tua lebih tepat waktu dan antusias ketika mengikuti kegiatan yang RW lakukan misalnya hadir lebih awal, adapun kehadiran dari anggota KRA yang masih bolong dalam rapat ketika membahas Kampung Ramah Anak, kebanyakkan yang datang hanya koordinator saja padahal anggotanya pun diwajibkan datang supaya lebih paham dengan kegiatan yang akan kami laksanakan . Sedangkan faktor pendukung yaitu warga sangat menerima program KRA. ” Peneliti bertanya, “ Apa usaha yang dilakukan untuk mengatasi faktor-faktor penghambat tersebut ? ” Ibu SH menjelaskan, “Setiap ada kegiatan untuk anak-anak, sebelumnya kami memberikan pengumuman melalui toa masjid, untuk mengingatkan khususnya kepada para orangtua untuk mengingatkan kepada anak-anaknya. Kalau pengelola kampung ramah anak yang terlambat atau tidak hadir, dari pihak RW tepatnya ketua RW satu minggu atau empat hari sebelum rapat, sudah memberikan undangan kepada pengelola kampung ramah anak dan mengumumkan melalui toa masjid. Namun sekarang ini, setelah saya dan Bapak KP melakukan hal tersebut, beberapa tim work kami sudah aktif untuk datang saat rapat koordinasi, dan datang tepat waktu. ” Setelah dirasa peneliti, peneliti puas dengan jawaban yang diberikan Ibu SH, akhirnya peneliti mengakhiri kegiatan wawancara hari itu, dan mengucapkan terima kasih karena Ibu SH telah membantu peneliti dalam proses pengambilan data. Penelitipun mohon pamit kepada Ibu SH dan Bapak SA. 193 Lampiran 5. Catatan Wawancara CATATAN WAWANCARA I Nama : RW Jabatan dalam KRA RW 20 : Seksi seni tari Usia : 43 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Swasta Alamat : Gendeng GK IV 975, RT 85, RW 20 Pendidikan terakhir : SMK Waktu wawancara : Kamis, 4 Juni 2015 17.20 WIB Tempat wawancara : Rumah Ibu RW Hasil Wawancara Bagaimana latar belakang berdirinya sanggar tari Angsa Putih di RW 20 ? Karena dari dulu ibu suka menari, dan sekarang ibu menjadi penari Ramayana di Purawisata, ibu mempunyai keinginan untuk memberikan ilmu-ilmu tarian ibu kepada generasi muda, supaya generasi penerus ini mempunyai jiwa yang cinta terhadap kebudayaan tradisional, sebab mempelajari sebuah seni dapat memberikan nilai positif bagi si anak yang belajar seni dan dapat menjadi orang yang mempunyai karakter dan moral yang baik daripada orang-orang yang tidak pernah mempelajari seni. Akhirnya tahun 2012 ibu mencoba untuk mengajak anak-anak warga Manunggal Karso untuk belajar menari, dulunya saya memberikan materi tari Angsa dari Bagong Kusudiarjo, dan anak-anak tertarik, kemudian saya berpikir, kenapa tidak dinamakan sanggar angsa putih, karena anak-anak suka dengan tarian angsa dan berhubung kami tinggal di pinggiran sungai Gajah Wong. Tetapi sebenarnya di Manunggal Karso ini, tidak hanya tarian saja, ada kegiatan seni lukis dan teater atau drama tetapi berhubung ibu yang mengurus dalam bidang tari, akhirnya ibu dan bapak mendirikan sanggar ini sampai sekarang. Sanggar ini masih berjalan, hanya kegiatan dan sistem evaluasi dan sebagainya belum seperti 194 sanggar-sanggar yang lain, dapat dikatakan masih tradisional dan kamipun juga belum ada plang yang menunjukkan kalau disini ada sanggar tari, karena maunya kami dulu, saya mengajarkan anak-anak tari untuk warga RW 20 saja. Kami memberikan pelatihan- pelatihan seni kepada anak-anak secara gratis, tidak dipungut biaya di karenakan, tujuan utama kami adalah supaya anak-anak khususnya Manunggal Karso dan RW 20 mencintai budaya tradisional. Apa visi dan misi sanggar angsa putih ? Visi yang pertama sanggar ini adalah supaya anak-anak khususnya RW 20 dapat menghargai budaya tradisional, meskipun sekarang ini telah banyak kebudayaan dari negara-negara lain yang telah digandrungi anak-anak misalnya dari negeri Korea, Thailand, India. Yang kedua adalah anak-anak RW 20 tidak malu lagi memperkenalkan budaya lokal RW 20 ke kancah nasional atau diluar wilayah RW 20 dengan menampilkan tarian-tarian unik. Sedangkan misinya adalah menjadikan anak-anak RW 20 bangga dengan budaya lokal Indonesia. Kapan sanggar ini berdiri, dan prestasi apa saja yang telah diraih oleh Angsa Putih dari mulai awal berdiri sampai sekarang ? Sanggar ini berdiri pada tanggal 28 Oktober 2012 bertepatan dengan penyuluhan kegiatan penghijauan sungai dari Tim Forsidas Yogyakarta, waktu itu ibu menari Tari Gambyong sebagai tarian untuk pembukaan, kalau prestasi yang sudah di raih oleh sanggar ini sebenarnya belum, kami hanya pernah mengisi kegiatan-kegiatan yang digelar oleh Pemerintah Kota Yogya, misalnya penampilan Tari Angsa dan Gambyong pada acara Pembukaan Kampung Jamu oleh Martha Tilaar di Papringan, Sleman, Tari Yapong di HUT RI dan Hari Kartini di RW 20, Tari Jejogedan yang merupakan tarian garapan ibu sendiri yang menggabungkan tarian khas dari Banyuwangi, di tampilkan di HUT Kota Yogyakarta, Festival Air di Gambiran dan Launching Sekolah Balap Perempuan oleh GKR Hemas di Madukismo, Bantul yang penarinya adalah campuran dari ibu-ibu dan anak-anak Manunggal Karso, Tari Gugur Gunung dan Tari Bondan Tani di Peringatan Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional. 