Upaya Pekerja Sosial RW 20 dalam Memberdayakan Kesenian di Kampung Ramah Anak RW 20

124 tarian memiliki makna ceritanya. Usaha yang dilakukan oleh pekerja sosial bidang seni dalam mengembangkan program latihan seni di sanggar Angsa Putih, mengambil konsep budaya lokal untuk dijadikan sebagai dasar dari program pengembangan kampung ramah anak di RW 20. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori Rachmat Sentika 2007 yang menjelaskan bahwa konsep kampung ramah anak hendaknya diambil sesuai dengan kekuatan di setiap wilayah. Keunggulan pada setiap wilayah dapat dijadikan sebagai kekuatan program, supaya program kampung ramah anak yang akan digagas di wilayah tersebut mempunyai ciri khas yang unik dari wilayah-wilayah yang lain. Generasi muda dan para orangtua dapat melihat langsung dampak positif ketika anak-anak belajar seni menari, melukis ataupun taeter di sanggar Angsa Putih. pernyataan tersebut sudah sesuai dengan Fatturahman 2013 yang menjelaskan tentang beberapa manfaat dari seseorang belajar seni tari disebuah sanggar adalah digunakan sebagai tempat pernyataan jati diri sendiri yaitu melalui karya seni yang seseorang bawa dapat mengungkapkan perasaan dan karakter seseorang dan membentuk karakter yang anggun.

2. Upaya Pekerja Sosial RW 20 dalam Memberdayakan Kesenian di Kampung Ramah Anak RW 20

Perkembangan modernisasi yang telah masuk ke Indonesia dengan bebas akibat adanya arus globalisasi dunia, telah mengalami perubahan-perubahan pada berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, politik dan budaya. Arus modernisasi telah membuat perubahan yang cukup signifikan pada bidang budaya di Indonesia, dan mau tidak mau kebudayaan yang telah dibentuk oleh 125 masyarakat dan di anut oleh suatu kelompok sosial lama-lama akan tergantikan oleh kebudayaan modern. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat Indonesia dari lapisan rendah sampai ke lapisan tertinggi terbuai ke dalam kenikmatan dan kemudahan yang di tawarkan oleh arus modernisasi. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan seringkali menjadi unsur pembentuk sekaligus alat ukur jati diri bangsa. Peran kebudayaan yang dijadikan sebagai pembentuk jati diri sebuah bangsa, seringkali terjadi persentuhan atau terbenturnya budaya asing terhadap budaya asli Indonesia, dan tidak sedikit masyarakat sering berdebat dikarenakan kelompok yang mendukung budaya modern masuk ke Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan kelompok yang mendukung mempertahankan budaya asli Indonesia. Henry Puspita 2012 menjelaskan contoh lunturnya kebudayaan Indonesia akibat budaya asing adalah pada kesenian tradisional wayang orang Bharata, pertunjukkan Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi pengunjung. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen penanaman nilai- nilai moral yang baik. Pendapat ini diperkuat oleh Elly Setiadi 2006: 44 menjelaskan ada beberapa faktor yang menjadi penyebab perubahan kebudayaan, yaitu Perubahan lingkungan alam, perubahan yang disebabkan adanya kontak dari kelompok lain, perubahan karena adanya penemuan baru, perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau bangsa mengadopsi beberapa elemen kebudayaan materiil yang telah dikembangkan oleh bangsa lain di tempat lain, dan perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru atau karena perubahan dalam pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitas. 126 Pengaruh budaya asing yang semakin berkembang dan dengan mudah diterima oleh masyarakat, membuat nilai-nilai budaya Indonesia luntur dan terganti dengan nilai budaya modern. Nilai budaya yang seharusnya dianut oleh masyarakat tidak selayaknya dijadikan sebagai parameter atau alat ukur untuk menilai keunggulan atau kelemahan budaya lain. Dampak yang terjadi akibat demikian adalah pengagungan atau pembanggaan terhadap budaya asing yang dianggapnya menjadi budaya baru yang terkini. Arief Karseno 2004: 132 menyampaikan sebuah