Perkembangan Indikator Ekonomi HASIL DAN PEMBAHASAN

Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perkembangan Indikator Ekonomi

Gejolak krisis keuangan global telah mengubah tatanan perekonomian dunia. Krisis global yang berawal di Amerika Serikat pada tahun 2007, semakin dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, termasuk negara berkembang pada awal tahun 2008. Sejumlah kebijakan yang sangat agresif di tingkat global telah dilakukan untuk memulihkan perekonomian. Di Amerika Serikat, sebagai episentrum krisis, kebijakan pemerintah baru yang menempuh langkah serius untuk mengatasi krisis, menjadi faktor positif yang dapat mengurangi pesimisme akan resesi yang berkepanjangan dan risiko terjadinya depresi. Sementara itu, kemauan negara-negara industri maju lainnya untuk berkoordinasi dalam kebijakan pemulihan ekonomi juga diharapkan dapat meningkatkan keyakinan pelaku pasar. Namun, proses berbagai lembaga keuangan memperbaiki struktur neracanya deleveraging yang diperkirakan masih terus berlangsung, serta dampak umpan balik dari sektor riil ke sektor keuangan, menyebabkan risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global masih tinggi. Di Indonesia, imbas krisis mulai terasa terutama menjelang akhir 2008. Setelah mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 6 sampai dengan triwulan III-2008, perekonomian Indonesia mulai mendapat tekanan berat pada triwulan IV-2008. Hal itu tercermin pada perlambatan ekonomi secara signifikan terutama karena anjloknya kinerja ekspor. Di sisi eksternal, neraca pembayaran Indonesia mengalami Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 peningkatan defisit dan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan signifikan. Di pasar keuangan, selisih risiko risk spread dari surat-surat berharga Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan yang mendorong arus modal keluar dari investasi asing di bursa saham, Surat Utang Negara SUN, dan Sertifikat Bank Indonesia SBI. Secara relatif, posisi Indonesia sendiri secara umum bukanlah yang terburuk di antara negara-negara lain. Perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh sebesar 6,1 pada 2008. Sementara kondisi fundamental dari sektor eksternal, fiskal dan industri perbankan juga cukup kuat untuk menahan terpaan krisis global. Meski demikian, dalam perjalanan waktu ke depan, dampak krisis terhadap perekonomian Indonesia akan semakin terasa. Semakin terintegrasinya perekonomian global dan semakin dalamnya krisis menyebabkan perekonomian di seluruh negara akan mengalami perlambatan pada tahun 2009, Indonesia tak terkecuali. Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia di tahun 2009 akan tumbuh melemah menjadi sekitar 4,0, dengan risiko ke bawah terutama apabila pelemahan ekonomi global lebih besar dari yang diperkirakan. Penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut bukan sesuatu yang buruk apabila dibandingkan dengan banyak negara-negara lain yang diperkirakan tumbuh negatif. Oleh karenanya, upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk mencegah dampak krisis ini meluas lebih dalam, melalui kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor riil, menjadi penting untuk dilakukan di tahun 2009. Strategi kebijakan moneter melalui BI Rate diarahkan pada upaya pencapaian target inflasi dalam jangka menengah yang ditetapkan Pemerintah. Strategi tersebut Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 ditempuh secara terukur dan hati-hati dengan mempertimbangkan tekanan inflasi ke depan, dinamika perekonomian terkini dan stabilitas sistem keuangan. Dalam implementasinya, stance kebijakan moneter selama tahun 2008 secara umum dapat dibagi dalam tiga periode yaitu periode BI Rate tetap Januari-April, periode kenaikan BI Rate Mei-Oktober, dan periode penurunan BI Rate November- Desember. Perbedaan stance kebijakan dalam masing-masing periode mencerminkan