195 Bagaimana dengan struktur organisasi sanggar tari Angsa Putih ? Susunan struktur organisasi di sanggar ini masih belum resmi dan belum sempat kami tempelkan di Balai Manunggal Karso, tetapi kami sudah membentuk resmi struktur organisasi kami yaitu ada Bapak Sugianto Aziz sebagai Ketua Sanggar Tari Angsa Putih, saya sendiri Ibu Retno Widiati sebagai pelatih tari, dan anggota kami Nur Usadaningsih, Suwarni, Samini, Wagiyem, Mugiyem, dan Rusmiyati, mereka sebagai anggota tetapi terkadang membantu saya mengurus dalam segi kostum dan makeup, karena kostum penari masih dari ibu pribadi. Apa saja sarana dan prasarana di sanggar tari? Apakah sudah memadai atau belum ? Sarana di sanggar ini ada Balai Manunggal Karso yang kami jadikan sebagai tempat latihan kami, kostum dari saya pribadi, tape dan beberapa kaset tari. Tetapi sebenarnya dari saya sendiri menginginkan kalau saat latihan tari ada beberapa orang yang mengiringi langsung saat menari, namun kami masih kesulitan dalam mencari orang tersebut dan keterbatasan dalam dana untuk membeli kebutuhan iringan musik seperti gamelan, karena proses perekrutan murid di sini memang tidak dipungut biaya dan belum ada pihak yang membantu dalam pengembangan sanggar ini. Lalu bagaimana dengan proposal Kampung Ramah Anak yang diajukan kepada Pemerintah Kota Yogyakarta? Apakah tidak ada jatah dana untuk pengembangan seni tari ? Untuk saat ini, biaya untuk memenuhi pelaksanaan kegiatan Kampung Ramah Anak masih memakai dana dari RW 20, adapun ada dana dari Pemerintah Kota Jogja yang turun tetapi yang turun tidak semua dana, hanya sebagian saja. Dana tersebut akhirnya dipakai dahulu oleh program-program yang lainnya saja, karena menurut Ibu alat musik itu hanyalah kebutuhan sekunder saja, kami masih bisa menggunakan kaset tape recorder dan kami sampai sekarangpun masih kesulitan dalam mencari murid anak-anak yang mau diajak menari. Berapa jumlah pendidik dan peserta didik di sanggar Angsa Putih ? Kalau pendidik tari hanya saya saja, belum ada yang lain, kalau pendidik seni lukis dan gambar hanya ada satu orang yaitu suami saya Bapak SA, dan peserta didik tari sampai 196 saat ini yang sering ikut latihan baru 5 orang saja dari usia 7 tahun sampai SMP, dan ada 6 orang ibu-ibu berusia sekitar 40 tahun keatas, sedangkan dari seni lukis dan teater baru 4 orang saja. Bagaimana sistem pelaksanaan seni tari di sanggar tari di Angsa Putih ? Latihan tari dilaksanakan setiap satu minggu sekali, pukul 15.00 atau pukul 16.00 di Balai Manunggal Karso, waktu latihan nari dua jam terdiri dari olahraga ringan atau pemanasan sebentar, kemudian di lanjutkan dengan latihan menari. Cara menghafal gerakan tari supaya seirama dengan musik tari, pertama, saya mengajak anak-anak menari bersama dengan iringan musik, kemudian di lanjutkan dengan anak-anak sendiri. Penambahan gerakan baru tarian di lakukan setelah anak-anak hafal secara keseluruhan gerakan awal hingga materi yang telah sudah di ajarkan. Kemudian, di akhir latihan, saya sampaikan hasil dari latihan pada hari itu, dan saya evaluasi masing-masing anak. Supaya anak-anak dapat mengetahui kekurangan pada dirinya dan segera memperbaiki kekurangan tersebut. Meskipun murid kami baru sedikit yang memang benar-benar minat dengan menari, tetapi untungnya setiap di adakan agenda pentas seni baik di RW 20 maupun di luar wilayah RW 20, selalu ada beberapa anak dan remaja yang mau ikut berpartisipasi dalam memeriahkan acara tersebut, baik dari wilayah RW sebelah atau luar kota Jogja juga ada yang ikut, jumlahnya sekitar 10 orang anak. Selama ibu melatih anak-anak menari disini, menurut ibu, adakah faktor pendukung dan penghambat yang ibu temui dalam pelaksanaan latihan tari di Kampung Ramah Anak ? Faktor penghambat yang saya temui yaitu para orangtua belum sepenuhnya mendorong dan mengajak anak-anaknya untuk mengikuti latihan nari di Manunggal Karso, itu dikarenakan sebagian besar dari anak-anak di RW 20 mengikuti kelas TPA di Masjid, TPA itu diwajibkan bagi seluruh anak-anak muslim di RW 20, TPA juga di selenggarakan setiap hari ja 3 sore kecuali hari Senin. Itulah sebabnya anak-anak jarang mau diajak berlatih nari, dan ada juga beberapa dari para orangtua yang memberikan bimbingan yang salah yaitu mencekoki anak-anak dengan gadget yang canggih serta membebaskan anak-anak menonton drama korea atau boyband yang sedang terkenal di Indonesia, sering 197 saya temui anak-anak di RT 85 ketika mengobrol dengan teman sebayanya membicarakan tentang artis dan film korea. Dulu juga ketika saya melatih anak-anak nari untuk pentas agustusan bersama dengan teman-teman KKN PLS UNY, anak-anak sering meminta kepada kakak-kakak mahasiswa KKN untuk mengajarkan tarian korea daripada tari jawa dan mencoba untuk merayu kakak-kakak KKN ketika pentas agustusan ditampilkan tari korea modern. Sedangkan faktor pendukungnya yaitu masih ada beberapa anak-anak yang tulus dari hati berminat belajar nari tradisional di sini. Usaha apa yang ibu lakukan supaya sanggar tari ini tetap bertahan meskipun masih berkurangnya peserta didik ? Tetap berusaha memberikan informasi kepada warga RW 20 bahwa kami ada sanggar seni dan kami terbuka menerima kapanpun, siapapun anak-anak yang mau berminat belajar seni, kami juga menyampaikan kepada pekerja sosial RW 20 lainnya supaya membantu kami dalam mencari anak-anak baru dan selalu terus berusaha menampilkan tarian-tarian dari sanggar kami dengan menonjolkan ciri khas kami, supaya warga RW 20 terutama anak-anak mau ikut belajar seni tari di tempat kami, dan mengugah hati para orangtua untuk memberikan motivasi kepada anak-anaknya untuk ikut kegiatan seni. 198 CATATAN WAWANCARA II Nama : NU Jabatan dalam KRA RW 20 : Seksi seni tari Usia : 49 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Swasta Alamat : Gendeng RT 85, RW 20, Baciro Pendidikan terakhir : SMA Waktu wawancara : Jumat, 5 Juni 2015 10.05 WIB Tempat wawancara : Rumah Ibu NU Hasil Wawancara Ibu sudah lama bekerja menggeluti bidang seni dan membantu Ibu RW untuk mengembangkan sanggar tari Angsa Putih di Manunggal Karso, menurut ibu, program apa saja yang ada di sanggar tari Angsa Putih ? Program yang