44 karakter bangsa terkandung di setiap kegiatan budaya. Pemahaman mengenai
ruh lingkungan hidup, kreativitas, dan kemandirian harus ditanamkan dalam kepribadian anak-anak sebagai penerus bangsa kelak di setiap pewarisan
kegiatan budaya lokal.
7. Program Kegiatan Kampung Ramah Anak
Sebagai upaya pemenuhan Hak-Hak Anak, yang berlandaskan pada Undang-Undang Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka disusunlah
kebijakan KabupatenKota Layak Anak KLA yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 2 Tahun
2009 tentang Kebijakan KabupatenKota Layak Anak. Kedaulatan Rakyat, Desember 2014 menyatakan bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan
Republik Indonesia telah dua kali menganugerahi Penghargaan Nasional Kota Layak Anak kepada Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai salah satu kota
terbaik dalam upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak melalui
pengembangan Kota Layak Anak KLA, dengan kategori Pratama tahun 2009 dan Kategori Madya tahun 2012. Pada perkembangannya, Pemerintah
Kota Yogyakarta melalui Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Kota Yogyakarta bekerjasama dengan Gugus Tugas Kota Layak Anak aktif
melakukan pendampingan pengembangan Kampung Ramah Anak di setiap kelurahan supaya program kampung ramah anak dapat merata di seluruh
wilayah Provinsi Yogyakarta.
Untuk lebih mewujudkan Kota Layak Anak di Yogyakarta, Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Kota Yogyakarta membentuk
Gugus Tugas Kota Layak Anak dengan harapan supaya dapat meninjau
45 wilayah yang layak di gagas menjadi kampung ramah anak. Gugus Tugas Kota
Layak Anak merupakan sebuah institusilembaga yang bergerak sebagai pembina dalam membimbing kampung-kampung di Kota Yogyakarta untuk
menjadikan daerah tersebut kampung ramah anak. Model pendekatan yang dipakai oleh Gugus Tugas Kota Layak Anak adalah bottom-up, melalui
pendekatan ini, diharapkan dapat merumuskan suatu konsep atau ide yang dituangkan di kampung-kampung dalam mengembangkan Kampung Ramah
Anak, guna mencapai target predikat sebagai Kota Layak Anak. Rudi Subiyakto 2012 menjelaskan kampung ramah anak yang akan
dilaksanakan di setiap kelurahan wilayah Yogyakarta mengambil kebijakan program kampung yang berbasis budaya lokal, dengan mengangkat potensi
budaya yang sudah ada di setiap wilayah Yogyakarta. Supaya upaya-upaya pelestarian budaya dapat semakin berkembang dan mewujudkan Kota
Yogyakarta yang berbudi luhur, berakhlak, beragama, sopan santun dan berbudaya. Pendapat ini diperkuat juga oleh Rachmat Sentika 2007 yang
mengemukakan bahwa konsep kampung ramah anak hendaknya diambil sesuai dengan kekuatan disetiap wilayah. Keunggulan pada setiap wilayah dapat
dijadikan sebagai kekuatan program, supaya program kampung ramah anak yang akan digagas di wilayah tersebut mempunyai ciri khas yang unik dari
wilayah-wilayah yang lain. Dari uraian tersebut, maka disimpulkan bahwa program kampung ramah
anak baiknya di ambil dari keunggulan pada setiap wilayah. Mengangkat kekuatan program disetiap wilayah menjadikan wilayah itu mempunyai ciri
khas yang unik dari wilayah lainnya. Keunggulan program tersebut dapat lebih dikembangkan dan disandingkan dengan program-program yang lainnya tetapi
46 tidak menghilangkan kekhasan wilayah itu. Adapun program tersebut adalah
program yang lebih berpusat pada pembentukkan karakter dan pengembangan diri anak.
Rantau Indramawan 2013 mengemukakan program kegiatan kampung ramah anak yang dapat dijadikan sebagai pembentukkan karakter dan
pengembangan diri
anak adalah
mengadakan pentas
seni untuk
mempromosikan kebudayaan lokal; mengadakan pelatihan kesenian kepada anak; mengadakan sosialisasi tentang bahaya pernikahan dini; mengadakan
program pelestarian bahasa jawa khususnya krama inggil pada setiap keluarga; dan pendidikan etikapengembangan karakter setiap dua minggu sekali.
Berbeda dengan pemikiran tersebut, Piqih Zulmadi 2014 menjelaskan program kampung ramah anak hendaknya disesuaikan dengan 5 hak klaster
anak yang meliputi sebagai berikut: hak sipil dan kebebasan yaitu dibentuknya sanggar budaya; dan pelatihan bagi anak putus sekolah, hak lingkungan dan
pengasuhan alternatif yaitu sosialisasi pencegahan pernikahan dini; sosialisasi kegiatan reproduksi HIVAIDS; dan sosialisasi kepada orangtua tentang
pengasuhan pada anak yang baik, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan yaitu sosialisasi gizi; sosialisasi area bebas asap rokok; dan kegiatan outbound untuk
anak, hak pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya yaitu taman bacaan untuk anak; sanggar desa; jam belajar masyarakat; dan festival
budaya desa, dan hak perlindungan khusus yaitu simulasi bencana; kampung bebas rokok. dan tim siaga bencana berbasis budaya.
Dari uraian tersebut, maka disimpulkan bahwa program kegiatan kampung ramah anak dapat dikembangkan secara mandiri oleh setiap wilayah
yang akan digagas sebagai kampung ramah anak, hanya saja harus sesuai
47 dengan Peraturan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kota Layak AnakDesa Ramah Anak dan disesuaikan dengan kepentingan anak-
anak yaitu pembentukkan karakter dan pengembangan diri anak.
8. Minat Belajar