11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi Praanggapan Presupposition
Sebenarnya, praanggapan presupposition ini berasal dari perdebatan dalam ilmu filsafat, khususnya tentang hakikat rujukan benda, keadaan, dan sebagainya yang
dirujuk oleh kata, frasa, atau kalimat dan ungkapan–ungkapan rujukan Nababan, 1989: 48. Sebagaimana juga telah dijelaskan sebelumnya bahwa praanggapan terbentuk dari
anggapan pembicara, lokasi, dan lain-lain.Praanggapan presuposisi telah diasosiasikan dengan pemakaian bentuk kata, frasa, dan struktur Yule, 2006: 46.
Ciri praanggapan yang mendasar adalah sifat keajegan dibawah penyangkalan Yule: 2006: 26. Hal ini memiliki maksud bahwa praanggapan preposisi suatu
pernyataan akan tetap ajeg benar walaupun kalimat itu dijadikan kalimat negatif atau dinegasikan.
3. a. Rainheart’s sister is beautiful.
= p b. Rainheart has a sister
. = q
c. p q Dari contoh nomor 3 di atas menyatakan bahwa saudara perempuan si Rainheart cantik
dan diasumsikan pada kalimat positif tersebut memberikan informasi bahwa si Rainheart pasti memiliki seorang saudara perempuan. Contoh ini merupakan kalimat
positif yang memiliki praanggapan yang jelas dan kesimpulannya dapat ditarik dengan tepat.
4. a. Rainheart’s sister is not beautiful. = NOT p
b. Rainheart has a sister. = q
c. NOT p q Disaat kita mengeluarkan suatu tuturan berbentuk negative atau kalimat negative yang
dilambangkan dengan = NOT p seperti pada contoh 4a, dapat dikatakan bahwa hubungan antara kalimat tersebut dengan makna praanggapannya = q tidak berubah
sama sekali atau tidak mengalami perubahan. Kekaburan suatu pengertian pernyataan tercermin pada contoh 4a di atas dikarenakan kebenaran dari sebuah praanggapan
tidak tergantung darisebuah kalimat, tetapi dari pernyataan saja yang dapat disalahkan ataupun dibenarkan.
commit to user
Oleh sebab itu, dimungkinkan sebuah kalimat tersebut benar tetapi tidak mempunyai kebenaran nilai. Praanggapan tersebut sebenarnya diketahui atau
diidentifikasi melalui ujian kebahasaan khususnya dengan ketetapan dalam peniadaan constancy under negation
tetap kebenarannya walau kalimat ditiadakan. Contoh dalam bahasa Indonesia seperti di bawah ini.
5 a. Kuliah Analisis Wacana diberikan di semester II. Praanggapannya adalah :
a. Ada kuliah Analisis Wacana
b. Ada semester II
Andaikata kalimat ini dinegatifkanakan berbunyi: Kuliah Analisis Wacana tidak diberikan di semester II. Praanggapan yang dimiliki oleh kalimat di atas akan tetap
sama, yaitu: a.
Ada kuliahAnalisis Wacan b.
Ada semester II Strawon mengatakan sebagai berikut:
Suatu pernyataan A berpraangggapan B hanya: a.
Jika A benar, B benar b.
Jika A tidak benar, B benar. Teori praanggapan pragmatik biasanya menggunakan dua konsep dasar, yaitu kewajaran
appropriateness atau felicity dan penegetahuan bersama mutual knowledge atau
common ground ataujoinassumption seprti pada defenisi dibawah ini:
Suatu ungkapan A berpraanggapan suatu pernyataan B hanya jika: A adalah wajar dan hanya kalau B sama-sama diketahui oleh pemeran serta.
An utterance A pragmatically presupposes proposition B if A is appropriate only if B is mutually known by participant
Lawrensen 1983: 205 Telah banyak teori pragmatik yang selama ini telah ditelaah dan diterapkan untuk
mengkaji praanggapan dalam pendekatan pragmatik. McCawley 1975 misalnya, telah menggunakan kerangka teori tindak tutur dalam analisis praanggapan. Pengamatan yang
commit to user
dimiliki bahwa praanggapan–praanggapan tertentu dapat ditolak tanpa sebuah kontradiksi. Menurut Mccawley, praanggapan tersebut dapat dijelaskan dengan
mencoraki kondisi peristiwa tutur pada kinerja kecocokan suatu tindakan ilokusi dan kondisi ketulusan yang tidak menyebabkan kontradiksi. Sebagai contoh di bawah ini,
tak ada kontradiksi yang disebabkan oleh penolakan terhadap pranggapan x melakukan y dari kata critiicise dalam ujaran berikut:
Sally critised Bill for leaving the children, although he did not leave them. Sally mengecam Bill karena meninggalkan anak-anak, meskipun dia tidak
meninggalkan mereka Cummings, 1999: 49
Ujaran diatas lebih tepat merupakan kritik yang tidak tulus atau kritik yang salah bukannya sebagai kontradiksi. Disamping itu, Grice 1981 telah menggunakan
maksim-maksim percakapan tertentu untuk menjelaskan bagaimana seorang penutur menegaskan kalimat pertama dibawah ini sebenarnya tidak bermaksud setia terhadap
kebenaran kalimat yang kedua dibawah. 6
The king of France is bald. Raja Perancis itu botak
Praanggapan : There is a King of France. Ada seorang raja Perancis
Cummings, 1999: 50 Nababan 1987: 46, memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau
penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa menggunakan bahasa yang membuat bentuk bahasa kalimat atau ungkapan mempunyai makna bagi
pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya. Kemudian praanggapan membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk
mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud. Sejalan dengan hal tersebut, Levinson dalam Nababan, 1987: 48 juga memberikan konsep praanggapan yang
disejajarkan makna dengan praanggapannya sebagai suatu macam anggapan atau perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna.
