Pengadilan Campuran Hybrid Tribunal

Pengadilan ini didirikan melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 955 tanggal 8 November 1994 dan bertempat di Arusha, Tanzania terkait dengan terjadinya pelanggaran serius hukum humaniter di Rwanda. Tugas dari pengadilan ini adalah meminta pertanggungjawaban para pelaku pembunuhan massal sekitar 800.000 orang Rwanda dari suku Tutsi dalam kurun waktu antara 1 Januari 1994 hingga 31 Desember 1994. ICTR sendiri memiliki yurisdiksi meliputi: kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pelanggaran terhadap pasal 3 konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan II 1977. ICTR sendiri mulai menjatuhkan hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul Akayesu, mantan walikota Taba, dan juga Clement Kayishema beserta Obed Ruzindana yang kedua-duanya telah dituduh melakukan pemusnahan ras. 51 Pengadilan Campuran adalah sebenarnya adalah pengadilan yang pembentukannya bertujuan untuk menutupi ketidaksempurnaan pengadilan internasional di satu sisi dan pengadilan nasional di sisi lain. Dalam hal ini pengadilan tersebut menggabungkan hukum, hakim, dan jaksa nasional untuk Tidak seperti ICTY yang tidak mendapatkan dukungan penuh dari beberapa Negara tetangganya, ICTR justru mendapat dukungan penuh dari Negara-negara Afrika lainnya dan Negara-negara Eropa dalam mempercepat penuntutan kasus ini.

II.8.2.3. Pengadilan Campuran Hybrid Tribunal

51 Ibid. Halaman 266 Universitas Sumatera Utara meningkatkan sumber daya kehakiman dan sistem hukum, di samping juga memasukkan personal dan norma internasional, memberi legitimasi, sumber- sumber, pengalaman, dan pengetahuan teknis. 52 Pengadilan ini juga mencoba menjawab gap antara pengadilan internasional dan pengadilan nasional dan internasional. Seperti telah diketahui, masalah utama pengadilan nasional adalah kurangnya kredibilitas dan inkompeten, sementara pengadilan internasional memiliki keterbatasan dalam hal kewenangan dan mandat. 53 1. Sistem Pengadilan United Nations Mission in Kosovo UNMIK atau The UNMIK court system in Cosovo di Kosovo Hingga tahun 2001, telah ada empat pengadilan campuran yang didirikan oleh PBB yaitu: Didirikan oleh PBB dengan melibatkan UNMIK melalui Regulasi UNMIK 199924 dan Regulasi 20019 pada tanggal 15 Mei 2001. Pengadilan ini sendiri dibentuk setelah usainya perang antara Yugoslavia dengan North Atlantic Treaty Organisation NATO dan kemudian Dewan Keamanan PBB menyetujui suatu resolusi yang menyatakan bahwa Kosovo akan dipimpin oleh Misi PBB di Kosovo hingga status wilayah ini ditentukan. 54 Dalam hal ini hakim internasional memainkan peranan penting dalam melindungi hakim lokal dari tekanan-tekanan dan pengaruh-pengaruh yang tidak semestinya, mencegah politisasi proses peradilan dan memberi kontribusi berupa kepercayaan yang lebih besar dari masyarakat kepada 52 Ibid. Halaman 12 53 Andrey Sujatmoko. Op. cit. Halaman 977 54 Ibid. Halaman 978 Universitas Sumatera Utara pengadilan. Kesemuanya itu dilakukan dengan tidak bertentangan dengan standar HAM internasional, dan hukum lokal juga aplikatif untuk kasus tersebut. Selain itu, pengadilan campuran juga memberi kesempatan untuk bertukar ide dan pengalaman-pengalaman terbaik di antara hakim-hakim dengan sistem hukum yang berbeda-beda. 55 2. Panel Khusus atau Special Panels di Timor Leste Dibentuk pada tahun 2000 dengan diawali dengan pembentukan The United Nations Transitional Admnistration in East Timor UNTAET oleh PBB berdasarkan kewenangan