30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Ekstraksi Serat Mesokarp Kelapa Sawit
Hasil ekstraksi dari 20 kg serat mesokarp kelapa sawit dengan menggunakan pelarut n-heksan 80 L, kemudian dipekatkan dengan rotary
evaporator pada suhu ±40°C sampai diperoleh ekstrak berupa minyak sebanyak 1,53 kg 7,65. Gambar ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 69.
4.2 Hasil Karakterisasi
Hasil karakterisasi serat dan ekstrak serat mesokarp kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 84.
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serat dan ekstrak mesokarp kelapa sawit
No Pemeriksaan
Kadar
1 Kadar air serat
4,31 2
Kadar air ekstrak 2,19
3 Kadar asam lemak bebas ekstrak
9,46 4
Nilai DOBI Deterioration of Bleachability Index ekstrak 3,63
5 Kadar karotenoid ekstrak
3835 ppm Berdasarkan hasil pada Tabel 4.1 di atas, mutu ekstrak serat mesokarp
kelapa sawit dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebas, karena jika kadar asam lemak bebas tinggi akan dapat menimbulkan ketidakstabilan pada sediaan krim
berupa warna, bau dan timbulnya jamur. Kadar air dapat mengakibatkan naiknya kadar asam lemak bebas, karena air menyebabkan hidrolisa pada trigliserida
dengan bantuan enzim lipase di dalam minyak tersebut Silaban, dkk., 2013. Hasil penetapan nilai DOBI dari ekstrak serat mesokarp kelapa sawit adalah 3,63.
Menurut SNI 01-2901-2006, tentang hubungan DOBI dengan kualitas yang baik
31 adalah 2,93-3,23. Hal ini diketahui bahwa ekstrak memiliki kualitas yang baik
karena di atas rentang dari nilai tersebut dan tingkat oksidasi ekstrak mesokarp kelapa sawit ini lebih baik dari Crude Palm Oil CPO, warnanya tidak pucat
sehingga masih kaya dengan karoten. DOBI dilakukan untuk menentukan tingkat oksidasi minyak ekstrak Jusoh, et al., 2013.
4.3 Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan
Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak serat mesokarp kelapa sawit dengan metode peredaman radikal DPPH 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl secara
spektrofotometri.
4.3.1 Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Pengukuran serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel. Data hasil pengukuran
panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 4.1 Kurva serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol
secara spektrofotometri visible
Hasil pengukuran serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel menunjukkan bahwa larutan
DPPH dalam metanol menghasilkan serapan maksimum sebesar 1,0361 ppm pada
32 panjang gelombang 516 nm dan termasuk dalam kisaran panjang gelombang sinar
tampak 400 nm - 800 nm Rohman, 2007.
4.3.2 Hasil analisis persen peredaman DPPH oleh sample uji
Aktivitas antioksidan ekstrak serat mesokarp kelapa sawit diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi DPPH pada menit ke-60 dengan adanya penambahan
larutan uji dengan konsentrasi 0,5 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm dan 15 ppm yang dibandingkan dengan kontrol DPPH tanpa penambahan larutan
uji. Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak serat mesokarp kelapa sawit dapat dilihat adanya penurunan nilai absorbansi DPPH yang diberi larutan uji terhadap
kontrol pada setiap kenaikan konsentrasi. Penurunan nilai absorbansi menunjukkan aktivitas antioksidan yang semakin besar. Penurunan nilai yang
terjadi terhadap DPPH karena adanya transfer elektron atom hidrogen antioksidan kepada DPPH, sehingga interaksi ini akan menetralkan radikal bebas dari DPPH.
Elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan ditandai dengan warna larutan yang berubah dari ungu tua menjadi kuning terang Molyneux, 2004.
Penurunan absorbansi dan persen peredaman DPPH dengan penambahan ekstrak serat mesokarp kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.2. Perhitungan persen
peredaman dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 88. dan hubungan antara konsentrasi dengan persen peredaman radikal bebas DPPH oleh ekstrak serat
mesokarp kelapa sawit dapat dilihat Gambar 4.2 pada halaman 33 berikut ini.
