Desain Dan Pengecoran Runner Propeller Berbahan Kuningan (60% Cu / 40% Zn) Untuk Turbin Air Berdaya 118 W Dan Debit 12 L/S Dengan Cetakan Pasir

(1)

DESAIN DAN PENGECORAN RUNNER PROPELLER

BERBAHAN KUNINGAN (60% Cu / 40% Zn)

UNTUK TURBIN AIR BERDAYA 118 W

DAN DEBIT 12 L/S DENGAN

CETAKAN PASIR

KEVIN JULIAN HAGA MELIALA NIM. 090401059

TUGAS AKHIR YANG DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME, karena atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) di Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

Berbagai pihak telah memberikan dukungan yang sangat berharga kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Tanpa bantuan mereka penulis, merasa tidak mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih setulusnya kepada :

1. Ir. M. Syahril Gultom, M.T., selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan berbagai petujuk mengenai turbin air dan pelaksanaan Tugas Akhir ini

2. Suprianto, S.T., M.T., informasi dan saran dari beliau mengenai sifat

material telah membantu penulis dalam penentuan material

3. Para staff kantor Jurusan Departemen Teknik Mesin USU terutama Ibu

Sonta Sihotang

4. Pak Sarman dan para karyawannya yang telah membuatkan coran runner

propeller yang menjadi obyek Tugas Akhir ini

5. Orang tua, yang telah membesarkan dan mendukung penulis dari awal

hingga sekarang

6. Kakanda Sarjana, S.T., selaku kepala asisten Laboratorium Teknologi

Mekanik FT-USU yang telah membantu penulis selama proses finishing

7. Pak Rustam, selaku kepala Laboratorium Metallurgi FT-USU yang telah

membantu penulis dalam pelaksanaan uji kekerasan

8. Kakanda Fadli yang telah memberi banyak penjelasan mengenai kegiatan

pengecoran logam dan memberi tahu lokasi pengecoran Pak Sarman

9. Rekan – rekan mahasiswa Teknik Mesin USU terutama stambuk 2009

yang telah memberi dukungan kepada penulis

10.Pihak – pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu didalam

tulisan ini

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan yang lebih

jelas mengenai pengecoran runner propeller turbin air dengan cetakan pasir. Di akhir

kata, penulis bersedia menerika saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Medan, 15 April 2014 Penulis,

Kevin Julian N.I.M. 090401059


(11)

xi

ABSTRAK

Runner turbin hidrolik berfungsi mengubah aliran air menjadi energi mekanis yang

bergerak memutar. Terdapat berbagai macam runner untuk turbin hidrolik, salah

satunya adalah propeller. Runner propeller memiliki karakteristik berupa nilai head

yang rendah dan kecepatan aliran air yang tinggi sehingga runner ini cocok digunakan

di daerah beraliran air deras. Berkat kedua karakteristik ini, pembuatan sebuah pembangkit listrik hidrolik dengan daya yang besar namun ketinggian antara permukaan air dengan runner yang rendah memungkinkan. Tugas Akhir ini bertujuan

memahami pembuatan sebuah runner propeller turbin hidrolik melalui proses

pengecoran logam dengan menggunakan cetakan pasir dan memahami perbandingan antara perencanaan dengan prakteknya selama pembuatan. Bahan baku pembuatan adalah kuningan (Cu 60% / Zn 40%) yang memiliki ketahanan korosi yang baik. Desain runner propeller untuk Tugas Akhir ini berpatokan pada daya rencana sebesar 118 W

dan debit 0,12 l/s. Hasil yang diperoleh berupa desain runner propeller dengan diameter

luar 0,16 m yang dapat digunakan pada sebuah pembangkit listrik hidrolik berukuran kecil.


(12)

ABSTRACT

Turbine runner has a function to convert hydraulic energy of a water flow to mechanical energy. There are many types of hydraulic turbine runner, which one of them is propeller. Propeller runner has characteristics of low head value and high water velocity which make it suitable to be used at torrential water flow areas. Thanks to these characteristics, it’s possible to construct a hydraulic power plant that generates high power output but requires low elevation between the water surface and the runner. This Final Project aimed to understand the production of a propeller runner for hydraulic turbine by using sand casting method and to understand comparisons between planning and practice during the production process. The production uses brass (Cu 60% / Zn 40%) as manufacturing material which has good corrosion resistance. The design of propeller runner for this Final Project is based with power plan of 118 W and discharge of 0.12 l/s. The acquired result is a design of a propeller runner with outer diameter of 0.16 m which is small enough to be used for a small sized hydraulic power plant.


(13)

xiii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….…. x

ABSTRAK……… xi

DAFTAR ISI……….………… xiii

DAFTAR TABEL……….… xvii

DAFTAR GAMBAR……….………….……….. xviii

DAFTAR NOTASI………... xxiii

DAFTAR AKSARA YUNANI……….……… xxvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar belakang……….………. 1

1.2Maksud dan tujuan……….……….…………. 2

1.2.1 Maksud……….…………... 2

1.2.2 Tujuan……….……. 2

1.3Batasan masalah……….…….. 2

1.4Manfaat penelitian………..……….……. 3

1.4.1 Untuk peneliti……….……. 3

1.4.2 Untuk calon peneliti berikutnya……….……. 3

1.5 Metodologi penelitian………...……….…….. 3

1.5.1 Studi pustaka……….…….. 3

1.5.2 Diskusi……….……… 3

1.5.3 Penentuan desain……….……… 3

1.5.4 Metode pembuatan……….………. 4


(14)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian mesin hidrolik…………... 6

2.2 Pengertian turbin hidrolik……….….... 7

2.3 Pengertian runner………..………... 9

2.4 Pengertian pengecoran logam……….……….………. 11

2.4.1 Sejarah pengecoran logam……….…….. 13

2.4.2 Faktor –faktor pengecoran logam……….…….. 15

2.4.3 Pelaksanaan pengecoran logam……….…….. 16

2.4.4 Bahan baku pengecoran logam…...……….……… 17

2.4.5 Cetakan (mold)……….………... 25

2.4.6 Sand casting……….…………... 28

2.4.7 Inti (core)……….……… 40

2.4.8 Pembekuan logam……….………….. 40

2.4.9 Cacat pada produk coran……….……… 42

2.5 Pengertian proses machining………...……….………… 46

2.6 Pengertian uji material……….……….………... 50

2.6.1 Uji kekerasan……….……….………. 51

2.6.2 Uji tarik / tensil…….……….……….. 52

2.7 Diagram alir tugas akhir………..……….………… 55

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum……….………...………. 56

3.2 Pembuatan desain………...………..…………..………….. 57

3.2.1 Perhitungan dimensi runner propeller……….….….. 57

3.2.2 Perhitungan diameter poros dan lubang poros……….... 60

3.2.3 Perhitungan pasak………...………..…... 62

3.2.4 Pemilihan baut……….……… 64

3.2.5 Penggambaran desain……….………. 64


(15)

xv

3.4 Pembuatan pola…….………..……. 65

3.4.1 Pembuatan boss………... 68

3.4.2 Pembuatan sudu………...….. 69

3.5 Uji kehalusan butiran pasir silika………..…... 73

3.5.1 Alat dan bahan………..…... 75

3.5.2 Prosedur pengujian………..…… 77

3.6 Uji material………..…. 78

3.6.1 Uji kekerasan (hardness)………....……. 78

3.6.2 Pengujian tensil………...………. 81

3.7 Perhitungan permeabilitas campuran pasir cetak………..……... 84

3.8 Proses pengecoran……….……….…….. 84

3.8.1 Alat dan bahan………..……... 85

3.8.2 Pembuatan cetakan……….….… 92

3.8.3 Peleburan logam………..…… 94

3.8.4 Proses penuangan……….……... 95

3.9 Pembuatan lubang poros, pembuatan lubang baut dan proses finishing………..………….……. 97

3.10 Pembuatan poros dan pasak………...…. 100

BAB IV DATA UJI MATERIAL DAN HASIL PEMERIKSAAN PRODUK 4.1 Data hasil uji material…….………..……… 102

4.1.1 Uji kekerasan……….……….. 102

4.1.2 Uji tarik……...……….……… 103

4.2 Data hasil uji kehalusan butiran pasir silika………….……… 106

4.3 Data hasil perhitungan permeabilitas campuran pasir cetak…………. 108

4.4 Data hasil pemeriksaan ukuran produk dan hipotesa………..…. 110

4.4.1 Hasil pemeriksaan ukuran produk……….…….. 110


(16)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………..…………....……….………… 112

5.2 Saran….……… 112

DAFTAR PUSTAKA………...……….……… xxvii


(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Hal.

1. Tabel 2.1 Nilai sifat – sifat beberapa jenis logam dalam wujud cair…………... 15

2. Tabel 2.2 Hubungan ukuran diameter saluran turun dengan berat tuang……… 16

3. Tabel 2.3 Titik lebur dari 3 jenis persen paduan kuningan………..… 21

4. Tabel 2.4 Suhu – suhu penuangan beberapa jenis logam ………..………….… 30

5. Tabel 2.5 Nilai modulus elastisitas beberapa bahan….……….….. 54

6. Tabel 3.1 Data hasil perhitungan dimensi runner………... 59

7. Tabel 3.2 Faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan ……….….. 60

8. Tabel 3.3 Data – data kekuatan tarik untuk beberapa jenis baja standar JIS……….……….….. 61

9. Tabel 3.4 Nilai penentuan untuk memulai perhitungan dimensi Poros……… 62

10.Tabel 3.5 Data hasil perhitungan dimensi poros………. 62

11.Tabel 3.6 Nomor saringan mesin uji……….….. 76

12.Tabel 3.7 Diameter dan tinggi spesimen ……….….. 80

13.Tabel 3.8 Dimensi spesimen uji tarik……….……. 83

14.Tabel 4.1 Data – data hasil uji kekerasan……… 102

15.Tabel 4.2 Data - data hasil uji tarik……….. 105

16.Tabel 4.3 Data sifat material propeller produksi Mecklenburger Metallguss GmbH……….…... 106

17.Tabel 4.4 Berat pasir tiap nomor kehalusan dan persennya……….……106

18.Tabel 4.5 Nilai pelipat untuk tiap nomor ayakan……….…… 107


(18)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

1. Gambar 2.1 Arah perubahan energi pada mesin hidrolik…….………... 6

2. Gambar 2.2 Komponen turbin : A. shaft dan B. runner………..… 7

3. Gambar 2.3 Aliran radial…….………...……….…… 8

4. Gambar 2.4 Aliran aksial………...……….……… 8

5. Gambar 2.5 Aliran campuran……….……….… 9

6. Gambar 2.6 Kiri ke kanan : bentuk runner Francis untuk aliran radial dan aliran campuran……….………. 10

7. Gambar 2.7 Runner propeller dengan head 3 - 65 m………. 11

8. Gambar 2.8 Sebuah proses pengecoran logam besi……….………… 12

9. Gambar 2.9 Tungku induksi……….……..……. 14

10.Gambar 2.10 Diagram alir proses pengecoran logam………..………… 17

11.Gambar 2.11 Diagram fasa besi menurut jumlah persen karbonnya…………... 18

12.Gambar 2.12 Kiri ke kanan : body centered cubic dan face centered cubic. Panah menunjukkan titik kisi (lattice point)………...…. 19