yang diatur dalam Bab VII Piagam PBB melalui Resolusi Nomor 1272 Tahun 1999. Keberadaan UNTAET sendiri memungkinkan rakyat Timor Leste untuk menentukan nasib sendiri melalui referendum setelah berada di bawah okupasi Indonesia sejak tahun 1975. Special Panels sendiri berkedudukan di pengadilan distrik Dili yang terdiri dari 2 pengadilan untuk tingkat pertama dan satu pengadilan banding. Yurisdiksi pengadilan ini meliputi: genocide, kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, pembunuhan, kejahatan seksual, dan penyiksaan. Khusus mengenai kejahatan serius berupa pembunuhan dan kejahatan seksual, Special Panels hanya memiliki yurisdiksi apabila kejahatan tersebut dilakukan dalam periode 1 Januari 1999 hingga 25 Oktober 1999, sedangkan ratione loci-nya meliputi seluruh wilayah Timor Leste. 56 55 Alberto Costi. “Hybrid Tribunal As A Valid Alternative To International Tribunals For The Prosecution of International Crimes”. http:www.victoria.ac.nznzcplHRRJvol3costi.pdf . Halaman 11. Diakses Tanggal 3 Maret 201. Halaman 14. Diakses 3 Maret 2010 56 Andrey Sujatmoko. Op. cit. Halaman 980 Universitas Sumatera Utara Dalam mengadili kasus-kasus tertentu Panel Khusus memiliki yurisdiksi universal. Dalam melaksanakan yurisdiksinya Special Panels menerapkan hukum yang berlaku di Timor Leste sebelum tanggal 25 Oktober 1999 seperti KUHP, Regulations dan Directive UNTAET, serta ketentuan- ketentuan hukum internasional seperti Konvensi Jenewa dan Statuta Roma. Adapun majelis hakim yang bertugas di Special Panels terdiri dari dua hakim internasional dan satu hakim lokal. Mandat Special Panels sendiri telah berakhir tanggal 20 Mei tahun 2005 dengan berhasil membawa 84 terdakwa yang dinyatakan bersalah. 57 3. Special Court for Sierra Leone SCSL di Sierra Leone 58 Pengadilan ini dibentuk atas permintaan pemerintah Sierra Leone kepada Sekretaris Jenderal PBB. Permintaan tersebut dinyatakan oleh Presiden Sierra Leone Ahmad Tejan Kabbah dan kemudian juga ditegaskan oleh menteri kehakiman Sierra Leone. Selanjutnya pada 14 Agustus 2000, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi nomor 1315 yang meminta agar Sekretaris Jenderal PBB bernegosiasi dengan pemerintah Sierra Leone untuk membentuk pengadilan campuran. Perjanjian antara PBB dan pemerintah Sierra Leone untuk membentuk pengadilan campuran dinyatakan dalam suatu perjanjian bilateral yang ditandatangani pada tanggal 16 Januari 2002 di Freetown. Setelah itu, Parlemen Sierra Leone meratifikasi perjanjian 57 Ibid. Halaman 981 58 Ibid halaman 981-983 Universitas Sumatera Utara agreement dan memberlakukan undang-undang ratifikasinya enacted implementing legislation. Adapun SCSL bekerja berdampingan dengan pengadilan nasional Sierra Leone. Kedua sistem pengadilan memiliki yurisdiksi yang sama concurrent jurisdiction, namun SCSL memiliki kedudukan lebih tinggi primacy manakala SCSL secara formal meminta suatu pengadilan nasional Sierra Leone untuk menyerahkan kompetensinya kepada SCSL. SCSL sendiri memiliki kamar 1 dan kamar untuk banding dengan rasio hakim 2:1 untuk hakim internasional berbanding dengan hakim lokal. Yurisdiksi pengadilan ini sendiri terdiri atas: kejahatan kemanusiaan, pelanggaran terhadap pasal 3 Konvensi Jenewa 1949, Protokol Tambahan II Tahun 1977, pelanggaran- pelanggaran serius lainnya terhadap hukum humaniter internasional, kejahatan-kejahatan seksual terhadap anak perempuan, kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan penghancuran harta benda secara sengaja. Selain