Tahap Observasi dan Analisis

Tabel 4.4 Hasil Angket Respon Siswa pada Siklus I No Kategori Frekuensi Rata-rata 1 Positif 18 64,29 2 Negatif 10 35,71 Jumlah 28 100 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa respon positif siswa selama pembelajaran sisklus I lebih besar dibandingkan dengan respon yang negatif. Hal ini berarti sebagian besar siswa menyatakan respon yang positif terhadap model pembelajaran CIRC. Pendapat-pendapat siswa tersebut baik yang positif maupun negatif akan dijadikan bahan refleksi untuk tindakan pembelajaran selanjutnya. Hampir seluruh siswa yang menunjukkan respon negatif ialah siswa yang selama pembelajaran masih terlihat belum aktif serta memiliki nilai harian yang masih rendah. Hal inilah yang akan dijadikan bahan acuan refleksi untuk tindakan pembelajaran selanjutnya. Tabel 4.5 Hasil Tes Soal Cerita Matematika Siklus I Nilai Frekuensi Frekuensi kumulatif Frekuensi kumulatif 37 – 45 3 3 10,71 46 – 54 2 5 17,86 55 – 63 5 10 35,71 64 – 72 4 14 50,00 73 – 81 8 22 78,57 82 – 90 4 26 92,86 91 – 99 1 27 96,43 100 – 108 1 28 100,00 Jumlah 28 Rata-rata 70,06 10 8 2 4 6 Frekuensi 36,5 45,5 54,5 63,5 72,5 81,5 90,5 Nilai 99,5 108,5 Adapun hasil kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika siklus I dalam penelitian ini akan terlihat melalui hasil tes kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dalam siklus I. Sebagaimana yang tersaji dalam Tabel 4.5 di atas yang menunjukkan hasil tes kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa pada siklus I. Tabel 4.6 Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I Siswa yang tuntas 18 Siswa yang tidak tuntas 10 Persentase siswa yang tuntas 64,29 Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa terdapat sekitar 35,71 yang belum tuntas indeks keberhasilan siswa dan 64,29 yang telah tuntas. Hal ini mengalami kenaikan dari saat sebelum diberikan tindakanpra penelitian. Dari hasil nilai kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, diperoleh nilai terendah 40 dan nilai tertinggi 100, rata-rata 70,06. Hasil tes kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa pada siklus I ini disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut : Gambar 4.6 Grafik Histogram dan Polygon Distribusi Frekuensi Hasil Tes Akhir Siklus I 36.5 45.5 54.5 63.5 72.5 81.5 90.5 99.5 108.5 Berdasarkan Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa kemampuan menyelesaikan soal cerita matematik siswa pada siklus I menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh nilai diatas rata-rata lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang memperoleh nilai dibawah rata-rata. Pada siklus I persentase siswa yang mencapai indeks keberhasilan mengalami peningkatan yaitu sebesar 64,29, sedangkan siswa yang belum mencapai indiks keberhasilan sebesar 35,71 dari 28 siswa. Jika dilihat dari nilai rata-rata 70,06 sudah mencapai indikator keberhasilan kinerja yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu ≥ 70. Meskipun pencapaiannya belum optimal. Sedangkan masing-masing indikator kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa dapat dilihat berdasarkan hasil persentase skor yang diperoleh pada siklus I, sebagai berikut: Tabel 4.7 Persentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Siklus I Indikator Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Persentase Kategori Memahami soal 69,05 Cukup Membuat model matematika 66,82 Cukup Menyelesaikan model matematika 75,20 Baik Menafsirkan model matematika 69,64 Cukup Rata-rata 70,18 Baik Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa dari keempat indikator kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa hanya ada satu indikator yang mencapai kategori baik yaitu kemampuan menyelesaikan model matematika. Untuk tahap memahami soal, membuat model dan menafsirkan model matematika siswa mencapai kategori cukup. Rata-rata skor dari keempat indikator adalah 70,18 dengan kategori baik.Sehingga kemampuan untuk memahami soal, membuat model dan menafsirkan model matematika masih perlu diperbaiki untuk penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya siswa kelas VIII-H lebih menguasai satu indikator dari keempat yang ada. Pada kemampuan memahami masalah secara algoritma masih kurang, dikarenakan siswa sudah pesimis terlebih dahulu saat melihat soal cerita matematik yang berkalimat cukup panjang, sehingga diperlukan perbaikan proses untuk membiasakan tiap siswa lebih sering berhadapan dengan soal bentuk uraian cerita dan mampu menuliskan informasi yang terdapat pada soal tersebut, sehingga tidak mengandalkan teman yang lainnya. Selanjutnya, sebagian siswa cenderung mengabaikan tahap menafsirkan model, menyebabkan kemampuan mereka pada tahap tersebut dikategorikan cukup. Hal ini dikarenakan siswa tidak terbiasa untuk menyampaikan kesimpulan dengan mengggunakan kalimat dari hasil proses penyelesaian hitung mereka. Untuk tahap membuat model matematika yang paling rendah pencapaiannya yaitu 66,82 kategori cukup.

