keanggotaan karyawan dalam organisasi seperti hari libur, asuransi jiwa, kemudian bisa saja bergantung pada lamanya karyawan bekerja dalam suatu
organisasi serta dapat juga bergantung pada besar upahgaji karyawan yang biasanya bergantung pada karakteristik personal maupun karakteristik
pekerjaan bentuk benefit lain seperti dana rencana pensiun dan asuransi hidup. Bentuk–bentuk dari benefit yang umum antara lain : a Payment for Time
Not Worked dimana ada dua bentuk umum yaitu 1 liburan vacation dan 2 hari-hari khusus seperti hari libur dan hari–hari untuk kegiatan pribadi atau
umum paid days off. b Insurance Benefit, bentuk pertama yaitu asuransi kesehatan atau biaya kesehatan. Bentuk benefit ini menarik namun mahal,
salah satu bentuknya yaitu asuransi kesehatan gigi. Kemudian bentuk kedua yaitu asuransi jiwa. c Retirement Benefit d Income Maintenance.
C. Kepuasan Kompensasi sebagai prediktor positif bagi Semangat Kerja
Karyawan
Setiap organisasi maupun perusahaan menganggap karyawan atau pegawai mempunyai peranan penting dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Karyawan
pada hakekatnya merupakan salah satu unsur yang menjadi sumber daya dalam suatu organisasi. Sumber daya manusia inilah yang menjadikan suatu organisasi
bisa menjalankan kegiatan sehari-hari. Karyawan sebagai sumber jalannya bagi organisasi memungkinkan berfungsinya suatu organisasi dan menjadi unsur
terpenting dalam manajemen sehingga peranan manusia sangat penting dalam usaha pencapaian tujuan suatu organisasi. Hal ini dapat dilihat dari segala
aktivitas yang dilakukan oleh para karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya, oleh karena itu perlu mendapatkan dorongan untuk dapat bekerja dengan lebih
baik sehingga efektivitas dan efisiensi dapat tercapai dengan baik pula. Dorongan tersebut adalah berupa pemenuhan kebutuhan karyawan, yaitu dengan pemberian
gaji yang baik, jaminan kesejahteraan dan jaminan kerja. Hal–hal yang merupakan kebutuhan yang bilamana dipenuhi akan dapat
menimbulkan kepuasan dapat dikategorikan menjadi dua hal pokok yaitu kebutuhan yang bersifat material dan kebutuhan yang bersifat nonmaterial.
Kebutuhan yang bersifat material yang dimaksud adalah besar upah dan gaji. Sedang yang dimaksud dengan kebutuhan yang bersifat nonmaterial adalah
kebutuhan–kebutuhan yang bilamana dipenuhi juga akan dapat menimbulkan kepuasan, tapi kebutuhan–kebutuhan ini tidak bersifat material, misalnya perasaan
harga diri, dipenuhinya keinginan berpartisipasi, dan sebagainya Nitisemito, 1982. Kedua kategori kebutuhan tersebut baik material maupun nonmaterial
disebut dengan kompensasi. Robbins 1998, Hasibuan 2002 dan Hariandja 2002 juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat menimbulkan
kepuasan bagi karyawan adalah imbalan atau kompensasi yang layak. Hariandja 2009 mengemukakan bahwa kompensasi adalah keseluruhan
balas jasa yang diterima pegawai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi dalam bentuk uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif,
dan tunjangan lainnya seperti tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, uang makan, uang cuti, dan lain–lain. Sementara menurut Milkovich dan Newman
2002, kompensasi mengacu kepada segala bentuk balas jasa finansial dan
pelayanan nyata yang diterima karyawan sebagai bagian dari suatu hubungan kerja.
Menurut Siagian 1995, rasa keadilan tersebut dapat membuat karyawan menjadi puas terhadap kompensasi yang diterimanya. Sebaliknya, pihak
perusahaan juga berharap bahwa kepuasan yang dirasakan oleh karyawan akan mampu memotivasi karyawan tersebut untuk meningkatkan kinerjanya, sehingga
tujuan perusahaan dapat tercapai. Apabila hal ini dapat terwujud, sebenarnya bukan hanya tujuan perusahaan yang tercapai, namun kebutuhan karyawan juga
akan terpenuhi. Hal ini disebabkan pegawai menginginkan balas jasa yang layak sebagai konsekuensi pelaksanaan pekerjaan.