itu, SCSL juga menggunakan ketentuan-ketentuan hukum nasional Sierra Leone seperti “The Prevention of Cruelty to the Children Act tahun 1926, Malicious Damage Act tahun 1861. Demikian pula dalam hal hukum acara dan pembuktian ICTR serta KUHAP Sierra Leone tahun 1965. SCSL memiliki yurisdiksi temporal jurisdiction dalam mengadili orang- orang yang paling bertanggung jawab atas pelanggaran serius hukum humaniter internasional dan hukum Sierra Leone yang dilakukan di Wilayah Sierra Leone sejak tanggal 30 November 1996. Mandat SCSL sendiri telah berakhir pada pertengahan tahun 2007 Universitas Sumatera Utara 4. The Extraordinary Chambers di Kamboja Pengadilan ini didirikan pada tahun 2003 berdasarkan perjanjian antara PBB dengan pemerintah Kamboja Agreement between the UN and the government of Cambodia yang ditandatangani pada tanggal 6 Juni 2003. Chambers juga didirikan atas berdasarkan Law on the Establishment of the Extraordinary Chambers in the Courts of Cambodia NSRKM081212, Promulgated on 12 August 2002, as amended on 27 October 2004. Pengadilan campuran ini berkedudukan di Phnom Penh. Pengadilan ini dibentuk dengan adanya peristiwa pembantaian atas hampir seperempat penduduk Kamboja di bawah pemerintahan Khmer Merah. Pada tahun 1994, Parlemen Kamboja mengadopsi hukum yang melarang Khmer Merah untuk berorganisasi namun tetap memberikan kekebalan bagi anggota-anggota Khmer Merah dari penuntutan pidana. Pengadilan ini juga dikenal sebagai pengadilan campuran yang memiliki hakim nasional terbanyak dibandingkan pengadilan campuran sebelumnya rasio hakim nasional : hakim internasional di Chambers adalah 3 : 2 sedangkan untuk chambers tingkat banding adalah 4 : 3. Yurisdiksi dari pengadilan ini sendiri terbatas dari segi waktu dan cakupan, pengadilan hanya dapat menuntut kejahatan yang terjadi antara kurun waktuu 17 April 1975 hingga 6 Januari 1979, yaitu hari terakhir sebelum penggulingan rezim Pol Pot, kemudian juga, hanya pemimpin-pemimpin senior mereka yang berasal dari Kamboja Demokratik dan yang paling bertanggung jawab atas kejahatan tersebut yang dapat dituntut. Dalam hal ini Kamboja juga membuat satu terobosan baru Universitas Sumatera Utara yaitu dengan tidak memberikan amnesti bagi siapapun yang diselidiki atau ditahan terkait kejahatan tersebut. 59 III.1. Sejarah Singkat Partai Komunis Indonesia PKI BAB III GERAKAN TIGA PULUH SEPTEMBER 1965 59 Alberto Costi. Op. cit. Halaman 23 Universitas Sumatera Utara Pada masa dekade 20-an, di Indonesia bermunculan organisasi-organisasi politik dan massa yang modern yang bercita-cita memperjuangkan kaum tertindas melawan penguasa asing dan pribumi, mulai dari gerakan buruh, organisasi sosial dan budaya, sampai yang sifatnya politik. Pada 23 Mei 1920, lahir pula PKI. Dalam keterangan Azas beginsel-verklaring yang dikeluarkan oleh Hoofdbestuur PKI dinyatakan bahwa PKI bermaksud menghimpun kaum proletar dan kaum tani di Indonesia dalam suatu perserikatan politik yang merdeka, dengan tidak memandang bangsa atau agama, dengan tujuan “…. bagi rakyat pekerja untuk merebut kemerdekaannya…” 60 Dalam kurun waktu sejak pembentukan hingga pembubarannya pada 1966, PKI telah melakukan sejumlah misi yang mereka klaim sebagai cara untuk mewujudkan tujuan partai, semisal pemberontakan rakyat Indonesia pada 1926 yang dipimpin oleh PKI dengan tujuan mengusir kaum imperialis Belanda, 61 Ide pembentukan PKI sendiri pada awalnya datang dari seorang pemimpin buruh Belanda, Josephus Fransiscus Marie Sneevliet yang datang ke Indonesia untuk mencari pekerjaan. Namun, pada akhirnya, Sneevliet dan 60 orang sosial demokrat mendirikan Indische Sociaal-Democratische Vereniging ISDV pada 9 Mei 1914 di Surabaya. ISDV kemudian dalam perkembangannya banyak pemberontakan di Madiun pada 1948, pendidikan kepada kaum buruh dan petani, mewujudkan land reform kepada petani melalui inisiatif pembentukaan Undang-Undang Pokok Agraria UUPA No. 5 Tahun 1960. 