2. Kebijakan HAM tersebut harus mewakili kehendak rakyat, misalnya
kebijakan nasional itu harus memperoleh persetujuan rakyat melalui referendum;
3. Kebijakan HAM tersebut tidak melanggar hukum HAM internasional. Yang
berarti pada satu sisi menjadi kewajiban setiap negara untuk bertindak sesuai dengan hukum internasional. Bila negara mengambil langkah untuk
memberikan pengampunan bagi pelanggar HAM, kebijakan tersebut harus tunduk pada batas-batas yang diatur oleh hukum internasional. Pada sisi yang
lain, jika kebijakan HAM itu mengarah pada penghukuman, standar-standar internasional yang berkenaan dengan penyelenggaraan pengadilan yang adil,
perlakuan terhadap para tersangka dan penghukuman wajib dihormati; 4.
Kebijakan HAM tersebut mengandung tujuan-tujuan untuk mereparasi kerugian yang diderita korban dan pencegahan berulangnya pelanggaran
HAM di kemudian hari.
II.7.2. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Berkenaan dengan pentingnya pengungkapan kebenaran secara lengkap, terdapat mekanisme yang dapat dilakukan dalam tataran nasional yaitu melalui
pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi KKR. Konsep ini sebenarnya sudah mulai dikenal sejak lama di beberapa Negara yang telah
mempraktekkannya dalam menyelidiki kasus-kasus pelanggaran HAM di Negara masing-masing dengan nama yang berbeda-beda.
Di Argentina misalnya, pada tahun 1983 lembaga ini dibentuk dengan nama Comision Nacional sobre de la Desaparicion de Personas yang berfungsi
Universitas Sumatera Utara
menyelidiki raibnya 9.000 penduduk yang selama regime militer berkuasa pada 1976 hingga 1983, Ghana mengesahkan National Reconcilliation Commission
pada 11 Januari 2002 untuk melakukan investigasi secara menyeluruh pelanggaran HAM berat yang terjadi mulai 6 Maret 1957 hingga 6 Januari 1993,
di Peru, Truth and Reconciliation Commission yang diresmikan pada 13 Juli 2001 ditugaskan untuk menyelidiki kematian 30.000 orang, di samping 6.000 yang
hilang, yang terjadi pada 3 rezim pemerintahan sebelumnya, namun yang paling dikenal luas adalah KKR Afrika Selatan yang dibentuk pada tahun 1995 yang
bertugas meneliti semua kejahatan pelanggaran HAM yang terjadi dalam pemerintahan apartheid 1960-1994.
43
Perbedaan Komisi kebenaran sendiri dengan pengadilan adalah dalam hal:
44
1. Tidak adanya penggugat plaintiff, tidak ada penuntutan prosecution, tidak
ada pembelaan, dan tidak ada pengadilan. Yang ada hanyalah semata-mata penyelidikan dan pelaporan atas fakta-fakta hasil penyelidikan
2. Temuan-temuan yang didapatkan oleh komisi kebenaran menghasilkan
konsekuensi-konsekuensi yang sangat berbeda dari temuan-temuan dalam pengadilan. Pengadilan mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan sanksi
yang mengikat pada individu-individu, yang seringkali melibatkan kehilangan properti tertentu atau kebebasan. Sebaliknya komisi kebenaran tidak dapat
menjatuhkan hukuman perdata atau pidana, bahkan ketika sebuah komisi
43
Tjipta Lesmana. “Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Permasalahan dan Prospeknya”. Law Review UPH Volume VIII No. 2 November 2008. Halaman 287-288
44
Mark Freeman. 2008. Komisi-Komisi Kebenaran dan Kepatutan Prosedural. Jakarta: Elsam. Halaman 76-77
Universitas Sumatera Utara
kebenaran mencantumkan nama seseorang dalam sebuah daftar para pelaku pelanggaran, pencantuman itu pada umumnya tidak dengan sendirinya
memiliki dampak hukum 3.
Komisi kebenaran memiliki fungsi yang umumnya tidak sesuai dengan pengadilan. Sebagai contoh, sebuah komisi kebenaran bisa diharapkan untuk
menganalisis sebab-sebab sosial dari sebuah konflik, berkontribusi bagi rekonsiliasi nasional, atau lebih mementingkan para korban melalui acara
dengar kesaksian publik yang berpusat pada korban. Di beberapa Negara misalnya, hasil penemuan dari KKR mereka menjadi
dasar bagi pembentukan Pengadilan bagi kasus tersebut, seperti misalnya Sierra Leone. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Sierra Leone, setelah 4 tahun bekerja,
pada 5 Oktober 2004 berhasil merampungkan laporan tentang latar belakang konflik bersenjata, bentuk pelanggaran HAM dan korban yang jatuh, serta
rekomendasi mereka tentang perang saudara selama 10 tahun di Sierra Leone kepada Dewan Keamanan PBB.
45
Sesuai dengan pasal 7 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, maka setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan
forum internasional atas semua pelanggaran HAM yang dijamin oleh hukum Laporan ini pada akhirnya menjadi dasar bagi
Dewan Keamanan dalam pembentukan Pengadilan Campuran di Sierra Leone terkait kasus tersebut.
II.8. Penyelesaian Pelanggaran HAM dalam taraf Internasional