sedang terlaksana saat ini adalah tari dan menggambar dan drama musikal melalui pembacaan puisi oleh anak-anak putra, kalau yang belum terlaksana dan maunya dari kami bertiga Bapak BS dan Ibu RW membuat drama tari seperti tarian kolosal, tetapi tarian ini di tarikan oleh anak-anak dahulu misalnya tarian kolosal yang menceritakan tentang dolanan anak, baru nantinya kami ibu-ibu ikut disertakan ke dalam tari kolosal tersebut. Bagaimana dengan sistem pendanaan sanggar tari tersebut? Apakah ada pihak dari luar yang mendukung sanggar tari ini supaya tetap berdiri di RW 20 ? Pendanaan untuk mengembangkan sanggar ini dari biaya swadaya yaitu sukarela dari pelatih sendiri seperti saya, karena pada saat latihan saya hanya menyediakan air minum saja, tetapi kalau misal ada pementasan nanti mendapatkan bantuan dana dari kas 199 kampung ramah anak bagian kesenian, apapun yang kami butuhkan untuk kesuksesan pementasan anak, pengurus kampung ramah anak akan siap membantu, misalnya saat pementasan kemarin seperti tari angsa, tari yapong, tari bondan klasik, tari gugur gunung, tari jejogedan dan tari bondan tani yang ditarikan oleh ibu-ibu. Bagaimana sistem pelaksanaan seni tari di sanggar tari di Angsa Putih ? Latihan tari dilaksanakan satu minggu sekali yaitu setiap hari Sabtu atau Minggu pukul 15.00 atau 16.00 di Balai Manunggal Karso. Saya dan Ibu RW bersama saling membantu mengkoordinir anak-anak ketika latihan apabila ada anak yang kesulitan ketika mengikuti gerakan yang Ibu RW ajarkan, saya membantu dan terkadang membantu membenarkan gerakan atau posisi tari anak-anak. Alhamdullilah, anak-anak yang masih tergolong sedikit ini sangat aktif ketika di ajarkan menari oleh Ibu RW, mereka antusias dan patuh dengan aba-aba yang Ibu RW sampaikan, sehingga dalam 2 bulan dapat mempelajari 1 tarian dengan cepat dan mereka hafal. Bagaimana sistem evaluasi seluruh program kegiatan di sanggar tari Angsa Putih ? Untuk saat ini kami belum ada sistem evaluasi program kegiatan seperti di sanggar tari lainnya mbak, ada rapot, ujian dan lainnya, karena istilahnya kami masih rintisan dan masih dalam proses belajar, untuk itu dalam mewujudkan sanggar tari seperti yang diharapkan oleh kami dan seperti sanggar lainnya, kami di bantu dan dibimbing oleh pekerja sosial kampung ramah anak, dan kesulitan mencari murid masih menjadi masalah utama kami, jadi saat ini kami baru fokus mencari murid dulu baru nanti setelah sekiranya ada beberapa murid, kami baru membuatkan sistem evaluasi program tersebut, tetapi evaluasi program untuk saat ini masih sederhana, yaitu kami melihat dari pementasan anak-anak atau ibu-ibu dari selama latihan hingga pementasan, apakah bisa atau gugup atau masih kaku, lupa gerakan dan sebagainya. Kalau misal terjadi seperti itu, pada latihan berikutnya kami ulangi lagi tarian itu dengan tujuan untuk mereview dan supaya tubuh lebih gemulai. 200 Selama beberapa tahun sanggar ini berjalan, bagaimana tanggapan warga khususnya RW 20 tentang sanggar tari di sini ? Tanggapan warga tentang sanggar tari terlihat kurang mendukung dan antusias, dikarenakan adanya pola pikir orangtua yang menganggap menari tradisional itu membutuhkan biaya banyak seperti sewa pakaian, makeup dan sebagainya. Dan para orangtua di RW 20 juga tidak menanamkan kepada anak-anaknya untuk menghargai budaya tradisional. Alhasil anak-anak di RW 20 kebanyakan pada demam korea dan film luar Indonesia seperti telenovela dan sebagainya. Bagaimana dengan tanggapan pekerja sosial RW 20 khususnya kampung ramah anak ? Kalau pekerja sosial kampung ramah anak disini sangatlah mendukung adanya sanggar tari ini untuk tetap lestari dan semakin berkembang, bentuk dukungan mereka yaitu dengan membantu mendanai kebutuhan pementasan tari. Dan bagaimana dengan tanggapan dari anak-anak tentang sanggar tari ? Sejauh ini anak-anak yang berlatih menari disini, tanggapan mereka sangatlah antusias, apalagi anak-anak seusia SD, mereka ketagihan sekali ingin diajarkan tarian baru, tetapi yang membuat ibu prihatin karena anak-anak di RW 20 kurang suka dengan tarian klasik yang musiknya sangat lembut, sebab kata mereka, membuat mereka tidak bersemangat dan mengantuk, akhirnya Ibu RW selaku pelatih tari, untuk saat ini membebaskan anak- anak untuk memilih tarian mana yang akan mereka mau pelajari. Lalu bagaimana dengan tanggapan anak-anak yang belum mengikuti sanggar disini ? Tanggapan mereka ya biasa saja, pada saat murid-murid disini pentas menari, anak-anak yang lain pada suka dan mau diikutkan menari di Angsa Putih, tetapi sampai hari inipun anak-anak itu belum ada yang kesini untuk sekedar melihat proses latihannya saja, kata orangtua mereka pas ibu menanyakan esok harinya, anak-anak pada sibuk bimbingan belajar dan sekolah. 201 Menurut ibu, apa saja faktor penghambat dan pendukung yang dialami oleh pekerja sosial dalam mengelola sanggar tari di sini ? Faktor penghambat dari sanggar seni disini adalah pola pikir orangtua yang belum menanamkan pentingnya kebudayaan tradisional, sehingga membuat anak-anak semakin lupa dan tidak tertarik dengan budaya lokal di wilayah sini, mereka jadi tidak mengetahui potensi apa yang ada di RW 20 ini, apa lagi sekarang para orangtua mencekoki anak-anak dengan gadget dan fasilitas elektronik terkini, hal itu yang semakin membuat anak-anak acuh dengan budaya lokal yang ada di RW 20. Sedangkan faktor pendukungnya yaitu ada beberapa anak-anak yang mau ikut latihan di sanggar tari Angsa Putih, mereka masih antusias ketika pelatih mengajarkan pada mereka. Dan pengelola Kampung Ramah Anak juga mendukung sanggar tari disini yaitu membantu membiayai