33
Tabel 4.2 Hasil penurunan absorbansi dan persen peredaman DPPH oleh
ekstrak serat mesokarp kelapa sawit
Larutan uji Konsentrasi ppm
Absorbansi Peredaman
Peredaman Rata-rata
I II
I II
ekstrak serat mesokarp
kelapa sawit
DPPH 1,01001
1,11523 0,5 ppm
0,95215 1,00623
5,72 9,77
7,75 2 ppm
0,81274 0,97241
19,53 12,80
16,17 4 ppm
0,65039 0,70581
35,60 36,71
36,16 8 ppm
0,4426 0,46826
56,17 58,01
57,1 10 ppm
0,40955 0,44531
60,64 60,07
60,36 12 ppm
0,3501 0,37915
65,33 66,00
65,67 15 ppm
0,30298 0,31946
70,00 71,35
70,68
Gambar 4.2 Hubungan konsentrasi dengan persen peredaman radikal bebas
DPPH oleh ekstrak serat mesokarp kelapa sawit.
4.3.3 Nilai IC
50
Nilai IC
50
diperoleh berdasarkan perhitungan persamaan regresi linier yang diperoleh dengan cara memplot konsentrasi larutan uji dan persen peredaman
DPPH sebagai parameter aktivitas antioksidan, dimana konsentrasi sampel ppm sebagai absis sumbu X dan nilai pemerangkapan sebagai ordinat sumbu Y.
Nilai IC
50
konsentrasi sampel uji yang mampu memerangkap radikal bebas sebesar 50 digunakan sebagai parameter untuk menentukan aktivitas
antioksidan sampel uji Prakash, 2001. Hasil nilai korelasi r
2
yang didapat 20
40 60
80 100
DPPH 0,5
2 4
8 10
12 15
P er
ed am
an
Konsentrasi ekstrak serat mesokarp kelapa sawit ppm
34 adalah 0,9323, dimana hasil regresi ini tidak sempurna akibat tidak dilakukannya
operating time dari DPPH, dan sulitnya mencampurkan 2 larutan yang memiliki perbedaan kepolaran antara pelarut n-heksan untuk ekstrak serat mesokarp kelapa
sawit dan pelarut metanol untuk DPPH, serta kekeliruan dalam memipet suatu larutan sehingga melewati batas kestabilan absorbansi dari campuran larutan yang
diukur di spektrofotometer UV-Visible. Persamaan regresi dan hasil analisis IC
50
dari ekstrak serat mesokarp kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Persamaan regresi dan hasil analisis IC
50
yang diperoleh dari ekstrak serat mesokarp kelapa sawit
Larutan Uji Persamaan regresi
IC
50
ppm
Ekstrak serat mesokarp kelapa sawit Y= 4,82 X + 8,19
8,67 Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa aktivitas antioksidan ekstrak
serat mesokarp kelapa sawit termasuk dalam kategori sangat kuat dengan nilai IC
50
sebesar 5,26 ppm. Senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC
50
kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC
50
bernilai 50 - 100 ppm, sedang jika IC
50
bernilai 100 - 150 ppm dan lemah jika IC
50
bernilai 151 - 200 ppm Mardawati, dkk., 2008.
4.4 Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim 4.4.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim
Hasil pengamatan homogenitas dari semua sediaan krim ekstrak serat mesokarp kelapa sawit dan blanko dapat dilihat pada Tabel 4.4 di Halaman 35 dan
gambarnya pada Lampiran 7 halaman 73. Uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui bahan-bahan sediaan krim apakah terdistribusi secara
merata.
35
Tabel 4.4 Data pengamatan homogenitas sediaan krim
Formula Lama Pengamatan Minggu
1 2
3 4
12
F1 -
- -
- -
- F2
- -
- -
- -
F3 -
- -
- -
- F4
- -
- -
- -
F5 -
- -
- -
- F6
- -
- -
- -
Keterangan: F: Formula, F1: blanko tanpa ekstrak dan krim ekstrak serat mesokarp kelapa sawit F2: 0,5, F3: 1 , F4: 2, F5: 3, F6:5,
√: ada butiran kasar, -: homogen
Berdasarkan hasil pengamatan homogenitas krim pada Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa sediaan krim yang dibuat tidak terdapat butiran kasar pada
gelas objek, maka semua sediaan krim dikatakan homogen. 4.4.2 Pemeriksaan tipe emulsi sediaan krim
Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Lampiran 7 halaman 73.