13.Gambar 2.13 Diagram fasa kuningan menurut persen Zn……….….……. 22

14.Gambar 2.14 Diagram fasa silumin………..………... 24

15.Gambar 2.15 Bagian –bagian cetakan………..……….. 26

16.Gambar 2.16 Sebuah cetakan permanen untuk produk aluminium………. 27

17.Gambar 2.17 Pasir kuarsa saringan 420 mikron…...………..…………. 30

18.Gambar 2.18 Pasir olivine………..……. 31

19.Gambar 2.19 Pasir chromite………..….. 31

20.Gambar 2.20 Pasir zircon………..…….. 32

21.Gambar 2.21 Pasir chamotte……….………... 33


(19)

xix

23.Gambar 2.23 Resin Fenol Formaldehid…….………...………… 35

24.Gambar 2.24 Hot tear………..……… 35

25.Gambar 2.25 Grafik hubungan pengaruh kadar lempung dan kadar air…….…. 37

26.Gambar 2.26 Grafik hubungan pengaruh kadar bentonit dan kadar air……... 38

27.Gambar 2.27 Sekumpulan kotak flask………..……... 39

28.Gambar 2.28 Pola berbahan kayu (kiri) dan produk yang dijadikan pola (kanan)………..………39

29.Gambar 2.29 Skema pola yang dilengkapi dengan saluran dan riser……….…….………. 40

30.Gambar 2.30 Rongga pada produk………..………… 43

31.Gambar 2.31 Atas ke bawah : produk yang ukurannya menyusut dari ukuran polanya……….…… 44

32.Gambar 2.32 Salah satu bentuk yang terjadi akibat kerontokan cetakan……….……….………….…….. 45

33.Gambar 2.33 Pergeseran pada produk pengecoran………..………….….. 45

34.Gambar 2.34 Mesin bubut / lathe……….……….……….. 47

35.Gambar 2.35 Mesin skrap………..……….. 48

36.Gambar 2.36 Mesin gurdi………..………….. 48

37.Gambar 2.37 Proses freis muka atau tegak………..……… 49

38.Gambar 2.38 Mesin freis datar yang sama dilihat dari sisi yang berbeda………..……….. 50

39.Gambar 2.39 Mesin gerinda meja (kiri) dan mesin gerinda tangan (kanan)………...….…… 50

40.Gambar 2.40 Diagram tegangan – regangan……….…..…. 52

41.Gambar 2.41 Diagram alir pelaksanaan Tugas Akhir………..… 55

42.Gambar 3.1 Diagram alir proses pembuatan ………..……...….. 56

43.Gambar 3.2 Lokasi pasak benam segi empat (persegi empat) pada poros (lingkaran). w dan t masing – masing lebar dan tebal pasak. d adalah diameter poros………...………... 63


(20)

44.Gambar 3.3 Segitiga kecepatan Kaplan / propeller……….……… 64

45.Gambar 3.4 Mesin jigsaw……….………..………. 66

46.Gambar 3.5 Mesin bor tangan………..……… 66

47.Gambar 3.6 Potongan plywood meranti berbentuk silinder kecil………...………...……… 67

48.Gambar 3.7 Kiri ke kanan : pasta polyester dan bahan perekatnya………. 67

49.Gambar 3.8 Pemotongan lingkaran, lingkaran ke 5 tidak dipotong………..………….…… 68

50.Gambar 3.9 Garis – garis pembagi sudut 90o pada boss……….. 69

51.Gambar 3.10 Garis miring penanda posisi sudu………..……… 69

52.Gambar 3.11 Pola sudu master………..….. 70

53.Gambar 3.12 Ukuran sudu yang didesain (kiri) dan potongan pipa PVC (kiri)………...….. 71

54.Gambar 3.13 Pola master yang telah dihaluskan………..………...… 71

55.Gambar 3.14 Ilustrasi proses pemanasan PVC (kiri) dan proses penekanan (kanan)….………..…… 72

56.Gambar 3.15 Pola runner propelleryang telah selesai dibuat…………...…….. 73

57.Gambar 3.16 Kiri ke kanan : ukuran boss dan ukuran perkiraan sudu……….... 75

58.Gambar 3.17 Mesin pengguncang pasir……….………...76

59.Gambar 3.18 Bejana ukur terisi pasir silika………...…….. 77

60.Gambar 3.19 Mesin uji Brinell………...………. 79

61.Gambar 3.20 Teropong mikro………..79

62.Gambar 3.21 Ketiga silinder spesimen………...………. 80

63.Gambar 3.22 Mesin uji tarik……….………... 82

64.Gambar 3.23 Ketiga spesimen sebelum pengujian……….….………...…. 83

65.Gambar 3.24 Spesimen terpasang pada pencengkram, siap ditarik……….………..…… 84

66.Gambar 3.25 Flask yang digunakan……….... 85


(21)

xxi

68.Gambar 3.27 Blower yang terpasang dengan tungku………..…… 86

69.Gambar 3.28 Pasak kayu……….…… 86

70.Gambar 3.29 Ayakan………..…. 87

71.Gambar 3.30 Penyembur api (kiri) dan tabung gasnya (kanan)…………..…… 87

72.Gambar 3.31 Pola……….... 87

73.Gambar 3.32 Gergaji logam……….……….... 88

74.Gambar 3.33 Tap berulir………..……… 88

75.Gambar 3.34 Kunci inggris………..…… 89

76.Gambar 3.35 Mesin bor………..…………. 89

77.Gambar 3.36 Geram kuningan didalam tempat Penampungannya………..…….……….. 90

78.Gambar 3.37 Campuran pasir cetak……….... 91

79.Gambar 3.38 Tumpukan potongan kayu………...….. 91

80.Gambar 3.39 Drag (kiri) dan cope (kanan)……….… 93

81.Gambar 3.40 Penghalusan cetakan cope dengan bantuan pola yang ikut menempel di cope saat flask diangkat ……...……….…… 93

82.Gambar 3.41 Pengeringan drag dengan penyembur api……….…… 94

83.Gambar 3.42 Api membesar setelah pemberian potongan kayu tambahan……….… 94

84.Gambar 3.43 Cetakan yang telah siap digunakan………... 96

85.Gambar 3.44 Proses penuangan……….………. 96

86.Gambar 3.45 Runner propeller yang telah dikeluarkan dari cetakannya………....…………..…. 97

87.Gambar 3.46 Penggergajian bagian – bagian berlebih………...….………….... 97

88.Gambar 3.47 Permukaan bawah boss yang telah diratakan…...……….… 98

89.Gambar 3.48 Berbagai bit yang dipakai pada center (searah jarum jam dari atas) : 5 mm, 20 mm dan 12,5 mm……..…….……….…. 98

90.Gambar 3.49 Penggerindaan (kiri) dan pengikiran (kanan)….………..…. 99


(22)

92.Gambar 3.51 Pembuatan ulir dengan menggunakan tap……….…..………….. 99

93.Gambar 3.52 Lubang pasak yang telah dibuat………..………... 100

94.Gambar 3.53 Pembuatan jalur pasak………... 100

95.Gambar 4.1 Deformasi pada salah satu spesimen……….………….………….. 102

96.Gambar 4.2 Skema uji Brinell……….……… 103

97.Gambar 4.3 Ketiga spesimen yang telah putus………..…….. 103

98.Gambar 4.4 Grafik pada Gambar 2.26 sebelumnya yang telah diberi

penandaan………..….. 108

99.Gambar 4.5 Kiri ke kanan : Runner propeller dengan penandaan

sudu – sudunya (A, B, C dan D) dan 3 titik penanda lokasi


(23)

xxiii

DAFTAR NOTASI

SIMBOL ARTI SATUAN

A0 Luas penampang mm2

lintang spesimen

as Alas segitiga sudu mm

Cb Faktor koreksi

beban lentur

D Diameter luar mm

Db Diameter boss mm

Di Diameter indentor mm

Dt Diameter kecil mm

spesimen uji tarik

dp Diameter poros mm

di Diameter indentasi mm

FN Nomor kehalusan mesh

butiran

fc Faktor koreksi

g Percepatan gravitasi m/s2

H Head m

Kt Faktor koreksi

tumbukan

L0 Panjang awal mm

diameter kecil

lbl Lebar balok sudu mm

lf Lebar flask mm


(24)

N Putaran runner rpm

n Rasio diameter

boss dan diameter

luar

P Daya rencana W

Pd Daya transmisi kW

Pf Beban patah kgf

Pmax Beban maksimum kgf

Pr Permeabilitas cm3/mm

Pu Beban pengujian kgf

kekerasan

Py Beban yield kgf

pbl Panjang balok sudu mm

pf Panjang flask mm

Q Debit air l/s

Sf Tegangan patah kgf/mm2

Sf1 Faktor keamanan

bahan

Sf2 Faktor keamanan

bentuk poros

Sn Nilai pelipat

Su Tegangan tarik kgf/mm2

S0 Tegangan mulur kgf/mm2

tb Tinggi boss mm

tbl Tinggi balok sudu mm

tf Tinggi flask mm

tp Tebal pasak mm

tpr Tinggi prisma sudu mm

ts Tinggi segitiga sudu mm

tef Tebal flask mm


(25)

xxv

u Kecepatan rim m/s

diameter luar

ub Kecepatan rim m/s

diameter boss

uw kecepatan whirl m/s

diameter luar

uwb Kecepatan whirl m/s

diameter boss

Vb Volume boss ml

Vbl Volume balok sudu

Vf Kecepatan air m/s

Vpr Volume prisma sudu ml

Vpropeller Volume runner ml

propeller

Vmax Volume maksimum ml

flask

W Berat spesifik air N/m3

Wn Berat pasir tiap g

ayakan

w Lebar arc sudu mm

diameter luar

wb Lebar arc sudu mm

diameter boss

wp Lebar pasak mm


(26)

DAFTAR AKSARA YUNANI

SIMBOL ARTI SATUAN

α Sudut pandu inlet

diameter luar

α Sudut pandu inlet

diameter boss

∆L Panjang penguluran mm

H Efisiensi hidrolik %

Efisiensi total %

Sudut sudu inlet

diameter luar

Sudut sudu inlet

diameter boss

σb Kekuatan tarik kg/mm2

bahan

� Tegangan geser kg/mm2

izin

ϕ Sudut sudu outlet

diameter luar

ϕ Sudut sudu outlet

diameter boss


(27)

xi

ABSTRAK

Runner turbin hidrolik berfungsi mengubah aliran air menjadi energi mekanis yang

bergerak memutar. Terdapat berbagai macam runner untuk turbin hidrolik, salah

satunya adalah propeller. Runner propeller memiliki karakteristik berupa nilai head

yang rendah dan kecepatan aliran air yang tinggi sehingga runner ini cocok digunakan

di daerah beraliran air deras. Berkat kedua karakteristik ini, pembuatan sebuah pembangkit listrik hidrolik dengan daya yang besar namun ketinggian antara permukaan air dengan runner yang rendah memungkinkan. Tugas Akhir ini bertujuan

memahami pembuatan sebuah runner propeller turbin hidrolik melalui proses

pengecoran logam dengan menggunakan cetakan pasir dan memahami perbandingan antara perencanaan dengan prakteknya selama pembuatan. Bahan baku pembuatan adalah kuningan (Cu 60% / Zn 40%) yang memiliki ketahanan korosi yang baik. Desain runner propeller untuk Tugas Akhir ini berpatokan pada daya rencana sebesar 118 W

dan debit 0,12 l/s. Hasil yang diperoleh berupa desain runner propeller dengan diameter

luar 0,16 m yang dapat digunakan pada sebuah pembangkit listrik hidrolik berukuran kecil.