adanya perubahan risiko tekanan inflasi ke depan, perkembangan ekonomi domestik dan stabilitas sistem keuangan. Perubahan risiko tersebut sangat terkait dengan semakin dalamnya krisis ekonomi global pada semester II-2008, serta potensi perlambatan ekonomi domestik yang lebih dalam. Gejolak di pasar keuangan global yang dimulai sejak pertengahan tahun 2007 masih belum mereda. Kekhawatiran akan dampak krisis subprime yang lebih dalam dan resesi ekonomi di Amerika Serikat AS telah memicu sentimen negatif pada pelaku pasar keuangan global. Melemahnya dolar AS yang disertai dengan tertekannya pasar keuangan global memicu pengalihan investasi dari pasar finansial ke pasar komoditas yang selanjutnya mendorong peningkatan harga komoditas internasional. Tingginya harga komoditas internasional tersebut memberi tekanan pada inflasi global. Perilaku penanam modal asing yang cenderung menghindari risiko sempat mendorong aliran keluar modal asing dari pasar keuangan domestik, meskipun secara keseluruhan triwulan I-2008 penanaman dana asing masih mencatat net inflow sebagai akibat dari masih tetap menariknya kondisi imbal hasil rupiah. Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 Di pasar saham, aliran keluar modal asing mendorong pelemahan kinerja pasar saham. Sementara itu, di pasar obligasi, yield Surat Utang Negara SUN masih meningkat akibat kekhawatiran terhadap sustainabilitas fiskal dan peningkatan inflasi ke depan. Aliran keluar modal asing yang sempat terjadi menyebabkan nilai tukar secara rata-rata mengalami sedikit pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Seiring dengan aliran keluar modal asing yang sempat terjadi pada awal tahun, surplus Neraca Pembayaran Indonesia NPI mencatat penurunan meskipun masih cukup tinggi. Dampak gejolak eksternal belum mempengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik. Di sisi inflasi, tekanan inflasi pada triwulan I-2008 lebih banyak dipengaruhi oleh faktor biaya cost-push yang bersumber dari luar negeri. Kenaikan harga komoditas energi dan pangan internasional mendorong peningkatan tekanan inflasi yang bersumber dari imported inflation. Tekanan inflasi yang bersumber dari melemahnya nilai tukar dalam periode ini, secara umum relatif minimal. Ekspektasi inflasi masyarakat yang meningkat, sebagaimana tercermin pada hasil survei konsumen dan pedagang eceran, juga turut memberikan sumbangan pada tekanan inflasi. Meningkatnya ekspektasi inflasi masyarakat tersebut terkait dengan kenaikan harga komoditas internasional dan kelangkaan pasokan minyak tanah. Sementara itu, kenaikan permintaan domestik masih dapat diimbangi dengan kenaikan sisi penawaran sehingga belum memberikan dampak yang signifikan pada tekanan inflasi. Rusiadi : Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia, 2009 Sampai dengan paruh pertama tahun 2008, kondisi pasar valas ditandai dengan kelebihan permintaan. Tingginya permintaan valas terutama terkait dengan meningkatnya impor, khususnya minyak, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia. Sementara itu, pasokan valas yang terbatas terutama bersumber dari pelaku asing sejalan dengan aliran masuk modal asing dalam instrumen keuangan domestik. Terbatasnya pasokan valas tersebut dipicu oleh krisis likuiditas global dan berkurangnya minat investasi asing sebagai imbas lanjutan dari krisis subprime yang muncul sejak pertengahan tahun 2007. Dengan terus berlanjutnya kenaikan harga minyak, terbatasnya pasokan juga didorong oleh sentimen negatif terhadap sustainabilitas fiskal dan meningkatnya ekspektasi inflasi. Dalam kondisi neraca transaksi berjalan pada paruh pertama tahun 2008 yang masih mencatat surplus cukup besar dan respons kebijakan ekonomi makro yang cukup berhati-hati serta kebijakan stabilisasi di pasar valuta asing secara terukur dan berhati-hati dapat menahan tekanan depresiasi nilai tukar.

4.2. Deskripsi Variabel Penelitian