Kunjungan Antenatal Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kematian Neonatal di Daerah

ibu sudah mengetahui tentang manfaat KB, namun ibu tetap ingin memiliki anak lebih dari dua. Falsafah hidup Banyak Anak Banyak Rezeki masih diyakini beberapa warga hingga saat ini Kemenkes RI, 2012. Sehingga upaya penurunan angka kematian neonatal dengan mengunakan strategi peningkatan pemakaian metode kontrasepsi perlu dilakukan. Startegi pemakaian metode kontrasepsi selain memperhatikan aspek kelengkapan fasilitas yang dibutuhkan juga memperhatikan aspek budayaadat masyarakat setempat.

6.3.7 Kunjungan Antenatal

Kunjungan antenatal merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan ibu hamil selama masa kehamilannya minimal empat kali yaitu minimal satu kali pada trimester pertama 0-12 minggu, minimal satu kali pada trimester ke-2 ≥12-24 minggu dan minimal 2 kali pada trimester ke-3 ≥24 minggu sampai kelahiran Kemenkes RI, 2012. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Manajemen yang baik yang diperoleh bayi saat masih dalam kandungan akan menghasilkan bayi yang sehat Saifudin, dkk., 2009. Pada penelitian ini, kunjungan antenatal dikategorikan menjadi melakukan kunjungan antenatal dan tidak melakukan kunjungan antenatal. Ibu dikategorikan melakukan kunjungan antenatal apabila ibu melakukan kunjungan minimal satu kali pada trimester pertama, minimal satu kali pada trimester kedua dan minimal dua kali pada trimester ketiga. Pengkategorian ini dilakukan berdasarkan kriteria kunjungan antenatal yang di rekomendasikan di Indonesia Kemenkes RI, 2012. Selain itu, pengkategorian ini juga didasarkan pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya Yani Duarsa, 2013; Singh, dkk., 2014. Pada penelitian ini diketahui bahwa tiga provinsi paling tinggi yang telah melakukan kunjungan antenatal sesuai dengan rekomendasi Kemenkes RI 1-1-2 di daerah rural Indonesia yaitu Provinsi DIY 87,2, Provinsi Bali 84 dan Provinsi Jawa Tengah 82,6. Adapun tiga provinsi dengan jumlah kunjungan antenatal paling rendah yaitu Provinsi Papua 31,7, Provinsi Sulawesi Barat 33,8 dan Provinsi Gorontalo 43,4. Angka cakupan tertinggi kunjungan antenatal pada penelitian ini masih belum mencapai target rencana strategis Kementerian Kesehatan RI yaitu sebesar 93 untuk target kunjungan antenatal K4. Pada penelitian ini, ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal selama kehamilannya adalah sebesar 37,7. Hasil uji statistik didapatkan bahwa terdapat hubungan antara kunjungan antenatal dengan kematian neonatal. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Singh, dkk 2014 bahwa terdapat hubungan antara kunjungan antenatal dengan kematian neonatal. Penelitian lainnya menemukan bahwa ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal memiliki risiko mengalami kematian neonatal lebih tinggi dibandingkan ibu yang melakukan kunjungan antenatal Faisal, 2010; Yani Duarsa, 2013. Namun, hasil ini tidak sesuai dengan hasil pada penelitian-penelitian lainnya di Indonesia Pertiwi, 2010; Nugraheni, 2013; Wijayanti, 2013. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa kematian neonatal lebih tinggi pada kelompok ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal dibandingkan ibu yang melakukan kunjungan antenatal. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menerima pemeriksaan kesehatan selama kehamilan di daerah rural menunjukkan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk bertahan selama periode neonatal Mahmood, 2002. Kondisi janin salah satunya dipengaruhi oleh adanya komplikasi kehamilan, biasanya merupakan masalah yang sering terjadi selama kehamilan. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya perdarahan, pre-eklampsia dan eklampsia. Eklampsia biasanya terjadi didahului pre-eklampsia, sehingga pemeriksaan antenatal yang rutin dan teliti merupakan salah satu upaya untuk mencegah eklampsia yang bisa membahayakan kondisi ibu dan janin yang dikandungnya Wiknjosastro, dkk., 2002. Ibu yang melakukan kunjungan ke fasilitas kesehatan selama kehamilannya akan menerima pemeriksaan dan pengidentifikasian kondisi-kondisi yang berkaitan dengan komplikasi serta edukasi mengenai tanda bahaya, potensi komplikasi dan tempat untuk mencari pertolongan Mahmood, 2002. Penelitian lainnya oleh Hinderaker, dkk 2003 di wilayah rural Tanzania menegaskan bahwa sekitar 62 kasus kematian neonatal sebetulnya dapat dicegah melalui kegiatan layanan antenatal di fasilitas layanan kesehatan. Penyedia layanan kesehatan bertanggungjawab terhadap lebih dari setengah dari faktor-faktor terhadap kematian neonatal yang dapat dicegah, baik dari faktor kegagalan klinik antenatal untuk merujuk ke fasilitas layanan kesehatan yang lebih tinggi maupun kelalaian yang terjadi di tingkat rumah sakit itu sendiri. Hal ini mengindikasikan adanya potensi untuk melakukan peningkatan layanan antenatal dan konsultasi rutin termasuk layanan kehamilan di rumah sakit. Pada penelitian Hinderaker, dkk 2003 juga