(28)

ABSTRACT

Turbine runner has a function to convert hydraulic energy of a water flow to mechanical energy. There are many types of hydraulic turbine runner, which one of them is propeller. Propeller runner has characteristics of low head value and high water velocity which make it suitable to be used at torrential water flow areas. Thanks to these characteristics, it’s possible to construct a hydraulic power plant that generates high power output but requires low elevation between the water surface and the runner. This Final Project aimed to understand the production of a propeller runner for hydraulic turbine by using sand casting method and to understand comparisons between planning and practice during the production process. The production uses brass (Cu 60% / Zn 40%) as manufacturing material which has good corrosion resistance. The design of propeller runner for this Final Project is based with power plan of 118 W and discharge of 0.12 l/s. The acquired result is a design of a propeller runner with outer diameter of 0.16 m which is small enough to be used for a small sized hydraulic power plant.


(29)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Manusia telah lama memanfaatkan aliran air sebagai sumber energi untuk berbagai keperluan, misalnya untuk memindahkan kayu dari hulu ke hilir sungai. Dalam perkembangannya, aliran tersebut akhirnya dapat digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik yang memiliki aplikasi yang lebih luas dibandingkan dengan sekedar memindahkan kayu.

Untuk membangkitkan tenaga listrik tersebut dari sebuah aliran air, digunakan

turbin hidrolik. Turbin hidrolik dapat menghasilkan listrik saat poros (shaft) , yang

digerakkan oleh aliran air, berputar terhadap generator turbin. Aliran air dapat memutar

poros tersebut karena menyentuh sebuah komponen yang terpasang pada poros tersebut,

yakni runner.

Runner turbin digunakan untuk mengubah aliran air menjadi gerakan rotasi.

Semakin cepat aliran air, maka runner semakin cepat memutar shaft dan semakin besar

pula tenaga listrik yang dihasilkan. Namun, dimensi - dimensi runner seperti diameter

dalam, diameter luar, sudut inlet dan sudut outlet juga mempengaruhi daya yang

dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga air yang menggunakannya. Pada gilirannya,

jenis dan dimensi runner tersebut dipengaruhi oleh head dan kecepatan aliran air.

Salah satu desain runner tersebut ialah runner propeller dan Kaplan. Kedua

Runner ini dipakai pada aliran air dengan kondisi kondisi head yang rendah dan jenis

aliran aksial murni (arah aliran air masuk / inlet dan keluar / outlet segaris dengan garis

sumbu runner). Walaupun keduanya berupa propeller, yang membedakan runner

propeller biasa dengan Kaplan ialah pada Kaplan terdapat mekanisme pengubah sudut sudu sehingga kecepatan putaran dapat disesuaikan dengan kecepatan aliran air.

Dengan nilai head yang kecil tersebut, maka pembangkit listrik hidrolik yang


(30)

ini, terdapat berbagai produsen yang menawarkan instalasi pembangkit listrik hidrolik

dengan runner propeller yang cukup kuat untuk memenuhi beberapa jenis kebutuhan

listrik rumah tangga. Jika di Indonesia terdapat langkah yang demikian, maka ketergantungan akan listrik PLN dapat dikurangi, setidaknya untuk masyarakat yang

tinggal disepanjang aliran sungai – sungai deras di Indonesia.

1.2 Maksud dan tujuan 1.2.1 Maksud

Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi Tugas Akhir sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Sumatera Utara.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut :

a. Memahami pembuatan sebuah runner propeller untuk turbin hidrolik

melalui proses produksi pengecoran logam dengan cetakan pasir

b. Memahami perbandingan antara perencanaan dengan praktek selama proses

pembuatan

1.3 Batasan masalah

Karena luasnya potensi cakupan pembahasan penelitian ini, maka peneliti menetapkan

batasan –batasan sebagai berikut :

a. Untuk pembuatan desain, ditetapkan nilai daya rencana (P) 118 W, debit (Q)

12 l/s, head (H) 2 m, diameter luar 0,16 m, putaran (N) 150 rpm,

perbandingan diameter dalam (boss) dan luar (n) 0,35, efisiensi hidrolik

(ηH) 0,1 % dan jumlah sudu (Z) 4 buah

b. Cetakan pasir dibuat dengan metode pasir basah (green sand) dengan

campuran pasir silika, bentonit dan air

c. Diadakan pengujian terhadap bahan baku kuningan (Cu 60 % / Zn 40 %)

berupa uji tarik dan uji kekerasan dengan tujuan mengetahui sifat - sifat material tersebut seperti tegangan tarik, perpanjangan dan sebagainya. Uji


(31)

3

kehalusan butiran pasir diadakan pada pasir silika dengan tujuan mengetahui nomor kehalusan butirannya

1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Untuk peneliti

Mendapatkan pengetahuan akan perancangan dan tahap – tahap pembuatan

runner propeller dengan cara pengecoran logam.

1.4.2 Untuk calon peneliti berikutnya

Mendapatkan acuan yang lebih jelas jika memiliki niat untuk melanjutkan penelitian ini.

1.5 Metodologi penelitian 1.5.1 Studi pustaka

Dilakukan dengan mempelajari literatur – literatur ilmiah mengenai turbin

hidrolik propeller dan proses pengerjaan logam di Perpustakaan Universitas Sumatera

Utara, situs internet dan tempat – tempat lainnya. Tujuan studi pustaka ini ialah agar

peneliti memperoleh teori – teori untuk menunjang penelitian ini. Adapun literatur –

literatur tersebut berupa buku cetak, karangan ilmiah dan artikel internet.

1.5.2 Diskusi

Peneliti melakukan diskusi dengan berbagai pihak seperti dosen, asisten

laboratorium dan rekan – rekan mahasiswa untuk memperoleh penjelasan dan saran

yang akan dipertimbangkan selama penelitian berlangsung.

1.5.3 Penentuan desain

Desain digambar berdasarkan perhitungan – perhitungan dengan menggunakan

teori – teori yang didapat melalui literatur. Desain yang telah digambar terlampir pada


(32)

1.5.4 Metode pembuatan

Proses pembuatan diawali dengan pembuatan pola yang memiliki ukuran –

ukuran hasil perancangan yang telah dibuat. Selanjutnya, pasir cetak yang akan dipakai untuk membuat cetakan diuji kehalusannya. Pasir cetak tersebut kemudian dicampur

dengan bahan – bahan perekat menurut persentase berat masing - masing. Adapun

persentase tersebut disesuaikan dengan teori yang diperoleh dari literatur – literatur.

Komponen – komponen cetakan pasir dikonstruksi berdasarkan bentuk pola dan

penuangan logam cair kuningan dilakukan pada cetakan tersebut untuk membentuk runner propeller yang telah dirancang. Pembuatan lubang baut, pembuatan lubang

poros dan proses penghalusan (finishing) dilakukan dengan proses pemesinan

(machining). Pembuatan poros dan pasak dilakukan setelah runner propeller selesai dihaluskan.

1.6 Sistematika penulisan

Karya ilmiah ini berupa buku skripsi. Bahasan – bahasan yang dijabarkan di dalam buku

skripsi ini tersusun dalam bab – bab.

BAB I merupakan Pendahuluan yang meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II merupakan Tinjauan Pustaka yang meliputi pengertian mesin hidrolik,

pengertian turbin hidrolik, pengertian runner,pengertian pengecoran logam, pengertian

proses pemesinan,pengertian uji material, dan diagram alir tugas akhir.

BAB III merupakan Metodologi yang meliputi umum, pembuatan desain,

penentuan bahan baku runner propeller, pembuatan pola, uji kehalusan butiran pasir

silika, uji material, perhitungan permeabilitas campuran pasir cetak, proses pengecoran,

pembuatan lubang poros, pembuatan lubang baut dan proses finishing, dan pembuatan


(33)

5

BAB IV merupakan data hasil uji material, data hasil uji kehalusan butiran pasir silika, data hasil perhitungan permeabilitas campuran pasir cetak, dan data hasil pemeriksaan ukuran produk dan hipotesa.

BAB V merupakan Kesimpulan dan Saran.

DAFTAR PUSTAKA merupakan daftar literatur dan rujukan data – data yang

digunakan untuk menunjang penyusunan skripsi ini.

LAMPIRAN berisi tabel data hasil uji tarik, grafik hasil uji tarik, gambar desain,


(34)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian mesin hidrolik

Mesin hidrolik digunakan sebagai pemindah energi dari aliran fluida ke tempat lain

melalui pergerakan komponen – komponennya, dan sebaliknya, juga dapat digunakan

untuk memindahkan energi dari suatu komponen menuju fluida. Pergerakan tersebut berupa perpindahan dan perputaran. Selama terjadi pertukaran energi, energi hidrolik tersebut diubah menjadi energi mekanik atau sebaliknya.

Gambar 2.1 Arah perubahan energi pada mesin hidrolik

Berdasarkan arah perubahan energi tersebut, mesin hidrolik terbagi atas 2 jenis, yakni :

a. Pompa

Mesin hidrolik ini berfungsi mengubah energi mekanis menjadi energi hidrolik pada fluida sehingga fluida tersebut dapat mengalir. Pompa dapat digerakkan tanpa mesin (manual) maupun dengan mesin

b. Turbin Hidrolik

Turbin hidrolik adalah mesin hidrolik yang berfungsi mengubah energi hidrolik dari aliran fluida menjadi energi mekanis melalui pergerakan

komponen – komponennya yang diakibatkan oleh aliran fluida (umumnya

air) tersebut. Turbin digunakan sebagai penggerak utama sebuah komponen lain, misalnya generator listrik


(35)

7

Selain kedua jenis diatas, mesin hidrolik terbagi lagi menjadi 2 jenis berdasarkan ada atau tidaknya cara pemampatan fluida :

a. Statis

Mampu memampatkan dan mengalirkan fluida secara mekanis, contohnya

ialah recripocating pump

b. Kinematik

Tidak memiliki sistem pemampatan, namun memiliki bagian yang dapat

berputar seperti impeller (pompa), rotor (kompresor) dan runner (turbin)

2.2 Pengertian turbin hidrolik

Selama terjadi perubahan energi hidrolik menjadi mekanis didalam sebuah turbin

hidrolik, juga terjadi perpindahan energi tersebut dari aliran fluida ke komponen –

komponen lainnya. Perubahan energi tersebut dilakukan oleh runner yang berputar saat

aliran fluida menyentuhnya, sementara perpindahan energi ke komponen lain terjadi melalui poros.