60 Imam Soedjono. 2006. Yang Berlawan: Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah PKI. Yogyakarta: Resist Book. Halaman 62 61 Ibid Universitas Sumatera Utara mengadakan kerja sama dengan Sarekat Islam SI dalam melakukan gerakan sosialisme revolusioner melawan sistem kapitalisme, hal ini dibuktikan dengan pendirian federasi buruh pertama di Indonesia pada 25 Desember 1919 oleh ISDV dan SI dalam konvensi bersama di Yogyakarta. Baru setelah 23 Mei 1920, ISDV merubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia. 62 Dalam gerakan komunis internasional sendiri, arti penting PKI adalah bermula dari kenyataan bahwa PKI adalah salah satu dari segelintir partai komunis yang ada di Asia yang membangun organisasi dengn basis massa pengikutnya di tahun-tahun awal pembentukan Internasional ketiga atau Komunis Internasional Komintern. 63 Pada Agustus 1965, PKI telah menjadi Partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah Uni Soviet dan Cina. Sebanyak 3,5 juta penduduk Indonesia telah menjadi anggotanya, belum lagi tambahan organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan PKI seperti organisasi kepemudaan Pemuda Rakyat, organisasi wanita Gerwani, organisasi petani Barisan Tani Indonesia, organisasi buruh, hingga organisasi kebudayaan. 64 Sebelumnya, dalam pemilihan umum tahun 1955, PKI berhasil keluar sebagai partai keempat dengan suara terbesar, yaitu 6.176.914 suara 16,4 dari keseluruhan suara dan memperoleh 39 kursi dalam DPR. 65 62 Ruth T. McVey. 2010. Kemunculan Komunisme Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu. Halaman 75-78 63 George McT. Kahin dalam Ibid. Halaman xi 64 Craig Bowen. “The Rise and Fall of PKI a Short History of Indonesian Communist Party”. http:www.marxists.orgindonesiaindonespkihist.htm. Diakses tanggal 22 Februari 2010 65 Herbert Feith. 1962. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Ithaca. Halaman 434 dan dikutip kembali oleh Ulf Sundhaussen. Politik Militer Indonesia 1945-1967, Menuju Dwifungsi ABRI. Jakarta: LP3ES. Halaman 163, seperti dikutip oleh Arif Yulanto. 2002. Universitas Sumatera Utara III.2. Latar Belakang Gerakan Tiga Puluh September Pada kisaran tahun 1965 Indonesia diliputi berbagai masalah pelik, selain karena masalah pangan yang tidak mencukupi karena masa panceklik bagi petani, situasi perang dingin antara kubu kapitalis-liberal dengan kubu komunis yang kian memanas juga mengakibatkan Indonesia yang kiblat politik luar negerinya pada saat itu lebih condong ke Negara-negara komunis Cina dan Uni Soviet mau tidak mau terlibat dalam situasi ini. Sejalan dengan itu, kampanye anti Kapitalisme juga berpengaruh pada upaya konfrontasi dengan Malaysia. Keadaan- keadaan ini menimbulkan chaos yang luar biasa di masyarakat. Pada masa-masa ini pula Indonesia tengah melewati masa kepemimpinan Presiden Soekarno yang maju dengan konsep “Demokrasi Terpimpin”-nya. Semua garis-garis kebijaksanaan baik mulai dari politik hingga keamanan Negara yang idealnya menjadi bagian dari tugas militer berada di bawah kendali Soekarno. Keistimewaan