bangsa yang mulai luntur dengan budayanya, lama-lama bangsa tersebut akan menjadi bangsa yang rapuh yang tidak memiliki harga diri dan sulit mencari jati dirinya. Melihat kondisi tersebut, pemerintah mulai menggencarkan berbagai program yang ditujukan untuk masyarakat khususnya generasi muda agar dapat mengenali dan turut melestarikan budaya tradisional bangsa Indonesia, karena generasi muda merupakan akar kekuatan yang dimiliki oleh Indonesia. Nurul Atiqah 2011: 66 menyatakan tujuan pelestarian budaya lokal adalah untuk mengembangkan aset lama yang dimiliki Indonesia, dan memberi pemaknaan baru terhadap budaya yang sudah ada sehingga dapat dimanfaatkan sebagai upaya alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Contoh upaya pelestarian budaya ini dapat berbentuk preservasi, pembangunan dan pengembangan restorasi, replikasi, rekonstruksi, revitalisasi atau penggunaan fungsi baru terhadap aset budaya masa lalu. Kondisi krisis kebudayaan di Indonesia, juga terjadi di kampung ramah anak RW 20, Kampung Gendeng, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengungkapkan bahwa di dalam kampung ini terdapat sanggar seni Angsa Putih yang sudah berdiri lama sejak 127 sebelum RW 20 dipilih oleh Lurah Baciro dan pemerintah kota sebagai kampung ramah anak. Ibu RW dan Bapak SA berniat tulus mengajarkan kesenian tradisional seperti tari, melukis dan drama kepada anak-anak dan remaja di RW 20 secara gratis, agar generasi muda di wilayah ini dapat mengenali kesenian tradisional asli dari RW 20 dan dapat melestarikan kebudayaan agar tidak punah karena tergeser oleh modernisasi. Kenyataan tersebut, dilihat ketika Ibu RW selalu mencoba mengajak anak-anak di sekitar Manunggal Karso dan wilayah Rukun Tetangga RT lainnya yang masih berada dalam lingkup RW 20 untuk diajak menari tradisional. Namun hanya beberapa anak dari total anak-anak di RW 20 yang bersedia diajarkan menari secara sukarela dan tulus. Peristiwa tersebut disebabkan karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi anak-anak untuk tidak berminat menari tradisional, melukis dan drama di sanggar Angsa Putih. Faktor tersebut adalah sebagian besar anak- anak RW 20 setiap sore selalu mengikuti pembelajaran TPA di masjid; kurang dorongan dan bimbingan dari orangtua untuk diarahkan ke dunia seni budaya; beberapa remaja dan pemuda yang sibuk dengan kepentingan sekolah, ektra kurikuler yang di ikuti, pekerjaan yang membuat mereka merasa tidak mempunyai waktu luang yang cukup untuk belajar menari atau seni di sanggar Angsa Putih; pengaruh perkembangan budaya dari luar seperti telenovela dan musik Korea yang mewabah pada sebagian besar anak-anak dan remaja di RW 20. Mengatasi hal tersebut, Bapak SA berniat untuk mengajak pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 untuk melakukan kerjasama membantu mengarahkan anak-anak di RW 20 agar mau belajar seni di sanggar Angsa 128 Putih, dan mencari solusi atau pemecahan guna mengatasi permasalahan tersebut. Adapun usaha yang dilakukan oleh pekerja sosial kampung ramah anak dalam mengarahkan generasi muda RW 20 untuk melestarikan kesenian lokal dan mempertahankan dasar sebagai kampung ramah anak yang berbasis budaya lokal, sebagai berikut : a. Ibu RW dan Bapak SA bekerjasama dengan pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 membangun stan pendaftaran kesenian sanggar Angsa Putih pada acara Merti Kali Gajah Wong yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Yogyakarta dan Balai Lingkungan Hidup di UIN Sunan Kalijaga. Tujuan dari upaya ini adalah supaya warga seluruh provinsi Yogyakarta yang hadir pada acara Merti Kali Gajah Wong dapat mengetahui bahwa RW 20 Kelurahan Baciro memiliki sanggar kesenian. Sanggar Angsa Putih juga membuka pendaftaran bagi siapapun baik masyarakat dari wilayah RW 20 ataupun RW 20 sendiri yang mau bersedia ikut belajar seni di sanggar Angsa Putih, karena sanggar ini tidak dibatasi oleh usia dan kalangan baik menengah ke bawah ataupun