Gambar 2.2 Komponen turbin : A. poros dan B. runner[26]

Berdasarkan wujud energi hidrolik yang menggerakkan runnernya, turbin

dibagi atas 2 jenis :

a. Turbin impuls

Runner turbin impuls digerakkan oleh energi hidrolik yang telah diubah seluruhnya menjadi energi kinetik melalui cara tertentu, misalnya penggunaan nosel. Contoh : turbin Pelton


(36)

b. Turbin reaksi

Pada turbin reaksi, hanya sebagian energi hidrolik yang diubah menjadi energi kinetik sehingga terdapat 2 komponen energi hidrolik yang

menggerakkan runner, yakni energi kinetik dan tekanan fluida. Setelah

menyentuh runner, tekanan fluida akan terus berkurang sehingga pada saat

aliran fluida berada di outlet bernilai :

1. lebih rendah dibanding tekanan atmosfer jika draft tube terpasang

2. sama dengan tekanan atmosfer jika tidak ada draft tube. Contoh turbin

ini ialah turbin Francis, turbin Kaplan dan turbin propeller

Selain turbin impuls dan reaksi, turbin dapat dibagi lagi menurut :

a. Arah aliran fluida terhadap runner

1. Turbin aliran radial

Aliran fluida pada inlet dan outlet berarah saling tegak lurus, contoh turbin ini ialah turbin Francis desain lama

Gambar 2.3 Aliran radial

2. Turbin aliran aksial

Arah aliran fluida segaris dengan sumbu runner, baik pada inlet maupun

pada outlet, contoh turbin ini ialah turbin Kaplan dan propeller


(37)

9

3. Turbin aliran campuran

Aliran fluida bertipe radial dengan kemiringan tertentu pada inlet,

namun menjadi aksial saat berada di outlet, contoh turbin ini ialah turbin

Francis desain baru

Gambar 2.5 Aliran campuran

b. Nilai head

1. Turbin head rendah (3 – 30 m). Contoh : turbin Kaplan dan propeller

2. Turbin head menengah (3 – 500 m). Contoh : turbin Francis

3. Turbin head tinggi (>100 m). Contoh : turbin Pelton

c. Kecepatan spesifik

Kecepatan spesifik adalah bilangan tanpa dimensi yang digunakan untuk menentukan karakteristik kecepatan putaran suatu turbin. Jenis - jenisnya adalah :

1. Turbin berkecepatan spesifik rendah, misalnya turbin Pelton

2. Turbin berkecepatan spesifik menengah, misalnya turbin Francis

3. Turbin berkecepatan spesifik tinggi, misalnya turbin Kaplan dan

propeller

2.3 Pengertian runner

Runner adalah komponen turbin hidrolik yang digerakkan oleh aliran air. Fungsinya ialah mengubah energi hidrolik menjadi energi mekanis berupa putaran. Perputaran runner bergantung pada kecepatan aliran air dan bentuk runner tersebut, sementara


(38)

Runner adalah komponen turbin yang paling dominan karena fungsinya ini dan bahkan seringkali disebut sebagai turbin itu sendiri. Efisiensi sebuah pembangkit listrik

hidrolik sangat dipengaruhi runner sehingga perancangan dan penempatannya harus

diperhitungkan secara seksama. Jika desain runner tidak cocok dengan aliran air, maka

daya listrik yang dihasilkan pembangkit listrik tersebut tidak akan memenuhi harapan.

Agar memiliki efisiensi yang diharapkan, suatu desain runner harus dapat

menyesuaikan diri sebaik – baiknya dengan aliran air yang mengenainya. Untuk

menyelesaikan masalah ini, maka digunakan perhitungan yang disebut segitiga kecepatan.

Melalui perhitungan segitiga kecepatan tersebut, dapat diketahui ukuran sudu

yang sesuai untuk suatu desain runner yang akan bekerja pada suatu aliran air. Segitiga

kecepatan berbeda – beda menurut jenis runner dan kondisi aliran airnya. Karena itulah

sebelum menentukan jenis dan desain sebuah runner, desainer wajib mengetahui

kondisi aliran air seperti head dan debitnya.

Saat ini terdapat berbagai jenis runner yang dipakai pada pembangkit listrik hidrolik, yakni :

a. Francis

Runner ini dikembangkan oleh James B. Francis di AS. Runner ini memiliki

jenis aliran radial, bertipe reaksi dan nilai head menengah. Kecepatan

putaran runner ini ditentukan oleh posisi guide vane yang terpasang

disekelilingnya. Pada perkembangannya, tipe aliran air runner ini berubah

menjadi aliran campuran.

Gambar 2.6 Kiri ke kanan : bentuk runner Francis untuk aliran radial dan


(39)

11

b. Pelton

Sering juga disebut dengan nama Roda Pelton (Pelton Wheel), runner ini

dikembangkan oleh Lester Allan Pelton pada 1870. Karena digerakkan

oleh air yang ditembakkan oleh nosel, maka runner ini termasuk tipe

impuls, berbeda dengan kincir air yang digerakkan oleh aliran air alami

c. Propeller dan Kaplan

Runner propeller dan Kaplan adalah pengembangan dari runner Francis. Runner propeller dan Kaplan memiliki tipe aliran aksial dan mampu

beroperasi pada head yang rendah, namun memerlukan kecepatan aliran air

yang tinggi. Sama seperti runner Francis, kecepatan putaran runner

propeller dan Kaplan dapat diubah dengan mengganti sudut kemiringan guide vane. Jika terdapat mekanisme khusus yang mampu melakukan hal

demikian pada turbin dengan runner Kaplan (yang memiliki mekanisme

pengubah sudut sudu – sudunya), maka didapatkan sebuah sistem turbin

yang fleksibel dengan aliran air sehingga resiko kehilangan daya akibat

pengurangan debit air dapat diminimalisir. Baik runner propeller maupun

Kaplan dapat dipasang vertikal atau horizontal (turbin bulb). Pada instalasi

horizontal, kerugian aliran (rugi head) dapat diminimalisir sebab pipa

spiral yang ada pada instalasi vertikal tidak dibutuhkan pada instalasi horizontal

Gambar 2.7 Runner propeller dengan head 3 - 65 m [30]

2.4 Pengertian pengecoran logam

Pengecoran logam ialah cara produksi yang memiliki metode mengalirkan logam cair


(40)

mengeras sehingga diperoleh produk jadi. Pengecoran logam biasa digunakan untuk

mencetak benda – benda logam yang memiliki bentuk – bentuk rumit, dimana jika

dikerjakan dengan pemesinanmembutuhkan waktu yang lama.

Gambar 2.8 Sebuah proses pengecoran logam besi [7]

Teknik pengecoran logam memungkinkan pembuatan paduan campuran (logam dengan logam) dan paduan komposit (logam dengan nonlogam). Saat logam induk berada dalam fasa cair, pencampuran material lainnnya dapat dilakukan asalkan suhu peleburan cukup tinggi untuk melebur material yang akan dicampur.

Proses produksi pengecoran logam memiliki beberapa karakteristik yang

membuatnya berbeda dengan proses produksi lainnya. Karakteristik – karakteristik

tersebut ialah sebagai berikut :

a. Bahan baku produk berupa logam yang telah dicairkan seluruhnya

b. Logam dicairkan dengan menggunakan tungku / tanur

c. Produk dibentuk dengan mengalirkan logam cair ke dalam cetakan yang

memiliki bentuk produk

d. Proses pengerjaan meliputi pencairan logam, pembuatan cetakan,

penuangan logam cair, pembongkaran cetakan, pembersihan produk dan pemeriksaan

e. Cetakan dibentuk dengan menggunakan proses produksi yang lain, misalnya

pemesinan dan pengerjaan manual

f. Pengecoran logam dapat dipakai untuk menjiplak produk – produk yang


(41)

13

Proses produksi dengan pengecoran logam, terutama yang menggunakan cetakan pasir, telah menjadi proses produksi yang sangat umum dilakukan. Hal ini didukung dengan kemampuan proses ini untuk membuat sebuah produk dalam waktu yang singkat. Dengan kelebihan ini, sebuah produk berbentuk rumit dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan saat menggunakan proses pemesinan.

Walaupun dengan keuntungan tersebut, proses – proses persiapan yang

dibutuhkan untuk mengadakan proses pengecoran logam, misalnya proses pembuatan cetakan dengan pemesian, memakan waktu yang lama tergantung pada kerumitan bentuk produk yang harus dibuat.

Tungku peleburan untuk pengecoran logam memiliki jenis yang berbeda – beda

menurut titik lebur / titik cair logam produknya. Titik lebur ini menunjukkan suhu yang diperlukan untuk mengubah wujud padat logam menjadi cair, sehingga tungku yang diperlukan harus mampu menghasilkan panas yang lebih tinggi dibanding titik ini agar logam dapat mencair seluruhnya.

Penjiplakan dengan pengecoran logam dapat dilakukan dengan menggunakan cetakan tidak permanen dengan cara menggunakan produk yang telah ada sebagai pola untuk membuat cetakannya. Baik cetakan tidak permanen maupun pola akan dibahas pada sub-bab berikutnya.

Pengecoran logam telah dikenal selama berabad abad dan telah digunakan untuk membuat perhiasan, perkakas rumah tangga, senjata dan lain sebagainya. Selama

perkembangannya, telah dikenal berbagai variasi pengecoran logam seperti sand

casting, lost wax casting dan plaster mold casting.

2.4.1 Sejarah pengecoran logam

Pengecoran logam tertua diduga berlangsung pada 3000 SM di India, Cina dan Timur Tengah. Pada saat itu, perkakas dan senjata dari perunggu merupakan produk pengecoran logam yang umum sehingga banyak yang tersisa hingga sekarang. Pada abad ke 500 SM pengecoran besi telah berkembang di Cina.

Pada Zaman Besi awal, dapur peleburan (melting oven) dikembangkan dari


(42)

tanah liat, batu, lilin dan bahkan logam. Benda – benda yang diproduksi meliputi banyak

jenis termasuk benda – benda berongga yang dibuat dengan menggunakan inti (core).

Pada abad Pertengahan, dokumentasi mengenai pengecoran logam semakin jelas perinciannya. Dari dokumentasi tersebut disebutkan bahwa lilin dan tanah liat

menjadi material utama dalam pengecoran logam, sementara itu tungku crucible dan

api memungkinkan pembuatan campuran logam seng, timah dan tembaga.

Senjata api menjadi salah satu produk pengecoran besi yang pertama pada tahun 1400 M. Pada awalnya, pembuatan peluru masih menggunakan cetakan tanah liat, kemudian penggunaan cetakan permanen yang terbuat dari besi tuang menjadi berkembang pesat karena tingginya permintaan pasar. Pada tahun 1500 M, pipa yang

terbuat dari besi tuang mulai diproduksi bersama dengan oven, kompor dan bahkan

komponen air mancur.

Pada saat ini, proses pengecoran logam telah menjadi proses produksi yang

sering dilakukan, bahkan material – material non logam juga telah dikerjakan dengan

teknik pengecoran. Salah satu faktor utama yang menunjang hal ini ialah

pengerjaannya yang relatif singkat dan murah dibanding dengan proses produksi lainnya.