yang didapatkannya sebagai Presiden seumur hidup juga menambah sulit rintangan kalangan-kalangan yang ingin ‘melangkahi’ kebijakannya, terutama bagi kelompok militer yang dalam banyak hal seringkali berbeda haluan dengan Soekarno. Misalnya saja, gagasan PKI untuk membentuk “angkatan ke-5” 66 Hubungan Sipil Militer di Indonesia Pasca Orba di Tengah Pusaran Demokrasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Halaman 233 yang ditolak oleh militer justru tidak diindahkan oleh 66 Angkatan ke-5 adalah ide dari D.N Aidit selaku Ketua PKI untuk mempersenjatai petani-petani dalam rangka konfrontasi melawan Malasya. Ide ini disampaikan oleh Aidit dengan alasan jika kaum kapitalis datang menyerang Indonesia, mereka akan lebih gentar melawan sipil Universitas Sumatera Utara Soekarno. Soekarno juga sebagai Panglima Tertinggi, mengatur Angkatan Bersenjata lebih secara politis ketimbang administratif professional. Soekarno memanipulasi persaingan antarangkatan dan memanfaatkan kemampuannya untuk memperoleh loyalitas pribadi para perwira penting AD guna menggerogoti keutuhan Angkatan Bersenjata. 67 Semua angkatan terwakili dalam kabinet dan para kepala staf ketiga angkatan menduduki jabatan menteri. Akibat dari politisasi ini, masing-masing angkatan bersaing untuk meraih kekuasaan, uang melalui anggaran pemerintah, dan menjalin ikatan politik tidak hanya dengan Presiden tetapi juga dengan partai politik. 68 Berbagai masalah tersebut hanya akan menjadi ringan ketika kekuasaan Soekarno lengser, namun jika pun Soekarno mundur dari jabatan kepresidenan hampir dapat dipastikan ada 2 kubu yang akan saling berebut kekuasaan dalam pemerintahan yaitu pihak AD dan pihak PKI. Adapun Proses transisi kekuasaan tersebut secara perlahan mulai terlihat ketika Gerakan 30 September 1965 mulai dilancarkan, sejak itu pulalah perlahan-lahan kekuasaan Soekarno mulai bergeser sekaligus merupakan masa transisi yang penting dalam perpolitikan di Indonesia, dari dominasi pengaruh komunis terutama PKI yang terkandung dalam prinsip daripada militer, selain itu, masih Aidit, anggota militer saja tidak akan cukup untuk menahan serangan dari luar. Namun, militer menolak ide ini dengan alasan bahwa ketahanan Negara adalah urusan militer. Presiden Soekarno sendiri tidak mengiyakan usul Aidit tersebut, namun beliau menuduh pandangan tersebut sebagai komunisto-phobia karena menolak mentah-mentah usul pembentukan angkatan ke-5 tersebut. 67 Harold Crouch. 1988. The Army and Politics in Indonesia, Revised Edition. Ithaca: Cornell University Press. Halaman 45-51. Seperti dikutip oleh Hermawan Sulistyo. 2000. Palu Arit di Ladang Tebu, Sejarah Pembantaian Massal Yang Terlupakan Jombang-Kediri 1965- 1966. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Halaman 24 68 Ibid Universitas Sumatera Utara Soekarno yang terkenal, Nasionalis-Agama-Komunis Nasakom menuju pemerintahan yang para elite politik dan warna kebijakannya yang khas militer. Gambaran peta politik Indonesia pada saat itu kemudian menjadi dasar bagi para peneliti sejarah untuk mengambil kesimpulan tentang latar belakang terjadinya peristiwa Gerakan Tiga puluh September 1965. Gerakan ini sendiri terjadi pada dini hari yang berpusat di Jakarta ini sendiri memakan korban 10 orang di pihak Angkatan Darat 6 di antaranya merupakan Jenderal serta 2 orang sipil yaitu: 1. Jend. Anumerta Ahmad Yani 2. Letjend. Anumerta Suprapto 3. Letjend Anumerta Harjono MT 4. Letjend Anumerta S. Parman 5. Mayjend. Anumerta D.I Panjaitan 