dari kalangan atas. b. Terus menampilkan tarian dan hasil karya lukisan kepada masyarakat pada acara kegiatan yang diselenggarakan RW 20 seperti malam tirakatan HUT RI atau kegiatan pembukaaan pada acara-acara besar lainnya. Tujuan dari usaha ini adalah supaya warga masyarakat baik wilayah RW 20 ataupun luar wilayah RW 20 tertarik melihat karya tarian atau seni yang ditampilkan oleh sanggar Angsa Putih. c. Menunjukkan dan mengajak anak-anak warga RW 20 untuk melihat proses pelaksanaan latihan menari dan melukis. Tujuan dari upaya ini adalah supaya anak-anak atau orang dewasa yang ingin melihat proses 129 latihan menari dan melukis dapat berminat untuk belajar seni di sanggar Angsa Putih. Melihat upaya yang dilakukan oleh pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 cukup terarah guna mengatasi permasalahan krisis budaya yang dialami generasi muda RW 20. Hasil penelitian tersebut sudah sesuai dengan teori Rantau Indramawan 2014 tentang upaya pelestarian budaya lokal dapat dilakukan dengan dua bentuk yaitu culture experience dan culture knowledge. Culture experience adalah pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara terjun langsung kedalam sebuah pengalaman kultural. Contohnya membentuk sanggar kesenian seperti tari, teater dan drama. Sedangkan culture knowledge adalah pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasikan kedalam bentuk, supaya generasi muda dapat mengetahui tentang kebudayaannya sendiri. Misalnya pembangunan museum atau cagar budaya. Juga sudah sesuai dengan teori Hasnindar 2013 yang menyatakan tentang Usaha mempertahankan budaya Indonesia ditengah arus globalisasi dapat dilakukan di empat tingkat yakni: pada tingkat keluarga, dengan cara mengenalkan budaya asli daerahnya melalui keluarga, yaitu mengajak anak melihat seni pertunjukan yang sedang berlangsung yang ada di sekitar masyarakat. Pada tingkat sekolah, tingkat masyarakat yaitu generasi muda dapat mengadakan semacam pentas seni kebudayaan daerah secara rutin sesuai kebudayaan daerahnya masing-masing sehingga budaya seakan menjadi satu dengan darah yang mengalir dalam tubuh rakyat Indonesia. Dan pada tingkat pemerintahan, yaitu dapat membantu dalam memberikan bantuan dana terhadap pelestarian budaya seperti pembangunan fasilitas museum, pemanfaatan cagar budaya dan program kegiatan seni yang ada di masyarakat sebagaimana yang tercantum pada peraturan perundang-undangan tentang pelestarian budaya Indonesia. Berbagai upaya yang telah di lakukan pekerja sosial RW 20 dalam memberdayakan kesenian di Kampung Ramah Anak RW 20, sudah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Oos Anwas 2013: 58 tentang prinsip pemberdayaan. Pekerja sosial RW 20 sebagai agen pemberdayaan secara tidak 130 langsung proses pelaksanaan dan upaya yang dilakukan oleh mereka sesuai dengan prinsip pemberdayaan Oos Anwas, sebagai berikut: a. Kegiatan pemberdayaan didasarkan pada kebutuhan, masalah, dan potensi kliensasaran. Proses pemberdayaan dimulai dengan menumbuhkan kesadaran kepada sasaran akan potensi dan kebutuhannya yang dapat dikembangkan dan diberdayakan untuk mandiri. b. Pemberdayaan dilakukan agar masyarakat memiliki kebiasaan untuk terus belajar, belajar sepanjang hayat. Individu dan masyarakat perlu dibiasakan belajar menggunakan berbagai sumber yang tersedia. Pemberdayaan perlu diarahkan untuk menggunakan prinsip belajar sambil bekerja learning by doing. c. Pemberdayaan diarahkan untuk menggerakkan partisipasi aktif individu dan masyarakat seluas-luasnya. Partisipasi ini mulai dari tahapan perencanaan, pengembangan, pelaksanaaan, evaluasi, termasuk partisipasi dalam menikmati hasil dari aktivitas pemberdayaan. Dalam hal ini, pekerja sosial RW 20 telah berhasil menyadarkan masyarakat RW 20 tentang pentingnya budaya tradisional melalui program kampung ramah anak yang sedang dijalankan oleh RW 20. Sebagian masyarakat telah sadar akan pentingnya kesenian lokal, oleh sebab itu, masyarakat selalu berpartisipasi aktif dalam upayanya memberdayakan kesenian, dan tidak ada unsur keterpaksaaan dalam diri masyarakat pada proses pelaksanaan upayanya tersebut. 