Berkat kemajuan teknologi pengecoran logam dan peleburan, paduan – paduan

dengan multi komposisi dan material yang sebelumnya tidak dapat dilebur dapat dikerjakan. Salah satu kemajuan tersebut ialah tungku induksi yang mampu mencairkan logam dengan aliran listrik.


(43)

15

2.4.2 Faktor – faktor pengecoran logam

Berikut ini adalah faktor – faktor yang mempengaruhi suatu proses pengecoran

logam :

a. Sifat – sifat logam dalam wujud cair, yakni : titik lebur, berat jenis, koefisien

kekentalan kinematik, dan tegangan permukaan

Tabel 2.1 Nilai sifat – sifat beberapa jenis logam dalam wujud cair

Bahan Titik

lebur (oC)

Berat jenis (g/cm3)

Koefisien kekentalan

kinematik (cm2/s)

Tegangan permukaan

(dyne/cm)

Timah (Pb) 232 5,52 (232 oC) 0,00199 540 (247 oC)

Seng (Zn) 327 6,21 (420 oC) 0,00508 450 (330 oC)

Aluminium (Al) 660 2,35 (760 oC) 0,00234 520 (750 oC)

Tembaga (Cu) 1083 7,84 (1200 oC) 0,00395 581 (1200 oC)

Besi tuang 1170 6,9 (1300 oC) 0,0023 1150 (1300 oC)

(Sumber : Lit. 39 Hal : 12)

b. Pembekuan logam cair. Pembekuan logam paduan dan logam murni

memiliki prinsip yang berbeda

c. Bentuk dan ukuran produk. Pengaruhnya secara langsung diberikan oleh

bentuk rongga cetakan (mold cavity) berbentuk produk yang dibuat dengan

bantuan pola (cetakan tidak permanen) ataupun pemesinan dan pemahatan (cetakan permanen)

d. Jenis cetakan : permanen atau tidak permanen. Jenis bahan baku cetakan dan

cara pembuatannya juga ikut memberikan pengaruh

e. Bagian – bagian cetakan yang dimiliki, misalnya riser dan saluran turun

(downsprue). Bentuk dan ukuran saluran – saluran tersebut juga memberikan pengaruh. Tabel 2.2 berikut menunjukkan hubungan ukuran downsprue dengan berat tuang :


(44)

Tabel 2.2 Hubungan ukuran diameter saluran turun dengan berat tuang Berat tuang (10 kg) Diameter downsprue (mm) Berat tuang (10 kg) Diameter downsprue (mm)

<= 10 13 200-250 39

10-20 19 250-300 39

20-30 22 300-350 39

30-40 24 350-400 39

40-50 25 400-450 40

50-75 27 450-500 42

75-100 30 500-600 43

100-125 31 600-700 45

125-150 33 700-800 47

150-175 34 800-900 48

175-200 36 900-1000 49

(Sumber : Lit. 39 Hal : 78)

f. Proses peleburan dan penuangan logam cair. Peleburan masing –

masing logam dibedakan oleh titik lebur / titik cairnya sehingga membuat perbedaan pada lamanya waktu peleburan hingga jenis

tungku peleburan yang diperlukan diantara jenis – jenis logam

tersebut. Titik lebur tersebut juga membuat perbedaan pada suhu penuangan

g. Perlakuan khusus, misalnya pemberian bagian penambah pada

rongga cetak produk

2.4.3 Pelaksanaan pengecoran logam

Pelaksanaan pengecoran logam meliputi : membuat cetakan, peleburan logam, penuangan, pembekuan logam cair, pembongkaran cetakan, pembersihan produk dan

pemeriksaan. Dalam banyak kasus, pengecoran diikuti dengan proses finishing untuk

membuang bagian permukaan produk yang cacat.

Pelaksanaan sebuah proses pengecoran secara umum dapat dilihat dalam diagram alir berikut :


(45)

17

Gambar 2.10 Diagram alir proses pengecoran logam

2.4.4 Bahan baku pengecoran logam

Bahan baku logam untuk pengecoran dibagi menjadi 5 :

a. Besi tuang (cast iron)

Besi tuang adalah paduan besi yang mengandung karbon, silisium, mangan, fosfor dan belerang.

Gambar 2.11 Berikut menunjukkan sebuah diagram fasa besi karbon menurut persentase berat karbon :

Mulai

Peleburan logam

Pembekuan logam cair Penuangan

Pembongkaran cetakan

Pembersihan produk

Pemeriksaan produk

Finishing Pembuatan cetakan


(46)

Gambar 2.11 Diagram fasa besi menurut jumlah persen karbonnya [23]

Besi memiliki struktur – struktur penyusun yang disebut alotrofi. Jenis –

jenis alotrofi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

i. Ferrite (besi α)

Merupakan struktur fasa yang memberikan sifat liat dan magnetis pada

besi. Ferit terbentuk pada suhu dibawah 912 oC melalui pendinginan

austenit yang lambat. Ferit memiliki nilai kekerasan 70 – 100 BHN

(Brinell Hardness Number). Memiliki struktur body - centered cubic

ii. Austenit (besi γ)

Terbentuk dibawah suhu 1394 oC. Memberikan sifat liat, namun dapat

memisahkan karbon. Berstruktur face - centered cubic

iii. Besi delta (δ)

Fasa ini terbentuk ketika suhu pembekuan logam cair mencapai angka


(47)

19

iv. Besi karbida (sementit)

Struktur fasa ini merupakan senyawa karbon (6,67 %) dan besi (93,3 %)

dengan struktur kimia Fe3C. Sementit bersifat keras dengan nilai

kekerasan 65 – 68 RHN (Rockwell Hardness Number), namun juga

menambah kerapuhan pada besi. Besi karbida banyak digunakan sebagai

bahan paduan pahat HSS (high speed steel) karena ketahanan ausnya

Gambar 2.12 Kiri ke kanan : body centered cubic[9] dan face centered

cubic[10]. Panah menunjukkan titik kisi (lattice point)

Besi tuang memiliki 6 jenis : besi tuang kelabu, besi tuang tempa, besi tuang bergrafit bulat, besi tuang dicil, besi tuang mutu tinggi dan besi tuang kelabu paduan.

Besi tuang kelabu memiliki warna keabuan dan memiliki struktur mikro

berupa ferrite ataupun perlit dan serpihan karbon getas. Besi tuang ini

memiliki kekuatan tensil 10-30 kgf/mm2, namun bersifat agak getas. Titik

leburnya mencapai 1200 oC dan memiliki kemampuan cor yang baik

sehingga banyak dipakai sebagai bahan baku pengecoran.

Besi tuang tempa terbuat dari besi tuang putih yang dilunakkan didalam tanur dalam waktu lama. Warna putih tersebut diberikan oleh struktur sementit. Melalui proses penempaan, sifat rapuh yang diberikan sementit berubah menjadi liat.

Besi tuang kelabu paduan memiliki unsur – unsur paduan (seperti krom,

nikel, molibdenum, vanadium, titanium dan sebagainya) dan grafit. Secara

umum, strukturnya stabil sehingga memiliki sifat – sifat yang lebih baik


(48)

Besi tuang bergrafit bulat dibuat dengan memadukan magnesium, kalsium atau serium kedalam cairan logam sehingga grafit bulat akan mengendap. Besi tuang ini memiliki kekuatan, keuletan, ketahanan aus dan ketahanan panas yang lebih baik dibanding besi tuang kelabu.

Besi tuang cil merupakan besi tuang putih yang bagian dalamnya terdiri dari struktur dengan endapan grafit. Keuletan dan ketahanan aus permukaannya sangat baik.

Besi tuang mutu tinggi mengandung lebih sedikit karbon dan silikon serta ukuran grafit bebasnya lebih kecil dibanding besi tuang kelabu sehingga

memiliki kekuatan tensil 30-50 kgf/mm2.

Besi tuang digunakan untuk membuat komponen – komponen berikut :

i. Komponen mobil : blok silinder, tutup silinder, poros engkol

ii. Mesin perkakas : meja, pegangan, kursi

iii. Komponen mesin : katup, sambungan pipa, kopling, roda gigi

iv. Mesin hidrolik : runner turbin, pompa, rumah pengalir

v. Mesin listrik : rumah motor, rangka motor

vi. Mesin cetak, pipa dan sebagainya

b. Baja tuang (cast steel)

Baja tuang terdiri atas baja karbon dan baja paduan. Baja karbon terdiri atas

baja karbon rendah (C < 0,2 %), baja karbon menengah (C = 0,2 – 0,5 %)

dan baja karbon tinggi (C > 0,5 %). Kadar karbon yang rendah menyebabkan

kekuatan (strength) rendah, perpanjangan (elongation) yang tinggi, harga

bentur yang tinggi dan kemampuan las yang baik. Baja tuang memiliki sifat

getas jika tidak mendapat perlakuan panas (heat treatment) sehingga

memerlukan pelunakan untuk membuatnya menjadi ulet.

Baja tuang memiliki titik lebur berkisar pada 1500 oC dan sifat mampu cor

yang lebih buruk dibanding besi tuang. Walaupun begitu, baja tuang lebih cocok dipakai pada berbagai bagian mesin karena ketahanannya.


(49)

21

Untuk memperbaiki sifatnya, baja tuang dapat dicampur dengan paduan –

paduan seperti khrom, molybdenum, vanadium dan lain lain. Salah satu perbaikan sifat yang sering diinginkan adalah ketahanan karat.

Baja tuang digunakan untuk membuat komponen – komponen berikut :

i. Bagian – bagian mesin yang harus tahan lama

ii. Bagian kereta api : rangka, kopling

iii. Mesin pemindah bahan : backhoe, forklift, crane

iv. Mesin hidrolik : runner turbin, poros generator, pompa

v. Bagian kapal : kerangka, rudder, lambung

vi. Mesin pertambangan : mata bor

c. Paduan tembaga

Paduan tembaga digolongkan atas : perunggu, kuningan, perunggu aluminium dan sebagainya.

Perunggu adalah paduan tembaga dan timah. Titik leburnya mencapai 1000

oC dan kemampuan cornya hampir sama baiknya dengan besi tuang. Sifat

tahan karat dan tahan ausnya baik sehingga cocok dipakai pada bagian –

bagian mesin. Perunggu dibagi menjadi 2 macam : perunggu fosfor yang ketahanan ausnya diperbaiki penambahan fosfor, dan perunggu timbal yang cocok sebagai bahan bantalan.

