2005. Jadi, manfaat selain menyediakan nilai gizi, ASI juga memberikan perlindungan dalam melawan
sejumlah besar infeksi Kliegman, dkk., 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inisiasi
menyusu dini memberikan risiko yang rendah terhadap kejadian kematian neonatal pada bayi dengan BBLR
RR=0.580 dan bayi dengan infeksi yang berhubungan dengan kematian neonatal RR = 0.55 Debes, dkk.,
2013. Penelitian yang dilakukan Pertiwi 2010
menunjukkan bahwa
inisiasi menyusu
dini berhubungan dengan penurunan risiko kematian
neonatal. Inisiasi menyusu setelah satu jam pertama memiliki risiko dua kali lipat terhadap kematian
neonatal. Penelitian lainnya menemukan bahwa ibu yang
tidak memberikan ASI pada bayinya mempunyai kecenderungan untuk mengalami kematian bayi sebesar
10.67 kali lebih besar dibandingkan ibu yang memberikan ASI pada waktu 1 jam Faisal, 2010.
Penelitian yang dilakukan Sugiharto 2011 juga menunjukkan terdapat hubungan antara waktu pertama
bayi mendapatkan ASI dengan kejadian kematian bayi. Namun, pada penelitian yang dilakukan Dewi 2010
dan Rahmawati 2007 menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara pemberian Air Susu Ibu ASI dengan
kematian neonatal. 2.3.2.3
Faktor Sebelum Melahirkan Pre-Delivery Factors
Faktor sebelum melahirkan yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup neonatal adalah kunjungan
antenatal dan komplikasi kehamilan Singh, dkk., 2013, Bashir, dkk., 2013; Singh, dkk 2014.
1 Kunjungan Antenatal
Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan melalui pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor-
faktor yang memperlemah kondisi seorang ibu hamil perlu diprioritaskan seperti gizi rendah, anemia dan jarak
antar kelahiran dekat Saifudin, dkk, 2009. Asuhan antenatal merupakan upaya preventif program pelayanan
kesehatan obstetrik untuk optimalisasi kesehatan maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan rutin
selama kehamilan Saifuddin, dkk., 2010. Adanya manajemen yang baik saat bayi masih dalam kandungan,
selama persalinan, segera setelah dilahirkan dan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan setelahnya
akan menghasilkan bayi yang sehat Saifudin, dkk., 2009.
Indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu terhadap layanan antenatal adalah cakupan
kunjungan pertama K1 dan cakupan kunjungan minimal empat kali K4 dengan tenaga kesehatan sesuai
standar. K1 sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada trimester pertama sebelum minggu ke-8. Sedangkan K4
sebaiknya dilakukan minimal satu kali pada trimester pertama 0-12 minggu, minimal satu kali pada trimester
ke-2 ≥12-24 minggu dan minimal 2 kali pada trimester
ke-3 ≥24 minggu sampai kelahiran Kemenkes RI,
2012. Janin yang melakukan aktivitas secara aktif
menununjukkan janin berada dalam kondisi baik. Adanya penurunan aktivitas janin menunjukkan janin
dalam kondisi bahaya dan membutuhkan penanganan secepatnya Ladewig, dkk., 2006. Kondisi seperti ini
bisa diketahui apabila ibu melakukan kunjungan antenatal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kunjungan antenatal dengan kematian
neonatal 4, ≥4. Kunjungan ANC merupakan faktor
protektif yang berhubungan dengan kematian neonatal pada minggu pertama OR: 0.65 dan pada hari pertama
kehidupan OR: 0.71 Singh, dkk., 2014. Beberapa
penelitian lainnya yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan terdapat hubungan antara kunjungan
antenatal dengan kematian neonatal Rahmawati, 2007; Dewi, 2010; Sukamti, 2011; Sugiharto, 2011.
Pelayanan kesehatan yang berkualitas dapat mencegah kematian neonatal Sukamti, 2011
.
Ibu yang tidak pernah melakukan kunjungan ANC mempunyai
kecenderungan untuk mengalami kematian bayi sebesar .3.09 kali lebih besar dibandingkan ibu yang melakukan
kunjungan ANC sesuai standar minimal Faisal, 2010. Penelitian lainnya menemukan bahwa bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan pelayanan antenatal tidak lengkap berisiko mengalami kematian neonatal sebesar
16.32 lebih besar daripada bayi yang dilahirkan ibu dengan pelayanan antenatal lengkap Yani Duarsa,
2013. Ibu yang melakukan kunjungan ke fasilitas
kesehatan selama kehamilannya akan menerima pemeriksaan dan pengidentifikasian kondisi-kondisi
yang berkaitan dengan komplikasi serta edukasi mengenai tanda bahaya, potensi komplikasi dan tempat
untuk mencari pertolongan Mahmood, 2002. Penelitian lainnya oleh Hinderaker, dkk 2003 di wilayah rural
Tanzania menegaskan bahwa sekitar 62 kasus
kematian neonatal sebetulnya dapat dicegah melalui kegiatan layanan antenatal di fasilitas layanan kesehatan.
