Tempat dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber data Definisi Operasional

Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian: Bursa Efek Indonesia BEI dan Bank Indonesia dalam studi peristiwa yang terangkum di website www.idx.co.id, www.etrading.co.id www.bei.co.id, www.bi.go.id, www.depkeu.go.id. Waktu penelitian: Penelitian direncanakan mulai Januari 2004 sd Oktober 2008.

3.2. Jenis dan Sumber data

Jenis data adalah data sekunder berupa data time series data sekunder merupakan data primer yang telah diolah dan disajikan ke dalam tabel dan bentuk lain Husein Umar, 2008. Sedangkan data time series merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam interval waktu tertentu misalnya minggu, bulan dan tahun Muhidin, 2008. Sumber data dalam penelitian ini adalah: 1. Data IHSG, Indeks Dow Jones dan Indeks Hang Seng diperoleh dari Indonesian Exchange Rate dan Jakarta Composite Index dari website www.idx.co.id, www.etrading.co.id dan www.bei.co.id. Berdasarkan bulan Januari 2004 sd Oktober 2008 dalam satuan point. Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 2. Data Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI diperoleh dari Bank Indonesia dengan situs website www.bi.go.id, dikeluarkan antara Januari 2004 sd Oktober 2008. SBI berdasarkan persen . 3. Data kurs Rupiah terhadap US Dollar diperoleh dari Bank Indonesia dengan situs website www.bi.go.id, data dalam satuan rupiah. Data dihitung mulai Januari 2004 sd Oktober 2008. 4. Data inflasi diperoleh dari Bank Indonesia dengan alamat website www.bi.go.id. Data inflasi bulan Januari 2004 sd Oktober 2008 dalam satuan persen . 5. Data cadangan devisa, transaksi berjalan dan minyak mentah diperoleh dari Departemen Keuangan www.depkeu.go.id. Data bulan Januari 2004 sd Oktober 2008 dalam satuan persen.

3.3. Uji Asumsi

3.3.1. Uji Stasioneritas Data dengan Akar Unit

Sekumpulan data dikatakan stasioner jika nilai rata-rata dan varian dari data time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu atau rata-rata variansnya konstan Nachrowi 2006. Data time series seringkali tidak stasioner sehingga menyebabkan hasil regresi yang meragukan atau sering disebut regresi lancung superious regression. Regresi lancung adalah situasi di mana hasil regresi menunjukkan koefisien regresi yang signifikan secara statistik dan nilai koefisien determinasi yang tinggi namun hubungan antar variabel di dalam model tidak saling berhubungan. Agar regresi yang dihasilkan tidak rancu meragukan kita Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 perlu merubah data tidak stasioner menjadi data stasioner. Beberapa uji stasioner yang dilakukan adalah uji akar unit. Uji akar unit yang sekarang terkenal adalah uji dari Dickey Fuller dan Phillips Perron, namun yang biasa digunakan adalah uji Dickey Fuller karena uji ini sangat sederhana. Dasar dari uji akar unit DF Dickey Fuller adalah data time series yang mengikuti pola AR1. Padahal hampir semua data time series mengikuti pola AR1 ini. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Data tidak stationer dapat dijadikan menjadi data stationer. Caranya dengan melakukan uji stationeritas data pada tingkat diferensi data yang disebut juga dengan uji derajat integrasi. Jadi data yang tidak stasioner pada tingkat level akan diuji lagi pada tingkat diferen sampai menghasilkan data yang stasioner. Di dalam menguji apakah data mengandung akar unit atau tidak, Dickey-Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini: Dickey-Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini: t t t e Y Y + = Δ −1 θ 3.1 t t t e Y Y + + = Δ −1 1 θ β 3.2 t t t e Y t Y + + + = Δ −1 2 1 θ β β 3.3 Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 Di mana: t adalah variabel trend waktu perbedaan persamaan 3.1 dengan dua regresi lainnya adalah memasukkan konstanta dan variabel trend waktu. Dalam setiap model, jika data time series mengandung unit root yang berarti data tidak stasioner hipotesis nulnya adalah Ø = 0, sedangkan hipotesis alternatifnya Ø0 yang berarti data stasioner. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai DF statistik dengan nilai kritisnya yakni distribusi statistik k. Nilai DF ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien Ø Yt-1 . Jika nilai absolut statistik DF lebih besar lebih besar dari nilai kritisnya maka kita menolak hipotesis nul sehingga data yang diamati stasioner. Sebaliknya data tidak stasioner jika nilai statistik DF lebih kecil dari nilai kritis distribusi statistik k. Salah satu asumsi dari persamaan 3.1 dan 3.2 adalah bahwa residual et tidak saling berhubungan. Dalam banyak kasus residual et seringkali berhubungan dan mengandung unsur autokorelasi. Dickey fuller kemudian mengembangkan uji akar unit dengan memasukkan unsur autokorelasi dalam modelnya yang kemudian dikenal dengan Augmented Dickey-Fuller ADF. Dalam prakteknya uji ADF inilah yang digunakan untuk mendeteksi apakah data stasioner atau tidak. Adapun formulasi uji ADF sebagai berikut: t n t t t t e Y Y Y ∑ = + − − + Δ + = Δ 1 1 1 1 β γ 3.4 t n t t t t e Y Y Y ∑ = + − − + Δ + + = Δ 1 1 1 1 β γ α 3.5 Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 t n t t t t e Y Y T Y ∑ = + − − + Δ + + + = Δ 1 1 1 1 1 β γ α α 3.6 Di mana, Y : variabel yang diamati Yt : Yt – Yt-1 T : Trend waktu n : lag Prosedur untuk mengetahui data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritis distribusi MacKinnon. Nilai statistik ADF ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien Yt-1 pada persamaan 4 sd 6. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nila kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Hal penting dalam uji ADF adalah menentukan panjangnya kelambanan. Panjangnya kelambanan bisa ditentukan berdasarkan kriteria AIC Akaike Information Criterion ataupun SC Schwarz Information Criterion. Nilai AIC dan SIC yang paing rendah dari sebuah model akan menunjukkan model tersebut yang paling tepat Pratomo dan Hidayat, 2007.