seluruh keperluan ketika pementasan tari. Usaha apa yang ibu lakukan supaya sanggar tari ini tetap bertahan meskipun masih berkurangnya peserta didik ? Melatih anak-anak supaya dapat menampilkan tarian yang terbaik dan menunjukkan prestasi yang bagus melalui karya-karya dari Angsa Putih dan setiap hari ketika saya berpapasan bertemu dengan ibu-ibu atau anak-anak saya selalu mengajak mereka untuk menari di sanggar kami. 202 CATATAN WAWANCARA III Nama : SA Jabatan dalam KRA RW 20 : Seksi seni lukis Usia : 51 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Swasta Alamat : Gendeng RT 85, RW 20, Baciro Pendidikan terakhir : D-3 Waktu wawancara : Sabtu, 6 Juni 2015 16.30 WIB Tempat wawancara : Rumah Bapak SA Hasil Wawancara Bagaimana latar belakang berdirinya sanggar tari Angsa Putih di Kampung Ramah Anak RW 20 ? Saya bercerita dahulu sekilas saja mengenai berdirinya Manunggal Karso. Paguyuban ini berdiri di pinggiran sungai Gajah Wong, adalah hasil dari inisiatif warga pinggiran sungai disekitar RW 20. Lahirnya paguyuban Manunggal Karso juga berdiri karena kesatuan dan kepentingan bersama warga disini. Kami merasa, bahwa kami juga memerlukan manusia untuk bersosial dan gotong royong. Oleh karena itu, kami mendirikan paguyuban Manunggal Karso. Setelah beberapa tahun berdirinya Manunggal Karso, saya dan Ibu RW istri saya inisiatif ingin mengajak anak-anak sekitar paguyuban untuk menari, supaya ada kegiatan produktif di luar pendidikan formal mereka. Pada awalnya sanggar tari Angsa Putih berdiri, kami tidak menyiapkan gedung atau sarana seperti sanggar-sanggar yang lain. Kami hanya menyiapkan sebuah tape radio, kaset, dan sampur atau selendang yang dibuat sendiri oleh Ibu RW sebagai salah satu properti menari. Gedungpun kami meminjam Balai Manunggal Karso sebagai tempat latihan menari. Saat ini, sanggar Angsa Putih mempunyai beberapa program seni, seperti menari, drama, melukis. Pelatihnya pun hanya kami berdua, saya dan Ibu RW saja, karena 203 sebenarnya ada satu lagi pelatih dari luar paguyuban, namun karena dia belum ada keyakinan untuk mengajar, jadi baru kami berdua saja yang mengajar seni anak-anak disini. Latar belakang Angsa Putih berdiri pun karena saya melihat di lingkungan RW 20 kurang adanya kegiatan dalam berkesenian. Lagipula saya juga melihat bahwa kita tinggal di kota budaya dan yang paling ditonjolkan adalah kesenian tradisional terutama tarian klasik. Akhirnya Angsa Putih berdiri dengan menonjolkan tari tradisionalnya seperti tari klasik tetapi kami juga membuat sebuah tarian yang mengangkat dari cerita anak-anak dikehidupan sehari-harinya supaya tari tradisi ini menarik untuk anak-anak. Apa visi dan misi sanggar tari Angsa Putih di RW 20 ? Visi sanggar Angsa Putih adalah melihat bahwa tradisi tradisional itu sangat berharga dan perlu kita angkat karena di dalam kesenian tradisional terkandung ajaran-ajaran moral seperti hati dan naluri, unggah-ungguh, nilai kesopanan dan norma-norma di masyarakat kita. Sedangkan misi kita adalah supaya anak-anak sejak dini mengenal kesenian tradisional, dan memahami unggah-ungguh sebagai orang yang tinggal di jawa khususnya Yogyakarta. Apa saja sarana dan prasarana di sanggar tari Angsa Putih ? Sarana yang ada di sanggar Angsa Putih bisa dikatakan masih terbatas, karena kami dalam melatih anak-anak tidak memungut biaya latihan. Selama anak-anak latihan pun, kami hanya memberikan air minum saja, kalaupun saya ada rejeki ya saya akan membelikan makanan ringan. Sarana disini hanya sebuah balai Manunggal Karso, balai ini di dirikan memang khusus untuk masyarakat paguyuban, jadi sayapun juga bisa memakai balai ini, warga disekitar sini pun juga setuju, saya dan Ibu RW memakai balai ini untuk tempat latihan. Sedangkan prasarana yang kami punya hanya, tape, kaset dan beberapa selendang saja untuk anak-anak menari, kalau lukis dan drama, propertinya menggunakan dari anak-anak sendiri. Berapa jumlah pendidik dan peserta didik di sanggar Angsa Putih ? Untuk pendidik, kami mempunyai 3 orang ; saya sebagai pelatih drama dan lukis, Ibu RW sebagai pelatih tari dan satu lagi Mas SN, tetapi karena Mas SN belum ada keberanian mengajar anak-anak, jadi pendidik sementara hanya berdua saja. Dan untuk Ibu RW tidak bekerja sendiri, melainkan juga di bantu oleh ibu-ibu organisasi Manunggal Karso 204 apabila ada pementasan seni. Sedangkan untuk peserta didik, kami mempunyai 11 orang peserta, yakni 5 orang drama dan lukis, 6 orang menari. Program apa saja yang saat ini sedang terlaksana dan yang akan dilaksanakan ? Program atau latihan yang saat ini terlaksana hanya latihan dasar tari dan drama saja, tetapi karena mau bulan Ramadhan, sementara kegiatan kesenian libur dulu, nanti akan dilanjutkan setelah hari raya lebaran dan anak-anak juga mau latihan kembali. Dan program yang akan terlaksana yaitu sebuah pementasan sendratari yang menceritakan legenda tanah jawa disitu juga terlibat anak-anak, orang dewasa dan lansia. Namun untuk program itu sementara kami tunda dahulu, mengingat kami juga masih membutuhkan anak-anak yang mau diajak untuk melestarikan budaya tradisional. Bagaimana dengan sistem pendanaan sanggar tari ini? Apakah ada dana dari luar yang membantu dalam proses penyelenggaraan sanggar tari ini ? Kami tidak memungut dana atau uang dari mereka belajar menari, karena menurut saya, belajar seni itu memang penting untuk melatih dan membentuk karakter anak, jadi selama anak-anak senang ikut latihan menari, melukis atau drama, ya silakan saja. Saya dan Ibu RW akan tambah senang bila mereka senang hati dan punya niat untuk berlatih. Kalau dana dari luar ada, yaitu dari kas program Kampung Ramah Anak RW 20, mereka akan siap membantu pada saat pementasan saja seperti untuk keperluan make-up, kostum dan properti tari atau kesenian. Namun, untuk melatih anak-anak dan diberikan dana, kami masih belum dikarenakan masih banyak program Kampung Ramah Anak lain yang akan mereka laksanakan. Bagaimana sistem pelaksanaan seni lukis di sanggar tari di Angsa Putih? Seni lukis di laksanakan seminggu sekali setiap akhir minggu, terkadang hari SabtuMinggu tergantung anak-anak, pada sore hari di Balai Manunggal Karso. Anak- anak dan remaja di ajarkan dasar dahulu sebelum melukis, seperti melukis pola atau apapun yang mudah yang dapat di tangkap oleh pikiran kita. Bagaimana sistem evaluasi seluruh program kegiatan di sanggar tari Angsa Putih ? Kami belum ada untuk evaluasi program semacam itu, atau istilahnya evaluasi program secara terstruktur, jadi bisa dikatakan sanggar tari kami, masih sederhana. Namun, kalau 205 untuk evaluasi program kesenian seperti drama, tari dan lukis, kami melihat dari saat anak-anak latihan sampai pementasan, kami akan perhatikan anak-anak mana yang sekiranya masih kurang dalam hal ini dan sebagainya. Tetapi kalau untuk jenis tari atau tema lukisan apa yang akan disampaikan pada anak-anak, saya dan Ibu RW saling berkonsultasi supaya materi yang akan kami sampaikan diresapi baik oleh anak-anak dan supaya dibenak mereka, mereka menganggap belajar seni itu mudah. Bagaimana tanggapan warga RW 20 tentang sanggar tari ? Menurut warga RW 20, mereka sangat mendukung dengan keberadaan sanggar tari di sini, adanya sanggar Angsa Putih di sini, dapat mengangkat RW 20 menjadi salah satu Kampung Ramah Anak di Yogyakarta. Tetapi sayangnya, dukungan warga disini hanya sebatas di mulut saja, tidak ada tingkah atau perbuatan yang ditunjukkan untuk mendukung keberadaan sanggar ini, seperti dapat kita lihat, anak-anak tidak mau di ajak untuk latihan menari atau melukis, padahal kami dari pihak sanggar, tidak memungut biaya. Saya menangkapnya, karena pola pikir dari orangtua sendirilah yang tidak mau mendukung anaknya untuk belajar menari tradisional. Sehingga anak-anak disini pun, kalau kami ajak menari, seperti mau tidak mau. Orangtua dan anak-anak juga berpikir, budaya tradisional seperti menari, dianggap kurag dinamis, membutuhkan dana yang banyak, gerakannya terlalu lamban, dan dianggap jadul atai tidak dapat mengangkat gaya hidup mereka. Oleh karena itu, harapan saya, saya dan Ibu RW ingin membuat sebuah pementasan tari dengan mengemasnya seperti sendratari sederhana, yang ceritanya diangkat dari legenda Indonesia. Bagaimana tanggapan dari pekerja sosial RW 20 khususnya pihak kampung ramah anak ? Pekerja sosial kampung ramah anak di sini sangat mendukung, oleh karena itu, kami berupaya untuk mengemas tarian yang menarik untuk anak-anak ketika anak-anak ini pentas di pentas seni yang diadakan RW 20, supaya anak-anak yang lainnya, hatinya tergugah dan mau ikut menari di sanggar tari Angsa Putih. Dan salah satu dukungan dari pekerja sosial kampung ramah anak wilayah ini adalah memberi uang saku untuk biaya make-up dan kostum ketika anak-anak mau pentas menari. 206 Bagaimana tanggapan dari anak-anak tentang sanggar tari tersebut ? Anak-anak itu sebenarnya sudah tertarik dengan tarian sanggar kami, hanya saja untuk mengajak mereka berlatih menari atau melukis masih sulit, karena masih dianggap kuno, gerakan lamban, sangat ribet. Kalau untuk murid-murid di sini, mereka sangat antusias untuk belajar tarian baru, hanya saja untuk belajar tari klasik yogyakarta, masih sulit, karena usia mereka yang masih sangat labil dan cenderung lebih suka tarian yang riang gembira. Apa saja faktor penghambat dan pendukung yang dialami oleh pekerja sosial dalam mengelola sanggar tari ini ? Kalau faktor pendukung yang dialami kami yaitu di harapkan pekerja sosial kampung ramah anak RW 20, bisa memberikan bantuan ketika saat kegiatan latihan menari, misalnya pengadaan dana untuk pembelian kaset tari atau memperbaharui kaset tape, tidak hanya uang untuk make-up dan kostum saja, karena dana kampung ramah anak sangatlah banyak tetapi apakah tidak bisa hanya sebagian saja untuk di berikan kepada program kesenian. Dan sampai sekarang, masih kesulitan untuk menggiring anak-anak RW 20 belajar menari tradisional, meskipun kami sudah berupaya untuk mengajak mereka, hingga sekarang ada salah satu murid kami dari luar wilayah RW 20 rela untuk belajar menari. Sedangkan faktor pendukungnya adalah sejauh ini masyarakat RW 20 dan paguyuban Manunggal Karso sangat antusias menyambut kami, bila ada anak-anak dari kami yang pentas diacara pentas seni desa. Apa usaha yang Bapak lakukan untuk mengatasi faktor penghambat tersebut ? Saya sudah mencoba untuk membicarakan kepada pengelola dan pekerja sosial RW 20 mengenai bantuan di carikan anak-anak untuk mau menari dan melukis di tempat kami. Awalnya memang ada orangtua yang mendaftarkan anaknya untuk berlatih menari. Tetapi hal itu, hanya sebentar saja, tidak berlangsung lama. Tetapi saya akan mendukung Ibu RW untuk tetap memberikan latihan tari dan melukis pada anak-anak sampai mereka benar- benar minat ke dunia seni dan akan saya tunjukkan kepada warga RW 20 bahwa sanggar seni kami merupakan sanggar yang menampung anak-anak yang gemar berkesenian. 