3. Faktor-Faktor Penghambat dan Pendukung yang dialami Pekerja Sosial RW 20 dalam Membentuk Kampung Ramah Anak Berbasis Budaya Lokal dan Kesehatan Lingkungan Pekerja sosial RW 20 dalam melaksanakan peran dan tanggung jawabnya sebagai kelompok pekerja sosial yang wajib melayani kebutuhan warga masyarakat terutama dalam mewujudkan kampung ramah anak berbasis budaya lokal dan kesehatan lingkungan, tentunya pekerja sosial RW 20 harus 131 menciptakan dan menjaga hubungan kerjasama internal antar tim yang baik dan lancar, sebab hubungan internal antar teamwork atau tim merupakan pondasi utama dalam mewujudkan visi dan misi sebuah organisasi yaitu program kampung ramah anak yang saat ini sedang dijalankan di Kampung Gendeng, RW 20, Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Sejak dipilihnya RW 20 oleh Lurah Baciro sesuai dengan keputusan dari Pemerintah Kota Yogyakarta, pengurus RW 20 segera memilih dan membentuk beberapa orang yang akan dijadikan sebagai pekerja sosial dalam mengkoordinir pelaksanaan kampung ramah anak di RW 20. Orang-orang yang akan dijadikan sebagai salah satu pekerja sosial kampung ramah anak di ambil dari masyarakat RW 20 yang terdiri dari tokoh masyarakat, pekerja seni, pengurus RT dan RW, dan beberapa masyarakat yang turut aktif dalam berbagai kegiatan RW dan yang memiliki link kerjasama diluar wilayah RW 20. Setelah dirasa oleh pengurus RW 20 bahwa beberapa calon pengurus kampung ramah anak RW 20 layak di jadikan sebagai pekerja sosial dalam pelaksanaan kampung ramah anak, pada tanggal 14 September 2014 Pemerintah Kota Yogyakarta secara resmi telah memilih RW 20 sebagai kampung ramah anak beserta pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 dengan mengusung beberapa program kegiatan yang diajukan dalam mewujudkan kampung ramah anak berbasis budaya lokal dan kesehatan lingkungan. Dalam melaksanakan seluruh program kegiatan kampung ramah anak, hendaknya beberapa anggota pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 memahami dan turut menanamkan sikap kerjasama, kekompakkan dan sifat kepercayaan pada sesama anggota, agar pelaksanaan sebuah program kampung 132 ramah anak, dapat terlaksana tepat waktu dan anak-anak remaja juga turut berpartisipasi pada pelaksanaan program ini. Dewi Sandra 2007 menjelaskan tentang pengertian sebuah kerja tim atau teamwork yaitu Bentuk kerja dalam kelompok yang harus diorganisasi dan dikelola dengan baik. Tim beranggotakan orang-orang yang memiliki keahlian yang berbeda-beda dan dikoordinasikan untuk bekerja sama dengan pimpinan. Terjadi saling ketergantungan yang kuat satu sama lain untuk mencapai sebuah tujuan atau menyelesaikan sebuah tugas. Dengan melakukan kerja tim diharapkan hasilnya melebihi jika dikerjakan secara perorangan. Berdasarkan teori diatas, di harapkan RW 20 dapat mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang sama, berupaya mengerahkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Sehingga dapat meningkatkan tingkat partisipasi anak-anak dan remaja dengan mengikuti selalu pelaksanaan program kampung ramah anak di RW 20. Pelaksanaan kerja tim secara efektif akan berdampak pada kesuksesan tim dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu kerja tim harus dikelola dengan baik agar tetap solid. Teamwork yang solid akan memudahkan manajemen harus dikembangkan dan dibina sama seperti sumber daya lain yang ada dalam perusahaan. Proses pembentukan, pemeliharaan dan pembinaan teamwork harus dilakukan atas dasar kesadaran penuh dari tim tersebut sehingga segala sesuatu berjalan secara normal sebagai suatu aktivitas sebuah teamwork, meskipun pada kondisi tertentu manajemen dapat melakukan intervensi, dalam mendelegasikan tugas-tugas organisasi. Kerja tim merupakan sarana yang sangat baik dalam menggabungkan berbagai talenta