Kuningan merupakan perpaduan tembaga (cuprum / Cu) dan seng (zinc /

Zn). Logam ini dapat dilebur dengan tungku krus (crucible) dan tungku

induksi frekuensi rendah. Menurut Ir. Tata Surdia dan Dr. Kenji Chijiiwa, titik lebur kuningan menurut 3 jenis persen paduan umum tercantum pada Tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Titik lebur dari 3 jenis persen paduan kuningan

Persen paduan (Cu / Zn) Titik lebur (oC)

85 % / 15 % 1150 – 1200

70 % / 30 % 1080 – 1130

60 % / 40 % 1030 – 1080


(50)

Sementara diagram fasa berikut menunjukkan titik titik lebur logam kuningan menurut persen Zn :

Gambar 2.13 Diagram fasa kuningan menurut persen Zn [19]. Garis merah

menunjukkan titik pembekuan (Cu 60% / Zn 40%)

Kuningan memiliki alotrofi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13 diatas :

i. Kuningan alpha (α)

Memiliki kandungan seng sebesar < 35 %. Bersifat mampu tempa dan

dapat dikerjakan dingin (cold working)

ii. Kuningan alpha + beta (α+β)

Kandungan seng berkisar 35 % - 45 %. Sering disebut kuningan duplex. Bersifat lebih keras dibanding kuningan alpha, karenanya biasa

dikerjakan panas (hot working)

α

β α + β

γ

e

h

(Zn) γ

+ e

ε

+

η δ

+

L L+γ

L+β


(51)

23

iii. Kuningan beta (β)

Kandungan seng 45 % - 50 %. Bersifat lebih keras dibanding kedua jenis sebelumnya sehingga hanya bisa dikerjakan panas. Cocok untuk pengecoran logam

iv. Kuningan putih

Kandungan seng > 50 %. Bersifat terlalu rapuh untuk dapat digunakan

Semakin besar kandungan tembaganya, maka warna kuningan tersebut semakin kemerahan.

Kuningan dengan kekuatan tinggi mampu dihasilkan melalui perpaduan tembaga, aluminium, besi mangan, nikel dan sebagainya. Namun, perpaduan ini memerlukan peleburan dengan tungku krus atau tungku nyala api berbahan bakar minyak kasar atau arang.

Kuningan memiliki sifat mampu tempa yang lebih baik dibanding perunggu. Sifat liatnya membuat kemampuan mengalirnya sangat baik saat dalam wujud cair yang akhirnya membuat sifat mampu cornya bagus.

Kuningan tidak memiliki sifat feromagnetis (sifat material yang mengakibatkan material tersebut mudah berinteraksi dengan sifat magnetis disekitarnya) sehingga ketika didaur ulang, zat pengotor besi dapat disingkirkan dengan menempatkan magnet yang kuat disekitar kuningan yang hendak didaur ulang.

Sifat tahan korosi dan kekuatan kuningan dapat ditingkatkan dengan penambahan aluminium. Dalam meningkatkan ketahanan korosi, aluminium

tersebut menciptakan lapisan aluminium oksida (Al2O3) yang keras di

permukaan kuningan. Lapisan ini tipis, transparan dan mampu memperbaiki

diri sendiri (self healing). Ketahanan korosi dari air laut dapat diperoleh

melalui penambahan timah.

Aluminium perunggu merupakan logam paduan yang memiliki sifat – sifat

ketahanan aus dan korosi yang baik.


(52)

i. Bagian mesin : bantalan, rumah katup, busi

ii. Mesin hidrolik : pompa, runner turbin

iii. Bagian kapal : propeller

d. Paduan ringan

Logam paduan ringan terdiri atas paduan aluminium, magnesium, silikon dan sebagainya dengan karakteristik umum berupa berat yang tergolong ringan.

Perpaduan aluminium silikon (dinamakan silumin) dimaksudkan untuk meningkatkan kekerasan aluminium. Gambar 2.14 berikut menunjukkan diagram fasa silumin :

Gambar 2.14 Diagram fasa silumin [16]

Pada diagram diatas terdapat titik eutektik (panah merah), yakni suhu pembekuan paduan (dalam hal ini aluminium dan silikon) yang paling rendah dibanding dengan suhu pembekuan pada persen berat komposisi lainnya untuk jenis paduan yang sama.


(53)

25

Paduan aluminium silikon memiliki aplikasi yang luas dalam industri. Salah satu produk aluminium silikon ialah kemasan kaleng untuk makanan sehingga kebutuhan akan paduan ini cukup tinggi.

Aluminium merupakan logam yang memiliki sifat mekanis dan mampu cor yang buruk, sehingga perlu diperbaiki dengan penambahan paduan seperti

silikon, magnesium, tembaga dan lain – lain. Secara umum, aluminium

paduan memiliki sifat penghantar panas yang baik serta beratnya yang ringan.

Paduan ringan digunakan untuk membuat komponen – komponen berikut :

i. Bagian pesawat terbang : propeller, sayap, body, ekor

ii. Perkakas rumah tangga : piring, gelas, sendok

iii. Bagian kapal : propeller

e. Paduan lain

Contoh – contoh paduan ini ialah monel yang merupakan paduan nikel dan

tembaga, serta hasteloy yang mengandung molibdenum, khrom dan silikon. Selain keduanya, terdapat juga paduan timah, tembaga dan stibium.

2.4.5 Cetakan (mold)

Cetakan adalah komponen pengecoran logam yang berfungsi sebagai pemberi bentuk produk pada logam cair. Berkat kemampuan mengalirnya, logam cair yang

memasuki cetakan akan menyebar memenuhi rongga cetakan (mold cavity) yang

memiliki bentuk produk. Proses pembekuan menyebabkan logam cair mengeras sehingga bentuknya didalam rongga cetakan dapat dipertahankan.

Cetakan untuk pengecoran logam biasanya terdiri dari 2 bagian yang disebut

cope dan drag. Kedua bagian ini masing – masing memiliki sebagian dari bentuk rongga

cetakan, dan keduanya harus disatukan saat penuangan berlangsung dan dibiarkan demikian hingga logam cair membeku dan menjadi produk. Setelah logam cair membeku, keduanya dipisahkan untuk mengeluarkan produk. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cetakan dibuat demikian untuk mempermudah pengeluaran produk yang telah dicor.


(54)

Selain elemen – elemen diatas, sebuah cetakan juga memiliki saluran – saluran untuk mengalirkan logam cair ke dalam rongga cetakan. Berikut ini adalah beberapa elemen yang dapat dimiliki oleh sebuah cetakan :

a. Pouring cup : lubang tempat memasukkan logam cair b. Riser : tempat penampungan logam cair, digunakan

untuk memastikan bahwa seluruh mold cavity

terisi logam cair

c. Mold Cavity : rongga cetakan berbentuk pola produk

d. Cope : bagian atas cetakan

e. Core : bagian pembentuk rongga produk

f. Flask : pembungkus cetakan

g. Drag : bagian alas cetakan

h. Gating system : saluran masuk menuju mold cavity i. Runner : saluran menuju riser dan mold cavity j. Downsprue : saluran turun menuju runner

Gambar 2.15 Bagian – bagian cetakan

Berdasarkan ketahanan cetakannya, pengecoran logam dibedakan menjadi 2 jenis, yakni :


(55)

27

a. Cetakan permanen

Cetakan ini tidak mudah rusak karena terbuat dari bahan – bahan yang keras

seperti logam, namun bahan tersebut harus memiliki titik lebur yang lebih tinggi dibanding titik lebur logam cair yang akan memasukinya agar tidak ikut melebur bersama logam cair tersebut. Pembuatan cetakan permanen umunya dilakukan dengan proses pemesinan. Material logam yang umum dicor dengan cetakan ini ialah campuran aluminium, magnesium dan

tembaga. Contoh – contoh proses pengecoran dengan cetakan permanen

ialah die casting, centrifugal casting, semi-solid metal casting dan

continuous casting. Kelebihan cetakan permanen secara umum adalah sebagai berikut :

i. Karena ketahanannya, mampu digunakan berulang – ulang

ii. Permukaan produk halus dan keakurasiannya relatif tinggi

iii. Cocok untuk produksi massal karena cetakan dapat dipakai berulang

iv. Waktu produksi untuk sebuah produk relatif singkat

Gambar 2.16 Sebuah cetakan permanen untuk produk aluminium

Kelemahan cetakan tidak permanen secara adalah sebagai berikut :

i. Tidak ekonomis untuk dipakai pada produksi yang berjumlah sedikit

karena pembuatan cetakannya memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit

ii. Logam cair yang dapat digunakan dibatasi oleh titik lebur bahan cetakan,

misalnya baja tuang tidak dapat dicor dengan cetakan yang terbuat dari besi tuang


(56)

b. Cetakan tidak permanen

Cetakan tidak permanen dibuat dari bahan – bahan lunak seperti pasir,

plastik dan lilin yang dicampur dengan bahan perekat sehingga mampu mempertahankan bentuknya. Cetakan ini harus dirusak untuk mengambil

produk yang telah dicor sehingga tidak bisa digunakan berulang – ulang.

Cetakan tidak permanen dibentuk dengan menggunakan pola (pattern) yang

dibentuk dengan proses pemesinan dan proses lainnya. Contoh proses

pengecoran dengan cetakan tidak permanen ialah sand casting (cetakan

berbahan pasir), plaster mold casting (cetakan berbahan plaster), investment

casting dan shell molding.

Kelebihan cetakan tidak permanen secara umum ialah :

i. Kerusakan dapat diperbaiki dalam waktu relatif singkat

ii. Tergolong ekonomis untuk produksi yang sedikit

iii. Pembuatan memerlukan waktu yang singkat dan pengerjaan yang tidak

sesulit pemesinan

Kelemahan cetakan tidak permanen secara umum ialah :

i. Tidak cocok untuk produksi massal karena cetakan tersebut hancur saat

produk yang selesai dicor diambil sehingga harus dibuat kembali

ii. Karena mudah rusak, penempatan dan pemindahan harus dilakukan hati

- hati

iii. Hanya mampu membuat 1 buah produk

2.4.6 Sand casting

Sand casting ialah proses pengecoran dengan cetakan tidak permanen yang

menggunakan pasir sebagai material utama pembuat cetakannya. Sand casting

merupakan proses pengecoran logam yang dapat dijumpai dalam skala industri rumahan, hal ini didukung dengan persiapan dan pelaksanaan pengerjaannya yang murah dan sederhana.

Pada sand casting, proses pengerjaan diawali dengan pembuatan pola. Pola


(57)

29

pasir cetak (foundry sand). Selanjutnya, cetakan yang telah dibuat tersebut dapat

dilengkapi dengan saluran – saluran logam cair seperti downsprue dan riser.

Sebuah pasir cetak harus memiliki kriteria – kriteria berikut agar dapat

digunakan sebagai bahan pembuat cetakan :

a. Memiliki permeabilitas (kemampuan melalukan gas) keluar cetakan yang

memadai sehingga gas tidak terperangkap didalam cetakan saat logam cair dialirkan kedalamnya. Permeabilitas didapatkan melalui uji permeabilitas terhadap pasir cetak tersebut

b. Memiliki sifat mudah dibentuk dan mampu mempertahankan bentuk

tersebut

c. Memiliki kehalusan butiran yang seimbang. Jika butiran halus maka dapat

menciptakan permukaan produk yang halus. Namun butiran yang terlalu halus juga menurunkan permeabilitas cetakan. Ukuran butiran didapatkan melalui uji distribusi besar butiran terhadap pasir cetak tersebut

d. Mampu dipakai kembali dan mudah didapatkan

e. Komposisi pasir dengan bahan pengikat harus sesuai takaran agar pasir

tersebut tidak terlalu liat ataupun tidak terlalu mudah rusak. Komposisi ini

bergantung pada metode pengecorannya : cetakan basah (metode green

sand) atau cetakan kering (metode air set)

f. Memiliki ketahanan panas yang baik terhadap suhu penuangan logam cair.

