II.8.2.1. Pengadilan Permanen
Pengadilan Internasional permanen yang menangani kasus-kasus pidana adalah International Criminal Court ICC atau Mahkamah Pidana Internasional
yang dibentuk melalui Statuta Roma pada tahun 1998. Adapun statuta yang dimaksud baru berlaku pada 1 Juli 2002 setelah diratifikasi oleh 60 negara.
Adapun tujuan dari dibentuknya ICC berdasarkan pembukaan Preambule Statuta Roma adalah untuk: memutuskan rantai kekebalan hukum impunitas
bagi individu-individu yang bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan HAM yang dimaksud dalam Statuta Roma, menjamin penghormatan abadi bagi
diberlakukannya keadilan internasional, dan meningkatkan daya cegah terhadap kemungkinan terjadi atau terulangnya kejahatan-kejahatan tersebut di masa yang
akan datang. Berdasarkan Pasal 5 Statuta Roma, maka yurisdiksi dari ICC adalah hanya
terbatas pada kejahatan-kejahatan paling serius yang menjadi perhatian masyarakat internasional secara keseluruhan, yaitu: genosida, kejahatan terhadap
kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Mengenai yurisdiksi ini sendiri, dalam pasal 13 disebutkan bahwa ICC dapat menggunakannya dalam hal
telah diberikannya kewenangan kepada penuntut prosecutor melalui: Dewan Keamanan yang bertindak di bawah kewenangan Bab VII Piagam PBB, Negara
peserta Statuta Roma, atau atas inisiatif penuntut itu sendiri berdasarkan informasi yang diterima dari sumber-sumber tertentu.
II.8.2.2. Pengadilan Ad Hoc
Universitas Sumatera Utara
Pengadilan internasional di bawah kerangka PBB yang bersifat ad hoc yang pernah didirikan dan masih ada hingga saat ini adalah:
1. International Criminal Tribunal for Yugoslavia ICTY
Pengadilan ini dibentuk berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB No. 827 Tanggal 25 Mei 1993 yang bertempat di Den Haag, Belanda, dan
bertugas mengadili orang-orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran- pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional yang terjadi di
Negara bekas Yugoslavia dalam konflik bersenjata di Bosnia sejak tahun 1991.
Semenjak pengadilan tersebut didirikan, sudah 84 orang yang dituduh melakukan pelanggaran-pelanggaran berat dan 20 orang di antaranya sudah
ditahan. Bahkan pengadilan ini sudah mengeluarkan tuduhan melakukan kejahatan kemanusiaan dan melanggar hukum atau kebiasaan perang terhadap
pemimpin-pemimpin terkenal seperti Slobodan Milosevic Presiden Republik Federal Yugoslavia, Milan Milutinovic Presiden Serbia, Nicola Sainovic
Deputi Perdana Menteri Yugoslavia, Dragoljub Ojdanic Kepala Staf Tentara Yugoslavia dan Vlajko Stojiljkovic Menteri Dalam Negeri Serbia.
Slobodan Milosevic sendiri berhasil ditangkap pada 29 Juli 2001. Namun kendala yang dihadapi oleh pengadilan ini adalah tidak kooperatifnya Negara-
negara sekitar Yugoslavia dalam menyerahkan para terdakwa yang berada di Negara mereka, seperti Serbia dan Herzegovina.
50
2. International Criminal Tribunal for Rwanda ICTR
50
Dr. Boer Mauna. Op. cit. Halaman 264
Universitas Sumatera Utara
Pengadilan ini didirikan melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 955 tanggal 8 November 1994 dan bertempat di Arusha, Tanzania terkait
dengan terjadinya pelanggaran serius hukum humaniter di Rwanda. Tugas dari pengadilan ini adalah meminta pertanggungjawaban para pelaku pembunuhan
massal sekitar 800.000 orang Rwanda dari suku Tutsi dalam kurun waktu antara 1 Januari 1994 hingga 31 Desember 1994. ICTR sendiri memiliki
yurisdiksi meliputi: kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pelanggaran terhadap pasal 3 konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan
II 1977. ICTR sendiri mulai menjatuhkan hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul Akayesu, mantan walikota Taba, dan juga Clement Kayishema
beserta Obed Ruzindana yang kedua-duanya telah dituduh melakukan pemusnahan ras.
51
Pengadilan Campuran adalah sebenarnya adalah pengadilan yang pembentukannya bertujuan untuk menutupi ketidaksempurnaan pengadilan
internasional di satu sisi dan pengadilan nasional di sisi lain. Dalam hal ini pengadilan tersebut menggabungkan hukum, hakim, dan jaksa nasional untuk
Tidak seperti ICTY yang tidak mendapatkan dukungan penuh dari beberapa Negara tetangganya, ICTR justru mendapat dukungan penuh dari
Negara-negara Afrika lainnya dan Negara-negara Eropa dalam mempercepat penuntutan kasus ini.
II.8.2.3. Pengadilan Campuran Hybrid Tribunal