Selanjutnya, pendapat lain dikemukakan oleh Louise Cummings 1999: 42 bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam
ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Menambahkan pendapat Levinson yang dikutip oleh Louise Cummings 1999: 52, pengertian praanggapan secara teknis dibatasi pada
inferensi-inferensi pragmatik tertentu atau asumsi-asumsi yang tampaknya sekurang- kurangnya dibangun dalam ungkapan-ungkapan linguistik dan yang dapat dipisahkan
dengan menggunakan tes-tes linguistik khusus khususnya, secara tradisional dan keteguhan di bawah penegasian. Kridalaksana dalam Sarwidji, dkk. 1996: 40
memberi batasan praanggapan sebagai syarat yang diperlukan bagi benar tidaknya suatu kalimat.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa presupposition
yang dalam bahasa Indonesia berarti praanggapan dimaknai secara berbeda dari tiap-tiap ahli bahasa. Namun demikian, dapat dilihat bahwa para ahli
menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Dari sekian pendapat yang ada, penulis cenderung pada pendapat yang dikemukakan oleh Louise Cummings karena
lebih sederhana dan mudah dipahami, namun sudah menyeluruh. Dengan bahasa sendiri, penulis dapat menyimpulkan bahwa praanggapan merupakan anggapan awal
yang secara tersirat dimiliki oleh sebuah ungkapan kebahasaan sebagai bentuk respon awal pendengar dalam menghadapi ungkapan kebahasaan tersebut.
Setelah mengetahui pengertian praanggapan menurut beberapa ahli seperti yang telah dikemukakan di atas, penulis berusaha memaparkan jenis-jenis praanggapan
menurut beberapa ahli bahasa. Menurut Nababan 1987: 60, mula-mula pengkajian praanggapan dikerjakan oleh ahli-ahli falsafah dengan pendekatan semantik.
Belakangan ini, linguis dan ahli antropologisosiologi dan psikologi mengkaji praanggapan ini dengan pendekatan pragmatik.
Pendapat senada diungkapkan oleh Louise Cummings 1999: 42 bahwa memang ciri-ciri praanggapan itu sendirilah yang telah menyebabkan pokok
permasalahan ini diteliti baik dilihat dari perspektif semantik maupun perspektif perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
pragmatik. Selanjutnya, Marmaridou dalam Louise Cummings 1999: 52 mengatakan bahwa perlakuan pragmatik didasarkan pada ketidakcukupan semantik yang bergantung
pada kebenaran untuk menerangkan banyak fenomena praanggapan. Adapun Sarwidji, dkk. 1996: 51a mengungkapkan hal yang sama. Praanggapan dibagi menjadi dua
jenis, yaitu praanggapan semantik dan praanggapan pragmatik. Praanggapan semantik adalah praanggapan yang dihasilkan oleh pengetahuan leksikon, sedangkan
praanggapan pragmatik adalah praanggapan yang ditentukan oleh konteks kalimat atau percakapan.
Dari beberapa pendapat di atas, tampak jelas bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pendapat para ahli bahasa tersebut tentang jenis-jenis
praanggapan, hanya mungkin terdapat perbedaan istilah saja. Penulis dapat mengambil simpulan bahwa jenis praanggapan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu praanggapan
yang ditinjau dari segi semantik dan praanggapan yang ditinjau dari segi pragmatik. Perbedaan ini disebabkan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Marmaridou dalam
Louise Cummings, 1999: 52 di atas. Pada awalnya, praanggapan dikaji berdasarkan ilmu semantik, jadi hanya berkutat pada makna leksikal dan gramatikal saja. Namun,
praanggapan semantik kurang dapat menjelaskan pada aspek tertentu sehingga muncul pendapat baru ahli bahasa yaitu praanggapan pragmatik yang telah mengaitkan aspek
konteks bahasa di dalam ujaran atau kalimat tersebut. Sehingga pada penelitian ini akan menggunakan kedua jenis praagapan pragmatik dan semantik dalam satu pembahsan
yang sama.
B. Jenis – Jenis Praanggapan