Peran Negara dan Aktor Non-Negara sebagai Pelanggar HAM

Selanjutnya dalam Putusan No.02 PID.HAM AD. HOC 2002 PN. JKT. PST Atas Nama Terdakwa Drs. G.M. Timbul Silaen, Majelis Hakim senada dengan merujuk pada pendapat Arne Willy Dahl Hakim Advocate General menyatakan sebagai berikut: “bahwa pengertian serangan yang meluas adalah serangan yang diarahkan terhadap korban yang berjumlah besar Widespread attack is one that is directed against a multiplicity of victims. Selanjutnya menurut Majelis Hakim “ada juga yang berpendapat bahwa arti serangan yang meluas adalah merujuk kepada jumlah korban massive, skala kejahatan dan sebaran tempat geografis, dan dalam kejahatan kemanusiaan, perbuatan meskipun dilakukan secara individual namun ada sebagai hasil dari aksi kolektif Collective action - M Charief Bassioni, Crime Against Humanity in the International Law ” Menurut Majelis Hakim Pengertian serangan yang sistematik berkaitan dengan suatu kebijakan atau rencana yang mendasari atau melatar belakangi terjadinya tindak pidana tersebut. Pengertian kebijakan tidak selalu berkonotasi tertulis tetapi dapat merupakan tindakan yang berulang dan terus-menerus diikuti dan telah menjadi pola yang diikuti oleh aparat negara; Selanjutnya Majelis Hakim menyatakan, bahwa Pengertian serangan yang sistematik adalah suatu serangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang telah disusun terlebih dahulu atau terencana a systematic an attack means carried out pursuant to a preconceive policy or plan - Arne Willy Dahl, Judge Advocate General Norway” 37 37 Abdul Hakim G Nusantara. “Penerapan Hukum Internasional dalam Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat di Indonesia”. Halaman 9-12.

II.5. Peran Negara dan Aktor Non-Negara sebagai Pelanggar HAM

http:www.komnasham.go.idportalfilesAHGN-Penerapan_Hukum_Internasional.pdf. Diakses tanggal 18 Januari 2010 Universitas Sumatera Utara Dalam sistem hukum HAM internasional, Negara ditempatkan sebagai aktor utama pemegang kewajiban dan tanggung jawab duty holders, sementara individu, dalam artian kelompok dan rakyat duduk sebagai pemegang hak right holders. Dalam hal ini, Negara tidak memiliki hak, kepadanya hanya dipikulkan kewajiban atau tanggung jawab untuk memenuhi hak-hak warga Negara yang dijamin melalui berbagai instrumen yang mendukung penegakan HAM, jika Negara tidak mau memenuhi kewajibannya tersebut, maka dalam hal inilah Negara dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran HAM atau hukum internasional. Sejalan dengan itu, apabila pelanggaran tersebut tidak mau dipertanggungjawabkan oleh Negara maka tanggung jawab tersebut akan diambil oleh masyarakat internasional. 38 the universality of human rights must be premised on a shared consciousness of vulnerability in the sense that all human beings should endeavour to achieve the universal acceptance and practical implementation of international standards of human rights simply because we all need their protection as potential, if not actual, victims of violations of our rights. Kekuasaan negara yang tidak berbatas hukum, bahkan proses hukum yang dijalankan serampangan selalu dapat mengakibatkan pelanggaran hak asasi siapapun tanpa kecuali. Abdullahi A. An- Naim, seorang peneliti di lembaga kajian hak asasi di Universitas Utrecht menulis bahwa: 39 Oleh karena itu, dalam perspektif hukum HAM, Negara dapat dipandang sebagai pelaku pelanggar HAM. Adapun Negara yang dimaksud adalah seluruh 38 ELSAM. Instrumen Pokok Hak Asasi Manusia Internasional Bagi Aparatur Penegak Hukum. Halaman vii-viii 39 Tristam Moeliono. Op. cit. Halaman 3. Diakses tanggal 28 Februari 2010 Universitas Sumatera Utara institusi dan perangkat kenegaraan yang berada di bawah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bentuk pelanggaran dapat dalam tindakan langsung atau dalam bentuk keputusan. Meskipun begitu, subjek pelaku tetap didasarkan kepada individu pejabatpetugas yang melakukan atau berwenang. Adapun penanggung jawab terhadap pelanggaran ini bisa dirunut dari aktor yang mengeluarkan kebijakan sampai pada pelaku lapangan yang menjalankan kebijakan tersebut. Jadi kebijakan lebih dilihat sebagai dasar pijakan bagi tindakan pelanggaran hak- hak manusia. 40 Pelanggaran HAM yang dilakukan Negara sebagai aktor secara umum merujuk kepada 2 tindakan: 41 1. Negara sebagai pelaku langsung tindakan pelanggaran tersebut secara aktif atau disebut by commission. Pencontohan dari hal-hal ini dapat dilihat dari kasus DOM Aceh, Papua dan Timor-Timur, penembakan misterius petrus, kasus Tanjung Priok, Jenggawah, Talang Sari-Lampung, penculikan Aktivis, pelarangan buku, dan sebagainya 2. Negara membiarkan terjadinya tindakan yang melanggar HAM dan tidak mengambil upaya apapun untuk mencegah pelanggaran HAM tersebut. Tindakan ini disebut by omission. Tindakan seperti ini biasanya melibatkan aktor-aktor non Negara, termasuk di dalamnya individu atau kelompok yang bertindak atas perintah Negara atau dengan keterlibatan, fasilitas, persetujuan, atau juga dorongan dari otoritas yang berwenang. Juga termasuk 40 Daniel Hutagalung. “Pelaku Pelanggaran HAM di Masa Orde Baru”. Asasi Edisi Januari-Februari 2008. Halaman 10 41 Ibid. halaman 10-11 Universitas Sumatera Utara tindakan pembiaran atau Negara tidak melakukan upaya sungguh-sungguh terhadap terjadinya suatu bentuk pelanggaran HAM yang bisa saja terjadi atas dasar kepentingan atau tujuan politis tertentu, seperti kerusuhan rasial Mei 1998, kekerasan komunal di Kalimantan, Maluku, dan Poso, dan berbagai tindakan amuk massa di penghujung kekuasaan orde baru. Sedangkan yang dikategorikan aktor non Negara sebagai pelaku pelanggar HAM adalah masyarakat dan berbagai institusi swasta yang terlibat dalam melanggar Hak-hak manusia lainnya. Hal ini misalnya dapat dilihat dari tindakan perusahaan swasta yang merusak lingkungan sekitar beroperasinya dan merugikan penduduk, dan pelanggaran HAM lain yang menyalahi ketentuan instrumen HAM.

II.6. Tanggung Jawab Individu