3.3.2. Uji Kointegrasi

Regresi yang menggunakan data time series yang tidak stasioner kemungkinan besar akan menghasilkan regresi lancung. Regresi lancung terjadi jika koefisien determinasi cukup tinggi tapi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen tidak mempunyai makna. Hal ini terjadi karena hubungan Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 keduanya yang merupakan data time series hanya menunjukkan tren saja. Secara umum bisa dikatakan bahwa jika data time series Y dan X tidak stasioner pada tingkat level tetapi menjadi stasioner pada diferensi difference yang sama yaitu Y adalah Id dan X adalah Id di mana d tingkat diferensi yang sama maka kedua data adalah terkointegrasi mempunyai hubungan dalam jangka panjang. Uji kointegrasi ada berbagai macam namun untuk uji dengan beberapa vektor uji yang sering digunakan adalah uji Johansen. Setelah diketahui bahwa baik data inflasi dan pertumbuhan ekonomi keduanya stasioner, maka selanjutnya akan diuji apakah ada hubungan keseimbangan jangka panjang antara dua variabel tersebut. Granger 1988 menjelaskan bahwa jika dua variabel berintegrasi pada derajat satu, I 1 dan berkointegrasi maka paling tidak pasti ada satu arah kausalitas Granger. Berdasarkan teorema representasi Granger Engle, Granger, 1987, dinyatakan bahwa jika suatu vektor n I 1 dari data runtut waktu Xt berkointegrasi dengan vektor kointegrasi, maka ada representasi koreksi kesalahan atau secara matematis dapat dinyatakan dengan: A L .Xt = - gXt-1 + L it 3.7 Di mana: A L adalah matrik polinomial dalam lag operator dengan A0 = I; adalah nx1 vektor konstanta yang tidak sama dengan nol; L adalah skalar polinomial dalam L; dan it adalah vektor dari variabel kesalahan error yang bersuara resik white noise. Dalam jangka pendek adanya penyimpangan dari keseimbangan jangka panjang g’X=0 akan berpengaruh terhadap perubahan Xt dan akan menyesuaikan kembali menuju keseimbangan. Uji kointegrasi yang akan Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 digunakan di sini menggunakan prosedur uji kointegrasi Johansen-Juselius 1990. Dalam tulisan ini, prosedur Johansen-Juselius diaplikasikan untuk sistem persamaan bivariat dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen dalam bentuk vector autoregressive AR yang meliput sampai lag dari variabel Xt: Xt : 1Xt-1 + 2Xt-2+.... pXt-p+ it 3.8 Di mana: Xt adalah vektor 2X1 dari I1; t adalah 2x2 matrik parameter dan it~I N0, i. Keseimbangan jangka panjangnya ditentukan oleh: X = 0 3.9 Di mana adalah matrik koefisien jangka panjang yang ditentukan oleh: I – 1 – 2 - ........- p = 3.10 Rank r dari menentukan banyaknya vektor kointegrasi yang ada antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam kasus bivariate kointegrasi ada jika r sama dengan 1. Jika matrik adalah hasil dari dua matrik 2X1, atau: = g’. Kemudian, jika inflasi dan pertumbuhan ekonomi berkointegrasi maka vektor kointegrasi yang unik adalah g dan koefisien menunjukkan kecepatan penyesuaian menuju keseimbangan. Hipotesis yang akan diuji adalah dalam sistem persamaan paling sedikit satu vektor kointegrasi antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi Johansen menyarankan dua pengujian untuk menentukan banyaknya vektor kointegrasi. Dua uji tersebut adalah trace test dan maximum eigenvalue statistic. Johansen trace statistic atau juga dikenal sebagai test statistik LR Likelihood Ratio untuk menguji hipotesis Ho: r1 terhadap Ha: r=0, yang dirumuskan dalam persamaan: Trace test Qr = -n iln1- i 3.11 Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 Di mana i adalah korelasi kuadrat antara Xt-p dan Xt yang merupakan koreksi terhadap pengaruh proses lagged differences variabel X. Alternatif uji kointegrasi dari Johansen adalah dengan menggunakan maximum eigenvalue statistic yang dapat dihitung dari trace statistic, yaitu: Q max = -nln1 – i = Q r – Q r+1 3.12 Aplikasi model uji kointegrasi dalam penelitian ini: t t t t t t k t t t t t BINFLASI BKURS BSBI BDOWJONES BHANGSENG IHSG IHSG IHSG ε + + + + + + Π + Δ Γ = Δ − = − ∑ 1 1 3 1 1 Di mana: ∑ ∑ + = − − = Γ − = Π 3 1 1 3 1 1 j j t i A dan A Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji Trace Statistic dan Maksimum Eigenvalue. Apabila nilai hitung Trace Statistic dan Maksimum Eigenvalue lebih besar daripada nilai kritisnya, maka terdapat kointegrasi pada sejumlah variabel, sebaliknya jika nilai hitung Trace Statistic dan Maksimum Eigenvalue lebih kecil daripada nilai kritisnya maka tidak terdapat kointegrasi. Nilai kritis yang digunakan adalah yang dikembangkan oleh Osterwald-Lenum.

