BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Organisasi sebagai suatu sistem sosial memiliki dua unsur utama, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya bukan manusia, seperti mesin-mesin,
uang, peralatan, dan bahan mentah. Kedua unsur tersebut dalam
operasionalisasinya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena untuk mencapai tujuan organisasi kedua unsur tersebut memiliki hubungan timbal balik,
di mana unsur yang satu membutuhkan adanya unsur yang lain Gomej-Mejia, Balkin Cardy, 2001. Keberadaan SDM dalam sebuah organisasi sangat penting
karena mereka yang memprakarsai terbentuknya organisasi, mereka yang berperan membuat keputusan untuk semua fungsi dan mereka juga yang berperan
dalam menentukan kelangsungan hidup organisasi itu Panggabean, 2004. Kemauan karyawan untuk berpartisipasi dalam organisasi, biasanya
tergantung pada tujuan apa yang ingin diraihnya dengan bergabung dalam organisasi bersangkutan. Kontribusi karyawan terhadap organisasi akan semakin
tinggi bila organisasi dapat memberikan apa yang menjadi keinginan karyawan. Dengan kata lain, kemauan karyawan untuk memberikan sumbangan kepada
tempat kerjanya sangat dipengaruhi oleh kemampuan organisasi dalam memenuhi tujuan dan harapan–harapan karyawannya Handoko, 1992.
Berbagai penyelidikan telah dilakukan untuk memenuhi harapan–harapan karyawan guna meningkatkan produktivitas perusahaan, pekerjaan dapat segera
diselesaikan, dan karyawan tidak terlalu lelah dalam bekerja. Walaupun berbagai metode telah diperoleh, faktor yang memegang peranan penting dan sangat
menentukan adalah semangat atau gairah kerja Kossen, 1993. Menurut Hasibuan 2000 organisasi bukan saja mengharapkan karyawan
yang mampu, cakap, dan terampil, namun yang lebih penting adalah mereka bersedia bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang
optimal. Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan karyawan tidak ada artinya bagi organisasi jika mereka tidak mau bekerja keras dengan menggunakan
kemampuan, kecakapan, dan ketrampilan yang dimilikinya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa semangat kerja karyawan sangat penting dalam menunjang
tercapainya tujuan organisasi. Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga
dengan demikian pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Nitisemito, 1982. Peningkatan produktivitas kerja akan dapat tercapai apabila
karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. Karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan bekerja dengan energik, antusias, dan penuh
dengan kemauan untuk menyelesaikan pekerjaannya Carlaw, Deming, Friedman, 2003. Menurut Nawawi dan Hadari 1990 moral atau semangat kerja
yang tinggi atau positif merupakan faktor yang berpengaruh pada sikap berupa kesediaan mewujudkan cara atau metode kerja yang berdaya guna dan berhasil
guna dalam meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja. Di lain pihak, ketika semangat kerja karyawan rendah, karyawan akan
merasakan kebosanan dan malas dalam bekerja. Artinya karyawan tidak bergairah
untuk menyelesaikan pekerjaannya dan bermalas-malasan ketika sampai di kantor. Keadaan tersebut akan menyebabkan performansi kerja karyawan menjadi
rendah, menciptakan masalah di tempat kerja, karyawan cenderung untuk menarik diri dari lingkungan kerja, sering datang terlambat ke tempat kerja dan pulang
kerja lebih awal dari waktu yang ditetapkan, tidak mau bersosialisasi atau berinteraksi dengan pekerja lainnya, dan akhirnya terjadi tingkat turnover yang
tinggi di dalam organisasi Carlaw, Deming Friedman, 2003. Jika seseorang merasa puas terhadap perlakuan yang diterimanya di tempat kerja, maka mereka
akan bersemangat untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan Panggabean, 2004.