dan dapat memberikan solusi inovatif suatu pendekatan yang mapan. Selain itu keterampilan dan pengetahuan yang beraneka ragam yang dimiliki oleh anggota kelompok juga merupakan nilai tambah yang membuat teamwork 133 lebih menguntungkan jika dibandingkan seorang individu yang brilian sekalipun. Dengan masuknya individu tersebut ke dalam suatu kelompok, maka hal tersebut akan menambah semangat juang atau motivasi untuk mencapai suatu prestasi yang mungkin tidak akan pernah dapat dicapai seorang diri oleh individu tersebut. Hal ini dapat terjadi karena tim mendorong setiap anggotanya untuk memiliki wewenang dan tanggung jawab sehingga meningkatkan harga diri setiap orang. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, mengungkapkan bahwa kerja sama tim juga dilakukan oleh pekerja sosial RW 20 dalam melaksanakan tugasnya sebagai pekerja sosial yang wajib melayani anak-anak dan remaja dalam mengatasi krisis kepedulian terhadap kesenian tradisional yang terjadi pada anak-anak dan remaja di RW 20. Di dalam proses pelaksanaannya pekerja sosial RW 20 pasti mengalami beberapa hambatan- hambatan dan faktor pendukung dalam menjalankan tugasnya. Hambatan- hambatan tersebut dapat berdampak pada pelaksanaan program kampung ramah anak. Berikut faktor penghambat dan faktor pendukung yang dialami oleh pekerja sosial RW 20 dalam mewujudkan kampung ramah anak berbasis budaya lokal dan kesehatan lingkungan : a. Faktor Penghambat 1 Adanya beberapa para orangtua yang belum sepenuhnya mendorong dan mengarahkan anak-anaknya untuk belajar menari di sanggar tari Angsa Putih, mereka belum mengetahui bahwa kesenian itu menjadi salah satu yang penting dan patut generasi muda lestarikan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar orangtua di RW 20 bekerja 134 sebagai pegawai negeri dan swasta. Adanya beberapa para orangtua yang sibuk hingga ada anak-anak yang harus dititipkan di tetangga ataupun di asuh oleh pembantu rumah tangga setelah mereka pulang sekolah. Hal itu yang menjadi penyebab anak-anak dan remaja di RW 20 kurang berminat dengan sanggar kesenian di Manunggal Karso. Ketika mereka sedang melihat tarian dan hasil karya lukisan dari Sanggar Angsa Putih pada suatu kegiatan acara, mereka melihat karya-karya tersebut hanya seperti sebuah tontonan hiburan. Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan teori Santrock 2007 yang menjelaskan tentang teori motivasi, yaitu proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama. Hendaknya para orangtua di RW 20 selalu mendorong dan memotivasi anak-anaknya agar mau ikut belajar menari, melukis dan drama di sanggar yang telah disediakan oleh pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 dan yang dilakukan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun. Santrock 2007 menjelaskan tentang aspek dalam teori motivasi belajar yaitu motivasi ekstrinsik dan instrinsik, dimana dijelaskan yaitu motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk melakukan sesuatu yang lain cara untuk mencapai tujuan anak-anak akan mudah terpacu dalam belajar apabila ada sesuatu imbalan yang diberikan kepada si anak apabila anak tersebut dapat melakukan sesuatu hal yang berdampak positif dan bermanfaat bagi dirinya dan orang disekitarnya. Para orangtua di RW 20 hendaknya dapat melakukan cara seperti yang dikemukakan oleh Santrock, apabila anak-anak kurang minat untuk belajar kesenian tradisional yang ada di RW 20, orangtua dapat memberikan sebuah 135 imbalan dan mengadakan kesepakatan dengan si anak, yaitu bila anak tersebut mau mengikuti latihan seni di sanggar Angsa Putih dan melihat anak tersebut mulai tertarik dengan seni. Orangtua akan memberikan sebuah imbalan, sesuai dengan janji yang telah disepakati antar orangtua dengan si anak. 2 Sebagian besar anak-anak RW 20 mengikuti pembelajaran TPA di masjid setiap sore serta padatnya jadwal kegiatan dari remaja dan pemuda seperti pekerjaan dan kegiatan di sekolah sehingga anak-anak merasa tidak memiliki waktu luang yang cukup untuk belajar seni. Hal tersebut disebabkan karena didikan dari orangtua yang di tanamkan pada anak-anaknya bahwa mengaji itu wajib dan sangat penting daripada kegiatan lainnya, begitu juga dengan pekerjaan dan kepentingan yang berkaitan dengan sekolah. Sebagian orangtua juga merasa takut bila anak-anaknya terlalu lelah karena banyak kegiatan yang diikuti sehingga tidak dapat fokus dengan kepentingan utamanya seperti bekerja atau sekolah. 