3.3.3. Uji Kausalitas Granger

Suatu variabel X, dikatakan mempunyai kausalitas Granger dengan variabel lainnya, Y, jika dengan memasukkan nilai lag dari X dapat digunakan untuk memprediksi variabel Y yang hasilnya lebih baik dibandingkan jika menggunakan 3.13 Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 nilai lag variabel Y. Sehingga dalam kasus ini inflasi dikatakan mempunyai kausalitas terhadap pertumbuhan ekonomi, jika lag variabel inflasi dapat memprediksi besarnya pertumbuhan ekonomi dimasa yang akan datang secara lebih baik dibandingkan jika menggunakan lag variabel pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Model lain yang akan digunakan sebagai alternatif dari uji kausalitas Granger yang digunakan adalah uji kausalitas Granger model koreksi kesalahan. Model kausalitas ini mampu menggabungkan informasi dari sifat kointegrasi dari data variabel time series Miller and Russek, 1990. Engle dan Granger 1987 mendefinisikan suatu data time series yang tidak stasioner, Xt dikatakan terkointegrasi pada order d jika data tersebut stasioner setelah dilakukan diferensi tingkat pertama dinotasikan sebagai Xt ~ Id. Jika dua data time series, Xt dan Yt terkointegrasi pada order d, Engle dan Granger menunjukkan bahwa kombinasi linier Z t = Xt - hYt akan stasioner. Sebagai akibatnya kedua series Xt dan Yt dikatakan terkointegrasi. Jika terdapat kointegrasi maka kedua variabel mempunyai hubungan jangka panjang. Oleh karena itu hubungan jangka panjang antara kedua variabel dapat diestimasi dengan persamaan sebagai berikut: Xt = go + oYt + µt 3.14 Yt = g1 + oXt + µt 3.15 Uji kausalitas Granger yang didasarkan pada model koreksi kesalahan dapat diformulasikan sebagai berikut: t n t t oi n t t oi t t DY d DX c DX ε μ β α ∑ ∑ = − = − − + + + + + = 1 1 1 1 1 3.16 Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 t n t t i n t t i t t DX d DY c DY ε μ β α ∑ ∑ = − = − − + + + + + = 1 1 1 1 1 1 1 3.17 Di mana D adalah diferensi atau perbedaan dan variabel koreksi µt-1 merupakan residual dari kointegrasi dalam persamaan 3.16 dan 3.17. Setelah diketahui bahwa kedua variabel terkointegrasi, pertanyaannya adalah variabel mana yang saling mempengaruhi dan bagaimana kondisi jangka pendek mampu mengkoreksi kembali kondisi jangka panjang. Dengan memasukkan variabel koreksi kesalahan di dalam persamaan 3.16 dan 3.17, model koreksi kesalahan mampu menunjukkan arah terjadinya kausalitas. Y dikatakan berpengaruh terhadap X dalam persamaan 14 tidak hanya jika doi signifikan tetapi juga bo signifikan. Oleh karena itu, tidak seperti uji kausalitas standar Granger, model koreksi kesalahan mampu menjelaskan bahwa Y mempengaruhi X sepanjang Nilai koefisien koreksi kesalahan signifikan walaupun doi tidak signifikan. Selanjutnya Granger menunjukkan bahwa model koreksi kesalahan mampu menghasilkan prediksi jangka pendek yang lebih baik dan mampu menyediakan penyesuaian dinamis jangka pendek untuk mencapai kondisi keseimbangan jangka panjang. Perubahan kelambanan di dalam variabel independen dapat diinterpretasikan sebagai efek jangka pendek sedangkan koreksi kesalahan menunjukkan efek jangka panjang. Persoalan utama dalam mengestimasi model autoregresif dalam persamaan 14 dan 15 adalah dalam hal menentukan panjangnya kelambanan. Sebagaimana diketahui bahwa kedua persamaan tersebut terdiri dari lebih dari satu variabel independen kelambanan. Oleh karena itu, harus memilih model dengan panjang kelambanan yang optimum. Untuk itu digunakan Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 metode yang dikembangkan oleh Akaike Information Criterron AIC dan Schwarz Criterion SC, nilai terkecil dari AIC dan SC digunakan untuk menentukan panjangnya kelambanan yang optimal.

