Tabel 4.15 Rekapitulasi Persentase Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Tiap Indikator Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan  data  yang  telah  dipaparkan  pada  Tabel  4.15,  menunjukkan bahwa pembelajaran matematika melalui  CIRC dapat  meningkatkan kemampuan
menyelesaikan  soal  cerita  matematik  siswa.  Kegiatan  belajar  juga  menjadi  lebih kondusif karena siswa dibiasakan untuk menggunakan kemampuan matematisnya
dalam menemukan suatu rumus penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan.
Gambar 4.13 Diagram Batang Peningkatan Rata-rata
Tiap Indikator Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
69.05 66.82
75.20 69.64
81.89 74.75
75.51 82.65
MEMAHAMI SOAL MEMBUAT MODEL
MATEMATIKA MENYELESAIKAN MODEL  MENAFSIRKAN MODEL
Siklus I Siklus II
Indikator Kemampuan
Menyelesaikan Soal Cerita
Siklus I Siklus II
Persentase  Kategori  Persentase Kategori
Memahami soal
69,05 Cukup
81,89 Sangat
Baik Membuat model
66,82 Cukup
74,75 Baik
Menyelesaikan model
75,20 Baik
75,51 Baik
Menafsirkan model 69,64
Cukup 82,65
Sangat Baik
E. Pemeriksaan Keabsahan Data
Selain  tes  akhir  siklus  berupa  tes  kemampuan  menyelesaikan  soal  cerita, peneliti  juga  menggunakan  lembar  observasi,  wawancara  dan  angket.  Untuk
mendapatkan  data  yang  absah  dilakukan  teknik  triangulasi  terhadap  ketiga instrumen  tersebut.  Melalui  triangulasi,  peneliti  memeriksa  hasil  pengamatan
terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa dengan  model pembelajaran CIRC, apakah menunjukkan peningkatan atau tidak.
Wawancara  pada  guru  dilakukan  pada  kegiatan  pendahuluan  dan wawancara  kepada  siswa  dilakukan  setiap  akhir  siklus.  Tujuannya  untuk
memperkuat  kebenaran  data  hasil  observasi  dengan  keadaan  yang  sebenarnya. Wawancara  diajukan  kepada  beberapa  siswa  yang  memiliki  kemampuan  rendah,
sedang dan tinggi. Dari hasil wawancara tersebut siswa merasa pembelajaran lebih aktif dan membuat siswa memahami pelajaran.
Data  hasil  tes  menyelesaikan  soal  cerita  matematika  siswa  yang  diperoleh dari tes formatif akhir siklus selanjutnya dilakukan penskoran dalam skala 1-100.
Sebelum  dilakukan  penskoran  peneliti  terlebih  dahulu  membuat  pedoman penskoran  agar  hasil  skor  nilai  yang  diperoleh  siswa  bersifat  objektif.  Untuk
perhitungan  setiap  indikator  kemampuan  menyelesaikan  soal  cerita,  penskoran setiap  butir  soal  sesuai  dengan  kisi-kisi  penskoran.  Kemudian  setiap  butir  soal
dijumlahkan hasil penskorannya sesuai dengan jumlah butir soal setiap indikator dan dihitung persentasenya.
F. Hasil Temuan Penelitian
Pengamatan  terhadap  siswa  mulai  dilakukan  diawal  penelitian  melalui wawancara  terhadap  guru,  selanjutnya  melakukan  pengamatan  melalui  lembar
observasi  aktivitas  dan  melihat  nilai  rata-rata  hasil  tes  kemampuan  siswa menyelesaikan soal cerita matematika.
Dari  hasil  wawancara  guru  pada  observasi  awal  diketahui  bahwa kemampuan  siswa  menyelesaikan  soal  cerita  matematika  masih  rendah.  Siswa
belum  mampu  memberikan  dugaan  atas  penyelesaian  suatu  masalah  khususnya dalam  bentuk  soal  cerita,  siswa  belum  mampu  untuk  menarik  kesimpulan  dari
beberapa fakta yang dibuat, serta siswa belum mampu membuat suatu rumus yang tepat  terhadap  suatu  masalah  khususnya  dalam  bentuk  soal  cerita.  Hal  ini  sesuai
dengan  hasil  tes  siswa  pada  materi  sebelumnya  yang  dilakukan  oleh  guru,  dapat terlihat bahwa terdapat sekitar 50  siswa yang memiliki hasil tes dibawah KKM
66  .  Dalam  pembelajaran  matematika,  siswa  hanya  memperhatikan  dan mendengarkan  penjelasan  dari  guru  dan  mengandalkan  catatan  yang  dibuat  dari
guru. Selanjutnya, melalui observasi siswa dapat diketahui bahwa pada observasi awal aktivitas siswa masih pada kategori aktivitas kurang.
