29 tari, baik tari tradisi maupun tari modern. Ikut terjun langsung ke dalam dunia
seni tari ada manfaatnya, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Fatturahman 2013 menjelaskan beberapa manfaat dari seseorang belajar seni tari di sebuah
sanggar seni adalah digunakan sebagai tempat pernyataan jati sendiri yaitu, melalui karya seni yang seseorang bawa dapat mengungkapkan perasaan dan
karakter seseorang. Sanggar seni digunakan sarana pendidikan, sarana inspiratif yaitu sebagai tempat yang damai dan nyaman bagi seseorang yang sedang
mencari sebuah inspirasi serta sebagai tempat simbolik penyatuan unsur budaya magis, khususnya bagi kesenian tari.
Berdasarkan dari beberapa uraian tersebut maka disimpulkan bahwa pengertian sanggar tari adalah suatu tempat atau sarana yang sengaja di dirikan
supaya dapat digunakan oleh sekumpulan orang yang sedang mempelajari suatu kesenian tari. Dan merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan non formal
yang melakukan kegiatan secara terorganisasi dan mengutamakan penguasaan ketrampilan menari bagi anggota belajarnya.
5. Latar Belakang dan Tujuan Kampung Ramah Anak
Kondisi era globalisasi yang semakin cepat berkembang pesat, terjadi di seluruh negara di dunia termasuk di negara berkembang seperti Indonesia.
Pengaruh era globalisasi telah mempengaruhi hampir di seluruh aspek seperti bidang ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Akibat dari pengaruh era
globalisasi, manusia di tuntut untuk masuk ke dalam era global yang cepat dan praktis. Paulus Hariyono 2010: 197 menjelaskan pengertian globalisasi
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan perubahan ekonomi dunia dan perubahan sosial yang menghasilkan pertumbuhan perdagangan
30 yang dramatis dan perubahan kebudayaan. Sedangkan menurut Komang
Suarnatha 2011 menjelaskan globalisasi adalah serangkaian proses dimana relasi sosial menjadi relatif terlepas dari wilayah geografis. Salah satu bentuk
dari era globalisasi adalah dari segi sosial dan globalisasi budaya. Seperti yang dituliskan oleh Anthony McGrew 2001: 22 dalam Safril Mubah 2011
menyatakan, globalisasi adalah sebagai suatu proses dan mempunyai empat karakteristik yaitu pertama, rentangan pada aktivitas di dunia ekonomi, sosial,
dan politik melintasi batas-batas politik; kedua, intensifikasi dan interkoneksitas di semua bidang sosial; ketiga, akselerasi proses dan interaksi
global; dan keempat, peningkatan ekstensifitas dan intensifitas global yang ditandai dengan maraknya kasus kejahatan dan tindakan asusila di masyarakat.
Dari uraian diatas, maka disimpulkan bahwa globalisasi adalah situasi atau keadaan dimana tatanan kehidupan manusia dan pembangunan mulai
berkembang baik dari segi ekonomi, sosial dan kebudayaan tetapi lebih cenderung mengembangkan nilai-nilai modern dari negara luar dan
menyingkirkan nilai-nilai tradisional. Globalisasi adalah suatu proses yang tidak dapat dicegah atau dihindari,
tetapi bila masyarakat tidak dapat memilah hasil yang baik dari globalisasi, maka yang akan terjadi seluruh komponen identitas asli sebagai warga negara
Indonesia lenyap. Dampak globalisasi juga terjadi pada anak-anak, karena anak juga merupakan bagian dari manusia yang terpengaruh oleh globalisasi
modern. Di Indonesia, sudah sering kita jumpai anak menjadi korban kekerasan, dan yang terjerumus ke dalam hal-hal negatif. Hal itu terjadi, karena
anak hanya dijadikan obyek dari akibat globalisasi modern. Dari segi anak, dia tidak bisa mengendalikan dan mengontrol dirinya untuk membatasi
31 pengetahuannya tentang perkembangan globalisasi. Tak jarang, anak-anak
zaman sekarang, menjadi korban dampak negatif dari globalisasi tersebut. Rachmat Sentika 2007 menjelaskan fakta-fakta kasus kekerasan pada anak
semakin meningkat seperti pekerja anak dibawah usia 18 tahun masih tinggi; anak jalanan sulit dikendalikan; dan anak dengan narkoba meningkat tajam.
Sementara itu, Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2014 mencatat 154 bayi terinfeksi HIVAIDS dan ratusan anak remaja terinfeksi HIVAIDS
karena tindakan free sex di usia remaja. Sejak isu globalisasi mengalir dari Benua Utara seperti Eropa Barat dan
Amerika Serikat. Globalisasi telah membuat batas-batas dunia menjadi mencair. Perluasan lahan produk-produk dari budaya barat dengan mudahnya
masuk ke negara-negara bagian selatan atau negara berkembang. Contohnya pada industri perfilman, drama korea dan telenovela dengan mudahnya bisa
terkenal di seluruh dunia termasuk di Indonesia, tetapi kesenian Indonesia seperti tari tayub, ketoprak dan wayang kulit sangat sulit menembus Benua
Utara. Dari pandangan tersebut, negara-negara bagian selatan termasuk Indonesia mau tidak mau harus menyerap produk-produk dari Barat. Negara
bagian Selatan nyaris tidak mampu melakukan negosiasi, karena hampir semua modal, SDM, akses dan teknologi, dan pusat-pusat informasi dikuasai oleh
negara-negara Barat. Dampak globalisasi juga mengancam dunia pendidikan di Indonesia, peserta didik semakin dijauhkan dari nilai budaya bangsa, baik
budaya lokal maupun nasional. Perangkat teknologi seperti handphone dan internet telah memberikan ruang yang luas bagi peserta didik untuk mengakses
informasi dari seluruh belahan dunia dengan waktu beberapa detik saja. Akibatnya berbagai budaya asing dapat saja dikenali dalam waktu cepat.
32 Sumaryadi 2008 menjelaskan pengaruh globalisasi mengakibatkan lunturnya
kepemilikan bahasa daerah. Rasa khawatir kepada generasi muda yang sudah tidak kenal lagi dengan bahasa daerahnya. Dan penerapan nilai-nilai budaya
seperti etos kerja, gotong royong, dan rasa sert a sikap ‘senasib seperjuangan
sepenanggungan’ adalah sesuatu yang teramat urgens. Senada dengan pemikiran tersebut, Safril Musbah 2011 menjelaskan, globalisasi
menyebabkan melunturnya nilai-nilai identitas kultural. Bukti nyata dapat disaksikan pada gaya bahasa, berpakaian, pola konsumsi, dan teknologi
informasi. Dahulu, bahasa Indonesia dijadikan alat komunikasi utama, tetapi sekarang penggunaan bahasa persatuan ini dicampuradukkan dengan bahasa
Inggris sehingga muncul kata- kata “dicancel”, “didelay”, “disoundingkan”,
“menchallenge”, “mengendorse”, dan banyak kata campuran lainnya. Di berbagai kesempatan seringkali terlihat masyarakat lebih senang menggunakan
bahasa Inggris karena dipandang lebih modern. Hal tersebut dapat menyebabkan rusaknya moral dan sistem moralitas generasi muda yang masih
duduk di bangku sekolah. Terlebih lagi, bila dalam kehidupan keluarga tidak memperkenalkan kearifan, falsafah atau pandangan hidup bangsa kita, budaya
masyarakat kita, yang mempunyai keluhuran budi. Ade Putra Panjaitan, dkk 2014: 118 menjelaskan pengaruh globalisasi mampu membawa masyarakat
Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari Ideologi Pancasila ke
ideologi liberalisme. Bila hal tersebut terjadi. Akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
Dari uraian diatas, maka disimpulkan bahwa identitas kultural dan nilai- nilai budaya pada generasi muda mulai luntur. Generasi muda telah dirusak
33 dari berbagai cara, dari banyak jalur, dan anak-anak lepas dari kontrol pihak
keluarga. Secara perlahan, generasi muda telah dirusak dengan budaya kekerasan, narkoba dan game online yang terjadi di sekitar kehidupan kita.
Oleh karena itu, sangatlah penting memadukan nilai-nilai kebudayaan dengan dunia pendidikan dan dalam keluarga.
Pemerintah merumuskan beberapa peraturan perundang-undangan untuk melindungi anak dari dampak negatif perkembangan globalisasi. Sebagaimana
tertulis pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 4, Pasal 10 dan Pasal 24. Pada Pasal 4 dijelaskan
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” . Pasal 10 dijelaskan “Setiap
anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai- nilai kesusilaan dan kepatutan”.