207 CATATAN WAWANCARA IV Nama : KP Jabatan dalam KRA RW 20 : Ketua I Usia : 55 tahun Agama : Islam Pekerjaan : PNS Alamat : Gendeng RT 82, RW 20 Pendidikan terakhir : S-1 Waktu wawancara : Minggu, 14 Juni 2015 10.00 WIB Tempat wawancara : Rumah Bapak KP Hasil Wawancara Bagaimana latar belakang RW 20 dipilih sebagai Kampung Ramah Anak ? Di Kelurahan Baciro, baru ada 2 kampung yang menyandang Kampung Ramah Anak, yaitu RW 06 dan RW 20. RW 20 dipilih oleh Pemerintah Kota sebagai Kampung Ramah Anak, karena letaknya yang sangat strategis, dekat dengan pusat pemerintahan kota, kampus, dan fasilitas pendidikan yang cukup terkenal. Dan di RW 20 juga memiliki banyak anak-anak, namun kendala dari RW 20 masih kurang taman bermain untuk fasilitas anak- anak karena wilayah RW 20 yang sempit, adapun taman bermain di sini di taruh di jalan sebelah Balai RW 20. Dan mendapat informasi dari kelurahan, bahwa kelurahan Baciro sayang terhadap RW 20 sehingga dipilihlah daerah kami jadi Kampung Ramah Anak, karena terdapat potensi dari RW 20 yang bisa dikembangkan, seperti Ibu PKK yang aktif, paud RW yang masih eksis di Kelurahan Baciro bahkan ketua paud RW 20 baru-baru ini dipilih sebagai ketua paud se-kelurahan Baciro. Apa visi dan misi dari Kampung Ramah Anak di RW 20 ? Visi dari RW 20 yaitu yang pertama, supaya anak-anak lebih maju setara dengan kampung-kampung lain yang sudah maju. Dan yang kedua, melestarikan permainan 208 tradisional anak-anak seperti benthik, egrang, dan banyak permainan yang direncanakan seperti bola voli, pimpong, bersepeda dan outbound yang kemarin baru dilaksanakan. Kalau misi RW 20 yaitu Kampung Ramah Anak RW 20 yang sehat, bersih, dan kampung yang ramah terhadap anak. Bagaimana struktur organisasi Kampung Ramah Anak RW 20 ? Struktur organisasi RW 20 nanti saya pinjamkan proposal Kampung Ramah Anak ya mbak, karena saya juga tidak terlalu hafal. Tetapi yang pasti, saya sebagai ketua 1, Bu Hani sebagai ketua 2. Program kegiatan apa saja yang ada di Kampung Ramah Anak RW 20 ? Sesuai program yang diajukan kemarin pada proposal yang telah disusun, RW 20 mengajukan program kegiatan seperti penyuluhan narkoba oleh BNN, kesenian seperti tari dan lukis, penyuluhan gosok gigi dari Dinas Kesehatan, dan ada beberapa program lainnya nanti bisa dilihat di dalam proposal ini. Bagaimana sistem perencanaan program di Kampung Ramah Anak RW 20 ? Kita mengadakan rapat dengan pengelola Kampung Ramah Anak seperti yang ada di struktur organisasi, kemudian merencanakan program kampung ramah anak secara bersama-sama. Bagaimana cara koordinasi supaya program di Kampung Ramah Anak RW 20 dapat berjalan lancar sesuai dengan agenda ? Setiap program yang akan dilaksanakan dibentuk dahulu seksi-seksi atau panitia, setiap seksi atau panitia memegang satu program kegiatan, sehingga semua seksi-seksi dapat merasakan bagaimana menjadi koordinator program kegiatan tersebut, kemudian saya dan Bu Hani melakukan kontrol dan arahan supaya program kegiatan tersebut dapat dijalankan tepat waktu sesuai agenda. 209 Bagaimana sistem pendanaan seluruh program kegiatan yang ada di Kampung Ramah Anak RW 20 ? Dana untuk kegiatan Kampung Ramah Anak dikucurkan dari Pemerintah Kota sebanyak 20 juta, dan dana tersebut sudah dibagi di berbagai program kegiatan sesuai kebutuhan dari program kegiatan tersebut. Program apa saja yang sedang terlaksana dan yang akan terlaksana di Kampung Ramah Anak RW 20 ? Salah satu program kegiatan yang sudah terlaksana ada program Bank Sampah yang dihadiri oleh Kepala BLH dan program TBM RW 20 yaitu TBM Ngudi Kawruh yang di hadiri oleh Ibu Walikota dan program menari di Manunggal Karso sama program les atau bimbingan belajar gratis untuk anak-anak di Balai RW, ada les bahasa jepang, bahasa inggris, kalau untuk program yang akan dilaksanakan, saya lupa mbak, besok coba tanyakan dengan Bu Hani. Bagaimana sistem pelaksanaan program-program kegiatan tersebut ? Sistem pelaksanaan seluruh program kegiatan di Kampung Ramah Anak dilaksanakan oleh koordinator dari program tersebut, namun di kontrol dan di bimbing langsung oleh saya dan Bu Hani serta pengelola Kampung Ramah Anak lainnya, dan sebelum pelaksanaan kami sudah mematangkan konsep program yang dijalankan. Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mendukung seluruh program kegiatan di Kampung Ramah Anak ? Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan program kegiatan adalah tergantung dari program kegiatan apa yang akan dijalankan, contoh seperti program bimbingan belajar gratis, sarana yang dibutuhkan adalah tempat yaitu Balai RW, papan dan spidol serta buku penunjang les yang sudah ada di TBM Ngudi Kawruh. Bagaimana peran pekerja sosial RW 20 dalam mewujudkan Kampung Ramah Anak supaya sesuai dengan harapan warga RW 20 dan sesuai dengan pihak Kota Layak Anak Yogyakarta ? Tugas pengelola untuk mewujudkan Kampung Ramah Anak yaitu mengadakan rapat atau pertemuan rutin setiap mau menjalankan program kegiatan selanjutnya, saat pelaksanaan 210 juga selalu berkoordinasi dengan koordinator program tersebut dan mengadakan evaluasi sederhana setiap akhir dari pelaksanaan program kegiatan. Bagaimana sistem evaluasi seluruh program di Kampung Ramah Anak RW 20 ? Evaluasi yang saya lakukan setiap akhir kegiatan, yaitu laporan dari masing-masing seksi dan koordiantor dari program kegiatan tersebut, bagaimana pelaksanaan, bagaimana dengan dana yang diberikan dan sebagainya. Apabila ada kekurangan atau kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan akan kami rembug bagaimana solusinya dan kita buat pelajaran untuk pelaksanaan selanjutnya. Bagaimana tanggapanrespon anak-anak mengenai program kegiatan tersebut ? Sangat mendukung dan berterimakasih karena akhirnya ada program kegiatan yang ditujukan anak-anak seperti les gratis yang sampai saat ini masih berjalan, les tari, penyuluhan gosok gigi gratis, mereka juga ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Bagaimana