Tabel 4.5 Data kelarutan metil biru pada sediaan krim
No Formula Kelarutan Biru Metil pada Sediaan
Ya
Tidak
1 F1
√ -
2 F2
√ -
3 F3
√ -
4 F4
√ -
5 F5
√ -
6 F6
√ -
Keterangan: F: Formula, F1: blanko tanpa ekstrak dan krim ekstrak serat mesokarp kelapa sawit F2: 0,5, F3: 1 , F4: 2, F5: 3, F6:5
Hasil tipe emulsi sediaan krim pada tabel di atas, untuk semua sediaan krim menunjukkan warna biru metil dapat homogen atau tersebar merata di dalam krim
sehingga dapat dibuktikan bahwa sediaan krim yang dibuat mempunyai tipe
36 emulsi minyak dalam air ma Ditjen POM, 1985. Tipe emulsi ini memiliki
keuntungan yaitu lebih mudah menyebar di permukaan kulit, tidak lengket dan mudah dihilangkan dengan adanya pencucian.
4.4.3 Hasil pengukuran pH sediaan
Hasil pengukuran pH sediaan krim ekstrak serat mesokarp kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan pH meter. Tabel 4.6 di bawah ini,
memperlihatkan bahwa semakin banyak konsentrasi ekstrak serat mesokarp kelapa sawit yang ditambahkan ke dalam sediaan krim maka pH semakin
menurun atau semakin asam. Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya kandungan asam lemak yang terdapat di dalam ekstrak dan adanya air juga dapat
mempengaruhi pH menjadi asam karena terjadi hidrolisa pada trigliserida dengan bantuan enzim lipase di dalam minyak tersebut Silaban, dkk., 2013. Penurunan
pH ini masih dalam pH fisiologis kulit yaitu 4,5 – 6,5 dan masih aman untuk digunakan Tranggono dan Latifah, 2007.
Tabel 4.6 Data pengukuran pH sediaan krim
Formula Lama Pengamatan Minggu
1 2
3 4
12
F1 6,3
6,3 6,3
6,3 6,3
6,0 F2
6,3 6,3
6,3 6,2
6,1 5,9
F3 6,2
6,3 6,2
6,2 6,1
5,9 F4
6,2 6,2
6,2 6,1
6,0 5,8
F5 6,2
6,2 6,2
6,0 5,9
5,6 F6
6,1 6,2
6,2 6,0
5,9 5,5
Keterangan: F: Formula, F1: blanko tanpa ekstrak dan krim ekstrak serat mesokarp kelapa sawit F2: 0,5, F3: 1 , F4: 2, F5: 3, F6:5
Asam lemak bebas trigliserida yang tinggi dalam sediaan krim menyebabkan pH asam, walaupun bersifat asam, dalam bidang kesehatan asam
37 oleat bermanfaat untuk kesehatan kulit yaitu sebagai kelembaban kulit Mora,
dkk., 2013.