Dan pada Pasal 24 dijelaskan bahwa “Negara dan pemerintah menjamin anak
untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak”. Dari ketiga pasal di atas “Peraturan
perundang-undangan tersebut dijadikan sebagai dasar hukum bagi kehidupan anak di Indonesia”. Ika Pasca Himawati, 2013. Pendapat tersebut juga
diperkuat oleh Racmat Sentika 2007 menjelaskan bahwa melalui Konvensi Hak Anak yang diselenggarakan oleh PPB tahun 1990, merumuskan setiap
negara berhak memenuhi 31 hak untuk anak salah satunya adalah hak mendapatkan perlindungan dari keluarga, dan kegiatan budaya lokal melalui
pendidikan dan keluarga.
34 Maka, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap anak wajib
mendapatkan perlindungan dari negara, serta mendapatkan bimbingan penuh dari keluarga dan masyarakat khususnya pada bidang pendidikan, kehidupan
sosial dan kegiatan budaya. Bila ada anak yang belum mendapatkan haknya, maka negara wajib memperjuangkan hak anak tersebut untuk kehidupan yang
layak. Dan bila ada anak, yang tidak melaksanakan haknya, pihak keluarga dapat memberikan peringatan dan bimbingan khusus supaya anak mau
melaksanakan hak-haknya. Untuk menyikapi dan mengatasi kasus sosial yang melibatkan anak
sebagai korban maupun pelaku, serta permasalahan globalisasi budaya yang mengakibatkan generasi muda meninggalkan, melupakan, dan berpaling dari
nilai budaya lokal. Pemerintah merumuskan peraturan perundang-undangan dan membentuk program Kota Layak Anak di seluruh Indonesia sebagaimana
tercantum pada Peraturan Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 2 Tahun 2009 mengenai aturan KebijakanKota Layak Anak. Eka Arifa
Rusqiyati 2013 menjelaskan tujuan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia membuat Peraturan tentang
KebijakanKota Layak Anak, ditujukan kepada pemerintah desa dan kelurahan untuk
membuat lingkungannya
menjadi suatu
lingkungan yang
infrastrukturnya layak bagi tumbuh kembang anak secara sehat. Untuk itu diharapkan pemerintah dapat membentuk desa ramah anak yang memihak pada
kepentingan dan kebutuhan anak serta masyarakatnya ramah pada anak-anak. Pemikiran tersebut, juga diperkuat oleh Rachmat Sentika 2007 yang
menjelaskan bahwa PBB pada pertemuan untuk anak UNGASS on Children, Mei 2002, PBB merekomendasikan kepada Walikota seluruh dunia untuk:
35 Pertama, mengembangkan rencana aksi untuk kota mereka menjadi kota ramah
dan melindungi hak anak. Kedua, mempromosikan partisipasi anak sebagai aktor perubah dalam proses pembuatan keputusan di kota mereka terutama
dalam proses pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pemerintah kota. Dari pemikiran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa adanya
peraturan tentang KebijakanKota Layak Anak dan keputusan dari PBB pada UNGASS on Children untuk membangun suatu kotadesa ramah anak dapat
membantu memberantas kemiskinan dengan menanamkan investasi pada anak khususnya pada nilai-nilai budaya lokal; melindungi anak dari penganiayaan,
eksploitasi dan peperangan; memberantas anak dari HIVAIDS; dan meningkatkan partisipasi anak kepada tingkat nasional maupun internasional.
Menurut Peraturan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 menjelaskan
pengertian Kota Layak AnakKLA adalah “Kabupatenkota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak
anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan
berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak
.” Pada peraturan disini di jelaskan bahwa anak merupakan modal pembangunan
dan awal kunci kemajuan bangsa di masa depan. Karena sepertiga dari total penduduk Indonesia adalah anak-anak. Anak-anak terbukti mampu membuat
perubahan dan menyelesaikan masalah secara lebih kreatif, sederhana, dan ringkas. Berbeda dengan pemikiran tersebut, Rudi Subiyakto 2012
menjelaskan Kota Layak Anak adalah
“Satuan program yang dilakukan oleh warga yang tergabung dalam rukun kampung berupa usaha pemenuhan hak sipil anak untuk
memberikan kesempatan tumbuh dan berkembang berdasarkan kondisi
36 realistik menuju kampung yang mampu memberi kenyamanan, layak
huni, dan layak kembang dengan dasar kesehatan, pendidikan serta perlindungan hukum berdasarkan inisiatif mandiri. Program ini
dilaksanakan terintegrasi dengan kegiatan rukun wilayah dan rukun
tetangga sebagai pemenuhan kebutuhan dasar hidup.” Oleh karenanya, pemerintah melindungi dan menjadikan anak sebagai generasi
yang tangguh merupakan sebuah keniscayaan. Namun, kenyataan yang terjadi di Indonesia jauh dari harapan. Artinya,
bangsa Indonesia masih belum-untuk tidak mengatakan kurang-peduli terhadap perkembangan dan masa depan anak.