3 Anak-anak RW 20 masih harus di dorong dan di ingatkan terlebih dahulu ketika mau mengikuti kegiatan yang mengutamakan anak- anak. Ketika ada kegiatan yang membutuhkan partisipasi dari anak- anak, mereka selalu datang tidak tepat waktu. Hal tersebut disebabkan anak-anak di RW 20 pada siang dan sore hari mereka selalu bermain bersama teman-temannya, dan bila diingatkan oleh orangtua ataupun karang taruna terkadang mereka menangis dan menolak ikut kegiatan tersebut karena nyaman bermain bersama teman-temannya. Hasil penelitian tersebut sudah sesuai dengan teori Sunarti 2003: 79 yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah salah satunya yaitu faktor internal. Faktor internal adalah 136 faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Mengatasi hal tersebut, hendaknya pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 dapat mengatur kembali jadwal TPA dengan jadwal berlatih seni agar anak-anak yang mau ikut berlatih seni di sanggar Angsa Putih tidak merasa berbenturan jadwal dengan TPA yang dilaksanakan rutin setiap sore, begitu juga sebaliknya. 4 Rasa kurang kepercayaan diri dari dalam diri anak-anak ketika mengikuti latihan tari, lukis atau drama. Hal tersebut disebabkan pengaruh lingkungan dan tekanan sosial yang dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan diri anak. Senada dengan hasil penelitian tersebut, Stephen dan Timothy 2008 menjelaskan teori tentang faktor-faktor penentu kepribadian yang terdapat 5 macam dan salah satunya adalah faktor lingkungan dan kondisi situasional. Faktor lingkungan adalah kultur masyarakat dimana seseorang dibesarkan, norma-norma keluarga, teman-teman dan kelompok sosial, serta pengaruh- pengaruh lain yang kita alami. Kultur akan membentuk norma, sikap, dan nilai- nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang terus menerus berlangsung secara konsisten. Sedangkan kondisi situasional adalah kondisi situsional dapat mempengaruhi efek dari faktor-faktor keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian. Tuntutan yang berbeda pada situasi yang berbeda dapat menimbulkan reaksi dan aspek yang berbeda pada kepribadian seseorang. Oleh karena itu, sebaiknya tidak melihat corak kepribadian secara terisolasi, tetapi juga mengetahui bahwa situasi-situasi tertentu lebih relevan 137 dari situasi-situasi lain dalam mempengaruhi kepribadian sehingga dapat dilihat adanya perbedaan-perbedaan individual yang signifikan. Mengatasi hal tersebut, hendaknya para orangtua dapat terus mendampingi anak-anak dan selalu memberikan dorongan kepada si anak, agar dapat memiliki rasa percaya diri yang kuat dan tidak malu untuk tampil memberikan suatu hal yang positif di depan umum. 5 Pengaruh perkembangan budaya barat yang sedang mewabah pada generasi muda di RW 20. Ketika mereka di ajak menari, mereka bersedia menari bila diajarkan tarian modern dance yang bukan tradisional. Hal tersebut dapat terjadi karena cara mendidik yang diajarkan orangtua melalui anak-anak salah, anak-anak kurang dibimbing dan dibatasi waktu ketika bermain gadget ataupun melihat acara televisi, serta pengaruh pergaulan dari lingkungan sosial anak- anak yang salah. Senada dengan hasil penelitian tersebut, Munandar Sulaeman 2012: 60 menjelaskan tentang perubahan budaya disebabkan oleh beberapa hal, yakni berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaannya sendiri, dan perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Mengatasi hal tersebut, hendaknya pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 melakukan usaha guna mengurangi dampak negatif karena efek globalisasi, seperti teori yang dikemukakan oleh Rantau Indramawan 2014 yang menjelaskan tentang budaya lokal dapat dilakukan dengan dua bentuk yaitu culture experience dan culture knowledge. Culture experience adalah pembentukkan sanggar tari atau kesenian. sedangkan culture knowledge adalah pembangunan museum atau cagar budaya. 