Ketahanan panas ini ditunjukkan oleh suhu titik penyatuan (fusion point)

pada pasir tersebut, namun suhu ini dapat bernilai lebih kecil karena adanya zat pengotor yang tercampur pada pasir cetak tersebut. Titik penyatuan tiap

jenis pasir berbeda – beda. Sementara, suhu – suhu penuangan beberapa


(58)

Tabel 2.4 Suhu – suhu penuangan beberapa jenis logam

Jenis Logam Cair Suhu Penuangan (oC)

Paduan ringan 650 – 750

Perunggu 1100 – 1250

Kuningan 950 – 1100

Besi tuang 1250 – 1450

Baja tuang 1500 – 1550

(Sumber : Lit. 39 Hal : 109 )

Jenis – jenis pasir yang dapat digunakan sebagai pasir cetak adalah sebagai

berikut :

a. Silika (kuarsa)

Gambar 2.17 Pasir kuarsa saringan 420 mikron

Pasir silika (SiO2) dapat diperoleh di daerah pantai dan aliran sungai ataupun

dengan memecah batu kuarsa. Pasir silika hasil pemecahan batu kuarsa

memiliki zat pengotor yang lebih sedikit (dengan persentase SiO2 mencapai

95 %) dibanding dengan pasir silika yang diambil dari alam. Silika murni

memiliki suhu titik penyatuan (fusion point) dapat mencapai 1760 oC. Untuk

pengecoran baja diperlukan paling sedikit 98 % silika murni, sementara

untuk logam non – ferrous diperlukan 94 % - 98 %. Semakin tinggi titik

lebur logam cair, maka semakin besar persentase silika murni yang diperlukan. Kelebihan pasir ini adalah jumlahnya banyak dan mudah didapatkan. Sementara pasir ini memiliki kelemahan sebagai berikut :

i. Ekspansi termal tinggi sehingga berpotensi menimbulkan cacat pada


(59)

31

ii. Konduktivitas termal rendah sehingga berpotensi menimbulkan cacat

produk

iii. Pada logam – logam dasar rentan terjadi cacat

b. Olivine

Gambar 2.18 Pasir olivine [18]

Merupakan gabungan antara ortosilikat besi dengan ortosilikat magnesium yang

membentuk (Mg,Fe)2SiO4. Pasir ini tidak memiliki unsur silika.

Kelebihan :

i. Dapat digunakan pada produk bermaterial logam dasar

ii. Konduktivitas termal dan titik penyatuan yang tinggi

iii. Nilai ekspansi termal rendah

iv. Dari segi kesehatan, lebih aman dibanding silika

Kelemahan :

i. Berada di lapisan bawah permukaan Bumi sehingga memerlukan penggalian

untuk memperolehnya

ii. Cepat lapuk ketika berada di permukaan Bumi

c. Chromite


(60)

Pasir ini merupakan bentuk oksida dari besi dan krom yang membentuk

FeCr2O4. Selain sebagai pasir cetak, chromite juga digunakan sebagai bahan

paduan untuk membuat baja tahan karat (stainless steel) dan baja pahat (tool

steel)

Kelebihan :

i. Memiliki sedikit silika sehingga kelemahan – kelemahan yang dimiliki

silika bernilai minimum

ii. Titik penyatuan tinggi (1850 °C)

iii. Konduktivitas termal sangat tinggi

Kelemahan pasir ini adalah bernilai tinggi sehingga lebih cocok digunakan pada pembuatan baja paduan yang bernilai tinggi

d. Zircon

Gambar 2.20 Pasir zircon [29]

Pasir zircon merupakan senyawa dari 2/3 zircon oksida (Zr2O) dan 1/3 silika.

Suhu penyatuan pasir ini merupakan yang tertinggi diantara jenis – jenis pasir

cetak lainnya, yakni mencapai 2600 oC. Pasir zircon memiliki kelebihan -

kelebihan yang membuatnya cocok dipakai untuk mengerjakan logam – logam

paduan bernilai tinggi, selain itu pasir ini juga dapat digunakan sebagai mold

wash, yakni pelapis rongga cetakan yang berfungsi meningkatkan kehalusan

permukaan produk

Kelebihan :

i. Dapat mencetak logam dengan suhu penuangan sangat tinggi seperti baja


(61)

33

ii. Ekspansi termal sangat rendah

iii. Konduktivitas termal sangat tinggi

Kelemahan pasir ini ialah mahal dan sulit diperoleh

e. Chamotte (grog / pasir api)

Gambar 2.21 Pasir chamotte [35]

Pasir ini juga digunakan sebagai bahan pembuatan keramik. Pembuatan

chamotte dilakukan dengan proses kalkinasi (heat treatment dengan

penggunaan oksigen) terhadap tanah liat merah (Al2O3-SiO2) diatas 1100 oC.

Pasir charmotte mengandung alumina dan silika masing – masing mencapai 40

% dan 30 %. Suhu penyatuannya mencapai 1750 oC. Pasir ini banyak digunakan

untuk membuat produk baja berukuran besar

Kelebihan :

i. Relatif murah

ii. Ekspansi termal cukup rendah

Kelemahan pasir ini adalah butirannya kasar sehingga membuat permukaan produk tidak rata

Untuk membuat pasir cetak mampu mempertahankan bentuknya atau agar tidak

runtuh saat pengecoran dilakukan, harus dicampurkan bahan – bahan perekat,


(62)

a. Campuran air dan lempung

Tanah lempung (clay) seperti kaolinite, ilite, monmorilonite dan bentonite

dapat dipakai sebagai perekat. Jika ditambah air, maka campuran pasir cetak tersebut menjadi pasta liat. Bentonite yang memiliki unsur utama

monmorilonite (Al2O3.4SiO2.H2O) merupakan lempung yang banyak

dipakai sebagai bahan pengikat

Gambar 2.22 Bentonite

b. Minyak

Misalnya minyak ikan, minyak biji rami dan minyak kedelai. Minyak

tersebut dicampurkan ke pasir cetak sebanyak 1,5 – 3 % setelah dipanggang

hingga 200 – 250 oC. Bahan pengikat ini tidak menyerap air sehingga mudah

dibongkar setelah pengecoran selesai. Ketahanan campuran ini terhadap suhu tinggi tidak memadai, namun dapat diperbaiki dengan menambahkan bentonite dan tepung kanji

c. Resin

Resin dapat diperoleh secara alami ataupun sintetis. Pengikat ini dapat

diperbaiki sifatnya dengan mencampurkan bahan – bahan aditif.

Keuntungan lainnya ialah mampu dihancurkan dengan baik (good

collapsibility) dan menghasilkan permukaan produk yang baik. Resin yang umum dipakai ialah urea formaldehid (UF), fenol formaldehid (PF) dan methylene diphenyl diisocyanate (MDI)


(63)

35

Gambar 2.23 Resin Fenol Formaldehid

d. Sodium silikat

Merupakan perekat kekuatan tinggi yang digunakan bersama pasir silika. Keuntungannya ialah mampu dipakai pada suhu kamar dan cepat disiapkan

Untuk meningkatkan kualitas pengecoran, dapat ditambahkan zat -zat aditif.

Zat – zat tersebut terbagi menurut kegunaan – kegunaan berikut :

a. Mengurangi kadar air

Memiliki takaran hingga 5 %. Bertujuan untuk meningkatkan kehalusan permukaan produk dan mencegah penetrasi logam cair kedalam pasir cetak. Zat aditif ini menciptakan lapisan gas di permukaan rongga cetakan yang mencegah logam cair melekat dengan rongga cetakan tersebut. Contoh zat ini : tepung batu bara, minyak bahan bakar dan ter

b. Sebagai pelindung terhadap suhu tinggi

Memiliki takaran hingga 3 %. Bertujuan untuk mengurangi cacat yang

ditimbulkan panas tinggi seperti hot crack dan hot tear


(64)

c. Meningkatkan kekuatan pasir cetak saat kering

Aditif untuk kegunaan ini sering disebut Pengikat sereal (cereal binder).

Bertakaran hingga 2 %. Contohnya ialah pati dan alkali sulfit. Zat ini juga berfungsi meningkatkan kehalusan permukaan produk dan memperbaiki

sifat collapsibility pasir cetak. Namun, zat ini termasuk mahal

d. Mencegah kerusakan cetakan saat penuangan

Memiliki takaran hingga 2 %. Bubuk besi oksida dapat mencegah keretakan cetakan dan penetrasi logam cair. Namun, zat ini juga sangat mengurangi permeabilitas pasir cetak

Selain zat pengikat dan zat aditif, pasir cetak juga sering dicampur senyawa

pemisah (parting compound). Fungsi senyawa pemisah ialah mempermudah

pengambilan pola dari cetakan pada proses pembuatan cetakan. Zat ini, baik berupa cair maupun bubuk, diberikan ke permukaan pola sebelum pembuatan cetakan berlangsung. Contoh senyawa ini ialah grafit dan silika kering yang berwujud bubuk, sementara yang berwujud cair adalah minyak mineral dan silikon cair

Dalam sand casting, pembuatan cetakan pasir secara garis besar terdiri atas 2

metode yang dibedakan menurut ada tidaknya kandungan air : cetakan basah (green

sand) dan cetakan kering (air set). Kedua jenis metode tersebut dijabarkan sebagai

berikut :

a. Cetakan basah (green sand)

Metode ini menggunakan air dan lempung sebagai campuran bahan perekat. Cetakan dengan metode ini dibuat saat pasir cetaknya dalam keadaan basah dan kemudian dikeringkan sebelum penuangan dimulai. Pengeringan dapat

dilakukan dengan penyemburan api terhadap rongga cetak. Proses green

sand memiliki berbagai macam komposisi, namun secara umum komposisi

tersebut adalah sebagai berikut :

i. Lempung : 5 % - 10 %

ii. Air : 2 % - 4 %

iii. Pasir cetak : 75 % - 85 %


(65)

37

Kadar air dan kadar pengikat sangat mempengaruhi sifat – sifat cetakan. Hal

ini ditunjukkan melalui grafik pada Gambar 2.25 berikut :

Gambar 2.25 Grafik hubungan pengaruh kadar lempung dan kadar air [39]

Berpatokan dengan salah satu kurva permeabilitas kadar lempung, peningkatan kadar air akan meningkatkan permeabilitasnya hingga mencapai titik maksimum yang ada pada kurva permeabilitas kadar lempung tersebut. Selanjutnya permeabilitas terus menurun jika kadar air semakin bertambah. Sementara itu, kadar lempung yang rendah membantu meningkatkan permeabilitas. Hal yang sama juga berlaku pada kekuatan tekan pasir cetak saat masih basah. Kekuatan tekan menunjukkan ketahanan pasir cetak terhadap gaya tekan, misalnya dari logam cair. Namun pada saat kering kekuatan tekan tersebut terus meningkat seiring dengan pertambahan kadar air dan kadar lempung. Grafik pada Gambar 2.26 di bawah menunjukkan pengaruh kadar air dengan lempung bentonit. Sama dengan grafik sebelumnya, peningkatan kadar air menyebabkan permeabilitas dan kekuatan pasir cetak saat basah terus meningkat, namun terus menurun setelah melewati maksimum. Sementara kekuatan pasir cetak saat kering terus meningkat seiring pertambahan kadar bentonit dan kadar air.