ditemukan lebih dari sepertiga kasus kematian neonatal tidak memiliki faktor risiko dan kemungkinan tidak teridentifikasi pada layanan antenatal rutin. Hal ini menjadi lebih membahayakan bagi ibu yang tidak menyadari adanya faktor risiko pada dirinya. Sehingga ditegaskan bahwa setiap ibu hamil merupakan kelompok yang berisiko. Pelayanan antenatal seharusnya dapat berperan dalam melakukan skrining dan merujuk ibu hamil dengan risiko atau komplikasi ke fasilitas pelayanan yang lebih tinggi. Pelayanan antenatal harus fokus untuk mempersiapkan ibu untuk persalinannya dan mengedukasi suaminya sehingga telah siap ketika terjadi komplikasi yang tak terduga. Komunikasi yang baik antara petugas kesehatan dan ibu hamil pada saat layanan antenatal perlu ditekankan, harus dipastikan pesan yang disampaikan dimengerti oleh ibu hamil maupun suaminya. Kunjungan antenatal yang terlambat kemungkinan menghambat ibu untuk mendapatkan manfaat sepenuhnya dari strategi pencegahan pada layanan antenatal misalnya suplementasi zat besi, asam folat, pengobatan untuk infeksi cacing dan pengobatan untuk pencegahan malaria pada kehamilan Eijk, dkk., 2006. Adapun, hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 63,7 dari ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal pada trimester pertama melakukan kunjungan antenatal pada trimester ketiga. Sehingga, kemungkinan hal ini menyebabkan ibu tidak menerima seluruh manfaat layanan antenatal, dimana salah satunya dilakukan upaya deteksi dini terhadap adanya komplikasi kehamilan maupun persalinan. Perilaku penggunaan layanan antenatal dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hasil penelitian di daerah rural Kenya menunjukkan bahwa ibu dengan status pernah mendapatkan pendidikan selama lebih dari 8 tahun dan merupakan kelompok dengan tingkat sosial ekonomi tinggi merupakan faktor paling berpengaruh terhadap kunjungan antenatal. Walaupun terkadang persepsi mahalnya biaya yang diperlukan untuk melakukan kunjungan antenatal dapat menghalangi ibu untuk melakukan kunjungan. Biaya untuk transportasi, jarak ke fasilitas layanan antenatal yang jauh bisa menjadi hambatan bagi ibu untuk melakukan kunjungan antenatal begitu juga persepsi rendahnya kualitas layanan antenatal menjadi salah satu hambatan ibu melakukan kunjungan Eijk, dkk. 2006. Penelitian yang dilakukan Titaley, dkk 2010 di Indonesia menemukan bahwa yang berhubugan sangat kuat dengan rendahnya kunjungan antenatal yaitu bayi dari ibu yang tinggal di daerah rural, memiliki tingkat indeks kekayaan rumah tangga rendah, berasal dari ibu dengan berpendidikan rendah, jumlah kelahiran tinggi dan jarak kelahiran kurang dari 2 tahun. Penelitian kualitatif yang dilakukan di beberapa daerah rural Indonesia menemukan bahwa ibu hamil suku Alifuru di Provinsi Maluku baru akan memeriksakan kehamilannya saat terlihat perubahan yang nyata pada tubuh ibu terlihat jelas ibu hamil. Kunjungan saat terakhir menstruasi K1 dan kunjungan pada trimester kedua relatif kecil Kemenkes RI, 2012. Penelitian kualitatif lainnya menemukan bahwa alasan ibu Etnik Dayak Siang Murung di Kalimantan Tengah tidak melakukan pemeriksaan kehamilan yaitu karena Puskesmas Pembantu yang ada di desa tidak menyediakan fasilitas kesehatan yang lengkap seperti obat- obatan, wilayah puskesmas pembantu cukup sulit dijangkau oleh masyarakat di RT lain dan tenaga kesehatan yang ditugaskan sering tidak berada di tempat sehingga membuat masyarakat kesulitan saat membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu, sebagian masyarakat memilih langsung melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit yang ada di Kabupaten. Rumah sakit berada sangat jauh dari desa dan harus melewati jalan yang cukup sulit terutama apabila terjadi hujan disamping memerlukan biaya yang cukup besar. Sehingga beberapa ibu hamil lainnya memilih tidak memeriksakan kehamilannya dengan alasan petugas kesehatan sering tidak ada di tempat Kemenkes RI, 2012. Penelitian lainnya pada ibu hamil Etnik Gorontalo Provinsi Gorontalo menemukan bahwa sebagian ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan kepada bidan tidak memakan vitamin yang diberikan dengan alasan tidak diberi penjelasan manfaat minum obat. Ibu juga tidak meminum vitamin penambah darah dengan alasan vitamin rasanya pahit Kemenkes RI, 2012. Sehingga berdasarkan hasil penelitian ini bahwa ada hubungan antara kunjungan antenatal dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia, maka perlu memperhatikan aspek yang mempengaruhi kunjungan antenatal tersebut. Seperti telah dijelaskan berbagai penelitian, beberapa alasan ibu hamil tidak melakukan kunjungan antenatal baik dari segi budaya, kurangnya ketersediaan fasilitas kesehatan maupun kurangnya tenaga kesehatan. Pelayanan antenatal perlu ditingkatkan dengan lebih mengutamakan kelengkapan fasilitas kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan serta tetap menjamin kualitas dari fasilitas dan tenaga kesehatan.

6.3.8 Komplikasi Kehamilan