Bagaimana sistem evaluasi seluruh program kegiatan di sanggar tari Angsa Putih ?

224 mengikuti gerakan yang Ibu RW ajarkan, saya terkadang membantu membenarkan gerakan atau posisi tari anak-anak. Alhamdullilah, anak-anak yang masih tergolong sedikit ini sangat aktif ketika di ajarkan menari oleh Ibu RW, mereka antusias dan patuh dengan aba-aba yang Ibu RW sampaikan, sehingga dalam 2 bulan dapat mempelajari 1 tarian dengan cepat dan mereka hafal. SA : Seni lukis di laksanakan seminggu sekali setiap akhir minggu, terkadang hari SabtuMinggu tergantung anak-anak, pada sore hari di Balai Manunggal Karso. Anak-anak dan remaja di ajarkan dasar dahulu sebelum melukis, seperti melukis pola atau apapun yang mudah yang dapat di tangkap oleh pikiran kita. Kesimpulan : Latihan tari di sanggar Angsa Putih di laksanakan satu minggu sekali yaitu setiap sore pukul 15.00 atau 16.00 WIB. Ketika akan mendekati pementasan, biasanya satu minggu sebelum pementasan, latihan tari dilaksanakan setiap sore sebelum anak-anak mengikuti TPA di masjid. Pelaksanaan latihan tari meliputi pemanasan ringan sebentar, kemudian di lanjutkan dengan latihan nari. Ibu RW mengajarkan beberapa gerakan tari dari awal lalu di ikuti oleh anak-anak. Terkadang Ibu RW memberikan evaluasi kepada anak- anak mengenai latihan tari hari itu, supaya ketika latihan nari lagi, anak-anak mengalami perkembangan. Sedangkan latihan seni lukis di laksanakan satu minggu sekali setiap akhir minggu, yaitu pada hari Sabtu atau Minggu. Seluruh latihan tersebut di lakukan di Balai Manunggal Karso. Pelaksanaan latihan melukis, awalnya di ajarkan menggambar pola yang mereka bisa dahulu, dan terkadang menggambar pola sederhana yang di sampaikan oleh Bapak SA. 10. Bagaimana sistem evaluasi seluruh program kegiatan di sanggar tari Angsa Putih ? SA : Evaluasi kegiatan yang kami adakan masih sederhana belum seperti sanggar-sanggar lain. Tetapi untuk mengevaluasi kegiatan berkesenian di sanggar ini, kami melihat dari keseriusan anak-anak dari latihan sampai pementasan. Kami juga memperhatikan perkembangan gerakan tari anak-anak, dari situlah kami bisa 225 menilai tingkat perkembangan anak dan kesesuaian gerakan dengan irama tari. NU : Evaluasi kegiatan kami yaitu melihat dari latihan sampai pementasan oleh anak-anak. Bila terjadi ketidaksesuaian gerakan tari dengan irama ataupun penjiwaan anak, kami dapat mengevaluasinya supaya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kesimpulan : Evaluasi latihan tari di lakukan pada tiap akhir latihan nari, dan pada saat akhir pementasan tari, supaya anak-anak dapat introspeksi diri tentang hasil kerja keras mereka dan di lain pementasan dapat menampilkan yang terbaik kembali. 11. Apa saja faktor penghambat dan pendukung yang di alami pekerja sosial dalam mengelola sanggar di sini ? RW : Faktor penghambat yaitu para orangtua belum sepenuhnya mendorong dan mengajak anak-anaknya untuk belajar menari di sini, salah satu sebabnya karena sebagian besar anak-anak RW 20 wajib mengikuti kelas TPA belajar A- Qur’an di masjid setiap hari kecuali hari Senin pukul 3 sore. Itulah sebabnya anak-anak RW 20 jarang ada yang mau di ajak belajar nari di Angsa Putih, kebanyakan alasan mereka sudah ikut ekstrakurikuler menari di sekolahnya dan tidak ada waktu. Sebagian lagi, karena pengaruh globalisasi seperti handphone yang saat ini makin banyak di konsumsi oleh pelajar SD hingga SMP. Pengaruh perkembangan budaya korea dan barat, sehingga anak-anak mudah sekali mengikuti budaya tersebut. Faktor pendukungnya yaitu sampai saat ini masih ada beberapa anak-anak yang niat dan minat mau belajar menari di Angsa Putih untuk menjaga budaya tradisional RW 20 dan kebudayaan Indonesia. SA : Faktor penghambat yaitu padatnya jadwal kegiatan yang diikuti anak diluar jam sekolahnya menjadikan anak-anak RW 20 kurang peduli dengan budaya tradisional asli RW 20. Faktor pendukungnya yaitu sebagian besar warga RW 20 dan pengelola kampung ramah anak sangat antusias mendukung program kami. 226 NU : Faktor penghambat yaitu pola pikir orangtua yang belum dapat menanamkan pada anak-anak pentingnya budaya tradisional, sehingga membuat anak-anak RW 20 tidak peduli dengan kegiatan budaya yang kami lakukan. Faktor pendukung adalah masih ada beberapa anak-anak yang mau ikut belajar menari untuk melestarikan budaya kampung RW 20 Baciro, Yogyakarta. Kesimpulan : Faktor penghambat yang di alami pekerja sosial dalam mengelola sanggar seni yaitu adanya pola pikir orangtua, yang belum sepenuhnya mengarahkan anak-anak ke dunia seni, di karenakan terbenturnya jadwal kelas TPA di masjid, hampir sebagian anak- anak mengikuti TPA tersebut. Ada beberapa anak-anak yang kecanduan main game, gadget, dan film-film dari luar, terlihat anak-anak kurang minat diajarkan tari tradisional. Faktor pendukung dalam mengelola sanggar seni yaitu masih ada beberapa anak-anak yang minat belajar seni di Angsa Putih meskipun waktu luang mereka sangat sedikit di karenakan harus sekolah dan sorenya mengikuti TPA di masjid, serta dukungan secara moral dan materi yang diberikan oleh pekerja sosial RW 20. 12. Apa usaha yang dilakukan untuk mengatasi faktor penghambat tersebut ?