Faktor–faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya semangat kerja karyawan tersebut terdiri atas faktor internal seperti konsep diri, rasa kebersamaan
atau rasa peduli dalam diri karyawan Kossen, 1987; Pattanayak, 2002, dan kepribadian Danim, 2004 serta faktor eksternal seperti kondisi pekerjaan, rekan
kerja, kesempatan untuk maju, kepemimpinan, adanya jaminan keamanan dan kepastian dalam pekerjaan serta adanya imbalan atau tingkat kepuasan ekonomis
atau pemberian kompensasi yang layak Zainun, 1981; Nitisemito, 1982; Kossen, 1987; Pattanayak, 2002; Halsey, 2003. Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat
bahwa salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan adalah kepuasan terhadap kompensasi.
Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara karyawan itu
sendiri, keluarga dan masyarakat. Kemudian program kompensasi juga penting
bagi perusahaan, karena hal itu mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusianya Handoko, 1994. Davis dan Werther
1996 menyatakan kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Sementara Mondy dan Noe 2005
mengemukakan bahwa kompensasi merupakan jumlah seluruh balas jasa yang diberikan kepada para karyawan sebagai hasil dari kontribusi mereka. Bentuk
kompensasi sendiri dapat berupa kompensasi langsung berupa gaji, upah, atau dengan kata lain disebut imbalan dan kompensasi tidak langsung berupa berbagai
bentuk keuntungan benefit yang diberikan organisasi seperti liburan, asuransi kesehatan, asuransi jiwa ataupun rencana pensiun Heneman, dkk., 1986.
Menurut Hasibuan 2000 program kompensasi atau balas jasa umumnya bertujuan untuk kepentingan perusahaan, karyawan, dan pemerintahmasyarakat.
Supaya tujuan tercapai dan memberikan kepuasan bagi semua pihak hendaknya program kompensasi ditetapkan berdasarkan prinsip adil dan wajar. Moekijat
1989 menyatakan bahwa untuk mencapai keadilan tersebut, maka ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam penetapan tingkat upah seorang
karyawan yaitu pendidikan, pengalaman, tanggungan, kemampuan perusahaan, keadaan ekonomi, dan kondisi–kondisi pekerjaan.
Menurut Lawler 1971 masalah kompensasi selalu mendapat perhatian besar dari setiap karyawan. Hal ini disebabkan karena kompensasi merupakan
sumber pendapatan, merupakan penerimaan yang diperoleh karena pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya, menunjukkan kontribusi kerja mereka, dan
merupakan salah satu elemen kepuasan kerja. Kepuasan terhadap kompensasi
yang diterima seorang karyawan merupakan elemen utama terciptanya kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya, semakin puas seorang karyawan terhadap
kompensasi yang diterimanya, maka akan semakin puas karyawan tersebut terhadap pekerjaannya, begitu pula sebaliknya.
Kita harus menyadari, bahwa jumlah kompensasi yang diberikan besar pengaruhnya terhadap semangat dan kegairahan kerja para karyawan Nitisemito,
1982. Kebanyakan orang ketika ditanya alasan ia bekerja kemungkinan besar akan menjawab untuk mendapatkan uang. Memang mereka tidak hanya
mengharapkan upah dan gaji saja dari pekerjaan mereka, namun uang adalah keperluan yang pokok. Pada dasarnya adanya dugaan ketidakadilan dalam
memberikan upah maupun gaji yang merupakan sumber ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang pada akhirnya bisa menimbulkan perselisihan dan
semangat rendah dari karyawan itu sendiri Strauss Sayles, 1990. Tidak ada suatu faktor pun dalam seluruh lapangan hubungan tenaga kerja
yang lebih merusak moril, membentuk rasa tidak puas perseorangan, mendorong tidak masuk bekerja, menambah perpindahan tenaga kerja serta menghambat
produktivitas selain daripada adanya ketidakadilan dalam ukuran upah yang berlainan yang dibayarkan kepada individu dalam golongan kerja yang sama
dalam perusahaan yang sama pula Moekijat, 1989. Dengan demikian maka setiap perusahaan harus dapat menetapkan kompensasi yang paling tepat,
sehingga dapat menopang tercapainya tujuan perusahaan secara lebih efektif dan lebih efisien Nitisemito, 1982.