Berdasarkan  hal  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  kemampuan menyelesaikan  soal  cerita  matematika  siswa  masih  rendah.  Sehingga  peneliti
menghendaki  untuk  memperbaiki  proses  pembelajaran  matematika  di  kelas tersebut,  yaitu  dengan  menerapkan  model  pembelajaran  CIRC  sehingga
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematik siswa meningkat. Pembelajaran  dengan  model  pembelajaran  CIRC  dapat  meningkatkan
kemampuan  siswa  menyelesaikan  soal  cerita  matematika,  karena  pada  model pembelajaran CIRC siswa tidak diberikan materi secara langsung melainkan siswa
diarahkan  untuk  menemukan  sendiri  konsep  pada  setiap  topik  atau  materi.  Pada model  pembelajaran  CIRC,  pembelajaran  yang  diberikan  melalui  soal-soal
terapan ataupun contoh-contoh  serta informasi  yang berkaitan dengan kehidupan keseharian  siswa.  Sehingga,  siswa  jadi  terbiasa  untuk  berfikir  dan  menggunakan
kemampuan matematisnya dalam menarik suatu kesimpulan. Berdasarkan  data  yang  diperoleh  pada  siklus  I,  perolehan  rata-rata  tes
kemampuan menyelesaikan soal cerita sudah mencapai 70 karena hasil perolehan rata-rata pada siklus I sebesar 70,06 dan perolehan rata-rata persentase hasil skor
pada masing-masing indikator operasional kemampuan menyelesaikan soal cerita seperti  memahami  soal,  membuat  model  matematika,  menyelesaikan  model
matematika dan menafsrikan model matematika masih dalam kategori cukup dan belum masuk pada kategori baik. Sedangkan siswa yang tuntas mencapai 64,29.
Maka,  pembelajaran  masih  harus  dilakukan  dengan  berbagai  perbaikan  proses pembelajaran.
Kemudian,  rata-rata  aktivitas  siswa  selama  pembelajaran  pada  siklus  I sebesar  61,89  berkategori  cukup.  Selama  pembelajaran  berlangsung,  siswa
kurang  merespon  pembelajaran  yang  diberikan  guru  dan  peneliti.  Siswa  enggan berpikir,  mengajukan  dugaan  atas  penyelesaian  soal  matematika  yang  diajukan
peneliti, kurang tepat dalam menarik kesimpulan dan membuat suatu rumus atau konsep  yang  tepat.  Proses  diskusi  juga  kurang  mengoptimalkan  kemampuan
menyelesaikan  soal  cerita  matematika  siswa.  Dan  untuk  respon  yang  diberikan siswa  terhadap  pembelajaranpun  masih  ada  35,71  siswa  yang  memberikan
respon  negatif.  Hal  ini  dapat  dilihat  dari  pernyataan  siswa  pada  jawaban  angket siswa.
Pada  siklus  II,  secara  keseluruhan  data  telah  mengalami  peningkatan. Pertama  adalah  rata-rata  tes  kemampuan  menyelesaikan  soal  cerita  matematika
siswa mengalami peningkatan menjadi 77,19. Kedua adalah presentase hasil skor aktivitas  siswa  telah  masuk  pada  kategori  baik  sebesar  77,91.  Selama  proses
pembelajaran  CIRC  pada  siklus  II,  siswa  menunjukkan  sikap  antusias  dalam belajar  matematika,  siswa  merespon  pembelajaran  yang  diberikan  peneliti,
memberikan  alasan  yang  logis  atas  pertanyaan  yang  diajukan  peneliti, memberikan  dugaan  atas  penyelesaian  soal  matematika,  dapat  menarik
kesimpulan  serta  menemukan  suatu  rumus.  Hal  ini  dapat  terlihat  dari  respon negatif  siswa  yang  mengalami  penurunan  menjadi  17,86  siswa  yang
memberikan  respon  negatif.  Sehingga  diangggap  metode  diskusi  kelompok heterogen  yang  dibuat  peneliti  mampu  memfasilitasi  keinginan  siswa  untuk
bertukar pikiran. Siswa  mampu bekerja sama dengan baik  dengan kelompoknya, memikirkan  dan  mencari  penyelesaian  sendiri  soal-soal  matematika  yang
disajikan dalam lembar permasalahan. Ketiga adalah persentase hasil skor pada tiap-tiap indikator menyelesaikan
soal cerita matematika mengalami peningkatan dan termasuk dalam kategori baik. Yaitu  indikator  memahami  soal  meningkat  sebesar  12,84,  membuat  model
meningkat  sebesar  7,93,  menyelesaikan  model  meningkat  sebesar  0,31,  dan menafsirkan  model  meningkat  sebesar  13,01.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa
kriteria keberhasilan indikator yang telah ditetapkan telah tercapai sehingga siklus pembelajaran pun dihentikan.
Temuan  menarik  yang  diperoleh  peneliti  selama  penelitian  berlangsung yaitu kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa meningkat dengan
menggunakan  model pembelajaran CIRC. Hal  ini berdasarkan hasil pengamatan, tes
kemampuan menyelesaikan
soal cerita
matematika dan
lembar angketwawancara  terlihat  bahwa  siswa  lebih  dapat  menggunakan  dan
mengembangkan strategi dalam pembelajaran. Peningkatan  kemampuan  menyelesaikan  soal  cerita  matematika  siswa
terlihat  dari  hasil  nilai  rata-rata  tes  kemampuan  menyelesaikan  soal  cerita matematika  pada  tiap  siklus  dan  persentase  hasil  skor  kemampuan  tiap  indikator
menyelesaikan soal cerita yang diperoleh dari soal tes kemampuan menyelesaikan soal cerita yang dijujikan tiap akhir siklus.