dengan tanggapan RW 20 mengenai program kegiatan tersebut ? Sangat mendukung dan antusias, para orangtua mau mengajak anak-anaknya untuk ikut berpartisipasi dalam setiap program kegiatan, seperti mau menyumbang buku-buku bacaan mereka untuk TBM Ngudi Kawruh. Apa saja faktor penghambat dan faktor pendukung yang dialami pekerja sosial dalam melaksanakan program kegiatan Kampung Ramah Anak ? Faktor penghambat yang saya temui yaitu terkadang saat rapat koordinasi perencanaan program ataupun evaluasi program kegiatan masih ada beberapa pengelola yang belum bisa hadir jadi hanya orang itu-itu saja yang hadir. Padahal saya maunya, mereka datang supaya dapat berbagi pengalamannya atau tukar pengalaman. Saya setiap akan mengadakan rapat selalu membuat undangan untuk para pengelola Kampung Ramah Anak. Kalau faktor pendukungnya, pengelola kami sangat solid, mau bergotong royong, saling membantu bila ada yang menemui kesulitan dan karena pengelola Kampung Ramah Anak ini sebagian besar orang-orang pekerja, baik swasta maupun PNS, sehingga kami memperoleh banyak link untuk mendukung pelaksanaan program Kampung Ramah Anak. 211 Apa usaha yang dilakukan untuk mengatasi faktor penghambat tersebut ? Saya dan pengurus inti kampung ramah anak sudah membuatkan undangan rapat untuk para pengelola dan sebarkan kepada seluruh pengelola kampung ramah anak seminggu sebelum rapat atau empat hari sebelumnya, dan mengumumkan melalui toa masjid. Saya juga sedikit memberikan saran supaya lebih aktif hadir dalam rapat. Tetapi setelah saya melakukan hal tersebut, orang-orang yang awalnya tidak datang sekrang sudah banyak yang datang, sehingga kemungkinan terjadi miss communication bisa di atasi. 212 CATATAN WAWANCARA V Nama : SH Jabatan dalam KRA RW 20 : Ketua II Usia : 45 tahun Agama : Islam Pekerjaan : PNS Alamat : Gendeng RT 83, RW 20 Pendidikan terakhir : S-2 Waktu wawancara : Sabtu, 20 Juni 2015 16.00 WIB Tempat wawancara : Rumah Ibu SH Hasil Wawancara Bagaimana latar belakang RW 20 dipilih sebagai Kampung Ramah Anak ? Latar belakang RW 20 dipilih menjadi kampung ramah anak, awalnya di pilih oleh lurah Baciro karena RW 20 dipandang memiliki potensi yang besar sehingga dijadikan salah satu pilot project di Baciro. Potensinya yaitu kegiatan kegiatan rutin seperti posyandu Balita, Posyandu Lansia, Kompag komunitas pemuda pemudi, PKK, Paud, TPA, Sanggar Tari Angsa Putih, Senam Sehat Bugar, Bank Sampah. Adapun Kegiatan-kegiatan lain yang selalu diperingati oleh RW 20 yaitu Peringatan hari-hari besar seperti Malam Tasyakuran menjelang tanggal 17 Agustus, Peringatan Hari Kartini, Hari Pendidikan Nasional, Sumpah Pemuda dan Hari Ibu. Kegiatan kegiatan ini mengundang selain Warga RW,PWKG, LPMK, Lurah beserta ibu, Camat beserta ibu, Kapolsek, DanRamil, Wali Kota wakil Walikota beserta ibu. Dan pada tanggal 14 September 2014 yang lalu resmilah RW 20 dijadikan sebagai salah satu kampung ramah anak di kota Yogyakarta. Apa visi dan misi dari Kampung Ramah Anak RW 20 ? Visi dari kampung ramah anak adalah RW 20 menjadi kampung ramah anak berbasis budaya dan lingkungan. Sedangkan misi RW 20 yaitu a anak-anak dibawah 18 tahun 213 sehat gigi; b menjadi RW yang bersih, sehat dan pelestarian budaya; c menjadi kampung hijau; d mengembangkan program-program kegiatan yang ramah; d mengembangkan sarana prasarana kegiatan kampung ramah anak. Bagaimana struktur organisasi Kampung Ramah Anak RW 20 ? Saya jelaskan pengurus intinya saja ya mbak, selengkapnya nanti saya berikan dalam bentuk dokumen. Kalau pengurus intinya yaitu ada Pak RW sebagai Ketua I, saya sebagai Ketua II, Mas Andika sebagai Sekretaris I, Mas Fajar sebagai sekretaris II, Bu Dewi dan Bu Atik sebagai bendahara I dan II. Kampung Ramah Anak di RW 20 dibimbing langsung oleh pembina kami yaitu Lurah Baciro RW 20 dan sesepuh dari RW 20 yang memang telah dianggap memiliki pengalaman banyak. Program kegiatan apa saja yang ada di Kampung Ramah Anak RW 20 ? Karena program kegiatannya banyak dan ibu juga tidak hafal seluruhnya, setelah ini saya berikan dokumen program kegiatan Kampung Ramah Anak, supaya bisa dijadikan bahan dokumentasi. Bagaimana dengan sistem perencanaan program di Kampung Ramah Anak RW 20 ? Perencanaan program Kampung Ramah anak : dilaksanakan rapat baik dari pengurus RW, Tokoh Masyarakat, RT, PKK, Pemuda Kompag. Dan rapat rutin ini dilaksanakan bila ada pembahasan mengenai program kegiatan yang akan dilaksanakan selanjutnya dan serta evaluasi program kegiatan. Bagaimana cara koordinasi supaya program Kampung Ramah Anak RW 20 dapat berjalan lancar sesuai dengan agenda ? Cara berkoordinasi antar pengelola yaitu selain rapat secara keseluruhan, setiap kelompok kerja berkoordinasi dengan anggotanya secara rutin, tentunya pengurus inti selalu mengingatkan atau konfirmasi, dan pengurus inti juga serta merta selalu mengikuti perkembangan setiap waktunya sehingga mengurangi miss comunication antar anggota pengurus dan pengurus inti. 214 Bagaimana sistem pendanaan seluruh program kegiatan yang ada di Kampung Ramah Anak RW 20 ? Pendanaan KRA dari Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan KPMP Kota Yogyakarta, Swadaya masyarakat sebesar 20 juta rupiah, biaya tersebut dibagikan sesuai dengan program kegiatan yang telah disusun oleh pengelola KRA RW 20 dan telah disetujui oleh pemerintah kota. Program apa saja yang sedang terlaksana dan yang akan dilaksanakan di Kampung Ramah Anak RW 20 ? Program yang sudah terlaksana yaitu Pembentukan forum anak, pembentukan Taman Bacaan Masyarakat, penyuluhan kepedulian terhadap anak, Penyuluhan ibu-ibu muda berkaitan dengan pemberian gizi