3.4. Model Analisis

3.4.1. Vector Autoregression VAR

Menurut Sims Manurung, 2005 jika simultanitas antara beberapa variabel benar maka dapat dikatakan bahwa variabel tidak dapat dibedakan mana variabel endogen dan mana variabel eksogen. Pengujian hubungan simultan dan derajat integrasi antar variabel dalam jangka panjang variabel yang mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan IHSG menggunakan metode VAR. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan simultan Saling terkait antara variabel kurs, SBI, Inflasi, Dow Jones dan Hang Seng sebagai variabel eksogen terhadap Indeks Harga Saham gabungan IHSG sebagai variabel endogen dengan memasukkan unsur waktu lag. Pengujian VAR dengan rumus: t p t p t p t p t p t t e LogINFLASI LogKURS LogSBI s LogDowJone g LogHangsen LogIHSG LogIHSG , 1 6 5 4 3 2 1 + + + + + + = − − − − − α α α α α α t p t p t p t p t p t t e INFLASI LogKURS LogSBI s LogDowJone g LogHangsen LogIHSG g LogHangsen , 2 12 11 10 9 8 7 + + + + + + = − − − − − α α α α α α t p t p t p t t p t t e LogINFLASI LogKURS LogSBI s LogDowJone g LogHangsen LogIHSG s LogDowjone , 3 18 17 16 15 14 13 + + + + + + = − − − − − α α α α α α …….. … 3.18 . 3.19 3.20 Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 t p t p t p t p t p t t e LogINFLASI LogKURS s LogDowJone g LogHangsen LogIHSG LogSBI , 4 23 22 21 20 19 + + + + + = − − − − − α α α α α t p t p t p t p t p t t e LogINFLASI LogKURS LogSBI s LogDowJone g LogHangsen LogIHSG LogKURS , 5 29 28 27 26 25 24 + + + + + + = − − − − − α α α α α α t p t p t p t p t p t t e LogINFLASI LogKURS LogSBI s LogDowJone g LogHangsen LogIHSG LogINFLASI , 6 35 34 33 32 31 30 + + + + + + = − − − − − α α α α α α Dengan: IHSG t = data IHSG tahun sekarang pointbulan HANGSENG T = data HANGSENG tahun sekarang pointbulan DOWJONES t = data DOWJONES tahun sekarang pointbulan SBIG t = data SBI tahun sekarang persenbulan KURS t = data KURS tahun sekarang pointbulan INFLASI t = data INFLASI tahun sekarang persenbulan a,b = koefisien c = konstanta e = kesalahan pengangguresidual error terms p = panjang lag

