Kepuasan Kompensasi Sebagai Prediktor Positif Bagi Semangat Kerja Guru Dan Karyawan YPK Budi Murni Medan
KEPUASAN KOMPENSASI
SEBAGAI PREDIKTOR POSITIF BAGI
SEMANGAT KERJA GURU DAN KARYAWAN
YPK BUDI MURNI MEDAN
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
YANI MONIKA MANALU
061301063
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GENAP, 2010/2011
(2)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul:
Kepuasan Kompensasi sebagai Prediktor Positif bagi Semangat
Kerja Guru dan Karyawan YPK Budi Murni Medan
Adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, April 2011
Yani Monika Manalu
NIM 061301063 Materai
(3)
Kepuasan Kompensasi sebagai Prediktor Positif bagi Semangat Kerja Guru dan Karyawan di YPK Budi Murni Medan
Yani Monika Manalu dan Eka Danta Jaya Ginting, M.A.
ABSTRAK
Semangat kerja memberikan dampak yang positif bagi organisasi. Karyawan yang memiliki semangat kerja tinggi akan melakukan pekerjaan dengan penuh energi, antusias dan kemauan yang tinggi dalam mencapai tujuan perusahaan. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja karyawan, salah satunya adalah kepuasan terhadap kompensasi yang diterima.
Penelitian ini melibatkan 60 orang guru dan karyawan tetap di YPK Budi Murni Medan dengan teknik pengambilan sample menggunakan cara klaster. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Alat ukur yang digunakan adalah skala semangat kerja dengan rxy= 0.899 dan skala
kepuasan kompensasi dengan rxy= 0.886. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepuasan kompensasi memberikan pengaruh positif terhadap semangat kerja karyawan (Rsquare=0.223). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aspek kepuasan kompensasi yang dominan sebagai prediktor positif bagi semangat kerja adalah kepuasan terhadap benefit. mayoritas subjek penelitian memiliki semangat kerja yang tergolong tinggi dan kepuasan kompensasi tergolong sedang.
(4)
Compensation Satisfaction as a Positive Predictor of Teacher and Employee Morale in YPK Budi Murni Medan
Yani Monika Manalu and Eka Danta Jaya Ginting, M.A.
ABSTRACT
Morale gave many positive impact to organization. Employee with high morale will do their work with full energy, high enthusiasm and willingness to achieve company goals. There are many factors that influencing employee morale degree, one of them is compensation satisfaction.
This study involved 60 permanent teacher and employees. Sampling technique used was cluster sampling. The data obtained were processed by using multiple regression analysis. Measurement scale used is the morale scale with reliability 0.899 and compensation satisfaction scale with reliability 0.886. The result showed that compensation satisfaction proved to be a positive predictor of teacher and employee morale in YPK Budi Murni Medan (Rsquare=0.223) . And aspect of compensation satisfaction that proved to be a dominant positive predictor of morale was benefit satisfaction. This study also showed that majority of the subject have high level of morale and medium level of compensation satisfaction.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Pengasih yang
selalu menyertai penulis, memberikan kekuatan, kesehatan, kemampuan dan
semangat kepada penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini walau banyak
tantangan yang harus dihadapi. Hanya karena berkat-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kepuasan Kompensasi sebagai Prediktor
Positif bagi Semangat Kerja Guru dan Karyawan YPK Budi Murni Medan”.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan, bantuan, bimbingan, serta saran selama penulis
menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi
USU beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakutas Psikologi USU
2. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A., psikolog selaku dosen pembimbing
saya. Saya berterimakasih atas waktu, arahan, bimbingan, saran dan umpan
balik yang diberikan kepada saya dalam menyelesaikan skirpsi ini dengan
penuh kesabaran dan ketelitian membimbing saya di tengah kesibukan
Bapak, terima kasih atas bantuan dan pengertian Bapak terhadap kesulitan
yang saya hadapi dalam menjalankan penelitian ini.
3. Ibu Dr. Wiwik Sulistyaningsih, psikolog selaku dosen Pembimbing
Akademik penulis. Terima kasih atas motivasi, arahan dan bimbingan
(6)
4. Segenap staf pengajar di Fakultas Psikologi USU yang sangat berjasa dalam
memberikan pengetahuan bagi penulis. Kepada Pak Aswan, Pak Iskandar,
Ibu Rini, Kak Devi, Kak Arie, dan Kak Erna-terima kasih atas bantuan
administrasinya.
5. Terima kasih kepada Pastor Dr. Frietz Tambunan selaku Ketua Yayasan dari
YPK Budi Murni Medan yang telah memberikan izin dan meluangkan
waktu untuk menemui saya serta memberikan kemudahan dalam
pengambilan data.
6. Terima kasih juga kepada segenap badan pengurus dan tata usaha YPK Budi
Murni Medan yang berkenan memberikan izin kepada penulis serta bantuan
administrasi dalam pelaksanaan penelitian ini.
7. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada para guru dan
karyawan di YPK Budi Murni Medan khususnya, unit SD, SMP, SMA Budi
Murni 1, unit SD dan SMP Budi Murni 3, serta unit SD, SMP, dan SMA
Budi Murni 2, yang dengan ikhlas bersedia meluangkan waktu di tengah
kesibukan yang dimiliki untuk berpartisipasi dalam penelitian saya. Tanpa
bantuan Bapak dan Ibu, penelitian ini tidak akan terlaksana dengan baik.
8. Terkhusus untuk kedua orang tua tercinta, yang merupakan karunia terindah
yang Tuhan berikan kepada penulis, Drs. Fresly Manalu dan Dra. Sarmauli
Ritonga, terima kasih atas pengertian, kesabaran, dan kasih sayang yang
diberikan selama ini. Terima kasih atas semangat, dukungan, pengertian dan
perhatian yang diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih yang tak
(7)
akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini walaupun sudah membuat kalian
kecewa karena tidak sesuai dengan rencana tetapi puji Tuhan berkat doa
kalian skripsi ini pun akhirnya dapat terselesaikan. Maaf karena belum dapat
memenuhi keinginan dan membanggakan kalian.
9. Abang dan adik-adik penulis Heri Fransiskus Manalu, Amd., Mikael
Manalu, dan Ria Agnes Manalu yang senantiasa mendukung dan
mendoakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga buat
adik –adik sepupu penulis yaitu Yuni, Pebri, Icha, Lindung yang senantiasa
menyemangati penulis.
10. Sahabat-sahabat penulis Nur Amsila dan Darmayanti Siregar di Fakultas
Psikologi. Terima kasih atas kebersamaan kita yang selalu penuh canda
tawa, suka duka, penuh motivasi dan semangat-semangat kita bersama yang
saling menginspiratif dan berbagi, saling memahami dan selalu bersama.
Sukses buat skripsinya ya semoga semuanya berjalan lancar ya teman –
temanku tersayang.
11. Teman – teman penulis di Fakultas Psikologi USU khususnya angkatan
2006 Mitha, Yenni, Olivia, Junita, Nova, Mona, Dinar, Herna, Muti, Ulfa,
Helva, Ingrid, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima
kasih atas canda tawa, motivasi dan semangat yang diberikan kepada
penulis, bantuan serta kritik dan saran – saran membangun yang diberikan
dalam penyelesaian skripsi ini, semoga kita semua meraih kesuksesan ya
teman - teman. Terima kasih sudah membuat penulis selalu tersenyum
(8)
12. Teman – teman penulis di bangku SMP dan SMA, yang selalu ada hingga
saat ini menemani disaat penulis merasa jenuh dan selalu mendengarkan
keluh kesah penulis Venty, Ita, Vera, Riri, Sasmita terima kasih atas
kebersamaan, sukaduka, canda tawa yang kita lewati bersama, serta
dukungan, semangat, dan motivasi yang kalian berikan.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
banyak memberikan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan penelitian
ini. Terima kasih atas seluruh bantuan dan dukungannya.
Tanpa bantuan mereka semua mungkin skripsi ini tidak akan selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini, untuk itu penulis mohon maaaf atas kekurangan dan kesalahan
tersebut. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, April 2011
(9)
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II. LANDASAN TEORI ... 11
A. Semangat Kerja ... 11
1. Definisi Semangat Kerja ... 11
2. Indikator Turunnya Semangat Kerja ... 12
3. Ciri-ciri Individu yang memiliki Semangat Kerja yang tinggi ... 14
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Semangat Kerja ... 16
B. Kepuasan Kompensasi ... 18
(10)
Teori Dua Faktor ... ... 19
2. Kompensasi ... 20
a. Definisi Kompensasi ... ... 20
b. Jenis – Jenis Kompensasi ... . 21
c. Tujuan Kompensasi ... . 23
3. Kepuasan Kompensasi ... 25
a. Definisi Kepuasan Kompensasi ... ... 25
b. Aspek – Aspek Kepuasan Kompensasi ... 26
C. Hubungan Kepuasan terhadap Kompensasi dengan Semangat Kerja ... 29
D. Hipotesa Penelitian ... 34
BAB III. METODE PENELITIAN ... 35
A. Jenis Penelitian ... 35
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 35
C. Definisi Operasional ... 36
1. Semangat Kerja ... 36
2. Kepuasan Kompensasi ... 37
D. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 39
1. Populasi dan Sampel ... 39
2. Cara Pengambilan Sampel ... 40
E. Metode Pengumpulan Data ... 41
1. Skala Semangat Kerja ... 42
(11)
F. Validitas, Reliabilitas dan Daya Beda Aitem ... 44
1. Validitas alat ukur ... 44
2. Reliabilitas alat ukur ... 45
3. Daya Beda Aitem ... 46
G.Hasil Uji Coba Penelitian ... 47
1. Hasil Uji Coba Skala Semangat Kerja ... 47
2. Hasil Uji Coba Skala Kepuasan Kompensasi ... 49
H.Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 51
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 51
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 53
3. Tahap Pengolahan Data ... 54
I. Metode Analisa Data ... 54
1. Uji Asumsi Klasik ... 54
a. Uji Normalitas ... 54
b. Uji Linieritas ... 55
c. Uji Multikolinearitas ... 55
d. Uji Heterokedastisitas ... 56
2. Analisis Regresi Linear Berganda ... 56
BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... . 58
A. Analisa Data ... 58
1.Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 58
a. Jenis Kelamin ... 58
(12)
c. Pendidikan Terakhir ... 59
d. Lama Bekerja... 60
B.Hasil Penelitian ... 61
1. Uji Asumsi Klasik ... 61
a. Uji Normalitas ... 61
b. Uji Linieritas ... 63
c. Uji Multikolinearitas ... 64
d. Uji Heterokedastisitas ... 65
2. Hasil Utama Penelitian ... 66
3. Hasil Tambahan Penelitian ... .. 68
C. Kategorisasi Skor Penelitian ... 70
1.Kategorisasi Skor Skala Semangat Kerja ... 70
2.Kategorisasi Skor Skala Kepuasan Kompensasi ... 71
D. Pembahasan Penelitian ... 73
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 78
A. Kesimpulan ... 78
B. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... ……… 82
(13)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Blue Print Skala Semangat Kerja 42
Tabel 2 Blue Print Skala Kepuasan Kompensasi 43
Tabel 3 Distribusi aitem-aitem skala semangat kerja 47 setelah uji coba
Tabel 4 Distribusi aitem-aitem skala semangat kerja 48 untuk penelitian
Tabel 5 Distribusi aitem-aitem skala kepuasan kompensasi 49 setelah uji coba
Tabel 6 Distribusi aitem-aitem skala kepuasan kompensasi 50 untuk penelitian
Table 7 Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin 57
Tabel 8 Penyebaran subjek berdasarkan usia 58
Tabel 9 Penyebaran subjek berdasarkan pendidikan terakhir 59
Tabel 10 Penyebaran subjek berdasarkan lama bekerja 60
Tabel 11 Hasil Uji Normalitas 61
Tabel 12 Hasil Uji Linearitas 62
Tabel 13 Hasil Uji Multikolinieritas 63
Tabel 14 Koefisien Determinasi Kepuasan Kompensasi 65
Tabel 15 Hasil analisa varians Kepuasan Kompensasi 66
(14)
Tabel 17 Koefisien Determinasi Aspek-aspek 67 Kepuasan Kompensasi
Tabel 18 Hasil analisa varians aspek Kepuasan Kompensasi 68
Tabel 19 Tabel Koefisien bo dan b1 Aspek-aspek 68 Kepuasan Kompensasi
Tabel 20 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik 69 Semangat Kerja
Tabel 21 Kategorisasi data pada variabel semangat kerja 70
Tabel 22 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik 71 Kepuasan Kompensasi
Tabel 23 Kategorisasi data pada variabel Kepuasan Kompensasi 71
Tabel 24 Matriks hubungan variabel Semangat Kerja 72 dan Kepuasan Kompensasi
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Scatter Plot Hubungan Kepuasan Kompensasi 64 dengan Semangat Kerja
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
1. Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Skala Semangat Kerja 2. Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Skala Kepuasan Kompensasi
Lampiran B
1. Data Mentah Uji Coba pada Skala Semangat Kerja 2. Data Mentah Uji Coba pada Skala Kepuasan Kompensasi 3. Data Mentah Penelitian pada Skala Semangat Kerja 4. Data Mentah Penelitian pada Skala Kepuasan Kompensasi 5. Gambaran Umum Subjek Penelitian
6. Kategorisasi Data Subjek Penelitian
Lampiran C
1. Uji Normalitas Sebaran 2. Uji Linearitas Hubungan 3. Uji Multikolinearitas 4. Uji Heterokedastisitas 5. Uji Hipotesa Penelitian
Lampiran D
1. Skala Semangat Kerja untuk Penelitian 2. Skala Kepuasan Kompensasi untuk Penelitian 3. Surat Keterangan Bukti Penelitian
(17)
Kepuasan Kompensasi sebagai Prediktor Positif bagi Semangat Kerja Guru dan Karyawan di YPK Budi Murni Medan
Yani Monika Manalu dan Eka Danta Jaya Ginting, M.A.
ABSTRAK
Semangat kerja memberikan dampak yang positif bagi organisasi. Karyawan yang memiliki semangat kerja tinggi akan melakukan pekerjaan dengan penuh energi, antusias dan kemauan yang tinggi dalam mencapai tujuan perusahaan. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja karyawan, salah satunya adalah kepuasan terhadap kompensasi yang diterima.
Penelitian ini melibatkan 60 orang guru dan karyawan tetap di YPK Budi Murni Medan dengan teknik pengambilan sample menggunakan cara klaster. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Alat ukur yang digunakan adalah skala semangat kerja dengan rxy= 0.899 dan skala
kepuasan kompensasi dengan rxy= 0.886. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepuasan kompensasi memberikan pengaruh positif terhadap semangat kerja karyawan (Rsquare=0.223). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aspek kepuasan kompensasi yang dominan sebagai prediktor positif bagi semangat kerja adalah kepuasan terhadap benefit. mayoritas subjek penelitian memiliki semangat kerja yang tergolong tinggi dan kepuasan kompensasi tergolong sedang.
(18)
Compensation Satisfaction as a Positive Predictor of Teacher and Employee Morale in YPK Budi Murni Medan
Yani Monika Manalu and Eka Danta Jaya Ginting, M.A.
ABSTRACT
Morale gave many positive impact to organization. Employee with high morale will do their work with full energy, high enthusiasm and willingness to achieve company goals. There are many factors that influencing employee morale degree, one of them is compensation satisfaction.
This study involved 60 permanent teacher and employees. Sampling technique used was cluster sampling. The data obtained were processed by using multiple regression analysis. Measurement scale used is the morale scale with reliability 0.899 and compensation satisfaction scale with reliability 0.886. The result showed that compensation satisfaction proved to be a positive predictor of teacher and employee morale in YPK Budi Murni Medan (Rsquare=0.223) . And aspect of compensation satisfaction that proved to be a dominant positive predictor of morale was benefit satisfaction. This study also showed that majority of the subject have high level of morale and medium level of compensation satisfaction.
(19)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Organisasi sebagai suatu sistem sosial memiliki dua unsur utama, yaitu
sumber daya manusia dan sumber daya bukan manusia, seperti mesin-mesin,
uang, peralatan, dan bahan mentah. Kedua unsur tersebut dalam
operasionalisasinya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena untuk
mencapai tujuan organisasi kedua unsur tersebut memiliki hubungan timbal balik,
di mana unsur yang satu membutuhkan adanya unsur yang lain (Gomej-Mejia,
Balkin & Cardy, 2001). Keberadaan SDM dalam sebuah organisasi sangat penting
karena mereka yang memprakarsai terbentuknya organisasi, mereka yang
berperan membuat keputusan untuk semua fungsi dan mereka juga yang berperan
dalam menentukan kelangsungan hidup organisasi itu (Panggabean, 2004).
Kemauan karyawan untuk berpartisipasi dalam organisasi, biasanya
tergantung pada tujuan apa yang ingin diraihnya dengan bergabung dalam
organisasi bersangkutan. Kontribusi karyawan terhadap organisasi akan semakin
tinggi bila organisasi dapat memberikan apa yang menjadi keinginan karyawan.
Dengan kata lain, kemauan karyawan untuk memberikan sumbangan kepada
tempat kerjanya sangat dipengaruhi oleh kemampuan organisasi dalam memenuhi
tujuan dan harapan–harapan karyawannya (Handoko, 1992).
Berbagai penyelidikan telah dilakukan untuk memenuhi harapan–harapan
(20)
diselesaikan, dan karyawan tidak terlalu lelah dalam bekerja. Walaupun berbagai
metode telah diperoleh, faktor yang memegang peranan penting dan sangat
menentukan adalah semangat atau gairah kerja (Kossen, 1993).
Menurut Hasibuan (2000) organisasi bukan saja mengharapkan karyawan
yang mampu, cakap, dan terampil, namun yang lebih penting adalah mereka
bersedia bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang
optimal. Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan karyawan tidak ada artinya
bagi organisasi jika mereka tidak mau bekerja keras dengan menggunakan
kemampuan, kecakapan, dan ketrampilan yang dimilikinya. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa semangat kerja karyawan sangat penting dalam menunjang
tercapainya tujuan organisasi.
Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga
dengan demikian pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik.
(Nitisemito, 1982). Peningkatan produktivitas kerja akan dapat tercapai apabila
karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. Karyawan yang memiliki
semangat kerja yang tinggi akan bekerja dengan energik, antusias, dan penuh
dengan kemauan untuk menyelesaikan pekerjaannya (Carlaw, Deming, &
Friedman, 2003). Menurut Nawawi dan Hadari (1990) moral atau semangat kerja
yang tinggi atau positif merupakan faktor yang berpengaruh pada sikap berupa
kesediaan mewujudkan cara atau metode kerja yang berdaya guna dan berhasil
guna dalam meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja.
Di lain pihak, ketika semangat kerja karyawan rendah, karyawan akan
(21)
untuk menyelesaikan pekerjaannya dan bermalas-malasan ketika sampai di
kantor. Keadaan tersebut akan menyebabkan performansi kerja karyawan menjadi
rendah, menciptakan masalah di tempat kerja, karyawan cenderung untuk menarik
diri dari lingkungan kerja, sering datang terlambat ke tempat kerja dan pulang
kerja lebih awal dari waktu yang ditetapkan, tidak mau bersosialisasi atau
berinteraksi dengan pekerja lainnya, dan akhirnya terjadi tingkat turnover yang
tinggi di dalam organisasi (Carlaw, Deming & Friedman, 2003). Jika seseorang
merasa puas terhadap perlakuan yang diterimanya di tempat kerja, maka mereka
akan bersemangat untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan (Panggabean,
2004).
Faktor–faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya semangat kerja
karyawan tersebut terdiri atas faktor internal seperti konsep diri, rasa kebersamaan
atau rasa peduli dalam diri karyawan (Kossen, 1987; Pattanayak, 2002), dan
kepribadian (Danim, 2004) serta faktor eksternal seperti kondisi pekerjaan, rekan
kerja, kesempatan untuk maju, kepemimpinan, adanya jaminan keamanan dan
kepastian dalam pekerjaan serta adanya imbalan atau tingkat kepuasan ekonomis
atau pemberian kompensasi yang layak (Zainun, 1981; Nitisemito, 1982; Kossen,
1987; Pattanayak, 2002; Halsey, 2003). Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat
bahwa salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi semangat kerja
karyawan adalah kepuasan terhadap kompensasi.
Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya
kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara karyawan itu
(22)
bagi perusahaan, karena hal itu mencerminkan upaya organisasi untuk
mempertahankan sumber daya manusianya (Handoko, 1994). Davis dan Werther
(1996) menyatakan kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai
balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Sementara Mondy dan Noe (2005)
mengemukakan bahwa kompensasi merupakan jumlah seluruh balas jasa yang
diberikan kepada para karyawan sebagai hasil dari kontribusi mereka. Bentuk
kompensasi sendiri dapat berupa kompensasi langsung berupa gaji, upah, atau
dengan kata lain disebut imbalan dan kompensasi tidak langsung berupa berbagai
bentuk keuntungan (benefit) yang diberikan organisasi seperti liburan, asuransi
kesehatan, asuransi jiwa ataupun rencana pensiun (Heneman, dkk., 1986).
Menurut Hasibuan (2000) program kompensasi atau balas jasa umumnya
bertujuan untuk kepentingan perusahaan, karyawan, dan pemerintah/masyarakat.
Supaya tujuan tercapai dan memberikan kepuasan bagi semua pihak hendaknya
program kompensasi ditetapkan berdasarkan prinsip adil dan wajar. Moekijat
(1989) menyatakan bahwa untuk mencapai keadilan tersebut, maka ada beberapa
faktor penting yang perlu diperhatikan dalam penetapan tingkat upah seorang
karyawan yaitu pendidikan, pengalaman, tanggungan, kemampuan perusahaan,
keadaan ekonomi, dan kondisi–kondisi pekerjaan.
Menurut Lawler (1971) masalah kompensasi selalu mendapat perhatian
besar dari setiap karyawan. Hal ini disebabkan karena kompensasi merupakan
sumber pendapatan, merupakan penerimaan yang diperoleh karena pendidikan
dan keterampilan yang dimilikinya, menunjukkan kontribusi kerja mereka, dan
(23)
yang diterima seorang karyawan merupakan elemen utama terciptanya kepuasan
kerja karyawan tersebut. Artinya, semakin puas seorang karyawan terhadap
kompensasi yang diterimanya, maka akan semakin puas karyawan tersebut
terhadap pekerjaannya, begitu pula sebaliknya.
Kita harus menyadari, bahwa jumlah kompensasi yang diberikan besar
pengaruhnya terhadap semangat dan kegairahan kerja para karyawan (Nitisemito,
1982). Kebanyakan orang ketika ditanya alasan ia bekerja kemungkinan besar
akan menjawab untuk mendapatkan uang. Memang mereka tidak hanya
mengharapkan upah dan gaji saja dari pekerjaan mereka, namun uang adalah
keperluan yang pokok. Pada dasarnya adanya dugaan ketidakadilan dalam
memberikan upah maupun gaji yang merupakan sumber ketidakpuasan karyawan
terhadap kompensasi yang pada akhirnya bisa menimbulkan perselisihan dan
semangat rendah dari karyawan itu sendiri (Strauss & Sayles, 1990).
Tidak ada suatu faktor pun dalam seluruh lapangan hubungan tenaga kerja
yang lebih merusak moril, membentuk rasa tidak puas perseorangan, mendorong
tidak masuk bekerja, menambah perpindahan tenaga kerja serta menghambat
produktivitas selain daripada adanya ketidakadilan dalam ukuran upah yang
berlainan yang dibayarkan kepada individu dalam golongan kerja yang sama
dalam perusahaan yang sama pula (Moekijat, 1989). Dengan demikian maka
setiap perusahaan harus dapat menetapkan kompensasi yang paling tepat,
sehingga dapat menopang tercapainya tujuan perusahaan secara lebih efektif dan
(24)
Berikut dua contoh kasus yang menggambarkan ketidakpuasan karyawan
terhadap kompensasi yang diberikan perusahaan. Kasus pertama yaitu terjadi di
Bank Buana dimana para karyawan melakukan aksi mogok kerja yang dilakukan
secara nasional. Hal ini dikarenakan ada tuntutan karyawan yang belum dipenuhi
oleh manajemen perusahaan. Diantaranya, permintaan kenaikan gaji sebesar 28
persen termasuk indeks kebutuhan hidup. Setelah itu SPKUOBB menuntut
pembayaran bonus tahun 2008 setara dengan bonus tahun 2007 (Palembang Pos,
2009).
Kasus kedua yaitu yang terjadi di di PT Pos Indonesia Pekanbaru. Para
karyawannya merencanakan mogok kerja. Alasannya, lebih dari 13 tahun
kesejahteraan pegawai PT Pos Indonesia (POSINDO) ‘diabaikan’. Seperti dikutip
dari pendapat ketua serikat pekerja di PT Pos Pekanbaru yakni sebagai berikut,
”Disinggung alasan aksi mogok kerja, Yusran menyatakan bahwa selama 13
tahun (1996-2009), kesejahteraan pegawai PT POSINDO tidak terperhatikan
sama sekali. Menurutnya, pernah ada kenaikan gaji tahun 2003. Namun kenaikan
hanya sebesar 5 %. Padahal menurutnya, gaji pokok pegawai PT POSINDO
relative kecil. “Gaji pokok saya saja hanya Rp 397 ribu. Berapalah kalau hanya
naik 5 %,” terangnya memelas” (Riau Terkini, 2009).
Berdasarkan contoh kasus yang diuraikan di atas dapat terlihat indikasi
turunnya semangat kerja karyawan salah satunya pemogokan kerja (Nitisemito,
1982), yang disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kompensasi yang diterima
khususnya permasalahan gaji dan kesejahteraan pegawai yang diabaikan. Walton
(25)
bekerja adalah pemberian kompensasi yang mencukupi dan adil. Salah satu
bentuk kompensasi tersebut adalah gaji, dimana gaji yang diterima oleh individu
dari kerjanya diharapkan dapat memenuhi standar gaji yang diterima umum dan
cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai
perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain dalam posisi
yang sama.
Salah satu organisasi pendidikan yang menyediakan program kompensasi
adalah YPK Budi Murni Medan. Sebagai sebuah yayasan pendidikan, penting
bagi para pengurus yayasan untuk memperhatikan kesejahteraan para guru dan
karyawannya untuk menunjang semangat kerja dan kualitas kinerja mereka yakni
salah satunya dengan pemenuhan kebutuhan melalui program kompensasi.
Yayasan pendidikan ini memberikan bentuk kompensasi langsung kepada para
guru dan karyawannya seperti gaji bulanan, tunjangan, dan beberapa benefit
seperti dana kesehatan dan dana hari tua. Selain itu bentuk kompensasi lain yang
didapatkan oleh para guru di yayasan ini antara lain diklat, penataran atau
pelatihan yang dibiayai yayasan, kenaikan golongan, penilaian prestasi, serta
keuntungan sebagai anggota koperasi karyawan yang ada di Yayasan Budi Murni
ini. Sistem penggajian di yayasan ini sendiri lebih didasarkan kepada golongan,
dan kenaikan gaji umumnya dilakukan secara berkala. Pelaksanaan dan penerapan
program kompensasi yang adil dan layak tentunya dapat menumbuhkan semangat
kerja dalam diri para guru dan karyawan yang ada di yayasan ini dan tentunya
(26)
Berdasarkan fenomena yang dipaparkan sebelumnya dan menyadari
pentingnya masalah kepuasan kompensasi dalam hubungannya dengan semangat
kerja maka peneliti terdorong untuk mengkaji lebih lanjut dalam sebuah penelitian
tentang kepuasan kompensasi sebagai suatu prediktor positif bagi semangat kerja
para guru dan karyawan di YPK Budi Murni Medan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apakah kepuasan terhadap kompensasi merupakan prediktor positif terhadap
semangat kerja karyawan?
2. Aspek–aspek kepuasan kompensasi manakah yang merupakan prediktor positif
yang kuat terhadap semangat kerja karyawan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
kepuasan kompensasi dengan semangat kerja karyawan serta hubungan aspek–
aspek kepuasan kompensasi terhadap semangat kerja karyawan serta sejauhmana
kepuasan kompensasi serta aspek–aspeknya mampu memprediksi munculnya
(27)
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu :
a. Manfaat teoritis : hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
para pembaca mengenai Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya
mengenai kepuasan terhadap pemberian kompensasi bagi karyawan dalam
hubungannya dengan semangat kerja karyawan dan dapat menjadi referensi
tambahan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti hal yang berkaitan
dengan penelitian ini.
b. Manfaat praktis : (1) hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai semangat kerja karyawan di perusahaan khususnya terkait
dengan kepuasan terhadap kompensasi yang mereka terima, dan (2)
diharapkan setiap organisasi atau perusahaan dapat memperhatikan kualitas
kehidupan kerja karyawannya secara khusus memperhatikan kesejahteraan
karyawan salah satunya melalui penerapan progran kompensasi yang adil
sehingga dapat memberikan kepuasan dalam diri karyawan yang kemudian
akan meningkatkan semangat kerja para karyawan.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari penelitian ini sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang berisi latar belakang
masalah mengenai hubungan antara kepuasan kompensasi dengan
(28)
penelitian, manfaat penelitian baik secara praktis maupun teoritis,
dan garis besar sistematika penulisan dari penelitian ini.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini berisi teori-teori yang mendasari pelaksanaan penelitian yang
meliputi semangat kerja, kepuasan kompensasi dan hubungan
teoritik antara kepuasan terhadap kompensasi dengan semangat kerja
serta hipotesa penelitian.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini membahas tentang metode penelitian yang digunakan,
dimana pada bab ini akan dijelaskan mengenai variabel penelitian
yaitu semangat kerja dan kepuasan kompensasi, definisi operasional
dari variabel semangat kerja dan variabel kepuasan kompensasi,
populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data,
instrumen atau alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas
alat ukur yaitu skala semangat kerja dan skala kepuasan kompensasi,
prosedur pelaksanaan serta metode analisis data yaitu menggunakan
analisa regresi linear berganda.
BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini memuat gambaran umum subjek penelitian dilihat dari jenis
kelamin, usia, pendidikan terakhir dan lama bekerja, kemudian hasil
uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, linearitas, heterokedastisitas,
(29)
penelitian, hasil kategorisasi data subjek pada skala semangat kerja
dan skala kepuasan kompensasi dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yakni saran metodologis
dan saran praktis bagi YPK Budi Murni Medan yang dapat diberikan
berdasarkan hasil penelitian untuk dapat mempertahankan bahkan
meningkatkan semangat kerja para guru dan karyawan di YPK Budi
Murni Medan khususnya dalam hal pelaksanaan program
(30)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Semangat Kerja
1. Definisi Semangat Kerja
Chaplin (1999) mengatakan bahwa semangat kerja merupakan sikap dalam
bekerja yang ditandai dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri yang kuat
untuk meneruskan pekerjaan, kegembiraan, dan organisasi yang baik.
Strauss dan Sayless (1999) menyebutkan semangat kerja sebagai sikap
partisipasi pekerja dalam mencapai tujuan organisasi yang harus dilakukan
dengan dorongan yang kuat, antusias dan bertanggung jawab terhadap prestasi
serta konsekuensi organisasi di masa sekarang dan yang akan datang.
Semangat kerja mengandung pengertian ketiadaan konflik, perasaan
senang, penyesuaian pribadi secara baik, dan tingkat keterlibatan ego dalam
pekerjaan (Winardi, 2004). Semangat kerja merupakan bentuk nyata dari
komitmen yang ditunjukkan dengan semangat, antusiasme dan kepercayaan pada
kebijakan organisasi, program dan tujuan organisasi (Yoder & Staudohar, 1982).
Semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang
memungkinkan seseorang bekerja untuk menghasilkan kerja lebih banyak dan
lebih baik. Semangat kerja merupakan suasana kerja yang positif yang terdapat
dalam suatu organisasi dan terungkap dalam sikap individu maupun kelompok
(31)
kerjasama dengan orang lain yang secara optimal sesuai dengan kepentingan dan
tujuan perusahaan (Davis, 2000).
Menurut Nitisemito (1982) semangat kerja adalah melakukan pekerjaan
secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan dapat diharapkan lebih
cepat dan lebih baik. Sementara Kossen (1987) mendefinisikan semangat kerja
sebagai sikap karyawan baik terhadap organisasi tempat mereka bekerja secara
umum atau terhadap faktor–faktor spesifik dalam pekerjaan seperti pengawasan,
dan keuangan serta insentif.
Carlaw, Deming dan Friedman (2003) menyatakan bahwa semangat kerja
yang tinggi ditandai dengan karyawan melakukan pekerjaan dengan penuh
energik, antusias dan kemauan yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan semangat kerja adalah sikap individu dalam bekerja yang berpengaruh
terhadap usaha untuk melakukan pekerjaan dengan lebih giat dan antusias yang
didasarkan atas rasa percaya diri, kemauan yang tinggi, disertai perasaan gembira
sesuai dengan kepentingan dan tujuan perusahaan.
2. Indikator turunnya semangat kerja
Menurut Nitisemito (1982), indikasi-indikasi turunnya semangat kerja
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Rendahnya produktivitas kerja
Menurunnya produktivitas dapat terjadi karena kemalasan, menunda
(32)
berarti indikasi dalam organisasi tersebut telah terjadi penurunan semangat
kerja.
b. Tingkat absensi yang naik atau tinggi
Pada umumnya, bila semangat kerja menurun, maka karyawan dihinggapi rasa
malas untuk bekerja. Apalagi kompensasi atau upah yang diterimanya tidak
dikenakan potongan saat mereka tidak masuk bekerja.
c. Labour turn over atau tingkat perpindahan karyawan yang tinggi
Keluar masuk karyawan yang meningkat terutama disebabkan karyawan
mengalami ketidaksenangan atau ketidaknyamanan saat mereka bekerja,
sehingga mereka berniat bahkan memutuskan untuk mencari tempat pekerjaan
lain yang lebih sesuai dengan alasan mencari kenyamanan dalam bekerja.
d. Tingkat kerusakan yang meningkat
Meningkatnya tingkat kerusakan sebenarnya menunjukkan bahwa perhatian
dalam pekerjaan berkurang.
e. Kegelisahan dimana-mana
Kegelisahan tersebut dapat berbentuk ketidaktenangan dalam bekerja, keluh
kesah serta hal-hal lain. Terusiknya kenyamanan karyawan memungkinkan
akan berlanjut pada perilaku yang dapat merugikan organsasi itu sendiri.
f. Tuntutan yang sering terjadi
Tuntutan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, di mana pada tahap
tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan. Organisasi
(33)
g. Pemogokan
Pemogokan adalah wujud dari ketidakpuasan, kegelisahan dan sebagainya.
Hal ini terkait dengan kurang diperhatikannya pengaturan kerja mengenai
disiplin kerja, kondisi kerja dan kekurangan tenaga kerja yang terampil dan
ahli dibidangnya.
3. Ciri–Ciri Individu yang memiliki Semangat Kerja tinggi
Carlaw, Deming dan Friedman (2003) mengemukakan ada delapan
ciri-ciri individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi yaitu :
a. Tersenyum dan tertawa
Tersenyum dan tertawa mencerminkan kebahagiaan individu ketika bekerja.
Walaupun senyum dan tawa tidak diungkapkan dalam bentuk perilaku, tetapi
individu selalu diliputi perasaan senang, tenang dan nyaman dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
b. Memiliki Inisiatif
Individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan terus bergerak untuk
mencapai hal yang baru dan selalu ingin mengerjakan sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaannya, cepat mengambil tindakan agar tugas
cepat selesai, namun selalu mematuhi aturan yang berlaku.
c. Berpikir secara luas dan kreatif
Mencoba hal–hal yang baru dan memiliki pandangan yang luas terhadap
(34)
d. Menikmati apa yang sedang dilakukan
Individu lebih tertarik dan lebih fokus untuk mencari penyelesaian masalah
yang berhubungan dengan pekerjaannya daripada meninggalkan
pekerjaannya.
e. Tertarik dengan pekerjaannya
Individu selalu senang dengan pekerjaannya dan ingin segera tiba di tempat
kerja untuk menyelesaikan pekerjaannya.
f. Bertanggung jawab
Individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi selalu menghargai
tugasnya dan sungguh–sungguh dalam menyelesaikan tugas sampai tuntas.
g. Memiliki kemauan bekerja sama
Individu yang memiliki semangat kerja selalu memiliki kesediaan untuk
bekerja sama dengan pekerja lain yang mempermudah atau mempertahankan
kualitas kerja.
h. Berinteraksi secara informal dengan atasan
Individu selalu berusaha menjaga hubungan baik dengan atasan terutama
atasan yang langsung berhubungan dengannya sehari–hari. Hal ini sangat
membantu individu untuk dapat bertukar pikiran, informasi dan belajar dari
pengalaman atasannya. Interaksi dengan atasan juga terjadi di luar jam kerja
(35)
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Semangat Kerja
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan
antara lain :
a. Organisasi itu sendiri
Organisasi secara signifikan dapat mempengaruhi sikap karyawan terhadap
pekerjaan mereka. Misalnya saja, reputasi organisasi di mata publik,
khususnya reputasi yang tidak menyenangkan, dapat mempengaruhi sikap
karyawan (Kossen ,1987).
b. Kegiatan karyawan baik terkait di dalam maupun di luar pekerjaannya
Pekerja adalah produk dari keseluruhan lingkungannya. Hubungan karyawan
dengan keluarga dan rekannya secara signifikan dapat mempengaruhi sikap
dan perilakunya terhadap pekerjaannya. Rasa kerja sama antar anggota
kelompok kerja dalam melaksanakan tugas (Kossen, 1987; Pattanayak, 2002).
c. Kondisi pekerjaan
Banyak jenis pekerjaan yang dapat memicu kebosanan, pemikiran ynag
obsesif dan sikap alienasi (Kossen,1987; Zainun, 1981).
d. Rekan kerja
Sistem dalam organisasi juga mempengaruhi semangat kerja karyawan.
Kondisi yang awalnya tidak mengganggu karyawan mungkin saja tidak
terduga mempunyai efek yang berlawanan dengan semangat kerja karyawan
karena adanya pengaruh dan tekanan dari rekan kerja (Zainun, 1981;
(36)
e. Kepemimpinan
Tindakan–tindakan manajer menunjukkan suatu pengaruh yang kuat terhadap
semangat kerja karyawan dalam tuntutan kerja. Tingkat turnover yang tinggi
seringkali mengindikasikan suatu kepemimpinan yang tidak efektif (Zainun,
1981; Kossen, 1987; Pattanayak, 2002; Danim, 2004)
f. Konsep diri karyawan
Konsep diri dari karyawan juga cenderung mempengaruhi sikap mereka
terhadap lingkungan organisasional. Misalnya, karyawan dengan tingkat
kepercayaan diri yang kurang atau memiliki kekurangan secara fisik akan
memicu masalah semangat kerja (Kossen, 1987).
g. Imbalan atau tingkat kepuasan ekonomis
Bagaimana kebutuhan personal karyawan terpuaskan dapat mempengaruhi
semangat kerja karyawan secara signifikan. Salah satunya jumlah atau
komposisi dari kompensasi yang diberikan seperti pembayaran gaji atau
keuntungan (benefit), juga dapat memuaskan kebutuhan karyawan (Zainun,
1981; Nitisemito, 1982; Kossen, 1987; Danim, 2004).
h. Rasa kebersamaan
Karyawan memiliki rasa saling memiliki dan peduli antar rekan kerja
(Pattanayak, 2002).
i. Kejelasan tujuan atau objektif yang diraih
Karyawan memiliki beban kerja dan tujuan yang jelas. Rasa pemanfaatan bagi
(37)
yang harus diwujudkan secara bersama-sama pula (Pattanayak, 2002; Halsey,
2003; Danim, 2004).
j. Adanya jaminan keamanan dan kepastian dalam pekerjaan
Adanya rasa aman di masa depan, ketenangan jiwa, jaminan kepastian serta
perlindungan terhadap segala sesuatu yang dapat membahayakan diri pribadi
dan karier dalam perjalanan (Zainun, 1981; Nitisemito, 1982; Halsey, 2003).
k. Memiliki kesempatan untuk maju
Kesempatan untuk meningkatkan karirnya menjadi lebih baik dan lebih tinggi
dari sekarang. Adanya kesempatan untuk mendapatkan promosi (Nitisemito,
1982; Halsey, 2003; Danim, 2004).
l. Kepribadian
Manusia dengan kepribadian terbuka, umumnya semangat kerjanya mudah
dirangsang. Sebaliknya, manusia yang cenderung tertutup amat sulit menerima
rangsangan dan isyarat perubahan (Danim, 2004).
Berdasarkan uraian teoritis dari beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan
bahwa salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi semangat kerja adalah
adanya kepuasan tehadap pemenuhan kebutuhan karyawan seperti gaji atau upah
yang tinggi serta imbalan yang diberikan organisasi sebagai hasil dari jerih payah
atau kontribusi mereka atau disebut juga kepuasan terhadap kompensasi.
B. Kepuasan Kompensasi
Sebelum membahas mengenai kepuasan terhadap kompensasi, terlebih
(38)
1. Teori Kepuasan
Teori kepuasan ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor
kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak serta
berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada
faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan
menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan
apa yang memuaskan seseorang dan apa yang mendorong semangat bekerja
seseorang.
Teori Dua Faktor
Menurut Herzberg, individu menginginkan dua macam faktor kebutuhan,
yaitu (Dessler, 2000) :
Pertama, kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan.
Hal ini berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh
ketenteraman lahiriah. Faktor-faktor pemeliharaan meliputi balas jasa, dan
bermacam-macam tunjangan lainnya. Faktor-faktor pemeliharaan ini perlu
mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan agar kepuasan dan kegairahan kerja
karyawan dapat ditingkatkan.
Kedua, faktor pemeliharaan ini menyangkut kebutuhan psikologis
seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan
pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan
menggerakkan tingkat motivasi yang kuat yang dapat menghasilkan prestasi kerja
(39)
2. Kompensasi
a. Definisi Kompensasi
Mondy dan Noe (2005) menyatakan kompensasi merupakan jumlah
keseluruhan dari balas jasa yang diberikan kepada para pekerja sebagai hasil dari
kontribusi mereka. Menurut Panggabean (2004) kompensasi acapkali juga disebut
penghargaan dan dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang
diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka
berikan kepada organisasi.
Hariandja (2009) mengemukakan bahwa kompensasi adalah keseluruhan
balas jasa yang diterima pegawai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi
dalam bentuk uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif,
dan tunjangan lainnya seperti tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, uang
makan, uang cuti, dan lain–lain.
Milkovich dan Newman (2002) menggunakan istilah kompensasi dan
imbalan (compensation and pay) sebagai dua istilah yang dapat saling
menggantikan satu sama lain, yang diartikan sebagai segala bentuk balas jasa
finansial, pelayanan nyata, serta keuntungan yang diterima oleh para karyawan
sebagai bagian dari suatu hubungan kerja.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
kompensasi adalah seluruh balas jasa finansial maupun nonfinansial yang diterima
oleh para karyawan sebagai hasil dari kontribusi yang mereka berikan kepada
(40)
b. Jenis–Jenis Kompensasi
Milkovich dan Newman (2002) membagi bentuk kompensasi atas
kompensasi total dan relational returns. Relational returns (kesempatan
pengembangan diri, status, kesempatan untuk memiliki sesuatu, tantangan kerja,
dan sebagainya) merupakan balas jasa psikologis yang diterima karyawan dari
tempat kerjanya. Kompensasi total termasuk imbalan yang diterima secara
langsung dalam bentuk tunai (seperti gaji pokok, upah, insentif, biaya hidup) dan
imbalan tidak langsung sebagai suatu keuntungan (seperti dana pensiun, asuransi
kesehatan, dan sebagainya).
Heneman, dkk. (1986), membagi kompensasi atas 2 bentuk yaitu langsung
dan tidak langsung. Kompensasi langsung berupa gaji, upah, atau dengan kata lain
disebut imbalan. Kompensasi tidak langsung berupa berbagai bentuk keuntungan
(benefit) yang diberikan organisasi seperti liburan, asuransi kesehatan, asuransi
jiwa ataupun rencana pensiun.
Mondy dan Noe (2005) menyatakan bahwa kompensasi terdiri atas
kompensasi finansial dan kompensasi non-finansial. Kompensasi finansial terdiri
dari kompensasi finansial langsung dan kompensasi finansial tidak langsung.
Kompensasi finansial langsung terdiri dari bayaran yang diterima individu dalam
bentuk upah, gaji, komisi–komisi dan bonus–bonus. Kompensasi finansial tidak
langsung terdiri atas seluruh penghargaan finansial yang tidak termasuk ke dalam
kompensasi finansial langsung.
Kompensasi nonfinansial terdiri dari kepuasan yang dirasakan individu
(41)
individu bekerja. Aspek dari kompensasi nonfinansial ini melibatkan kedua faktor
tersebut, fisik dan psikologis dalam lingkungan kerja yang akrab.
Sebagaimana dikemukakan oleh Mondy dan Noe dapat diketahui bahwa
kompensasi keuangan langsung terdiri atas gaji, upah, dan insentif (komisi dan
bonus). Sedangkan kompensasi keuangan tidak langsung dapat berupa berbagai
macam fasilitas dan tunjangan (Panggabean, 2004).
1) Gaji
Gaji adalah imbalan finansial yang dibayarkan kepada karyawan secara
teratur, seperti tahunan, caturwulan, bulanan atau mingguan. Hariandja (2009)
mengemukakan bahwa gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima
pegawai sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang pegawai yang
memberikan sumbangan dalam mencapai tujuan organisasi. Atau, dapat juga
dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang dari keanggotaannya
dalam sebuah organisasi.
2) Upah
Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan kepada para
pekerja berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya
pelayanan yang dberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif tetap,
besarnya upah dapat berubah–ubah.
3) Insentif
Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan
karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Hariandja (2009)
(42)
dikaitkan langsung dengan kinerja dan gain sharing yang juga dikaitkan dengan
kinerja dan diartikan sebagai pembagian keuntungan bagi pegawai sebagai akibat
peningkatan produktivitas atau penghematan biaya.
4) Kompensasi tidak langsung (fringe benefit)
Fringe benefit merupakan kompensasi tambahan yang diberikan
berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha
meningkatkan kesejahteraan para karyawan. Contohnya asuransi kesehatan,
asuransi jiwa, dan bantuan perumahan.
c. Tujuan Kompensasi
Menurut Hasibuan (2000) tujuan pemberian kompensasi (balas jasa) antara
lain sebagai berikut :
a. Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal.
Karyawan harus mengerjakan tugas–tugasnya dengan baik, sedangkan
pengusaha wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang
disepakati.
b. Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan
fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari
(43)
c. Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang
qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
d. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi
bawahannya.
e. Stabilitas Karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal
konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena
turnover relatif kecil.
f. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan
semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan–peraturan
yang berlaku.
g. Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat
dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi dengan pekerjaannya.
h. Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang–undang perburuhan yang
berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat
(44)
3. Kepuasan Kompensasi
a. Definisi Kepuasan Kompensasi
Milkovich dan Newman (2002) menggunakan istilah kompensasi dan
imbalan (compensation and pay) sebagai dua istilah yang saling menggantikan
yang diartikan sebagai segala bentuk balas jasa finansial, pelayanan nyata, serta
keuntungan yang diterima oleh para karyawan sebagai bagian dari suatu hubungan
kerja. Milkovich dan Newman (2002) dan Heneman, dkk. (1986) mengemukakan
bahwa kepuasan kompensasi atau kepuasan terhadap imbalan dapat diartikan
sebagai suatu fungsi dari perbedaan persepsi karyawan terhadap seberapa besar
imbalan yang seharusnya mereka terima dengan apa yang sudah mereka terima.
Jika persepsi tersebut sama maka seorang karyawan dikatakan puas terhadap
imbalan atau kompensasi yang diterimanya.
Lawler (1983) mengemukakan empat hal terkait apakah individu puas atau
tidak terhadap imbalan yang diterima yaitu :
1) Kepuasan terhadap imbalan merupakan fungsi dari berapa yang diterima dan
berapa yang seharusnya diterima. Kebanyakan teori kepuasan menekankan
bahwa kepuasan ditentukan melalui perbandingan antara apa yang diterima
dengan berapa yang mereka anggap seharusnya diterima.
2) Kepuasan individu dipengaruhi oleh perbandingan dengan apa yang didapat
oleh orang lain. Individu cenderung membandingkan apa yang orang lain
lakukan dan apa yang orang lain terima dengan situasi mereka sendiri. Hasil
dari perbandingan ini dijadikan individu untuk menyimpulkan imbalan yang
(45)
3) Individu seringkali tidak mau terima dengan perolehan imbalan yang
diperoleh orang lain. Individu cenderung meremehkan kemampuan orang
lain,dan menganggap kemampuan mereka lebih tinggi dan lebih pantas
mendapat imbalan yang lebih tinggi.
4) Keseluruhan kepuasan kerja dipengaruhi oleh seberapa puas karyawan dengan
imbalan intrinsik dan ekstrinsik yang diterima karyawan dari pekerjaannya.
Untuk memuaskan kebutuhannya, kebanyakan individu seharusnya
memperoleh imbalan intrinsik dan ekstrinsik sesuai dengan yang mereka
harapkan.
b. Aspek - Aspek Kepuasan Kompensasi
Heneman, dkk. (1986) membagi kepuasan kompensasi ke dalam 3 aspek
yaitu :
1) Pay Level
Organisasi biasanya membuat dua bentuk kebijakan umum mengenai
tingkat upah/gaji yang diterima para karyawan. Salah satunya untuk pekerjaan
yang dilaksanakan oleh karyawan, dan bentuk lainnya terkait dengan
karakteristik individual karyawan yang menjabat suatu pekerjaan seperti
tingkat performansi atau besar jasa yang diberikan.
Tingkat atau struktur upah atau gaji ini sendiri pada dasarnya terkait
dengan hirarki pekerjaan yang ada di dalam organisasi, kemudian berdasarkan
(46)
serta dalam membuat struktur upah/gaji dan hirarki pekerjaan tersebut harus
mempertimbangkan kriteria keadilan baik eksternal maupun internal.
Keadilan internal terkait upah/gaji yang diterima karyawan berdasarkan
kontribusi yang diberikan dalam melaksanakan pekerjaan sedangkan keadilan
eksternal berhubungan dengan tingkat upah/gaji dalam pasar tenaga kerja. Hal
ini penting untuk memperhatikan keadilan eksternal apalagi ketika para
karyawan membandingkan tingkat upah/gaji yang diterima di organisasi
tempat ia bekerja dengan tingkat upah/gaji di organisasi lain yang setara.
2) Pay System
Sistem pengupahan individual merupakan seluruh bentuk upah/gaji untuk
beberapa perilaku karyawan yang organisasi lihat dari para karyawannya.
Umumnya, tingkat bayaran untuk pekerjaan dan kriteria dalam penentuan
tingkatan tersebut sudah ditentukan. Kemudian apakah kriteria tersebut atau
para pembuat kebijakan (biasanya supervisor) menerapkannya yang tentu saja
menentukan seberapa banyak yang diberikan dan didapatkan oleh karyawan.
Ini yang dinamakan pendekatan konvensional. Sistem konvensional ini
biasanya menggunakan 3 kriteria yang disebut input system, merit system, dan
mixed system. Secara teoritis, berbagai karakteristik personal yang ada dalam
diri karyawan yang mereka bawa kedalam pekerjaan dapat dianggap sebagai
input yang dipertimbangkan untuk menentukan bagaimana dan berapa besar
seharusnya mereka dibayar. Namun dalam prakteknya, senioritas lebih
(47)
kriteria yang juga digunakan dalam keadaan tertentu. Pada merit system,
kenaikan upah/gaji ditentukan oleh performansi kerja karyawan dibandingkan
senioritas. Sementara pada mixed system, bayaran individual ditentukan oleh
kombinasi dari kriteria baik senioritas dan jasa/ performansi kerja, meskipun
terkadang kriteria lain juga digunakan.
Kedua adalah pendekatan insentif, suatu tarif bayaran dasar sudah
ditentukan untuk masing–masing pekerjaan, tetapi para karyawan mempunyai
kesempatan untuk mendapatkan lebih, bergantung pada apa yang mereka atau
kelompok kerja mereka hasilkan. Dalam hal ini, organisasi membangun (atau
menegosiasikan) suatu aturan (misalnya pegawai sales di sebuah department
store bisa saja memperoleh insentif 25% atas penjualannya). Dengan aturan
yang dibuat ini, karyawan secara individu ataupun kelompok sebenarnya dapat
menentukan bayaran yang mereka peroleh. Pendekatan yang ketiga adalah
memberikan bonus berdasarkan kriteria organisasional seperti cost-savings
atau pembagian keuntungan. Dalam hal ini organisasi juga menentukan aturan
dan jumlah yang diterima karyawan ditentukan melalui beberapa kombinasi
dari usaha mereka, keahlian/ ketrampilan managerial, dan keberuntungannya.
3) Benefit
Benefit merupakan bentuk kompensasi tidak langsung, yang di dalamnya
termasuk asuransi jiwa dan kesehatan, perencanaan pensiun, pembayaran
untuk waktu tidak bekerja (seperti liburan dan jalan-jalan), serta banyak lagi
(48)
keanggotaan karyawan dalam organisasi (seperti hari libur, asuransi jiwa),
kemudian bisa saja bergantung pada lamanya karyawan bekerja dalam suatu
organisasi serta dapat juga bergantung pada besar upah/gaji karyawan yang
biasanya bergantung pada karakteristik personal maupun karakteristik
pekerjaan bentuk benefit lain seperti dana rencana pensiun dan asuransi hidup.
Bentuk–bentuk dari benefit yang umum antara lain : (a) Payment for Time
Not Worked dimana ada dua bentuk umum yaitu (1) liburan (vacation) dan (2)
hari-hari khusus seperti hari libur dan hari–hari untuk kegiatan pribadi atau
umum (paid days off). (b) Insurance Benefit, bentuk pertama yaitu asuransi
kesehatan atau biaya kesehatan. Bentuk benefit ini menarik namun mahal,
salah satu bentuknya yaitu asuransi kesehatan gigi. Kemudian bentuk kedua
yaitu asuransi jiwa. (c) Retirement Benefit (d) Income Maintenance.
C. Kepuasan Kompensasi sebagai prediktor positif bagi Semangat Kerja Karyawan
Setiap organisasi maupun perusahaan menganggap karyawan atau pegawai
mempunyai peranan penting dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Karyawan
pada hakekatnya merupakan salah satu unsur yang menjadi sumber daya dalam
suatu organisasi. Sumber daya manusia inilah yang menjadikan suatu organisasi
bisa menjalankan kegiatan sehari-hari. Karyawan sebagai sumber jalannya bagi
organisasi memungkinkan berfungsinya suatu organisasi dan menjadi unsur
terpenting dalam manajemen sehingga peranan manusia sangat penting dalam
(49)
aktivitas yang dilakukan oleh para karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya,
oleh karena itu perlu mendapatkan dorongan untuk dapat bekerja dengan lebih
baik sehingga efektivitas dan efisiensi dapat tercapai dengan baik pula. Dorongan
tersebut adalah berupa pemenuhan kebutuhan karyawan, yaitu dengan pemberian
gaji yang baik, jaminan kesejahteraan dan jaminan kerja.
Hal–hal yang merupakan kebutuhan yang bilamana dipenuhi akan dapat
menimbulkan kepuasan dapat dikategorikan menjadi dua hal pokok yaitu
kebutuhan yang bersifat material dan kebutuhan yang bersifat nonmaterial.
Kebutuhan yang bersifat material yang dimaksud adalah besar upah dan gaji.
Sedang yang dimaksud dengan kebutuhan yang bersifat nonmaterial adalah
kebutuhan–kebutuhan yang bilamana dipenuhi juga akan dapat menimbulkan
kepuasan, tapi kebutuhan–kebutuhan ini tidak bersifat material, misalnya perasaan
harga diri, dipenuhinya keinginan berpartisipasi, dan sebagainya (Nitisemito,
1982). Kedua kategori kebutuhan tersebut baik material maupun nonmaterial
disebut dengan kompensasi. Robbins (1998), Hasibuan (2002) dan Hariandja
(2002) juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat menimbulkan
kepuasan bagi karyawan adalah imbalan atau kompensasi yang layak.
Hariandja (2009) mengemukakan bahwa kompensasi adalah keseluruhan
balas jasa yang diterima pegawai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi
dalam bentuk uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif,
dan tunjangan lainnya seperti tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, uang
makan, uang cuti, dan lain–lain. Sementara menurut Milkovich dan Newman
(50)
pelayanan nyata yang diterima karyawan sebagai bagian dari suatu hubungan
kerja.
Menurut Siagian (1995), rasa keadilan tersebut dapat membuat karyawan
menjadi puas terhadap kompensasi yang diterimanya. Sebaliknya, pihak
perusahaan juga berharap bahwa kepuasan yang dirasakan oleh karyawan akan
mampu memotivasi karyawan tersebut untuk meningkatkan kinerjanya, sehingga
tujuan perusahaan dapat tercapai. Apabila hal ini dapat terwujud, sebenarnya
bukan hanya tujuan perusahaan yang tercapai, namun kebutuhan karyawan juga
akan terpenuhi. Hal ini disebabkan pegawai menginginkan balas jasa yang layak
sebagai konsekuensi pelaksanaan pekerjaan.
Kepuasan terhadap kompensasi yang diterima seorang karyawan
merupakan elemen utama terciptanya kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya,
semakin puas seorang karyawan terhadap kompensasi yang diterimanya maka
akan semakin puas karyawan tersebut terhadap pekerjaannya, begitu pula
sebaliknya (Lawler, 1971). Karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya
dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan
terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Untuk itu merupakan keharusan bagi
perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan puas
bekerja di perusahaan (Ravianto, 1995). Salah satunya adalah pemenuhan
kebutuhan serta kepuasan baik material maupun nonmaterial yang diperolehnya
sebagai imbalan atau balas jasa dari jasa yang diberikannya kepada perusahaan
(51)
Dalam menentukan besar atau tingkat kompensasi (compensation level)
yang sesuai bagi seorang karyawan merupakan hal yang sangat penting dan sulit,
seperti dalam menentukan benefit dan kompensasi lainnya. Karyawan seringkali
membandingkan imbalan yang dia terima dengan karyawan lain sehingga
merupakan hal yang sulit untuk membuat setiap karyawan puas terhadap imbalan
yang diterima (Lawler, 1983). Dalam suatu hubungan kepegawaian yang modern,
upah dan gaji memainkan peranan yang besar dalam mendorong pegawai untuk
bekerja (Moekijat, 1989).
Semakin tinggi jumlah upah/gaji yang diterima karyawan, maka semakin
tinggi kepuasan yang dirasakan. Terdapat bukti bahwa cara organisasi mengelola
besarnya pay level karyawan dapat mempengaruhi kepuasan terhadap imbalan
yang dirasakan karyawan tersebut. Selain itu, pay system yang berlaku di
perusahaan juga mempengaruhi kepuasan karyawan dikarenakan karyawan
seringkali mempunyai standar pay system yang mereka anggap sesuai. Jika
karyawan menganggap bahwa pembayaran seharusnya berdasarkan tingkat jasa
atau pelayanan yang diberikan, sistem dimana karyawan yang lebih senior dibayar
lebih tinggi, akan lebih menimbulkan kepuasan. Sementara beberapa bentuk
sistem insentif akan lebih memuaskan bila karyawan menginginkan mereka
dibayar berdasarkan performansi mereka. Seperti halnya pay level dan pay system,
benefit yang diterima juga akan mempengaruhi kepuasan karyawan.
Bagaimanapun dalam hal pengadministrasian upah dan gaji, para atasan harus
(52)
memungkinkan mereka untuk tetap dapat memotivasi, mempertahankan serta
memuaskan para karyawannya (Heneman, dkk., 1986).
Menurut Schuler (1987) perusahaan harus memastikan para karyawannya
puas terhadap imbalan yang mereka terima untuk meminimalisir indikasi turunnya
semangat kerja karyawan seperti turnover dan ketidakhadiran. Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa pemberian kompensasi seperti upah, gaji, benefit dan
insentif dapat memberikan pengaruh terhadap semangat kerja karyawan.
Cherrington (1994) menambahkan bila kompensasi material dan nonmaterial yang
diterimanya semakin memuaskan, maka semangat bekerja seseorang dan prestasi
kerja karyawan semakin meningkat.
Davis (2000) menyatakan bahwa semangat kerja merupakan suasana kerja
yang positif yang terdapat dalam suatu organisasi dan terungkap dalam sikap
individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk di
dalamnya lingkungan, kerjasama dengan orang lain yang secara optimal sesuai
dengan kepentingan dan tujuan perusahaan. Nitisemito (1996) berpendapat bahwa
apabila suatu perusahaan mampu meningkatkan semangat kerja maka mereka
akan memperoleh banyak keuntungan. Peningkatan semangat kerja membuat
pekerjaan akan lebih cepat terselesaikan, kerusakan akan dapat dikurangi, absensi
akan dapat diperkecil, kemungkinan perpindahan karyawan dapat diperkecil
seminimal mungkin.
Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh sebuah kerangka pemahaman
bahwa program kompensasi akan meningkatkan semangat kerja karyawan apabila
(53)
karyawan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepuasan terhadap
kompensasi merupakan salah satu prediktor positif terhadap semangat kerja
karyawan.
D. Hipotesa Penelitian
Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Hipotesa mayor : Kepuasan kompensasi merupakan prediktor positif bagi
semangat kerja karyawan.
Hipotesa minor :
1. Kepuasan terhadap pay level merupakan prediktor positif bagi semangat
kerja karyawan.
2. Kepuasan terhadap pay system merupakan prediktor positif bagi semangat
kerja karyawan.
3. Kepuasan terhadap benefit merupakan prediktor positif bagi semangat
(54)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan unsur penting dalam suatu penelitian ilmiah
karena metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat menentukan apakah
penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan atau tidak (Hadi, 2000).
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilihat dari tingkat eksplanasi atau tingkat penjelasan
termasuk penelitian korelasional. Hal ini dikarenakan, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, yaitu antara variabel “kepuasan
terhadap kompensasi” dan variabel “semangat kerja”. Dilihat dari jenis data dan
analisis datanya penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, karena analisis
datanya lebih mengutamakan statistik (Azwar, 2004).
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah :
Variabel kriteria (Criteria Variable) : Semangat Kerja
Variabel prediktor (Predictor Variable) : Kepuasan Kompensasi
- Kepuasan terhadap Pay Level
- Kepuasan terhadap Pay System
(55)
C. Definisi Operasional 1. Semangat Kerja
Semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang
memungkinkan seseorang bekerja untuk menghasilkan kerja lebih banyak dan
lebih baik serta merupakan suasana kerja yang positif yang terdapat dalam suatu
organisasi dan terungkap dalam sikap individu maupun kelompok yang
mendukung seluruh aspek kerja termasuk di dalamnya lingkungan, kerjasama
dengan orang lain yang secara optimal sesuai dengan kepentingan dan tujuan
perusahaan (Davis, 2000).
Semangat kerja diungkap melalui skala semangat kerja yang disusun
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Carlaw, Deming dan Friedman (2003)
melalui delapan ciri-ciri individu yang memiliki semangat kerja tinggi, yaitu :
tersenyum dan tertawa, memiliki inisiatif, berpikir secara luas dan kreatif,
menikmati apa yang sedang dilakukan, tertarik dengan pekerjaannya, bertanggung
jawab, memiliki kemauan bekerja sama dan berinteraksi secara informal dengan
atasan. Total skor yang diperoleh pada skala semangat kerja menggambarkan
tingkat semangat kerja karyawan. Semakin tinggi skor skala semangat kerja yang
diperoleh pada karyawan, menunjukkan semakin tinggi tingkat semangat kerja
karyawan. Sebaliknya, semakin rendah skor skala semangat kerja yang diperoleh
(56)
2. Kepuasan Kompensasi
Kepuasan kompensasi dapat diartikan sebagai suatu suatu fungsi dari
perbedaan persepsi karyawan terhadap seberapa besar imbalan yang seharusnya
mereka terima dengan apa yang sudah mereka terima (Milkovich & Newman,
2002; Heneman, dkk.,1986).
Heneman, dkk. (1986) mengemukakan bahwa:
a. Kepuasan terhadap Pay Level merupakan kepuasan terhadap tingkat upah/ gaji
yang diterima karyawan Tingkat atau struktur upah atau gaji ini sendiri terkait
dengan hirarki pekerjaan yang ada di dalam organisasi, kemudian berdasarkan
hirarki tersebut organisasi menetapkan besar upah/gaji karyawan, serta dalam
membuat struktur upah/gaji dan hirarki pekerjaan tersebut harus
mempertimbangkan kriteria keadilan baik eksternal maupun internal. Keadilan
internal terkait upah/gaji yang diterima karyawan berdasarkan kontribusi yang
diberikan dalam melaksanakan pekerjaan sedangkan keadilan eksternal
berhubungan dengan tingkat upah/gaji dalam pasar tenaga kerja. Hal ini
penting untuk memperhatikan keadilan eksternal apalagi ketika para karyawan
membandingkan tingkat upah/gaji yang diterima di organisasi tempat ia
bekerja dengan tingkat upah/gaji di organisasi lain yang setara karena akan
mempengaruhi kepuasan para karyawan terhadap kompensasi yang
diterimanya khususnya upah/gaji.
(57)
b. Kepuasan terhadap Pay System merupakan kepuasan terhadap sistem atau
metode pengupahan individual yang berlaku dalam organisasi apakah sistem
pendekatan konvensional yang mempertimbangkan senioritas, keahlian kerja,
performansi kerja atau kedua-duanya, kemudian pendekatan insentif yang
lebih mengutamakan apa yang dihasilkan karyawan secara individual ataupun
per kelompok untuk menentukan kenaikan yang diperoleh yang tentunya
berdasarkan aturan yang sudah dibuat dan dinegosiasikan perusahaan, atau
pendekatan bonus berdasarkan kebijakan organisasional seperti cost-saving
dan profit sharing. Kepuasan ini umumnya terkait dengan kriteria yang
ditetapkan organisasi untuk menentukan besar atau kenaikan upah/gaji
karyawan, sesuai dengan kebijakan dan pendekatan yang diberlakukan oleh
organisasi atau perusahaan sehingga para karyawan sendiri bisa mengetahui
besar upah/gaji atau bahkan kenaikan yang akan mereka peroleh.
c. Kepuasan terhadap Benefit merupakan kepuasan terhadap bentuk kompensasi
tidak langsung yang diterima karyawan yang di dalamnya termasuk asuransi
jiwa dan kesehatan, perencanaan pensiun, pembayaran untuk waktu tidak
bekerja (seperti liburan dan jalan-jalan), serta biaya pemeliharaan. Beberapa
benefit diberikan berdasarkan keanggotaan karyawan dalam organisasi (seperti
hari libur, asuransi jiwa), kemudian bisa saja bergantung pada lamanya
karyawan bekerja dalam suatu organisasi serta dapat juga bergantung pada
(58)
personal maupun karakteristik pekerjaan bentuk benefit lain seperti dana
rencana pensiun dan asuransi hidup
Kepuasan kompensasi diungkap melalui skala kepuasan kompensasi yang
disusun berdasarkan 3 aspek kepuasan kompensasi yang dikemukakan oleh
Heneman, dkk. (1986) yaitu kepuasan terhadap (1) Pay Level (2) Pay System (3)
Benefit.
Total skor yang diperoleh pada skala kepuasan kompensasi
menggambarkan tingkat kepuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima.
Semakin tinggi skor skala kepuasan kompensasi yang diperoleh pada karyawan,
menunjukkan semakin tinggi tingkat kepuasan terhadap kompensasi pada para
karyawan. Sebaliknya, semakin rendah skor skala kepuasan kompensasi yang
diperoleh karyawan menunjukkan semakin rendah tingkat kepuasan karyawan
terhadap kompensasi yang diterima.
D. Populasi, Sampel, dan Cara Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran
yang menjadi objek penelitian atau populasi merupakan objek atau subjek yang
berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan
masalah penelitian (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan
tetap di perusahaan.
Sugiyono (2004) mengatakan bahwa bila populasi besar dan peneliti tidak
(59)
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel
yang diambil dari populasi itu. Untuk itu sampel yang diambil harus betul–betul
representatif (mewakili). Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Hal yang senada juga dikemukakan Hadi
(2000) bahwa sampel merupakan sebahagian dari populasi atau sejumlah
penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai
paling sedikit satu sifat yang sama.
Karaktetistik populasi dalam penelitian ini adalah :
1. Guru dan karyawan tetap YPK Budi Murni Medan
2. Sudah bekerja selama minimal 2 tahun dimana diasumsikan karyawan yang
sudah bekerja minimal selama 2 tahun sudah cukup memiliki pemahaman
tentang nilai-nilai, tujuan dan aturan yayasan.
2. Cara Pengambilan Sampel
Hadi (2000) menyatakan bahwa sampling adalah cara yang digunakan
untuk mengambil sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cluster sampling. Menurut Azwar (2004) pengambilan
sampel dengan cara klaster (cluster sampling) adalah melakukan randomisasi
terhadap kelompok, bukan terhadap subjek secara individual.
Tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal yang digunakan sebagai
sampel penelitian. Secara tradisional statistika menganggap bahwa jumlah sampel
(60)
menyatakan bahwa menetapkan jumlah sampel yang banyak lebih baik daripada
menetapkan jumlah sampel yang sedikit.
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala. Skala
adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek
afektif, kognitif dan konatif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis
yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2001). Ada dua buah
skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala semangat kerja dan skala
kepuasan terhadap kompensasi.
1. Skala semangat kerja
Skala semangat kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
psikologis yang terdiri dari butir pernyataan yang disusun oleh peneliti
berdasarkan delapan ciri-ciri individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi
yang disusun oleh Carlaw, Deming dan Friedman (2003) .
Skala yang digunakan adalah Skala model Likert dengan 4 (empat) buah
alternatif jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan
Sangat Tidak Setuju (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan mendukung
dan tidak mendukung. Nilai setiap pilihan bergerak dari 1 sampai 4. Bobot
penilaian untuk pernyataan mendukung yaitu SS=4, S=3, TS=2 dan STS=1.
sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan tidak mendukung yaitu SS=1, S=2,
(61)
Tabel 1. Blue print skala semangat kerja sebelum uji coba
No .
Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Semangat Kerja
Tinggi
Jenis Aitem
Jlh f(%)
Mendukung Tidak Mendukung
1. Tersenyum dan tertawa
a. Melakukan pekerjaan
dengan sukacita, gembira, tidak ada masalah dengan pekerjaan.
b.Memiliki kepercayaan
bahwa pekerjaannya merupakan bagian dari hidupnya
1,15,20 8,28,43 6 12,5
2. Memiliki inisiatif
a. Tidak membutuhkan
pengawasan dan tanpa diperintah oleh atasan
dengan tujuan memperbaiki atau
meningkatkan hasil pekerjaan.
b. Bertindak melebihi yang dituntut atau ditargetkan pekerjaan namun tetap mematuhi aturan.
2,5,12 36,38,48 6 12,5
3 Berpikir kreatif dan luas
a. Memiliki kepercayaan
diri untuk menyelesaikan pekerjaannya.
b.Berupaya menemukan
cara baru yang lebih
efisien dalam
menyelesaikan pekerjaan.
c. Menggunakan berbagai
pendekatan dalam mengatasi persoalan.
10,16,27 21,40,47 6 12,5
4. Menyenangi apa yang sedang dilakukan
a. Antusias untuk tetap
meneruskan pekerjaannya.
b. Tidak mengalami
kebosanan dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
(62)
5. Tertarik dengan pekerjaannya
a. Menaruh minat pada
pekerjaan karena sesuai dengan pendidikan, keterampilan dan keahlian yang dimiliki.
b. Ingin segera tiba di
tempat kerja, tidak pernah absen, tidak memiliki
keinginan untuk mengundurkan diri atau
pindah kerja.
9,26,33 14,23,34 6 12,5
6. Bertanggung jawab
a. Menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya. b. Memiliki keinginan untuk
memperbaiki kesalahan dalam pekerjaan.
c. Bersungguh-sungguh
dalam menyelesaikan pekerjaan sampai selesai.
19,25,41 17,31,39 6 12,5
7. Memiliki kemauan bekerja sama
a. Bersedia untuk
berinteraksi dan bekerjasama dengan pekerja lain untuk
mempermudah dan mempertahankan kualitas kerja.
b. Ikut berpartisipasi untuk
mencapai tujuan perusahaan.
13,42.45 6,18,29 6 12,5
8. Berinteraksi secara informal dengan atasan
a. Menjaga hubungan baik dengan atasan.
b. Berinteraksi di luar jam kerja tanpa rasa takut atau tertekan.
c. Mengadakan kegiatan bersama dengan atasan untuk menambah keakraban.
24,30,46 11,35,37 6 12,5
(63)
2. Skala kepuasan kompensasi
Skala kepuasan terhadap kompensasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah skala psikologis yang terdiri dari butir pernyataan yang disusun oleh
peneliti berdasarkan 3 aspek kepuasan kompensasi yang dikemukakan oleh
Heneman, dkk. (1986).
Skala yang digunakan adalah Skala model Likert dengan 4 (empat) buah
alternatif jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan
Sangat Tidak Setuju (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan mendukung
dan tidak mendukung. Nilai setiap pilihan bergerak dari 1 sampai 4. Bobot
penilaian untuk pernyataan mendukung yaitu SS=4, S=3, TS=2 dan STS=1.
sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan tidak mendukung yaitu SS=1, S=2,
TS=3 dan STS=4.
Tabel 2. Blue print skala kepuasan kompensasi sebelum uji coba
No.
Aspek-aspek Kepuasan Kompensasi
Jenis Aitem
Jlh f(%)
Fav Unfav
1. Pay Level 1,9,24,27,29 5,8,10,11,15,18 11 36,7%
2. Pay System 2,14,17,22 3,6,12,21,25,26 10 33,3%
3. Benefit 7,13,19,20,28,30 4,16,23 9 30%
(64)
F. Validitas, Reliabilitas, dan Daya Beda Aitem 1. Validitas Alat Ukur
Pengujian validitas diperlukan untuk mengetahui apakah skala penelitian
ini mampu menghasilkan data akurat sesuai dengan tujuan ukurnya. Validitas alat
ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu validitas yang
menunjukkan sejauh mana aitem dalam skala diungkap oleh tes tersebut. Hal ini
berarti isi alat ukur tersebut harus komprehensif dan memuat isi yang relevan serta
tidak keluar dari batasan alat ukur (Azwar, 2000). Penilaian validitas isi
tergantung pada penilaian subjektif individual. Hal ini dikarenakan estimasi
validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun melainkan hanya
analisis rasional (Azwar, 2000). Untuk mengetahui apakah skala yang disusun
oleh peneliti sudah valid, peneliti meminta pertimbangan dari dosen pembimbing
selaku professional judgement untuk memeriksa skala.
2. Reliabilitas Alat Ukur
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana suatu hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach. Teknik ini
merupakan teknik yang sesuai untuk memeriksa konsistensi internal dalam sebuah
tes karena koefisien konsistensi internal adalah indeks homogenitas isi dan
kualitas item (Azwar, 2000). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas
(rxx) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin
(1)
11. Jika ada masalah dalam pekerjaan, maka saya dan rekan kerja bersama-sama mencari solusinya
12. Pekerjaan saya saat ini tidak sesuai dengan keahlian yang saya miliki
13. Sulit bagi saya untuk bekerja sama dengan rekan-rekan kerja saya
14. Bila mengalami kegagalan dalam pekerjaan, saya memperbaikinya segera 15. Saya tidak pernah mencoba pendekatan
baru dalam menyelesaikan masalah dalam pekerjaan
16. Saya mengundurkan diri jika saya merasa tidak menguasai pekerjaan saya 17. Saya senantiasa memelihara hubungan
baik dengan atasan saya
18. Saya bekerja lembur bila ada pekerjaan saya yang belum selesai
19. Saya senang dengan pekerjaan saya saat ini karena dapat mengaplikasikan ilmu dan keterampilan yang saya miliki
20. Jika merasa kesulitan saya akan mencoba cara baru untuk menyelesaikan pekerjaan saya
(2)
21. Pekerjaan saya saat ini membuat hidup saya tidak tenang
22. Saya lebih suka bekerja sendiri daripada bekerja sama dengan rekan kerja
23. Saya senang bertukar pikiran dengan atasan untuk mengatasi masalah yang saya hadapi dalam pekerjaan
24. Saya tidak bersedia lembur bila ada pekerjaan yang belum selesai karena dapat dilakukan esok hari
25. Saya sering tidak bergairah untuk melanjutkan pekerjaan saya
26. Saya ingin pindah kerja karena saya bosan dengan pekerjaan saya saat ini 27. Saya enggan mendiskusikan masalah
yang saya hadapi dengan atasan
28. Saya merasa tidak perlu meningkatkan kinerja karena sudah mendapat penilaian yang baik dari atasan
29. Saya akan mengerjakan tugas saya jika atasan ada di tempat
30. Saya memeriksa kembali tugas yang telah saya kerjakan agar tidak terjadi kesalahan
(3)
31. Saya dan rekan kerja bekerja sama dengan baik agar tujuan perusahaan dapat tercapai
32. Saya suka menunda pekerjaan saya jika tidak mendesak untuk diselesaikan
33. Saya menghargai kritik yang membangun yang diberikan oleh rekan kerja saya
34. Saya selalu mendiskusikan masalah yang saya hadapi dengan atasan
SKALA II
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya puas dengan upah / gaji yang saya terima saat ini
2. Yayasan jarang memberikan kenaikan gaji atau upah pada para karyawan
3. Tidak semua karyawan memperoleh tunjangan dan jaminan kesejahteraan 4. Struktur pengupahan yang berlaku tidak
dikelola dan dijalankan dengan baik 5. Saya tidak puas dengan gaji/ upah yang
(4)
6. Sistem pengupahan yang diterapkan yayasan tidak konsisten
7. Yayasan tidak menyesuaikan beban kerja yang diberikan dengan gaji/ upah yang diterima
8. Tidak ada gunanya saya meningkatkan performa kerja jika kenaikan gaji/upah tidak didasarkan pada kinerja saya selama ini
9. Yayasan memberikan fasilitas dan jaminan kesejahteraan yang mendukung pekerjaan saya
10. Prosedur kenaikan gaji atau upah yang berlaku sudah adil dan layak
11. Dengan beban kerja yang diberikan kepada saya saat ini sudah seharusnya saya memperoleh gaji yang lebih besar dari sebelumnya
12. Sistem pengupahan yang berlaku dikelola dan dijalankan secara konsisten 13. Keuntungan yang saya peroleh selama
bekerja disini membuat saya puas menjalani pekerjaan saya saat ini
(5)
14. Adanya biaya pemeliharaan dan tunjangan lainnya membuat saya tertarik dengan pekerjaan saya saat ini
15. Saya merasa kriteria yang ditetapkan yayasan untuk menentukan kenaikan upah/gaji tidak sesuai
16. Aturan kenaikan gaji atau upah yang berlaku di yayasan jelas dan terbuka
17. Prosedur yang diberlakukan yayasan untuk mendapatkan jaminan kesehatan sangat rumit
18. Saya merasa upah/gaji yang diberikan sudah adil dan sesuai kebijakan yang berlaku
19. Sistem pengupahan yang berlaku tidak mencerminkan keadilan
20. Gaji/upah yang saya terima lebih rendah dibandingkan di yayasan lain yang sejenis untuk posisi pekerjaan yang sama 21. Gaji yang saya terima sesuai dengan
beban kerja yang diberikan kepada saya 22. Saya merasa tenang mengerjakan tugas
karena adanya jaminan dan tunjangan dari yayasan
(6)
23. Setiap karyawan yang berada pada posisi pekerjaan yang sama mendapat gaji yang sama
24. Jaminan kesejahteraan dan keuntungan lain yang saya peroleh membuat saya senang menjalani pekerjaan saya saat ini