Keterangan : 1.
PE :Praanggapan Eksistensial Existential PresuppositionDefinite Description 2.
PF :Praanggapan Faktual Factive PresuppositionFactive Predicates 3.
PL :Praaggapan Leksikal Lexical PresuppositionAspectualChange of state predicates
4. PS :Pranggapan Struktural Structural Presupposition
5. PNF :Praanggapan Nonfaktual Nonfactive Presupposition
6. PCF :Praanggapan Pengandaian Counter Factual PresuppositionCounter
Factual Conditional 7.
PIT :Praanggapan IteratifPerulangan Iterative Presupposition 8.
PIM :Praanggapan Implikatif Implicative Presupposition 9.
PT :Praanggapan Klausa Waktu Temporal Clauses Presuppostion
10. PC
:Praanggapan Tak Lengkap Cleft Presupposition 11.
TA :Agen Perjalanan Travel Agent
12. TI
:Pusat Penerangan Inforamsi Wisata Tourism Information 13.
AM :Pasar Seni Art Market Tabel 4.10 ini menjelaskan bahwa jenis praanggapan struktural dengan jumlah
persentase sebanyak 35.7 74 merupakan praanggapan yang paling dominan dalam 15 peristiwa tutur tersebut. Praanggapan struktural ini mendominasi disebabkan oleh
adanya proses tanya-jawab untuk memperoleh informasi yang diinginkan oleh wisatawan maupun penduduk setempat. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa
praanggapan struktural ini merupakan suatu praanggapan dalam bentuk kalimat tanya, seperti WH-Question, YesNo Question ataupun Alternative Question. Dengan
menggunakan ketiga bentuk kalimat tanya ini baik penutur maupun mitra tutur dapat memperoleh informasi yang akurat.
B. PEMBAHASAN
Pembahasan mengenai praanggapan presupposition ini merupakan anggapan atau prediksi yang dianggap sesuai dengan penggunaan kalimat yang diucapkan
sehingga mampu memberikan kesimpulan atau asumsi awal bahwa apa yang akan disampaikan penutur dipahami oleh mitra tutur.
Dari hasil penelitian lapangan dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis, diperoleh beberapa pola sederhana yang mencakup penggunaan praanggapan tersebut.
Pada peristiwa tutur I yang berpusat pada agen perjalanan Travel Agent ini dapat dijelaskan bahwa penggunaan praanggapan struktural lebih mendominasi digunakan
terlebih dahulu pada saat berlangsungnya peristiwa tutur. Kemudian, dilanjutkan dengan perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
praanggapan leksikal dan diakhiri oleh praanggapan eksistensial. Pola ini ditemukan pada seluruh peristiwa tutur di agen perjalanan. Hal ini terjadi karena sesuai dengan
kondisi tempat atau prangkat-prangkat seperti foto, gambar dan brosur mengenai tempat wisata yang terdapat di sebuah kantor agen perjalanan mempengaruhi kemunculan
sebuah praanggapan. Selanjutnya, pada peristiwa tutur II yakni di sebuah Pusat Penerangan Informasi
Kepariwisataan Tourism Information ditemukan pola sederahana yang mencakup penggunaan praanggapan. Praanggapan eksistensial merupakan praanggapan yang
terlebih dahulu digunakan. Hal ini disebabkan karena salah satu alasan seseorang mengunjungi Pusat Penerangan Informasi Kepariwisataan adalah untuk mengetahui
kejelasan informasi mengenai tempat wisata dan beberapa pergelaran seni di sekitar tempat wisata tersebut. Kemudian praanggapan struktural menempati posisi kedua pada
peristiwa tutur ini. Penggunaan praanggapan tersebut untuk memperoleh informasi yang bersifat akurat dan jelas, serta diakhiri dengan praanggapan leksikal sebagai penutup
dari digunakannya praanggapan di setiap peristiwa tutur ini. Selanjutnya, pada peristiwa tutur III di sebuah pasar seni di Ubud dan Kuta
diperoleh satu jenis praanggapan yang sangat berperan penting, yakni praanggapan struktural. Dikatakan penting, karena sifat barang yang ditawarkan oleh pedagang dan
situasi pasar yang menjelaskan pentingnya penggunaan praanggapan struktural saat peristiwa tutur tersebut berlangsung. Setelah jelaskan berdasarkan peristiwa tutur I,II
dan III maka diperoleh sebuah kesimpulan sederhana bahwa penggunaan praanggapan struktural mendominasi pada ketiga peristiwa tutur tersebut. Kemudian pada kasus ini
praanggapan eksistensial menduduki peringkat kedua dan diakhiri oleh praanggapan leksikal.
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya bahwa analisis penelitian ini mengguanakan teori praanggapan Levinson 1983 dan Peter Grundy
2000. Hasil dari penelitian ini juga sejalan dengan kedua teori tersebut. Akan tetapi masih tersisa permasalahan baru yang belum dikaji dalam pembahasan ini, yakni
peristiwa tutur dalam bernegosiasi untuk menentukan suatu kesepakatan harga yang dituju. Hal ini dapat dilihat dari beberapa peritiwa tutur seperti pada percakapan agen
perjalanan ketiga, kelima dan keenam, serta pada ketiga percakapan yang terjadi di perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
pasar seni. Pada peristiwa tutur bernegosiasi belum sepenuhnya dapat dicakup dengan teori-teori yang dirumuskan oleh Levinson dan Grundy.