d. Tahap Refleksi

Tahap refleksi ini dilakukan oleh peneliti dan observer setelah melakukan analisis pada siklus I. Berdasarkan hasil analisis pada observasi, angket, wawancara dan tes akhir siklus I yaitu tes kemampuan menyelesaikan soal cerita ditemukan beberapa kekurangankendala pada siklus I sebagai berikut: 1 Terdapat sebagian siswa yang hanya menyalin jawaban teman sebangkunya atau teman sekelompoknya di dalam penyelesaian LKS secara individu. Penyebab kekurangan ini adalah siswa belum terbiasa menggunakan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita dalam pembelajaran matematika. Dengan adanya kekurangan ini, peneliti harus lebih dapat membimbing dan memastikan siswa agar menggunakan kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dalam mengerjakan LKS. Salah satunya melatih siswa dalam menyelesaikan soal dengan lebih terarah, yaitu dengan bantuan kalimat instruksi yang terdapat pada LKS. 2 Proses diskusi yang dilakukan siswa masih kurang optimal Pada saat proses diskusi, penggunaan lembar kerja sebagai alat untuk mereka menuangkan hasil jawaban sudah cukup baik. Siswa menjadi lebih mudah memahami pelajaran. Hanya saja proses diskusi masih kurang optimal. Hal ini disebabkan karena masih ada siswa yang terlihat tidak serius dalam berdiskusi . Selain itu, siswa yang berkemampuan tinggi masih belum bisa diandalkan untuk mengajarkan kepada teman yang lainnya. Siswa masih terlihat bingung dalam menanggapi pertanyaan. Peneliti mengamati bahwa ada beberapa tindakan perbaikan untuk di siklus II agar proses diskusi berjalan dengan baik. Faktor-faktor yang harus di perbaiki adalah: a Pengelompokan siswa berdasarkan kedekatan masing-masing siswa sehingga mereka merasa cocok dan saling membantu. b Siswa berkemampuan tinggi lebih peduli dengan teman sekelompoknya dan menjadi tutor sebaya. 3 Proses persentasi siswa masih terlihat monoton Proses ini masih terlihat monoton. Hal ini dikarenakan ketika peneliti menyuruh siswa untuk menjelaskan hasil diskusi kelompoknya, siswa yang selalu menjelaskan adalah siswa yang sama yaitu siswa yang berkemampuan akademik tinggi, bagi siswa bekemampuan sedang dan rendah cenderung enggan melakukannya. Berdasarkan data wawancara pada salah satu subjek penelitian diperoleh keterangan bahwa, dalam segi bahasa penyampaian penjelasan tugas proyek yang disampaikan oleh siswa berkemampuan akademik tinggi cenderung lebih mudah dipahami. Dalam keterangan lain bahwa siswa berkemampuan sedang mau berusaha menjelaskan ke temannya yang berkemampuan rendah. 4 Kemampuan menyelesaikan soal cerita yang masih rendah Hal ini terlihat dari hasil tes kemampuan menyelesaikan soal cerita diperoleh rata-rata siswa sebesar 70,06, dengan rataan dari tiap indikator dalam kategori baik. Indikator dalam kemampuan menyelesaikan soal cerita yang diamati diantaranya yaitu pada indikator menyelesaikan model matematika mencapai kategori baik. Sedangkann pada indikator memahami soal, membuat model dan menafsirkan model mencapai kategori cukup. Terlihat dari keempat indikator operasional menyelesaikan soal cerita tersebut hanya indikator menyelesaikan model yang mencapai kategori baik. Penyebab kekurangan ini adalah masih kurangnya siswa menggunakan kemampuan matematis dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan pada proses pembelajaran. Dengan adanya kekurangan ini, peneliti harus lebih dapat membimbing siswa agar dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. 5 Respon Siswa Pada siklus I bahwa respon siswa selama pembelajaran sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari hasil respon siswa yang menunjukan bahwa respon positif selama pembelajaran lebih tinggi dibanding respon negatif. Tetapi dalam hal ini masih banyak siswa yang memberikan respon negatif sebesar 35,71. Hal ini membuat peneliti membuat perbaikan selama proses pembelajaran di siklus II agar respon siswa terhadap pembelajaran matematika menjadi lebih baik. Seluruh hasil yang diperoleh dari pelaksanaan siklus I ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan penelitian belum tercapai, sehingga penelitian dilanjutkan pada tahap siklus II dengan hasil refleksi ini yang digunakan sebagai perbaikan.