Penyedia layanan kesehatan bertanggungjawab terhadap lebih dari setengah dari faktor-faktor terhadap kematian
neonatal yang dapat dicegah, baik dari faktor kegagalan klinik antenatal untuk merujuk ke fasilitas layanan
kesehatan yang lebih tinggi maupun kelalaian yang terjadi di tingkat rumah sakit itu sendiri. Hal ini
mengindikasikan adanya potensi untuk melakukan peningkatan layanan antenatal dan konsultasi rutin
termasuk layanan kehamilan di rumah sakit. Kunjungan
antenatal yang
terlambat kemungkinan menghambat ibu untuk mendapatkan
manfaat sepenuhnya dari strategi pencegahan pada layanan antenatal misalnya suplementasi zat besi, asam
folat, pengobatan untuk infeksi cacing dan pengobatan untuk pencegahan malaria pada kehamilan Eijk, dkk.,
2006. Penelitian yang dilakukan Titaley, dkk 2010 di
Indonesia menemukan bahwa yang berhubugan sangat kuat dengan rendahnya kunjungan antenatal yaitu bayi
dari ibu yang tinggal di daerah rural, memiliki tingkat indeks kekayaan rumah tangga rendah, berasal dari ibu
dengan berpendidikan rendah, jumlah kelahiran tinggi
dan jarak kelahiran kurang dari 2 tahun. Penelitian kualitatif yang dilakukan di beberapa daerah rural
Indonesia menemukan bahwa ibu hamil suku Alifuru di Provinsi Maluku baru akan memeriksakan kehamilannya
saat terlihat perubahan yang nyata pada tubuh ibu terlihat jelas ibu hamil. Kunjungan saat terakhir
menstruasi K1 dan kunjungan pada trimester kedua relatif kecil Kemenkes RI, 2012.
Penelitian kualitatif lainnya menemukan bahwa alasan ibu Etnik Dayak Siang Murung di Kalimantan
Tengah tidak melakukan pemeriksaan kehamilan yaitu karena Puskesmas Pembantu yang ada di desa tidak
menyediakan fasilitas kesehatan yang lengkap seperti obat-obatan, wilayah puskesmas pembantu cukup sulit
dijangkau oleh masyarakat di RT lain dan tenaga kesehatan yang ditugaskan sering tidak berada di tempat
sehingga membuat
masyarakat kesulitan
saat membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu, sebagian
masyarakat memilih langsung melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit yang ada di Kabupaten. Rumah sakit
berada sangat jauh dari desa dan harus melewati jalan yang cukup sulit terutama apabila terjadi hujan
disamping memerlukan biaya yang cukup besar. Sehingga beberapa ibu hamil lainnya memilih tidak
memeriksakan kehamilannya dengan alasan petugas kesehatan sering tidak ada di tempat Kemenkes RI,
2012. Penelitian lainnya pada ibu hamil Etnik
Gorontalo Provinsi Gorontalo menemukan bahwa sebagian ibu hamil yang melakukan pemeriksaan
kehamilan kepada bidan tidak memakan vitamin yang diberikan dengan alasan tidak diberi penjelasan manfaat
minum obat. Ibu juga tidak meminum vitamin penambah darah dengan alasan vitamin rasanya pahit Kemenkes
RI, 2012. Namun, penelitian lainnya menunjukkan tidak
ada hubungan antara variabel antenatal dengan kematian neonatal Pertiwi, 2010. Penelitian yang dilakukan
Nugraheni 2013 juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kunjungan antenatal dengan kematian
neonatal dini Nugraheni, 2013. Penelitian lainnya juga menunjukkan tidak ada hubungan antara ANC dengan
kematian neonatal Wijayanti, 2013.
2 Komplikasi Kehamilan
Menurut McCarthy Maine 1992, komplikasi kehamilan terdiri dari perdarahan, infeksi, pre-
eklampsiaeklampsia, persalinan lamamacet dan abortus.