Dari uraian tersebut, maka disimpulkan bahwa Kota Layak AnakDesa Ramah Anak adalah upaya pemenuhan hak-hak anak agar mereka dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Teguh Yoga Fitra 2013 menjelaskan, tujuan di buatnya Desa Ramah Anak DRA supaya pemerintah, desa, dan kelurahan dapat ikut andil dalam
melaksanakan perlindungan terhadap hak-hak anak melalui bidang pembangunan dan infrastruktur daerah dalam mewujudkan Kota Layak Anak
KLA. Selain tujuan diatas, Teguh Yoga Fitra juga menjelaskan, tujuan Kota Layak AnakDesa Ramah Anak adalah salah satunya untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya dan warisan budaya yang ada di setiap desa atau wilayah tersebut dengan cara menanamkan pendidikan budaya melalui anak-anak.
Karena bisa dilihat selama ini, anak-anak yang masih duduk dikelas 1 SD pun sudah fasih dengan lagu-lagu barat, pop Indonesia bahkan lagu dangdut, yang
seharusnya lagu tersebut tidak layak konsumsi bagi mereka. Pendapat lain, juga
37 dikemukakan oleh Ika Pasca Himawati 2013 yang menjelaskan tujuan Kota
Layak AnakDesa Ramah Anak adalah “Untuk membangun inisiatif wilayah yang mengarah pada upaya
transformasi Konvensi Hak-hak Anak dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan, dalam bentuk: kebijakan,
program dan kegiatan pembangunan, dalam upaya pemenuhan hak-hak anak, pada suatu dimensi wilayah kabupatenkota
”. Tujuan tersebut akan di wujudkan ke dalam program-program kegiatan di tiap
kampung yang di pimpin oleh Ketua RW atau Kepala Dukuh sebagai penanggung jawab utama program kegiatan. Program kegiatan yang dirancang
dan dilaksanakan akan di gunakan sebagai wadah pembentukkan karakter dan pengembangan diri anak. Melalui program kegiatan di kampung ramah anak,
anak-anak di ajarkan sejak dini untuk memahami hak-hak mereka dan membantu menemukan bakat yang ada di dalam diri anak tersebut.
Pemahaman hak-hak anak bertujuan supaya anak dapat terhindar dari kasus kekerasan, pelecehan seksual, eksploitasi anak dan diskriminasi. Selain itu,
program kampung ramah anak dapat dimanfaatkan sebagai wadah pengembangan diri anak tentang budaya lokal di sekitarnya. Anak
diperkenalkan sejak dini, kebudayaan asli mereka, dan menanamkan nilai-nilai budaya melalui keluarga. Sebab, pengenalan budaya lokal melalui pendidikan
formal pun belum cukup. Untuk itu, Ika Pasca Himawati 2013 mengajak setiap keluarga di Indonesia baik di kota hingga pelosok daerah supaya dapat
mengenalkan ragam budaya dan norma-norma sosial kepada anak-anaknya sejak dini.
Dari uraian tersebut, maka disimpulkan bahwa keluarga menjadi faktor keberhasilan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa yang mempunyai
karakter, norma sosial dan yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya lokal
38 Indonesia. Dan program Kampung Ramah Anak yang dibentuk pemerintah
berperan sebagai motivator dan fasilitator dalam mewujudkan kota yang layak bagi anak ditengah-tengah arus globalisasi budaya yang telah menjalar di
Indonesia. Terbukti dari Badan Perempuan dan Pemberdayaan Masyarakat 2013, bahwa pada tahun 2009 dan 2012, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah
mendapatkan predikat sebagai Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan dan Perlindungan Anak. Dan sebagai wujud komitmen
Pemerintah Kota Yogyakarta mendapatkan predikat kota layak anak, Pemerintah mencoba mengimplementasikan sampai tingkat bawah sebagai
upaya pengembangan kota layak anak kearah kampung ramah anak.
6. Indikator Kampung Ramah Anak