4.4.4 Pemeriksaan stabilitas sediaan krim
Hasil organoleptis sediaan krim ekstrak serat mesokarp kelapa sawit yang dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi ekstrak dan blanko memiliki perbedaan
kecerahan warna dari masing-masing sediaan, data organoleptis dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan data hasil pengamatan stabilitas selama 90 hari dapat dilihat pada
Tabel 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.7
Data organoleptis sediaan krim yang dibuat
Formula Penampilan
Warna
Bau Konsistensi
F1 Putih
Jeruk semi padat
F2 Putih kekuningan
Jeruk semi padat
F3 Putih kekuningan
Jeruk semi padat
F4 Putih kekuningan
Jeruk semi padat
F5 Kuning
Jeruk semi padat
F6 Oranye
Jeruk semi padat
Keterangan: F: Formula, F1: blanko tanpa ekstrak dan krim ekstrak serat mesokarp kelapa sawit F2: 0,5, F3: 1 , F4: 2, F5: 3, F6:5
Tabel 4.8 Data hasil pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim pada saat
sediaan selesai dibuat, 7, 14, 21, 28 dan 90 hari
No Formula
Pengamatan Hari Selesai
dibuat
7 hari 14 hari
21 hari 28 hari
90 hari X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z
1 F1
- - - -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- - 2
F2 - -
- - -
- -
- -
- -
- -
- -
- - -
3 F3
- - - -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- - 4
F4 - -
- - -
- -
- -
- -
- -
- -
- - -
5 F5
- - - -
- -
- -
- -
- -
- -
- -
- - 6
F6 - -
- - -
- -
- -
- -
- -
- -
- - -
Keterangan: F: Formula, F1: blanko tanpa ekstrak dan krim ekstrak serat mesokarp kelapa sawit F2: 0,5, F3: 1 , F4: 2, F5: 3, F6:5,
X: perubahan warna, Y: perubahan bau, Z: pecahnya emulsi, dan - : tidak terjadi
38 Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa masing-masing
formula yang telah diamati selama 90 hari memberikan hasil yang baik yaitu tidak mengalami perubahan warna, bau dan pemisahan pada fase emulsinya. Hal ini
menunjukkan bahwa dari segi penampilan krim ekstrak serat mesokarp kelapa sawit stabil dalam penyimpanan selama 90 hari. Gambar sediaan krim yang telah
dibuat disimpan selama 90 hari di dalam suhu kamar dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 70.
Stabilitas dari suatu sediaan farmasi dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan warna, bau dan pH selama penyimpanan. Perubahan-perubahan
tersebut dapat terjadi jika bahan-bahan yang terdapat dalam sediaan tersebut teroksidasi. Sediaan emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami creaming dan
inversi. Creaming adalah terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana lapisan yang satu mengandung butir-butir tetesan fase terdispersi lebih banyak daripada
lapisan yang lain Martin, dkk., 2009. Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi dari tipe minyak dalam air ma menjadi air dalam minyak am atau
sebaliknya Anief, 2000.
4.5 Hasil Viskositas Sediaan Krim
Hasil penentuan viskositas sediaan krim dilakukan menggunakan viskometer Brookfield pada semua sediaan krim yang telah dibuat. Tabel 4.9
memperlihatkan bahwa viskositas sediaan krim adalah menurun, hal tersebut merupakan sifat aliran tiksotropik yang merupakan suatu sifat yang diharapkan
dalam suatu sediaan farmasetika, yaitu mempunyai kosistensi yang tinggi dalam wadah namun dapat dituang dan tersebar dengan mudah, sehingga pola sifat aliran
ini dikehendaki untuk krim Martin, dkk., 2009. Hal ini disebabkan karena
39 adanya pemecahan struktur yang tidak terbentuk kembali dengan segera atau
dikatakan lain adanya pergeseran aplikasi. Viskositas yang dapat diterima untuk sediaan semisolid membutuhkan
pemencetan dari tube adalah sekitar 50 - 100 Poise dengan nilai optimumnya 200 Poise Mahanani, dkk., 2012. Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 12
halaman 91. Hasil penentuan viskositas sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.9 bawah ini.
Tabel 4.9 Data hasil pengukuran viskositas sediaan krim selama 90 hari 3 bulan
Formula Pengamatan Minggu
1 2
3 4
12
F1 135
135 132,5
125 122,5
97,5 F2
125 125
122,5 125
110 97,5
F3 107
107 102,5
100 97,5
87,5 F4
97,5 97,5
95 92,5
90 65
F5 90
90 90
87,5 85
60 F6
87,5 87,5
87,5 85
85 60
Keterangan: F: Formula, F1: blanko tanpa ekstrak dan krim ekstrak serat mesokarp kelapa sawit F2: 0,5, F3: 1 , F4: 2, F5: 3, F6:5.
4.6 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan