Apa usaha yang dilakukan untuk mengatasi faktor penghambat tersebut ?

226 NU : Faktor penghambat yaitu pola pikir orangtua yang belum dapat menanamkan pada anak-anak pentingnya budaya tradisional, sehingga membuat anak-anak RW 20 tidak peduli dengan kegiatan budaya yang kami lakukan. Faktor pendukung adalah masih ada beberapa anak-anak yang mau ikut belajar menari untuk melestarikan budaya kampung RW 20 Baciro, Yogyakarta. Kesimpulan : Faktor penghambat yang di alami pekerja sosial dalam mengelola sanggar seni yaitu adanya pola pikir orangtua, yang belum sepenuhnya mengarahkan anak-anak ke dunia seni, di karenakan terbenturnya jadwal kelas TPA di masjid, hampir sebagian anak- anak mengikuti TPA tersebut. Ada beberapa anak-anak yang kecanduan main game, gadget, dan film-film dari luar, terlihat anak-anak kurang minat diajarkan tari tradisional. Faktor pendukung dalam mengelola sanggar seni yaitu masih ada beberapa anak-anak yang minat belajar seni di Angsa Putih meskipun waktu luang mereka sangat sedikit di karenakan harus sekolah dan sorenya mengikuti TPA di masjid, serta dukungan secara moral dan materi yang diberikan oleh pekerja sosial RW 20. 12. Apa usaha yang dilakukan untuk mengatasi faktor penghambat tersebut ? RW : Tetap berusaha memberikan informasi kepada warga RW 20 bahwa kami ada sanggar seni dan kami terbuka menerima kapanpun, siapapun anak-anak yang mau berminat belajar seni, misalnya kemarin pada saat event dari Forsidas yang dilakukan di UIN Sunan Kalijaga yaitu agenda Merti Kali Gajah Wong, kami membuka stand pendaftaran bagi anak-anak atau remaja yang berminat mau ikut menari, kami juga menampilkan tiga tarian dari anak-anak dan ibu-ibu ketika acara tersebut, dan kami juga menyampaikan kepada pekerja sosial RW 20 lainnya supaya membantu kami dalam mencari anak-anak baru dan selalu terus berusaha menampilkan tarian-tarian dari sanggar kami dengan menonjolkan ciri khas kami, supaya warga RW 20 terutama anak- anak mau ikut belajar seni tari di tempat kami, dan mengugah hati 227 para orangtua untuk memberikan motivasi kepada anak-anaknya untuk ikut kegiatan seni. NU : Melatih anak-anak supaya dapat menampilkan tarian yang terbaik dan menunjukkan prestasi yang bagus melalui karya-karya dari Angsa Putih dan setiap hari ketika saya berpapasan bertemu dengan ibu-ibu atau anak-anak saya selalu mengajak mereka untuk menari di sanggar kami. SA : Saya sudah mencoba untuk membicarakan kepada pengelola dan pekerja sosial RW 20 mengenai bantuan di carikan anak-anak untuk mau menari dan melukis di tempat kami. Awalnya memang ada orangtua yang mendaftarkan anaknya untuk berlatih menari. Tetapi hal itu, hanya sebentar saja, tidak berlangsung lama. Tetapi saya akan mendukung Ibu RW untuk tetap memberikan latihan tari dan melukis pada anak-anak sampai mereka benar-benar minat ke dunia seni dan akan saya tunjukkan kepada warga RW 20 bahwa sanggar seni kami merupakan sanggar yang menampung anak-anak yang gemar berkesenian. Dan salah satu dari bentuk usaha kami , juga membuka stand pendaftaran saat agenda dari Forsidas yaitu Merti Kali Gajah Wong yang diadakan di UIN Sunan Kalijaga, kami juga memberikan suguhan tari 3 tarian berbeda yang terdiri dari anak-anak dan ibu-ibu, dengan begitu di harapkan akan ada generasi muda yang tertarik belajar menari di sanggar kami. Kesimpulan : Usaha yang di lakukan RW 20 untuk mengatasi faktor penghambat yaitu dengan memberikan informasi kepada masyarakat RW 20 dan luar wilayah RW 20, misalnya dengan menampilkan tarian dari anak-anak dan ibu-ibu sanggar Angsa Putih ketika agenda perayaan besar seperti HUT RI, kegiatan Forsidas dan memberikan informasi secara lisan bahwa sanggar Angsa Putih membutuhkan anak-anak untuk diajarkan menari, dan mempersilakan datang secara terbuka ketika mau melihat latihan tari di sanggar Angsa Putih. 228 13. Bagaimana latar belakang RW 20 dipilih sebagai Kampung Ramah Anak ?