anak, pola makan anak, Pemeriksaan gigi anak, Pelatihan menggosok gigi yang baik bagi anak-anak pembelian sikat gigi dan pasta,outbond bagi anak anak,remaja dan mahasiswa yang berada dipemondokan RW 20, outbond anak anak PAUD, PAUD belajar lapangan di Taman pintar dan Adi Sucipto, Sosialisasi Bahaya Narkoba, Kegiatan olahraga : Bola Volley, pemainan tradisional egrang, tenis meja, Senam Otak, Senam kebugaran, Seni musik keybord,nasyid, paduan suara, vocal group remaja, seni drama, baca puisi indonesia maupun geguritan jawa, seni tari, gerakan penghijauan, Pendidikan : pendampingan bahasa Inggris, jepang, matematika, baca tulis bagi anak, Pembuatan papan nama. Program-program tersebut hampir semua terlaksana. Sedangkan program yang belum terlaksana : Pemantauan permukiman rumah sehat khususnya kepemilikan fasilitas sanitasi dasar, Pelatihan cara membuat perangkap nyamuk, bahasa jepang baru beberapa kali belum rutin, matematika, Papan Nama KRA yang belum. Bagaimana sistem pelaksanaan program-program kegiatan tersebut ? Seluruh program tersebut terlaksana karena kerjasama dari seluruh pihak pengurus Kampung Ramah Anak dan dukungan dari warga RW 20, mereka mau berpartisipasi ikut kegiatan yang kami bentuk begitu juga dengan anak-anak, meskipun terkadang kami sering mengalami miss communication atau ada beberapa program kegiatan yang tidak ada atau hanya beberapa orang saja pesertanya, namun perlahan-lahan kami akan menyempurnakan kegiatan tersebut supaya jauh lebih baik dari sebelumnya. Dan kami para pengurus sebelum ada pelaksanaan program selanjutnya, Pak RW selalu 215 memberikan undangan untuk rapat mengenai program yang akan dilaksanakan, sistem pembagian pemantuan kegiatan juga dibagi antara saya dengan Pak RW, sebagai ketua I dan II. Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mendukung seluruh program kegiatan di Kampung Ramah Anak ? Sarana prasarana yang dibutuhkan : ruang terbuka hijau selama ini menggunakan lapangan yang berada di wilayah RW 85, namun pada tahun 2015 sudah di bangun rumah oleh pemiliknya, tempat olahraga : selama ini menggunakan lapangan olahraga di APMD dan SMA Santo Thomas. Kegiatan-kegiatan posyandu, PAUD, penyuluhan, di Balai RW 20 yang sekarang sudah cukup luas. Meskipun ada kegiatan-kegiatan yang dilakukan di halaman rumah warga yang cukup luas, karena wilayah kami merupakan wilayah yang cukup padat penduduk. Sarana dan prasarana lainnya yaitu menyesuaikan dengan program kegiatan yang dilaksanakan. Bagaimana peran pekerja sosial dalam mewujudkan Kampung Ramah Anak supaya sesuai dengan harapan masyarakat RW 20 serta sesuai dengan aturan Kota Layak Anak, Yogyakarta ? Peran pekerja sosial yaitu pengurus RW, RT dan PKK, Dasawisma sangat aktif terutama ibu-ibu dan bapak. Untuk pemuda dan anak-anak masih harus di semangati terlebih dulu jika akan dilakukan kegiatan. Bagaimana sistem evaluasi seluruh program di Kampung Ramah Anak RW 20 ? Sistem Evaluasi pengurus Kampung Ramah Anak yaitu rapat per gugus tugas terlebih dulu, selanjutnya dilakukan rapat besar. Begitu juga dengan pengurus inti, selalu berkoordinasi terlebih dahulu, sehingga rapat besar bisa fokus, dan dari situlah kami akan menemukan kekurangan-kekurangan dari kegiatan yang sudah terlaksana supaya kami dapat menemukan solusi untuk permasalahan di lapangan. Bagaimana tanggapan atau respon anak-anak mengenai program kegiatan tersebut ? Tanggapan anak-anak bagus, juga sudah dibentuk forum anak. Anak-anak dan remaja akan mengekspresikan kemampuannya pada acara-acara yang dilakukan seperti pada soasialisasi narkoba, peringatan hari-hari besar, : menampilkan musik, vocal group, baca puisi, tari. 216 Bagaimana dengan tanggapan warga RW 20 mengenai program kegiatan tersebut ? RW 20 sangat mensupport baik dari segi moril maupun materi. Apa saja faktor penghambat dan pendukung yang dialami pekerja sosial dalam melaksanakan program kegiatan Kampung Ramah Anak ? Faktor yang menghambat dari kegiatan KRA yaitu kedisiplinan kehadiran bagi anak-anak pada setiap kegiatan, mereka harus didorong dahulu supaya mau ikut kegiatan tersebut contohnya seperti sanggar tari, bimbel gratis dan olahraga rutin. Sedangkan para orang tua lebih tepat waktu dan antusias ketika mengikuti kegiatan yang RW lakukan misalnya hadir lebih awal, adapun kehadiran dari anggota KRA yang masih bolong dalam rapat ketika membahas Kampung Ramah Anak, kebanyakkan yang datang hanya koordinator saja padahal anggotanya pun diwajibkan datang supaya lebih paham dengan kegiatan yang akan kami laksanakan . Sedangkan faktor pendukung yaitu warga sangat menerima program KRA. Apa usaha yang di lakukan untuk mengatasi faktor-faktor penghambat tersebut ? Setiap ada kegiatan untuk anak-anak, sebelumnya kami memberikan pengumuman melalui toa masjid, untuk mengingatkan khususnya kepada para orangtua untuk mengingatkan kepada anak-anaknya. Kalau pengelola kampung ramah anak yang terlambat atau tidak hadir, dari pihak RW tepatnya ketua RW satu minggu atau empat hari sebelum rapat, sudah memberikan undangan kepada pengelola kampung ramah anak dan mengumumkan melalui toa masjid. Namun sekarang ini, setelah saya dan Bapak KP melakukan hal tersebut, beberapa tim work kami sudah aktif untuk datang saat rapat koordinasi, dan datang tepat waktu. 217 Lampiran 6. Reduksi Display Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara Reduksi Display Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara Upaya Pemberdayaan Seni di Kampung Ramah Anak RW 20, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta 1. Bagaimana latar belakang berdirinya sanggar tari Angsa Putih di RW 20 ?