6. Mayjend Anumerta Sutojo Siswomihardjo 7. Brigjend. Anumerta Katamso 8. Kol. Anumerta Sugijono 9. Kapten Anumerta P.A. Tendean 10. Aip Anumerta Karel Satsuit Tubun 11. Albert Naiborhu 69 12. Ade Irma Surjani Nasution 70 69 Pada saat peristiwa sedang berada di kediaman Jend. D.I. Panjaitan. Almarhum adalah kemenakan dari Jend. D.I. Panjaitan 70 Pada saat peristiwa berlangsung, Jenderal Nasution sedang tidak di tempat, sehingga putrinyalah yang menjadi sasaran penembakan Universitas Sumatera Utara Peristiwa ini pada akhirnya diberi bermacam-macam nama oleh pihak lain, seperti Gestok Gerakan Satu Oktober yang diberikan oleh Soekarno, Gestapu Gerakan September Tiga Puluh dan G30SPKI yang diberikan oleh rezim orde baru. Namun, jika merujuk dari pernyataan yang dibuat oleh Kolonel Untung, sebagai pimpinan dari gerakan dalam pengumuman di RRI, gerakan ini idealnya disebut Gerakan Tiga puluh September. Dalam Pengumuman yang dikeluarkan oleh Letkol. Untung, Komandan Batalion Cakrabirawa Pasukan pengawal pribadi Presiden Soekarno sekaligus yang mengepalai Gerakan tersebut pada 1 Oktober melalui RRI Jakarta, Gerakan 30 September ditujukan kepada Jenderal-jenderal yang anggota yang menamakan dirinya Dewan Jenderal, yang mana sejumlah jenderal yang tergabung di dalamnya telah ditangkap dan berada dalam kekuasaan Gerakan Tiga puluh September. Adapun Dewan Jenderal yang dimaksud oleh Untung adalah suatu gerakan subversif yang disponsori oleh CIA dan ingin mengadakan pameran kekuatan machtsvertoon pada hari Angkatan Bersenjata, 5 Oktober 1965 dengan mendatangkan pasukan dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, dan akan mengadakan kup sebelum 5 Oktober 1965, sehingga untuk mencegah kup kontrarevolusioner ini, Letkol. Untung mengadakan Gerakan 30 September. Letkol. Untung sendiri beranggapan bahwa tindakan yang dilakukannya tersebut adalah suatu keharusan baginya sebagai warga cakrabirawa yang berkewajiban melindungi keselamatan Presiden dan Republik Indonesia serta melaksanakan Pancasila dan Panca Azimat Revolusi. Adapun tindakan yang dilakukan di Jakarta terhadap Dewan Jenderal akan diikuti oleh tindakan-tindakan di seluruh Indonesia Universitas Sumatera Utara yang ditujukan kepada kakitangan dan simpatisan-simpatisan Dewan Jenderal yang ada di daerah-daerah. 71 Dalam Keputusan Dewan Revolusi No. 21965 disebutkan pula bahwa Pangkat Jenderal dihapus, diganti dengan pangkat tertinggi yaitu Letkol. Selain itu, bintara dan tamtama dari semua anggota ABRI yang menjalankan Gerakan Tiga puluh September akan dinaikkan pangkatnya 1 tingkat. Sedangkan bagi para bintara dan tamtama yang mengikuti gerakan pembersihan Dewan Jenderal dinaikkan 2 tingkat pangkatnya, lebih tinggi dari pangkat tanggal 30 September. 72 Adanya pengumuman yang fenomenal tersebut membuat Letkol Untung diminta pertanggungjawabannya di depan Mahkamah Militer Luar Biasa Mahmilub. Bersama sejumlah terdakwa lainnya 73 Dari pengakuan yang diperoleh dari para saksi dan terdakwa yang beberapa di antaranya merupakan pengurus PKI inilah akhirnya rezim yang , Letkol. Untung didakwa atas tindakan melakukan makar atas pemerintahan yang sah. 71 Staf Pertahanan – Keamanan Lembaga Sejarah. 1966. 