(66)

Gambar 2.26 Grafik hubungan pengaruh kadar bentonit dan kadar air [39]

b. Cetakan kering (air set)

Metode ini menggunakan bahan perekat selain lempung, misalnya zat adhesif. Karena tidak mengandung lempung, maka pasir cetak tidak perlu dicampur dengan air. Terdapat 2 jenis cetakan pasir kering :

i. Cetakan kering alami, dengan menggunakan pasir sungai

ii. Cetakan kering sintetis, dengan menggunakan pasir danau

Sekalipun mampu mempertahankan bentuknya, cetakan pasir tetaplah rapuh sehingga mudah rusak terutama saat pembukaan dan penutupan cetakan. Karenanya, cetakan pasir lazim ditempatkan di dalam sebuah tempat penyimpanan yang disebut flask. Flask terbuat dari kayu dan logam. Secara umum, flask kayu lebih banyak dipakai karena ekonomis.

Flask dibuat dengan ukuran yang mampu membungkus seluruh bagian cetakan.

Sama halnya dengan cetakan, flask dibagi menjadi 2 bagian yang disatukan saat


(67)

39

Gambar 2.27 Sekumpulan kotak flask[25]

Pembuatan cetakan pasir sangat bergantung pada pola (pattern). Sebuah pola

yang kuat dapat dipakai untuk menyiapkan beberapa cetakan untuk produk yang sama.

Gambar 2.28 Pola berbahan kayu (kiri) dan produk yang dijadikan pola (kanan)

Pola terbuat dari bahan yang mampu mempertahankan bentuknya seperti lilin, kayu, plastik keras dan bahkan logam. Untuk yang berbahan logam, sering dipakai

komponen – komponen hasil produksi sebelumnya sebagai pola, dengan demikian sama

dengan menjiplak komponen – komponen tersebut.

Pola dapat dibentuk melalui teknik produksi lainnya seperti pemesinan dan

pemahatan secara manual. Setelah digunakan, pola ada yang dapat diambil kembali dan ada yang tidak dapat diambil kembali menurut sifat pengecorannya.

Pada beberapa proses pengecoran terdapat pola yang dilengkapi dengan bagian

– bagian pendukung sebuah cetakan sepeti riser, downsprue dan lain lain. Tujuannya


(68)

Gambar 2.29 Skema pola yang dilengkapi dengan saluran dan riser[17]

2.4.7 Inti (core)

Untuk menciptakan rongga pada produk, digunakan inti. Inti merupakan bagian cetakan yang memiliki bentuk rongga produk. Saat penuangan, inti yang menempati daerah yang diinginkan berongga akan dikelilingi oleh logam cair yang kemudian mulai

membeku. Sebelum pembekuan selesai, inti disingkirkan dari mold cavity sehingga

didapatkan rongga yang sesuai bentuk inti pada produk.

Pembuatan inti biasanya dilakukan bersama dengan pembuatan pola. Namun, karena harus menyentuh logam cair yang panas saat penuangan, maka inti harus terbuat

dari bahan – bahan yang tahan terhadap suhu logam cair tersebut.

2.4.8 Pembekuan logam

Logam cair mulai mengalami proses pembekuan dengan kecepatan tertentu

saat diambil dari tungku peleburan. Kecepatan pembekuan tersebut berbeda – beda

menurut jenis logam cair yang telah dilebur.

Pembekuan bahan coran / logam cair dimulai dari bagian yang bersentuhan

dengan permukaan mold cavity (bagian luar), dimana panas yang ada dari logam cair

tersebut berpindah ke permukaan mold cavity. Pada saat ini inti – inti kristal terbentuk


(69)

41

Kemudian, pembekuan menjalar kebagian dalam logam cair seiring dengan

perpindahan panas ke mold cavity tadi sehingga menyebabkan inti kristal berkembang

kearah dalam logam cair tersebut.

Karena posisinya tersebut, bagian dalam logam cair memiliki laju pembekuan yang lebih lambat dibanding bagian luarnya sehingga perkembangan kristal tersebut membentuk struktur panjang yang disebut struktur kolom. Struktur ini mudah terlihat jika ada perbedaan suhu yang besar pada cetakan dan bagian dalam logam cair, misalnya dengan cetakan logam. Sebaliknya, struktur ini sulit diamati pada cetakan pasir yang menghasilkan perbedaan suhu yang rendah.

Lamanya proses pembekuan dinyatakan dalam selisih antara suhu pembekuan dimulai dan suhu pembekuan selesai. Kehalusan permukaan produk dipengaruhi oleh besarnya selisih tersebut. Semakin kecil selisih tersebut maka permukaan produk semakin halus dan sebaliknya permukaan yang kasar diakibatnkan oleh selisih suhu pendinginan yang besar.

Logam murni yang dibiarkan akan mengalami pembekuan pada temperatur konstan yang disebut titik beku. Titik beku merupakan suhu tertinggi logam cair dimana proses pembekuan mulai terjadi. Titik beku pada beberapa bahan misalnya

adalah : tembaga (1083 oC), aluminium (660 oC) dan timah (232 oC).

Pembekuan logam cair dimulai dengan pembentukan inti – inti kristal didalam

logam cair tersebut. Kemudian inti – inti tersebut berkembang disekelilingnya hingga

menjadi butiran – butiran kristal. Pada akhirnya, seluruh logam cair habis menjadi

butiran – butiran kristal tersebut.

Pembentukan butiran kristal tersebut dipengaruhi oleh laju pembentukan inti

dan laju perkembangannya. Jika inti – inti kristal berkembang lebih cepat dibanding

pembentukan inti – inti baru, maka didapatkan butiran – butiran kristal yang besar.

Sebaliknya jika pembentukan inti yang lebih cepat, maka didapat butiran – butiran

kristal halus.

Dalam pembekuan paduan logam, dihasilkan butiran kristal yang merupakan

perpaduan logam – logam yang dicampur, disamping beberapa butiran kristal logam


(1)

c. Kecepatan aliran air :

V =

.π. D −D.

=

. s

. , . , − ,

= ,

d. Rasio aliran air :

ψ =

√ . .H

=

, s

√ . , s .

= ,

e. Kecepatan tepi (rim) diameter boss dan diameter luar :

u =

π.D .N

=

, . , .

= ,

u =

π.D.N

=

, . , .

= ,

f. Kecepatan pusaran air (whirl) diameter boss dan diameter luar :

u

=

H. .H

.

=

, %. , s .

. , s

= ,

u =

H. .H

.

=

, %. , s .

. , s

= ,

g. Lebar lengkungan (arc) sudu :

w =

π.DZ

=

, . ,

= , m

w =

π.DZ

=

, . ,

= , m

h. Sudut sudu (blade) pada area fluida masuk (inlet) :

tan

=

=

, s

, s− , s

= , ≈

tan

− =

=

, s

, s− , s


(2)

i. Sudut sudu (blade) pada area fluida keluar (outlet) :

tan φ = =

, s

, s

=

,

=

tan φ = =

, s

, s

=

,

=

j. Sudut sudu pemandu pada inlet diameter luar :

tan α =

=

, s

, s

=

,

=

k. Sudut sudu pemandu pada inlet diameter boss :

tan α =

=

, s


(3)

LAMPIRAN 7 : Perhitungan diameter poros dan lubang poros

Diagram alir proses perhitungan dimensi poros dengan program kalkulator :

Mulai

a. Input data b. Tekan tombol

hitung

Nilai acuan : a. fc

b. � a. Sf1

b. Sf2

c. Kt

d. Cb

Perhitungan program kalkulator

Selesai

Nilai Dp tidak

mendekati 20 mm a. Pd

b. Mp c. τ

a

d. Dp = 19,97 mm

a. P = 118 W b. N = 150 rpm c. Diameter lubang

poros = 20 mm

Penentuan ulang nilai acuan


(4)

Screenshot bagian penghitung diameter poros dari program kalkulator :

Perhitungan diameter poros secara manual : a. Daya transmisi :

P = f . P = , . W = W = , kW

b. Momen puntir :

M = , . . d

N = , . .

,

= , kgmm

c. Tegangan geser izin :

τ =

S .Sσ

=

.

= ,


(5)

LAMPIRAN 8 : Langkah – langkah penggambaran desain

Mulai a. Vf

b. ub

c. u d. uwb

e. uw

f. � g. � h. ϕ i. ϕ j. αb

k. α

Penggambaran desain poros

a. Dp

b. Panjang poros c. wp

d. tp

Penggambaran desain baut

Penggambaran assembling

Selesai

a. Db

b. D c. Wb

d. W Garis – garis sudu

Penggambaran segitiga kecepatan

a. Penggambaran Pandangan bawah runner propeller

b. Penggambaran Pandangan depan runner propeller

a. Penggambaran Pandangan atas runner propeller

b. Penggambaran Pandangan samping runner propeller

c. Penggambaran Potongan runner propeller


(6)

Dokumen yang terkait

Desain Dan Pengecoran Runner Propeller Berbahan Kuningan (60% Cu / 40% Zn) Untuk Turbin Air Berdaya 118 W Dan Debit 12 L/S Dengan Cetakan Pasir

7 75 163

Teknik Pengecoran Logam Perancangan Pola Worm Screw Dengan Proses Pengecoran Menggunakan Cetakan Pasir Untuk Pabrik Kelapa Sawit

5 109 114

Teknik Pengecoran Logam Perancangan Dan Pembuatan Worm Screw Untuk Pabrik Kelapa Sawit Dengan Kapasitas Olahan 10 Ton Tbs/Jam Dengan Proses Pengecoran Menggunakan Cetakan Pasir

2 73 113

Perancangan Dan Pembuatan Poros Turbin Air Francis Yang Berdaya 950 Kw Dan Putaran 300 Rpm Dengan Proses Pengecoran Logam

1 47 91

Perancangan Dan Pembuatan Sproket Untuk Penggerak Rantai (Track) Pada Bulldozer Dengan Daya 105 Hp Dan Putaran 150 Rpm Dengan Proses Pengecoran Menggunakan Cetakan Pasir

10 50 108

Perancangan Dan Pembuatan Rumah Pompa Sentrifugal Dengan Kapasitas 20 M3/ Jam Air Dengan Proses Pengecoran Menggunakan Cetakan Pasir

11 87 124

Perancangan Pembuatan Batang Torak Untuk Truck Dengan Daya 120 PS Dan Putaran Maksimum 2.850 RPM Dengan Pengecoran Logam Menggunakan Cetakan Pasir

10 97 78

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum - Desain Dan Pengecoran Runner Propeller Berbahan Kuningan (60% Cu / 40% Zn) Untuk Turbin Air Berdaya 118 W Dan Debit 12 L/S Dengan Cetakan Pasir

0 0 58

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Desain Dan Pengecoran Runner Propeller Berbahan Kuningan (60% Cu / 40% Zn) Untuk Turbin Air Berdaya 118 W Dan Debit 12 L/S Dengan Cetakan Pasir

0 0 50

DESAIN DAN PENGECORAN RUNNER PROPELLER BERBAHAN KUNINGAN (60 Cu 40 Zn) UNTUK TURBIN AIR BERDAYA 118 W DAN DEBIT 12 LS DENGAN CETAKAN PASIR

0 2 26