138 6 Hubungan internal antara pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 masih terjadi mis komunikasi akibat jarang hadirnya beberapa anggota ketika ada agenda rapat. Hal itu disebabkan kesibukan pekerjaan mereka di luar kegiatan kampung ramah anak, dan bila ada anggota yang tidak hadir saat rapat, anggota tersebut jarang melakukan komunikasi kembali dengan sesama anggota pekerja sosial yang pada hari itu hadir dalam rapat. Senada dengan hasil tersebut, Plumer dalam Yulianti 2012: 10 menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk proses partisipasi yaitu salah satunya adalah pekerjaan masyarakat, biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi. Teori tersebut terjadi pada keadaan internal antar pekerja sosial kampung ramah anak RW 20, kesibukan pekerjaan menyebabkan ketua RW sekaligus ketua Kampung Ramah Anak sulit mempertemukan anggota secara lengkap, bahkan setiap diadakan agenda rapat pasti ada setengah dari jumlah anggota yang hadir, dan setengah lainnya ada yang ijin tidak bisa hadir, karena masih belum pulang kerja, sakit dan sebagainya. Setelah diadakannya agenda rapat, beberapa anggota pekerja sosial yang seringkali tidak hadir atau pasif, terkadang juga tidak berusaha mencari informasi mengenai perkembangan agenda rapat yang sebelumnya dilaksanakan. Hal itu yang menyebabkan terjadi mis komunikasi antar internal pekerja sosial kampung ramah anak RW 20. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori dari Tracy 139 2006 yang menyatakan bahwa kerja sama dapat meningkatkan komunikasi dalam kerja tim di dalam dan di antara bagian-bagian perusahaan. Kerja sama mengumpulkan bakat, berbagi tugas dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama. Seharusnya pekerja sosial RW 20 melakukan proses kerjasama sebagaimana dengan teori yang telah dikemukakan oleh Davis dalam Dewi Sandra 2007 bahwa indikator-indikator kerjasama adalah a Tanggung jawab secara bersama-sama menyelesaikan pekerjaan, yaitu dengan pemberian tanggung jawab dapat tercipta kerja sama yang baik. b Saling berkontribusi, yaitu dengan saling berkontribusi baik tenaga maupun pikiran akan terciptanya kerja sama. c Pengerahan kemampuan secara maksimal, yaitu dengan mengerahkan kemampuan masing-masing anggota tim secara maksimal, kerja sama akan lebih kuat dan berkualitas. b. Faktor Pendukung 1 Beberapa anak-anak dan remaja tertarik dan berminat untuk belajar seni di sanggar tari Angsa Putih, baik untuk belajar menari, melukis maupun drama. Hal tersebut disebabkan anak-anak sangat tertarik dengan tarian yang diajarkan oleh Ibu RW. Menurut Ibu RW anak- anak tertarik dan lebih bersemangat latihan kalau diajarkan tarian garapan dari Ibu RW daripada tari klasik gaya Yogya yang cenderung iramanya lamban dan kurang sesuai dengan usia anak-anak. Kostum dan musik tari garapan sesuai dengan usia anak-anak, dan ada beberapa murid sanggar Angsa Putih yang di sekolahnya juga ikut menari, sehingga anak tersebut menambah ilmu tarinya dengan mengikuti latihan di sanggar Angsa Putih. 2 Pekerja sosial dan warga masyarakat RW 20 yang kompak, bekerjasama membantu memfasilitasi, melengkapi sarana dan 140 prasarana seluruh program kegiatan. Ketika mau diadakan pelaksanaan kegiatan selanjutnya, pekerja sosial RW 20 dan masyarakat selalu memberikan dukungan untuk kesuksesan pelaksanaan program tersebut dalam bentuk dana, tempat penyelenggaraan maupun tenaga, meskipun ketua kampung ramah anak RW 20 belum meminta atau memohon dukungan tersebut. Kepedulian dan gotong royong yang selalu dibentuk antara pekerja sosial RW 20 dengan masyarakat membuat pelaksanaan program selalu berjalan dengan lancar. Dukungan warga masyarakat juga terlihat dari usaha mereka membantu Ibu RW dan Bapak SA mengajak dan mengarahkan anak-anak berlatih menari dan melukis di sanggar Angsa Putih. Terlihat dari usaha yang dilakukan sebagian warga masyarakat yang membantu menyebarkan info melalui mulut ke mulut pada saat pertemuan arisan PKK, pertemuan Bank Sampah, ataupun kegiatan lainnya. 3 Hampir sebagian besar pekerja sosial kampung ramah anak bekerja sebagai pegawai negeri dan swasta, dengan pekerjaan itulah mereka memiliki banyak link di luar RW 20 untuk dapat dengan mudah melakukan kerjasama guna mendukung pelaksanaan setiap program di kampung ramah anak RW 20. Seperti pada pelaksanaan kegiatan pelatihan menggosok gigi, sasaran dari program ini adalah untuk anak-anak usia TK hingga SMP. RW 20 memiliki 4 orang yang bekerja sebagai tenaga kesehatan, mereka mengajukan proposal kegiatan pelatihan tersebut untuk diajukan kepada Dinas Kesehatan, dan Dinas Kesehatan pun mendukung kegiatan tersebut sehingga 141 seluruh fasilitas pelatihan menggosok gigi di dukung sepenuhnya oleh Dinas Kesehatan secara gratis. Pelatihan tersebut sangat bermanfaat bagi anak-anak terlebih anak-anak dari keluarga yang kurang mampu karena biasanya untuk mengikuti pelatihan tersebut harus mengeluarkan biaya. Melihat beberapa faktor pendukung yang telah di sampaikan diatas, pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 memiliki beberapa organisasi dan warga masyarakat yang cukup sangat membantu pada pelaksanaan program kampung ramah anak, sehingga pelaksanaan program dapat berjalan lancar, tepat waktu sesuai dengan agenda kegiatan kampung ramah anak. Hal tersebut dikarenakan, setiap warga masyarakat dan anak-anak, pengurus RT dan RW, pekerja sosial kampung ramah anak RW 20 beserta lapisan masyarakat lainnya telah melakukan sebuah proses kerjasama, yaitu dengan berusaha saling menanamkan rasa kepercayaan, sehingga tercipta sebuah pelibatan masyarakat, sikap gotong royong, saling membantu dalam membangun RW 20 menjadi kampung ramah anak yang berbasis budaya lokal dan kesehatan lingkungan. Senada dengan hasil penelitian tersebut, Davis dalam Dewi Sandra 2007 menyatakan bahwa sebuah organisasi dapat dikatakan sebuah kerjasama, apabila memiliki indikator-indikator sebagai berikut : a Tanggung jawab secara bersama-sama menyelesaikan pekerjaan, yaitu dengan pemberian tanggung jawab dapat tercipta kerja sama yang baik. b Saling berkontribusi, yaitu dengan saling berkontribusi baik tenaga maupun pikiran akan terciptanya kerja sama. c Pengerahan kemampuan secara maksimal, yaitu dengan mengerahkan kemampuan masing-masing anggota tim secara maksimal, kerja sama akan lebih kuat dan berkualitas. 142 Teori tersebut juga didukung oleh Williams 2008 yang menjelaskan tentang indikator-indikator kepercayaan, sebagai berikut : 1 Kejujuran, yaitu dengan adanya kejujuran anggota tim akan menciptakan rasa saling percaya. 2 Pemberian tugas, yaitu dengan pemberian tugas pada anggota tim berarti telah memberikan kepercayaan bahwa anggota tim mampu melaksanakannya. 3 Integritas, yaitu setiap anggota dianggap memiliki integritas atau bersikap sebenarnya truthfulness dalam bekerja. Kedua teori diatas diperkuat oleh Asngari 2006 dalam Oos Anwas 2013: 93 yang menyatakan bahwa di dalam proses pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat, sebagai berikut : i Keterlibatan dalam pengambilan keputusan; ii keterlibatan dalam pengawasan: iii keterlibatan dimana masyarakat mendapatkan manfaat dan penghargaan; iv partisipasi sebagai proses pemberdayaan, partisipasi bermakna kerja kemitraan, dan v partisipasi sebagai akibat dari pengaruh stakeholder menyangkut pengambilan keputusan, pengawasan, dan penggunaan resource yang bermanfaat bagi mereka.

4. Hasil Upaya Pekerja Sosial RW 20 dalam Memberdayakan Kesenian melalui Kampung Ramah Anak