Berikut dua contoh kasus yang menggambarkan ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang diberikan perusahaan. Kasus pertama yaitu terjadi di
Bank Buana dimana para karyawan melakukan aksi mogok kerja yang dilakukan secara nasional. Hal ini dikarenakan ada tuntutan karyawan yang belum dipenuhi
oleh manajemen perusahaan. Diantaranya, permintaan kenaikan gaji sebesar 28 persen termasuk indeks kebutuhan hidup. Setelah itu SPKUOBB menuntut
pembayaran bonus tahun 2008 setara dengan bonus tahun 2007 Palembang Pos, 2009.
Kasus kedua yaitu yang terjadi di di PT Pos Indonesia Pekanbaru. Para karyawannya merencanakan mogok kerja. Alasannya, lebih dari 13 tahun
kesejahteraan pegawai PT Pos Indonesia POSINDO ‘diabaikan’. Seperti dikutip dari pendapat ketua serikat pekerja di PT Pos Pekanbaru yakni sebagai berikut,
”Disinggung alasan aksi mogok kerja, Yusran menyatakan bahwa selama 13 tahun 1996-2009, kesejahteraan pegawai PT POSINDO tidak terperhatikan
sama sekali. Menurutnya, pernah ada kenaikan gaji tahun 2003. Namun kenaikan hanya sebesar 5 . Padahal menurutnya, gaji pokok pegawai PT POSINDO
relative kecil. “Gaji pokok saya saja hanya Rp 397 ribu. Berapalah kalau hanya naik 5 ,” terangnya memelas” Riau Terkini, 2009.
Berdasarkan contoh kasus yang diuraikan di atas dapat terlihat indikasi turunnya semangat kerja karyawan salah satunya pemogokan kerja Nitisemito,
1982, yang disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kompensasi yang diterima khususnya permasalahan gaji dan kesejahteraan pegawai yang diabaikan. Walton
dalam Kossen, 1986 mengatakan bahwa salah satu kriteria kualitas kehidupan
bekerja adalah pemberian kompensasi yang mencukupi dan adil. Salah satu bentuk kompensasi tersebut adalah gaji, dimana gaji yang diterima oleh individu
dari kerjanya diharapkan dapat memenuhi standar gaji yang diterima umum dan cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai
perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama.
Salah satu organisasi pendidikan yang menyediakan program kompensasi adalah YPK Budi Murni Medan. Sebagai sebuah yayasan pendidikan, penting
bagi para pengurus yayasan untuk memperhatikan kesejahteraan para guru dan karyawannya untuk menunjang semangat kerja dan kualitas kinerja mereka yakni
salah satunya dengan pemenuhan kebutuhan melalui program kompensasi. Yayasan pendidikan ini memberikan bentuk kompensasi langsung kepada para
guru dan karyawannya seperti gaji bulanan, tunjangan, dan beberapa benefit seperti dana kesehatan dan dana hari tua. Selain itu bentuk kompensasi lain yang
didapatkan oleh para guru di yayasan ini antara lain diklat, penataran atau pelatihan yang dibiayai yayasan, kenaikan golongan, penilaian prestasi, serta
keuntungan sebagai anggota koperasi karyawan yang ada di Yayasan Budi Murni ini. Sistem penggajian di yayasan ini sendiri lebih didasarkan kepada golongan,
dan kenaikan gaji umumnya dilakukan secara berkala. Pelaksanaan dan penerapan program kompensasi yang adil dan layak tentunya dapat menumbuhkan semangat
kerja dalam diri para guru dan karyawan yang ada di yayasan ini dan tentunya berimplikasi langsung terhadap kualitas tenaga pengajar di yayasan ini.
Berdasarkan fenomena yang dipaparkan sebelumnya dan menyadari pentingnya masalah kepuasan kompensasi dalam hubungannya dengan semangat
kerja maka peneliti terdorong untuk mengkaji lebih lanjut dalam sebuah penelitian tentang kepuasan kompensasi sebagai suatu prediktor positif bagi semangat kerja
para guru dan karyawan di YPK Budi Murni Medan.
B. Perumusan Masalah