Komplikasi kehamilan merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi selama kehamilan dan persalinan.
Masalah kesehatan ibu bisa saja terjadi sebelum kehamilan yang pada akhirnya berdampak komplikasi
pada masa kehamilan. Komplikasi ini dapat berdampak pada kesehatan ibu, kesehatan bayi ketika dilahirkan,
atau keduanya Wiknjosastro, dkk., 2002. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan harus
selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan setelah kehamilan dua minggu biasanya lebih
banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum 22 minggu sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda.
Perdarahan yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta. Kejang merupakan salah satu gejala
pada wanita penderita eklampsia yang biasanya juga diikuti dengan koma. Biasanya eklampsia terjadi
didahului pre-eklampsia, sehingga pengawasan antenatal yang teliti dan teratur merupakan salah satu upaya untuk
mencegah timbulnya eklampsia Wiknjosastro, dkk., 2002.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara komplikasi kehamilan dengan kematian
neonatal dini. Prevalensi kematian neonatal dini lebih besar
pada kelompok
komplikasi kehamilan
dibandingkan tidak mengalami komplikasi kehamilan Nugraheni, 2013. Penelitian lainnya menunjukkan ada
hubungan antara komplikasi selama kehamilan dengan kejadian kematian neonatal 95 CI, 1.690-3.897
Wijayanti, 2013. Ibu yang mengalami komplikasi kehamilan memiliki risiko 1.8 kali dibandingkan ibu
yang tidak
mengalami komplikasi
kehamilan Rahmawati, 2007. Hasil penelitian Schoeps, dkk.,
2007 juga menunjukkan terdapat hubungan antara komplikasi saat kehamilan dengan kematian neonatal.
Penelitian lainnya yang dilakukan di daerah rural Bangladesh juga menunjukkan bahwa ibu yang
mengalami pendarahan
selama kehamilannya
berhubungan kuat dengan adanya peningkatan risiko terhadap kematian neonatal Owais, dkk., 2013.
Penelitian yang dilakukan pada ibu hamil Etnik Ngalum Provinsi Papua menemukan bahwa ibu yang
hamil tetap mengalami komplikasi walaupun telah melakukan pemeriksaan kehamilan karena hamil pada
usia lebih dari 45 tahun dan memiliki anak rata-rata11-14 anak dengan jarak kelahiran yang berdekatan. Tingkat
anemia ibu hamil pada suku ini paling tinggi dibandingkan etnik lainnya. Kondisi seperti ini
menyebabkan tingginya kejadian retensio plasenta saat
melahirkan. Padahal
petugas kesehatan
telah memberikan tablet penambah darah yang seharusnya
diberikan tiga bulan sekali menjadi satu bulan sekali karena tingginya kasus anemia. Namun, petugas
kesehatan tidak bisa memastikan apakah obat yang diberikan rutin diminum oleh ibu hamil setiap hari
Kemenkes RI, 2012. Hasil penelitian pada ibu hamil Etnik Gorontalo Provinsi Gorontalo menemukan
sebagian ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan tidak memakan vitamin yang diberikan
dengan alasan tidak diberi penjelasan manfaat minum obat. Ibu juga tidak meminum vitamin penambah darah
dengan alasan rasanya pahit Kemenkes RI, 2012. Anemia atau kadar Hb 11 gdl yang salah
satunya bisa disebabkan karena defisiensi besi sehingga perlu diberi obat penambah zat besi. Kondisi anemia
pada ibu hamil sangat berbahaya bisa menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan WHO;
Kemenkes RI; POGI; IBI, 2013. Perdarahan merupakan penyebab terbanyak kematian pada ibu Zakariah, dkk.,
2009. Berdasarkan hasil review bahwa dampak anemia pada ibu hamil terhadap bayinya bervariasi sesuai tingkat
defisiensi Hb yang dialami oleh ibu. Defisiensi Hb 11 grdl berhubungan dengan peningkatan kematian pada
perinatal. Peningkatan 2-3 kali kematian perinatal pada ibu dengan Hb 8.0 grdl dan peningkatan 8-10 kali
ketika kadar Hb 5.0 grdl. Selain itu, penurunan terhadap berat bayi lahir dan lambatnya pertumbuhan
janin terjadi ketika kadar Hb ibu 8.0 grdl Kalaivani, 2009.
Penelitian lainnya yang dilakukan Dewi 2010 menunjukkan tidak ada hubungan antara komplikasi
kehamilan dengan kematian neonatal.
2.3.2.4 Faktor Saat Melahirkan Delivery Factors