C. Penelitian Siklus II

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan peneliti menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator yang akan dicapai pada siklus II dan menyusunnya menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran RPP. Selain itu untuk menunjang pembelajaran disusun pula lembar permasalahan atau lembar kerja siswa, dan instrumen tes siklus II. Dengan guru kolaborator peneliti mendiskusikan RPP, dan merencanakan pelaksanaan yang menjadi perbaikan-perbaikan tindakan untuk siklus II berdasarkan hasil refleksi siklus I.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan pada siklus II ini terdiri dari 5 pertemuan pertemuan ke-6 sampai ke-10. Pada pertemuan ke-6 sampai pertemuan ke-9 peneliti memberikan pembelajaran dengan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition CIRC dan memberikan tes formatif siklus II dipertemuan ke-10. Model pembelajaran yang diterapkan terhadap subjek penelitiansiswa pada pelaksanaan tindakan siklus II ini dilaksanakan perbaikan- perbaikan berdasarkan hasil refleksi siklus I yaitu dengan merubah anggota kelompok yang tetap heterogen tetapi merubah anggota kelompok disesuaikan dengan kedekatan anggota kelompok. Siklus II ini terdiri dari 4 kali intervensi tindakan pembelajaran dan 1 kali tes diakhir siklus II, pelaksanan tindakan ini dimulai tanggal 2 Mei 2013 sampai dengan 30 Mei 2013, dengan alokasi waktu masing-masing tindakan dan tes adalah 2 x 35 menit 2 jam pembelajaran. Berikut ini adalah deskripsi data hasil intervensi tindakan siklus II pada setiap pertemuan:

1. Pertemuan ke-6 Kamis, 2 Mei 2013

Pertemuan ke-6 yang merupakan pertemuan pertama di siklus II membahas mengenai materi menentukan unsur-unsur dan membuat jaring-jaring prisma. Siswa yang hadir dalam pertemuan ini adalah 27 orang 1 orang siswa berhalangan hadir dikarenakan sakit. Peneliti memberikan pertanyaan kepada siswa mengenai pengetahuan siswa terhadap materi bangun prisma. Dari beberapa jawaban siswa terlihat bahwa sebagian besar siswa tidak ingat terhadap materi yang pernah dibahas pada jenjang SD. Kemudian peneliti memberikan beberapa contoh mengenai bangun prisma dan memberikan pertanyaan mengenai kesimpulan yang didapat berdasarkan beberapa contoh yang diberikan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading and composition) terhadap kemampuan menyesaikan soal cerita matematika (studi eksperimen di SMPN 238 Jakarta)

0 5 88

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

0 1 53

ANALISIS KESALAHAN SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DALAM MENYELESAIKAN Analisis Kesalahan Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama dalam Menyelesaikan Soal Cerita (Penelitian di SMP Negeri 2 Sawit).

0 1 14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) BERMEDIAKAN KARTU SOAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA POKOK BAHASAN PECAHAN (PTK Kel

0 0 16

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERITA FIKSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIF Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Fiksi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ ( Cooperative Integrad

0 1 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERITA FIKSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Fiksi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ ( Cooperative Integrad Reading And Composition ) Siswa Kelas

0 0 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

2 6 52

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MERINGKAS ISI BUKU CERITA.

0 0 6

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA PADA SISWA SD | Kamsiyati | Paedagogia 6361 13532 1 SM

0 0 12

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA DENGAN MODEL POLYA DI KELAS III SEKOLAH DASAR

0 0 7