40 Hari Kegagalan “G-30-S” 1 Oktober – 10 November 1965. Jakarta: Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata. Halaman 155-156; Panca Azimat Revolusi sendiri berisi buah pikiran dari Soekarno baik berupa tulisan maupun pidato yang dihimpun sejak tahun 1926 yaitu: 1. Nasakom Nasionalisme, Agama, dan Komunisme yang ditulis Soekarno pada tahun 1926 tentang persatuan Nasakom melawan penjajahan Belanda 2. Pancasila yang merupakan pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 di hadapan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI tentang dasar-dasar Negara yang akan dibangun Indonesia 3. Manipol Manifestasi Politik yaitu pidato Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959 4. Trisakti Revolusi, yaitu pidato Soekarno pada 17 Agustus 1964 yang berisi: a. Berdaulat di bidang politik b. Berdikari di bidang ekonomi c. Berkepribadian di bidang kebudayaan 5. Berdikari Berdiri di atas kaki sendiri, yaitu pidato Soekarno pada 17 Agustus 1965 yang menjelaskan tentang kemandirian Indonesia di bidang ekonomi dan politik dari pihak asing 72 Ibid. halaman 160 73 Mereka yang diadili di depan Mahmilub antara lain: Abdul Latief, Syam Kamaruzzaman Ketua Biro Chusus PKI, Njono bin Sastraredjo anggota Politbiro CC PKI, Sudisman, Pono, Dr. Soebandrio Wakil Perdana Menteri I Kabinet Gotong Royong Universitas Sumatera Utara berkuasa saat itu mengambil kesimpulan bahwa semua anggota dan simpatisan PKI turut bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Hal ini dapat dilihat dari buku yang ditulis oleh Lemhanas pada tahun 1968 yang mengemukakan bahwa Gerakan Tiga Puluh September didalangi oleh PKI sehingga setiap anggota PKI dapat dikatakan terlibat dalam Gerakan Tiga puluh September 1965, yang belakangan oleh rezim orde baru disebut sebagai G30SPKI, hal ini didasarkan pendapat bahwa prinsip organisasi PKI bahwa keputusan pimpinan partai mengikat seluruh anggota. 74 a. Versi Angkatan Darat: dalam buku “Fakta-fakta Sekitar Peristiwa Gestapu” yang diterbitkan oleh Pusat Penerangan Markas Besar AD, terbitan pertama tentang Peristiwa Gerakan Tiga puluh September, disebutkan bahwa Peristiwa ini merupakan “aksi petualangan” yang dilakukan beberapa Perwira yang berada di bawah pengaruh PKI melalui Biro Khususnya, perpanjangan Masyarakat luas juga menjadi terprovokasi menggalakkan gerakan anti PKI dengan pemahaman bahwa PKI telah tiga kali menoba melakukan makar terhadap pemerintahan yang sah yaitu pertama kali pada tahun 1926, Pemberontakan di Madiun pada tahun 1948, dan terakhir pada tahun 1965, pada Gerakan Tiga puluh September. Mengenai latar belakang dan siapa dalang dari peristiwa ini kemudian muncul pula sejumlah teori dengan versi yang berbeda-beda menurut sejumlah kalangan, yaitu: 74 Lembaga Ketahanan Nasional. Bahan-Bahan Pokok G-30-SPKI dan Penghancurannya, bagian kedua Maret 1969, 17-18. Seperti yang dikutip oleh John Roosa. Op. cit. Halaman xvi-xvii Universitas Sumatera Utara tangan PKI di tubuh Angkatan Bersenjata, 75 b. Versi Kolonel A. Latief: bahwa mastermind G30S tidak lain adalah Jenderal Soeharto yang didukung penuh oleh Amerika buku ini juga mempengaruhi mainstream versi Gerakan Tiga puluh September pada rezim orde baru, bahwa PKI adalah dalang utama peristiwa tersebut dengan niat melakukan maker terhadap pemerintahan Soekarno dengan membunuh para jenseral yang memiliki posisi vital dalam pemerintahan Soekarno. 