Praanggapan merupakan kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur.
Sumarsono 2010:64 memberi contoh bahwa jika A berujar kepada B makna A mengasumsikan memperkirakan B sudah mengetahui praanggapannya. Karena
asumsinya adalah petutur sudah mengetahui, maka praanggapan itu tidak diujarkan meskipun bagian dari makna ujaran itu sendiri. Sebagaimana yang telah dijelaskan
pada Bab III sebelumnya, sebuah tema budaya akan ditentukan dari pendeskripsian dan pemaparan penggunaan jenis praanggapan yang mendominasi. Berdasarkan data yang
telah diuraikan, ditemukan beberapa tema budaya yang berkaitan dengan peran praanggapan dalam iteraksi tersebut.
1. Sesuai dengan hasil analisis di atas ditemukan dua jenis praanggapan yang paling
sering terjadi dalam interaksi antara penduduk asli Bali dan wisatawan asing. Jenis praanggapn tersebut yakni praanggapan eksistensial dan praanggapan struktural.
Hal ini dikarenakan praanggapan eksistensial cenderung digunakan untuk memberitahu atau menginformasikan kepada seseorang tentang adanya lokasi
wisata, penginapan, pergelaran atau beberapa barang dan jasa yang diperlukan sesuai dengan kondisi wilayah dimana tuturan tersebut dituturkan. Selanjutnya,
praanggapan struktural ini digunakan untuk meminta atau menanyakan beberapa informasi terkait mengenai apa, siapa dan bagaiamana suatu hal akan dilakukan.
Dengan menggunakan praanggapa struktural ini kedua belah pihak dimungkinkan untuk mendapatkan informasi yang tepat, jelas dan akurat.
2. Interaksi antara masyarakat Bali dan wisatawan asing yang berlokasi di kantor
Pusat Penerangan Informasi Kepariwisatan dan agen perjalanan dalam penggunaan praanggapan ditemukan bahwa kedua belah pihak telah memiliki asumsi atau
praanggapan yang sama. Dengan mengetahui maksud dari setiap tuturan yang dihasilkan.
3. Hal yang paling menarik dari penelitian ini adalah pada saat lokasi penelitian ini
diarahkan ke sebuah pasar seni art market, jenis praanggapan yang ditemukan hanya praanggapan struktural. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang
dilakukan kepada kedua belah pihak baik wisatawan asing maupun penduduk perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
setempat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, 1 status pendidikan para pedagang yang menjadikan asumsi atau praanggapan itu tidak terlalu
diperhitungkan, 2 mereka pedagang cenderung membiarkan atau membebaskan para wisatawan asing mencari barang yang mereka butuhkan 3 para wisatawan
asing yang berkunjung ke pasar seni tersebut tidak terlalu menggunakan praanggapan dalam berinteraksi dengan para pedangang.
commit to user
101
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Fokus dalam penelitian ini mengkaji praanggapan dalam interaksi langsung antara penduduk Bali dengan wisatawan asing. Penelitian ini mengambil beberapa
lokasi, yaitu: Ubud, Pasar seni Kuta, dan Sukawati. Dalam penelitian ini juga terdapat tiga peristiwa tutur, yakni pada Pusat Penerangan Wisata Tourism Information, Agen
Perjalanan Travel Agent dan pasar seni Art Market. Bahasan dalam penelitian ini menyangkut perihal pemakaian dan pemaknaan praanggapan yang tersirat dalam sebuah
tuturan. Interaksi langsung antara penduduk setempat dengan wisatawan asing ini dipilih sesuai dengan sifat keunikan yang mencirikan kedua partisipan. Berdasarka hasil
penelitian ini maka telah terjawab seluruh komponen pertanyaan pada bab sebelumnya. Hal ini kembali diuraikan secara singkat seperti di bawah ini.
Pertama yang menanyakan jenis dan makna praanggapan yang dapat direalisasikan dalam setiap tuturan wisatawan tersebut adalah terdapat tujuh jenis
praanggapan yang berperan dalam peristiwa tutur ini. Ketujuh jenis praanggapan tersebut adalah praanggapan eksistensial, praanggapan faktual, praanggapan leksikal,
praanggapan struktural, praanggapan pengandaian, praanggapan implikatif, dan praanggapan temporal. Praanggapan struktural memperoleh data paling besar sebanyak
74 buah 35.7 dari rekapitulasi pemakaian praanggapan pada keseluruhan peristiwa tutur. Hal ini dapat disimpulkan bahwa praanggapan struktural sangat mendominasi.
Kemudian, tidak hanya jenis praanggapannya saja yang dapat diuraikan namun juga satuan lingual yang mengikutinya. Seperti pada praanggapan leksikal akan sering
ditemukan satuan-satuan lingual seperti start, finish, give, come dan go. Selanjutnya, pada praanggapan implikatif cenderung ditemukan satuan-satuan lingual seperti see dan
get , kemudian pada praanggapan temporal ditemukan satuan lingual before, after dan
untill . Pada praanggapan pengandaian hanya memiliki satu penanda pasti yakni satuan
lingual if. Pada praanggapan faktual hampir keseluruhannya dibantu oleh pemerolehan praanggapan dari teori yang dirumuskan oleh Grundy. Pada praanggapan eksistensial
tidak memiliki penanda yang khas namun selalu menujukan keadaan dan keberadaan yang sebenarnya. Inilah kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisis
yang telah dilakukan sebelumnya. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user