Kepuasan terhadap kompensasi yang diterima seorang karyawan merupakan elemen utama terciptanya kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya,
semakin puas seorang karyawan terhadap kompensasi yang diterimanya maka akan semakin puas karyawan tersebut terhadap pekerjaannya, begitu pula
sebaliknya Lawler, 1971. Karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan
terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan puas
bekerja di perusahaan Ravianto, 1995. Salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan serta kepuasan baik material maupun nonmaterial yang diperolehnya
sebagai imbalan atau balas jasa dari jasa yang diberikannya kepada perusahaan Cherrington, 1994.
Dalam menentukan besar atau tingkat kompensasi compensation level yang sesuai bagi seorang karyawan merupakan hal yang sangat penting dan sulit,
seperti dalam menentukan benefit dan kompensasi lainnya. Karyawan seringkali membandingkan imbalan yang dia terima dengan karyawan lain sehingga
merupakan hal yang sulit untuk membuat setiap karyawan puas terhadap imbalan yang diterima Lawler, 1983. Dalam suatu hubungan kepegawaian yang modern,
upah dan gaji memainkan peranan yang besar dalam mendorong pegawai untuk bekerja Moekijat, 1989.
Semakin tinggi jumlah upahgaji yang diterima karyawan, maka semakin tinggi kepuasan yang dirasakan. Terdapat bukti bahwa cara organisasi mengelola
besarnya pay level karyawan dapat mempengaruhi kepuasan terhadap imbalan yang dirasakan karyawan tersebut. Selain itu, pay system yang berlaku di
perusahaan juga mempengaruhi kepuasan karyawan dikarenakan karyawan seringkali mempunyai standar pay system yang mereka anggap sesuai. Jika
karyawan menganggap bahwa pembayaran seharusnya berdasarkan tingkat jasa atau pelayanan yang diberikan, sistem dimana karyawan yang lebih senior dibayar
lebih tinggi, akan lebih menimbulkan kepuasan. Sementara beberapa bentuk sistem insentif akan lebih memuaskan bila karyawan menginginkan mereka
dibayar berdasarkan performansi mereka. Seperti halnya pay level dan pay system, benefit yang diterima juga akan mempengaruhi kepuasan karyawan.
Bagaimanapun dalam hal pengadministrasian upah dan gaji, para atasan harus secara berkelanjutan mengembangkan kebijakan dan prosedur yang
memungkinkan mereka untuk tetap dapat memotivasi, mempertahankan serta memuaskan para karyawannya Heneman, dkk., 1986.
Menurut Schuler 1987 perusahaan harus memastikan para karyawannya puas terhadap imbalan yang mereka terima untuk meminimalisir indikasi turunnya
semangat kerja karyawan seperti turnover dan ketidakhadiran. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemberian kompensasi seperti upah, gaji, benefit dan
insentif dapat memberikan pengaruh terhadap semangat kerja karyawan. Cherrington 1994 menambahkan bila kompensasi material dan nonmaterial yang
diterimanya semakin memuaskan, maka semangat bekerja seseorang dan prestasi kerja karyawan semakin meningkat.
Davis 2000 menyatakan bahwa semangat kerja merupakan suasana kerja yang positif yang terdapat dalam suatu organisasi dan terungkap dalam sikap
individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk di dalamnya lingkungan, kerjasama dengan orang lain yang secara optimal sesuai
dengan kepentingan dan tujuan perusahaan. Nitisemito 1996 berpendapat bahwa apabila suatu perusahaan mampu meningkatkan semangat kerja maka mereka
akan memperoleh banyak keuntungan. Peningkatan semangat kerja membuat pekerjaan akan lebih cepat terselesaikan, kerusakan akan dapat dikurangi, absensi
akan dapat diperkecil, kemungkinan perpindahan karyawan dapat diperkecil seminimal mungkin.
Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh sebuah kerangka pemahaman bahwa program kompensasi akan meningkatkan semangat kerja karyawan apabila
pemberian kompensasi tersebut dapat memunculkan kepuasan dalam diri
karyawan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepuasan terhadap kompensasi merupakan salah satu prediktor positif terhadap semangat kerja
karyawan.
D. Hipotesa Penelitian