76 c. Versi Ben Anderson dan Ruth McVey: dalam karya mereka yang ditulis di Cornell Paper, “A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia” mengatakan bahwa kudeta sebenarnya merupakan konflik internal AD Hal ini tidak lain karena Amerika sendiri pada masa perang dingin ingin menghilangkan pengaruh komunisme di Asia Tenggara, di mana saat itu Indonesia adalah Negara nonkomunis dengan anggota Partai komunis terbesar di Asia Tenggara 77 d. Versi CIA: Sejumlah Jenderal AD memang sudah lama “dibina” oleh Pemerintah Amerika Serikat melalui CIA untuk menjatuhkan Soekarno. Peristiwa Gerakan Tiga puluh September merupakan keberhasilan Washington mengadu-domba AD dan PKI dengan korban Soekarno karena kedekatan Soekarno dengan PKI 78 75 Hermawan Sulistyo. op. cit. Halaman 65 76 Tjipta Lesmana. Op. cit. Halaman 285 77 Hermawan Sulistyo. Op. cit. Halaman 66 78 Tjipta Lesmana. Loc. cit Universitas Sumatera Utara e. Versi Peter Dale Scott: Bahwa pembunuhan Jend. Ahmad Yani dan kelompok intinya telah melapangkan jalan bagi upaya perebutan kekuasaan oleh kekuatan-kekuatan anti-Yani dari sayap kanan yang bersekutu dengna Soeharto. Sehingga kup yang berdalih menyelamatkan Soekarno ini sesungguhnya ditujukan kepada anggota-anggota terkemuka dalam AD, yaitu kelompok Yani yang paling loyal terhadap Soekarno 79 f. Versi Dr. Soebandrio: Mantan Wakil Perdana Mentri IKepala Badan Pusat Intelijen ini menyebutkan bahwa Gerakan Tiga puluh September merupakan keberhasilan Soeharto menyingkirkan jenderal-jenderal saingannya seperti Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Nasution di AD, sekaligus merebut kekuasaan Soeharto dengan memanfaatkan beberapa bekas anak buahnya yaitu Letkol Untung dan Kol. Latief. 80 Wakil Panglima Besar Angkatan Bersenjata Wangpangsar. Pada Tahun1962, Jenderal Nasution, perwira AD yang paling senior dan dihormati, dicopot kedudukannya sebagai 81 79 Peter Dale Scott. 2007. Peran CIA Dalam Penggulingan Sukarno Edisi Revisi. Yogyakarta: Media Pressindo. Halaman 17 80 Tjipta Lesmana. Op. cit. Halaman 286 81 A.H. Nasution. 1966. Ketetapan-ketetapan M.P.R.S. Tonggak Konstitusionil Orde Baru. Jakarta: CV. Pantjuran Tujuh. Halaman 75. Seperti dikutip oleh Hermawan Sulistyo. Op. cit. halaman 25 Sejak saat itu Nasution menjabat menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Menko Polkam tanpa memiliki kewenangan komando operasional. Kepala staf AD, Letjend Ahmad Jani, menjabat menteri AD. Di bawah standing order AD, Mayjend Soeharto, Panglima Kostrad, akan menggantikan Jani jika ia berhalangan. Fakta ini lah yang belakangan menjadi salah satu topik Universitas Sumatera Utara yang paling banyak diperdebatkan tentang peran Soeharto dalam peristiwa Gerakan Tiga Puluh September. Sebagai orang kedua dalam garis komando setelah Jani, nama Soeharto tidak tercantum sebagai salah satu sasaran. 82 Dari 5 orang terdakwa yang merupakan pimpinan utama Gerakan Tiga puluh September dua tokoh sipil: Sjam dan Pono adalah anggota Biro Chusus PKI, serta tiga perwira militer: Letnan Kolonel Untung, Mayor Soejono, dan Kolonel Abdul Latief yang diadili di Mahmilub, 4 orang di antaranya dinyatakan berkhianat pada Negara, kemudian dijatuhi hukuman mati, dan dieksekusi oleh regu tembak, 83 PELANGGARAN HAM TERHADAP PARTAI KOMUNIS INDONESIA PKI DALAM GERAKAN TIGA PULUH SEPTEMBER 1965 terkait tidak adanya saksi sejarah yang merupakan saksi inti dari peristiwa Gerakan Tiga puluh September, upaya mengungkap fakta yang sangat akurat mengenai Gerakan Tiga puluh September hampir tidak mungkin dilakukan. BAB IV 82 Ibid. halaman 26 83 Pengecualian diberikan kepada Kol. Abdul Latief, yang baru diajukan ke pengadilan pada tahun 1978 dan baru dibebaskan pada tahun 1998 dan Dr. Soebandrio yang juga baru dibebaskan pada tahun 1998 Universitas Sumatera Utara

IV.1. Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM Terhadap Para Anggota