3.4.2. Impulse Response Function IRF

Impulse Response Function IRF dilakukan untuk mengetahui respon dinamis dari setiap variabel terhadap satu standar deviasi inovasi Pramono, 2006. Analisis IRF bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel transmit 3.21 3.22 3.23 Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 terkointegrasi pada periode jangka pendek maupun jangka panjang. IRF merupakan ukuran arah pergerakan setiap variabel transmit akibat perubahan variabel transmit lainnya Manurung, 2009. Nilai peramalan persamaan di atas dapat dituliskan sebagai berikut: Y i n t i n t Y E Y − + + ∑ + = ε θ 3.24 Z i n t i n t Z E Z − + + ∑ + = ε θ 3.25 Dimana : EY dan EZ masing-masing nilai rata-rata dari Y dan Z.

3.4.3. Forecast Error Variance Desomposition FEVD

Forecast Error Variance Desomposition FEVD dilakukan untuk mengetahui relative importance dari berbagai shock terhadap variabel itu sendiri maupun variabel lainnya. Identifikasi FEDV menggunakan Cholesky decomposition Pramono, 2006. Analisis FEDV bertujuan untuk mengetahui pengaruh atau kontribusi antar variabel transmit Manurung, 2009. Analisis Forecast Error Variance Decomposition FEVD atau sering dikenal dengan istilah Variance Decomposition digunakan untuk memprediksi kontribusi persentase varian setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem VAR Purnawan, 2008. Persamaan FEDV dapat diturunkan dengan ilustrasi sebagai berikut: 1 1 1 X A A X E t t + = + 3.26 Nilai A dan A 1 digunakan mengestimasi nilai masa depan X t+1 Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 1 1 1 2 2 1 ... .......... + − − + + + + + + = t n n t n t n t t e A e A e X E 3.27 Artinya nilai FEDV selalu 100 persen, nilai FEDV lebih tinggi menjelaskan kontribusi varians satu variabel transmit terhadap variabel transmit lainnya lebih tinggi.

3.5. Definisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini perlu diberikan batasan operasional sebagai berikut: 1. IHSG adalah indeks rata-rata saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia BEI berdasarkan bulan, yaitu IHSG data mulai Januari 2004 sd Oktober 2008. 2. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus- menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. Inflasi diukur dalam persen data mulai Januari 2004 sd Oktober 2008. 3. SBI, adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. SBI dalam penelitian ini diukur dalam persen data mulai Januari 2004 sd Oktober 2008. 4. Kurs. Merupakan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS yang berarti nilai yang mencerminkan harga mata uang Dollar AS dalam satuan Rupiah, data mulai Januari 2004 sd Oktober 2008. Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 5. Indeks Dow Jones merupakan indeks harga saham terbesar di Eropa yaitu indeks harga saham Amerika, data mulai Januari 2004 sd Oktober 2008. 6. Indeks Hang Seng merupakan indeks harga saham terbesar di Asia yaitu indeks harga saham Hongkong, data mulai Januari 2004 sd Oktober 2008. Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perkembangan Indikator Ekonomi

Gejolak krisis keuangan global telah mengubah tatanan perekonomian dunia. Krisis global yang berawal di Amerika Serikat pada tahun 2007, semakin dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, termasuk negara berkembang pada awal tahun 2008. Sejumlah kebijakan yang sangat agresif di tingkat global telah dilakukan untuk memulihkan perekonomian. Di Amerika Serikat, sebagai episentrum krisis, kebijakan pemerintah baru yang menempuh langkah serius untuk mengatasi krisis, menjadi faktor positif yang dapat mengurangi pesimisme akan resesi yang berkepanjangan dan risiko terjadinya depresi. Sementara itu, kemauan negara-negara industri maju lainnya untuk berkoordinasi dalam kebijakan pemulihan ekonomi juga diharapkan dapat meningkatkan keyakinan pelaku pasar. Namun, proses berbagai lembaga keuangan memperbaiki struktur neracanya deleveraging yang diperkirakan masih terus berlangsung, serta dampak umpan balik dari sektor riil ke sektor keuangan, menyebabkan risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global masih tinggi. Di Indonesia, imbas krisis mulai terasa terutama menjelang akhir 2008. Setelah mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 6 sampai dengan triwulan III-2008, perekonomian Indonesia mulai mendapat tekanan berat pada triwulan IV-2008. Hal itu tercermin pada perlambatan ekonomi secara signifikan terutama karena anjloknya kinerja ekspor. Di sisi eksternal, neraca pembayaran Indonesia mengalami